Review Kerja Akhir Tahun Segera Datang! 5 Hal yang Bisa Dilakukan Kalau Review Buruk
Sebentar lagi akhir tahun 2019 tiba! Ini berarti review kerja akhir tahun akan segera datang.
Review kerja ini bisa jadi bakal menentukan bagaimana “nasib” kita sebagai karyawan tahun depan. Lebih jauh lagi nih, malah bisa menjadi penentu, apakah kita layak dipromosikan dan mendapatkan kenaikan gaji, atau stuck aja di tempat lantaran performa kita kurang oke di tahun ini.
Duh. Memang sih, kalau sudah mulai dilakukan review kerja akhir tahun gini, hasilnya ya paling enggak jauh-jauh amat dari 2 ini: review bagus dan review buruk.
Kalau review bagus, maka siap-siap saja untuk berbagai reward yang akan kita terima. Kalau review akhir tahun kurang memuaskan? Well, setidaknya kita bisa menggunakannya sebagai motivasi untuk mendapat penilaian yang lebih baik lagi tahun depan.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh karyawan ketika akhirnya mendapatkan review kerja akhir tahun yang buruk?
1. Cari tahu kesalahan kita
Nggak perlu bersikap defensif sih. Tapi coba deh, dengarkan dengan diam ketika si bos atau atasan memaparkan feedback tentang kinerja kita yang kurang memuaskan itu. Ajukan pertanyaan–dengan sopan, pastinya–agar kita lebih paham, di mana sebenarnya salah kita.
Kalau si bos mengatakan kalau kita tidak bisa mencapai target yang ditentukan, atau mungkin mengatakan kita tidak bisa banyak berkontribusi dalam tim, coba tanyakan, “Ekspektasi seperti apa yang sebenarnya diharapkan dari saya?”
Tentu saja, tanyakan tidak dengan emosional ataupun nada tinggi ya.
2. Utarakan jika kurang setuju
Tidak terima dengan appraisal review kerja yang sudah disampaikan? Ya, bisa jadi. Tapi bukan berarti kita lantas harus marah-marah dan emosi tinggi.
Utarakanlah jika memang ada yang tak setuju atau tak sependapat. Jika memang punya data yang berlawanan, atau bukti bahwa kita tidak seburuk yang dijelaskan, maka coba paparkan. Ingatkan misalnya ketika kita berhasil menggaet nasabah baru, atau bagaimana proposal yang kita tulis membuat CEO terkesan, dan tanyakan apakah atasan kita memperhatikannya?
Jika tidak, coba cari tahu lebih jauh lagi apa penyebabnya. Gunakanlah kesempatan ini untuk meluruskan konsep yang berbeda, hingga ke depannya kita dan atasan menyepakati pandangan yang sama mengenai kinerja kita.
3. Dapatkan saran untuk memperbaiki kesalahan
Mintalah saran kepada atasan apa saja yang harus dilakukan agar dapat mencapai target yang lebih baik tahun depan. Arahkan agar atasan mau mengutarakan dengan spesifik mengenai kualitas kerja yang diharapkan dari kita.
Juga tanyakan, apakah ada seseorang yang bisa direkomendasikan untuk membantu sebagai mentor atau role model, seorang anggota tim yang senior.
Ini juga merupakan saat yang tepat bagi kita untuk meminta bantuan atau sumber daya ekstra yang bisa menunjang kinerja kita. Misalnya saja, kita juga bisa mengajukan permintaan untuk mendapatkan pelatihan.
4. Lakukan lebih baik lagi
Cari tahu dengan pasti area pekerjaan yang bisa kita kembangkan dan katakan pada atasan kalau kita telah memiliki rencana yang akan kita realisasikan.
Hal ini dapat menunjukkan pada atasan bahwa kita bisa mengatasi review kerja yang buruk, dan bahwa kita benar-benar serius ingin meningkatkan performa kerja kita.
Nggak ada pula salahnya, kalau mengajukan pertanyaan pada diri sendiri seperti, “Kalau saya sukses dalam posisi ini, apa yang akan menjadi langkah selanjutnya untuk saya?”
Ini akan membuat kita terlihat memiliki komitmen terhadap perusahaan.
5. Ajak evaluasi secara reguler
Jangan menunggu sampai akhir tahun untuk mendapatkan review kerja dari atasan. Atur waktu untuk mendengarkan review kerja secara informal dari atasan.
Dengan begini, kita pun akan tahu apakah kita telah berjalan di jalur yang tepat atau tidak.
