Apakah Pekerja Harian dan Pekerja Lepas Juga Berhak atas THR? Ketahui 5 Faktanya
Detik-detik menjelang Tunjangan Hari Raya–alias THR–dibagikan. Buat para ASN dan pekerja kantoran swasta yang bekerja 9 to 5, tinggal menunggu waktu saja dibagi amplop. Lalu, bagaimana dengan para pekerja harian, termasuk para freelancer alias pekerja lepas? Bagaimana nasib Tunjangan Hari Raya mereka?
Kondisi dan status para pekerja harian dan lepas memang agak berbeda dengan para ASN dan para karyawan tetap. Ada beberapa hak dan kewajiban berbeda, yang biasanya diatur dalam peraturan dan perjanjian kerja yang disepakati kedua belah pihak.
Bagaimana ya, cara perhitungan pemberian Tunjangan Hari Raya untuk para pekerja harian dan pekerja lepas? Apakah pemerintah menaruh perhatian pada golongan pekerja ini, mengingat sekarang semakin banyak orang memilih untuk bekerja secara lepas dan dibayar secara harian bahkan per jam?
Berikut beberapa fakta yang wajib diketahui oleh siapa pun–baik para pemberi kerja yang memanfaatkan jasa para pekerja harian dan pekerja lepas maupun para pekerjanya sendiri
1. Dijamin oleh pemerintah melalui Undang-Undang
Dalam Undang-Undang no. 13 tahun 2003 yang mengatur segala hal mengenai ketenagakerjaan, memang disebutkan mengenai tunjangan para pekerja, tetapi tidak ada tentang THR. THR diatur tersendiri dalam peraturan lain, yaitu Peraturan Menteri. Hal ini terkait dengan sifat THR yang ada kemungkinan berubah sewaktu-waktu, sehingga harus direvisi. Supaya tak “mengganggu” undang-undang sebagai peraturan induk–yang kalau diubah bakalan makan waktu lama–maka diterbitkanlah peraturan menteri sebagai peraturan pelaksana undang-undang.
Nah, dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan no. 6 tahun 2016 disebutkan, bahwa yang berhak menerima Tunjangan Hari Raya Keagamaan adalah semua pekerja. Tidak ada aturan yang membedakan status pekerja. Ini artinya, tak hanya mereka yang berstatus karyawan tetap saja yang berhak atas THR, para pekerja kontrak, buruh harian, dan pekerja lepas juga berhak mendapatkan THR yang sama.
However, dalam Peraturan Menteri tersebut disebutkan, bahwa yang berhak menerima THR adalah para pekerja yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 bulan berturut-turut pada pemberi kerja. Jadi, jika kita adalah pekerja lepas yang bekerja untuk proyek yang kurang dari 1 bulan, maka kita tidak berhak atas THR dari pemberi kerja proyek tersebut.
Di situlah letak perbedaan mendasarnya.
2. Waktu pemberian sama dengan golongan pekerja yang lain
Kapan THR para pekerja harian dan pekerja lepas diberikan?
Sama dengan golongan pekerja yang lain, yaitu selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya keagamaan tiba. Untuk tahun 2019, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri sudah mengingatkan para pemberi kerja sejak jauh-jauh hari sebelumnya, supaya jangan sampai lalai memenuhi kewajiban untuk membayarkan THR pada karyawan masing-masing, tanpa membedakan status kepegawaiannya.
Bahkan, lebih jauh lagi, Menaker mengimbau agar THR sudah diberikan sejak 14 hari sebelum Hari Raya Idulfitri tiba, agar para pekerja bisa mempersiapkan mudik dengan lebih baik.
3. Jumlah besaran THR yang diterima ada rumusnya
Meski haknya sama, dan diberikan juga dalam waktu yang sama, besaran THR yang diterima oleh pekerja harian dan pekerja lepas memang agak berbeda rumusnya, lantaran ada kemungkinan upah yang diterima setiap bulan tidak selalu sama.
Di poin pertama di atas sudah disebutkan, bahwa para pekerja harian dan pekerja lepas yang masa kerjanya kurang dari 1 bulan tidak berhak atas THR. Sedangkan mereka yang bekerja pada satu pihak pemberi kerja lebih dari 1 bulan, maka besaran THR yang diterima dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima setiap bulannya.
Misalnya begini.
Dina sudah bekerja sebagai penulis lepas untuk sebuah situs portal media selama 8 bulan. Upahnya selama 2 bulan pertama adalah Rp2.000.000, sedangkan 6 bulan berikutnya adalah Rp2.500.000. Maka perhitungan besaran THR yang diterima oleh Dina adalah (2 x Rp2.000.000) + (6 x Rp2.500.000)/8. Berarti rata-rata upah Dina adalah Rp2.375.000, sehingga THR yang diterima adalah 8/12 x Rp 2.375.000, yaitu Rp1.583.333,33 dengan belum memasukkan komponen pajak. Perhitungan besaran pajak dari THR juga menggunakan rumus dan aturan Pajak Penghasilan PPh 21, yang juga dilakukan secara tahunan.
Bagaimana dengan pekerja lepas yang diupah per jam? Ini artinya para pemberi kerja juga harus punya pembukuan khusus, sehingga dapat diketahui upah rata-rata per bulan pekerja lepas yang dibayar per jam ini. Dengan demikian, besaran THR pun bisa diketahui.
4. Berupa uang, bukan barang
Bentuk THR yang diberikan bagi para pekerja harian dan pekerja lepas, juga sama dengan golongan karyawan yang lain, yaitu dalam bentuk uang, tidak boleh dalam bentuk barang.
Hal ini juga diatur dalam peraturan pemerintah yang sama, yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan no. 6 tahun 2016.
5. Harus dikelola dengan baik
Nah, sudah tahu kalau haknya sama dengan para karyawan tetap dan ASN, maka para pekerja harian dan pekerja lepas juga harus tahu cara mengelola THR dengan baik. Apalagi jika upah yang diterima setiap bulan tidak selalu sama. Bisa jadi lebih banyak daripada mereka yang teratur mendapatkan gaji, tapi bisa juga kurang.
Bagaimana cara mengelola THR dengan baik? Ada nih sudah diulas dalam artikel dalam situs ini juga, mengenai alokasi THR yang bijak, yaitu meliputi untuk pembayaran THR para pekerja di rumah jika ada, zakat dan sedekah, mudik, serta keperluan hari raya yang lain. Jangan lupa, sisihkan juga untuk topup investasi ya.
Yuk, mulai buat anggaran untuk alokasi THR sekarang.
Akan ada baiknya, jika Anda adalah pemberi kerja bagi para pekerja harian dan pekerja lepas, untuk memberikan edukasi literasi keuangan juga bagi mereka. Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru yang sesuai kebutuhan.