Meanwhile, ayo benahi urusan-urusan yang bisa menganggu fokus kerja. Misalnya saja, soal pengelolaan keuangan pribadi. Apakah ada yang mengganggu, hingga terbawa sampai ke tempat kerja? Terlilit utang? Tidak ada dana untuk pendidikan anak? Tagihan menumpuk, dan susah terselesaikan?
Jangan salah ya. Memang sekilas, hal-hal ini tidak ada hubungannya dengan masalah yang ada di kantor, tetapi bisa saja memengaruhi konsentrasi dan motivasi kerja lo.
Coba yuk, diperiksa lagi kondisi keuangannya. Kita sebenarnya punya masalah apa? Segera kenali permasalahan yang sebenarnya (jika ada), dan cari solusinya. Mungkin kamu butuh untuk join di kelas finansial online QM Financial? Coba cek jadwalnya ya, dan pilih kelas yang kamu butuhkan.
Jangan biarkan hal-hal di luar kerjaan membuat posisimu di kantor menjadi rumit. Semangat!
7 Tipe Karyawan Toxic yang Bisa Membuat Kinerja Perusahaan Buruk
Di setiap perusahaan, bisa dibilang selalu saja ada masalah. Hal ini pastinya wajar. Jadi menjengkelkan ketika masalah timbul lantaran ada beberapa tipe karyawan yang “tidak bisa diajak kerja sama”. Karyawan toxic, itu dia.
Sebuah penelitian berjudul “Toxic Workers” pernah dilakukan oleh Michael Housman atas 60.000 karyawan di 11 perusahaan mengungkapkan fakta, bahwa setiap karyawan yang menunjukkan hasil kinerja buruk hampir selalu akhirnya menjadi seorang karyawan toxic.
It’s ok kalau misalnya racunnya ditelan sendiri. Karyawan toxic cenderung menyebarkan racunnya pada karyawan-karyawan lain sehingga secara keseluruhan kinerja perusahaan menjadi terganggu. Michael Housman juga mengungkapkan dalam penelitiannya, karyawan toxic–jika tidak segera di-treatment–akan bisa merugikan perusahaan secara finansial.
Ouch!
Lalu, tipe karyawan seperti apa sajakah yang termasuk dalam tipe karyawan toxic?
1. Si Tukang Gabut
Tukang gabut–gaji buta–adalah tipe karyawan yang suka makan gaji buta. Mereka minta digaji dan dipenuhi semua haknya, namun sering lalai menuntaskan kewajibannya.
Deadline selalu mundur, dan mereka selalu punya alasan untuk dimaklumi. Padahal sekantor juga tahu, dia cuma nonton Youtube aja di kubikelnya. Sedangkan dalam tim, ada rekan kerja lain yang kerjaannya tergantung pada output yang dihasilkan oleh si tukang gabut ini. Duh!
Makin diperparah ketika mereka sendiri kerjaan enggak bener, eh malah melimpahkannya ke rekan kerja yang lain. Jadi ngerepotin orang banget. Terus, kalau tugasnya sukses, dia deh yang tampil mengaku bahwa semua adalah hasil kerja dia. Kalau gagal? Ya dia akan menyalahkan si rekan kerja yang sudah kerja keras menyelesaikan tugas.
Tipe karyawan toxic seperti ini lambat laun bisa membuat suasana kerja menjadi penuh konflik dan drama. Produktivitas menurun, dan membuat karyawan lain jadi ogah-ogahan menyelesaikan tugas.
2. Si Tukang Gosip
Semakin besar sebuah perusahaan, semakin banyak karyawan yang bekerja, semakin mudah pula gosip dibuat dan berembus. Hal ini sebenarnya wajar sih.
Menjadi enggak wajar ketika ada tipe karyawan toxic yang lebih banyak “memproduksi” gosip ketimbang memproduksi hasil kerja. Ketika dia sedang bersama si A, dia akan bergosip tentang si B. Ketika A pergi dan B datang, dia akan ganti bergosip tentang A dengan si B.
Dengan gosip-gosip ini, dia sudah menyebarkan aura negatif ke lingkungan kerja. Bukan nggak mungkin pada akhirnya dia akan mengadu domba antara satu karyawan dengan yang lainnya. Konflik pun terjadi, suasana kerja jadi makin tak nyaman.
3. Si Tukang Komplain
Dikasih kerjaan, komplain. Dibiarin nganggur, komplain. Diserahi tugas yang gampang, komplain, apalagi dibagi kerjaan yang sulit–makin komplain. Si tukang komplain ini tipe karyawan toxic yang gemar menebarkan aura negatif ke mana pun tentang segala sesuatu ke rekan kerja.
Hati-hati, negativity is contagious. Menular. Ketika aura negatif berembus ke mana-mana, yang ada rekan kerja yang lain juga jadi ikut kena dampaknya.
Hal ini makin parah, ketika si tukang komplain juga suka mengeluh di media sosial tentang pekerjaannya, tentang rekan kerjanya, atasannya, hingga komplain tentang perusahaan tempat dia bekerja. Enggak sadar, bahwa sebagai karyawan di perusahaan tersebut, secara tidak tertulis seharusnya dia menjadi ambassador bagi perusahaan tempat dia bekerja.
Saat dia menjelek-jelekkan perusahaan tempatnya bekerja, saat itu pula sebenarnya dia menunjukkan kapasitasnya sendiri sebagai seorang karyawan.
4. Si Martir
Seorang karyawan martir ini sebenarnya kinerjanya bagus. Dia selalu bisa menyelesaikan pekerjaannya, bahkan kadang menyelesaikan pekerjaan orang lain juga.
Namun, ada risiko, bahwa karena saling workaholic-nya, si martir jadi burnout, jadi stres. Stres ini juga menular lo. Satu orang karyawan stres, maka bisa memengaruhi kinerja tim secara keseluruhan. Si martir juga cenderung akan punya control issues, kurang bisa mendelegasikan tugas, kurang percaya pada kemampuan tim, dan cenderung untuk underestimate orang lain.
Dan, karena mereka ini sudah bekerja begitu keras, sehingga mereka pun pengin supaya semua orang tahu bahwa merekalah pekerja keras dalam perusahaan itu. Mereka ingin semua orang tahu, bahwa mereka telah berkorban banyak untuk perusahaan tempatnya bekerja. Merekalah pahlawan perusahaan yang sesungguhnya.
Karena sifat narsisnya ini, akibatnya, perusahaan pun berjalan timpang. Imbalance, karena dia cenderung untuk tak pernah mengakui kinerja tim.
5. Si Temperamental
Si temperamental membawa suasana negatif di lingkungan kerja karena sifatnya yang emosional dan meledak-ledak. Padahal, untuk bisa bekerja dengan optimal di zaman now, kita enggak hanya butuh IQ saja tetapi juga EQ–kemampuan untuk mengelola emosi.
Si temperamental ini enggak cuma galak pada rekan sekerjanya, tetapi juga galak pada pelanggan atau customer-nya. Uh oh … pastinya hal ini enggak akan diinginkan oleh perusahaan mana pun kan? Bisa-bisa pelanggan pada kabur karena ulah si temperamental.
6. Si Koruptor
Karena ada peluang, dan juga didukung adanya “kebutuhan mendesak” dan disebabkan oleh moralitas yang tipis, seorang karyawan bisa saja dengan sengaja melakukan fraud sehingga merugikan perusahaan. Menerima suap, gratifikasi, memalsukan laporan keuangan, dan sebagainya.
Tanpa perlu banyak penjelasan, sudah pasti tipe karyawan toxic yang “gemar dengan sengaja” melakukan fraud akan bisa merugikan perusahaan.
7. Si Tukang Ngutang
Karena kurangnya keterampilan untuk mengatur keuangan pribadinya, tipe karyawan toxic kelima ini akhirnya jadi hobi ngutang. Ngutang kasbon, ngutang ke koperasi, ngutang teman, hingga ngutang ke rentenir.
And thanks to kecanggihan teknologi, debt collector zaman sekarang enggak cuma meneror si tukang utang, tapi juga meneror semua orang yang berada di dekat tukang utang. Semua orang yang ada di address book handphone si pengutang dihubungi satu per satu ketika si tukang utang kabur lantaran nunggak pembayaran.
Kebayang enggak gimana rasanya, kita yang karyawan biasa enggak tahu apa-apa, tahu-tahu dihubungi oleh orang suruhan rentenir, ikut diintimidasi. “Kesalahan” kita satu-satunya adalah berteman dengan si tukang utang.
Itu dia 7 tipe karyawan toxic yang kalau enggak segera di-treatment, akan bisa mengancam berputarnya bisnis perusahaan secara keseluruhan karena terjadi ketimpangan sana-sini serta lingkungan kerja yang tak nyaman. Efeknya, kerja sama tim tak bisa dibangun secara kompak yang pasti akan memengaruhi performa.
Khusus untuk treatment bagi karyawan yang bermasalah dengan keuangan, Anda bisa menghubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.