Karyawan Punya Bisnis Sampingan, Rumuskan Kebijakan Perusahaan Berpedoman pada 5 Hal Ini!
Dalam artikel yang ditayangkan beberapa waktu yang lalu, sudah dibahas alasan-alasan baik mengapa perusahaan sebaiknya memberikan izin pada karyawan untuk mempunyai pekerjaan ataupun bisnis sampingan.
Memang topik ini masih saja menjadi perdebatan hingga saat ini antara pihak perusahaan dan karyawan sendiri. Bagi karyawan, mempunyai pekerjaan ataupun bisnis sampingan adalah salah satu cara untuk menambah penghasilan demi mencapai tujuan keuangan lebih cepat tanpa meminta kenaikan gaji.
Sementara, dari pihak perusahaan, mungkin sudah mempertimbangkan berbagai alasan baik mengapa karyawan diizinkan untuk melakukan pekerjaan ataupun bisnis sampingan, namun kadang masih ada hal-hal lain yang dikhawatirkan.
Untuk hal ini, perusahaan sebenarnya bisa mengambil jalan tengah; memberikan izin pada karyawan untuk melakukan pekerjaan ataupun bisnis sampingan, namun perlu juga untuk punya beberapa aturan dan kebijakan perusahaan secara tertulis, agar karyawan pun jadi tahu dan paham batasan-batasannya.
Beberapa hal berikut ini mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan untuk merumuskan kebijakan perusahaan terkait pekerjaan atau bisnis sampingan yang ingin dilakukan oleh karyawan.
5 Hal yang Bisa Dipertimbangkan untuk Merumuskan Kebijakan Perusahaan Terkait Pekerjaan atau Bisnis Sampingan Karyawan
1. Izin dari atasan langsung
Yang paling utama harus diperhatikan adalah orang-orang yang pekerjaannya berhubungan langsung dengan si karyawan. Dalam hal ini adalah atasan langsung, partner setim, dan mungkin jika ada, bawahan langsung.
Memang tak perlu meminta izin pada semua orang untuk bisa melakukan pekerjaan ataupun bisnis sampingan, tapi setidaknya si karyawan harus mendapatkan izin dari atasannya langsung, yang tahu persis job description yang dilakukannya sehari-hari.
Atasan langsung dapat menganalisis, apakah akan ada peluang pekerjaan utama bisa terganggu, dan selanjutnya bisa mendiskusikannya dengan pihak HR ataupun manajemen.
2. Conflict of interest
Kebijakan perusahaan yang dibuat juga harus mempertimbangkan peluang terjadinya conflict of interest jika karyawan melakukan pekerjaan ataupun bisnis sampingan.
Hal ini bisa dilakukan dengan mengamati dan menganalisis bidang yang digeluti. Misalnya saja, perusahaan bergerak di bidang bisnis online fashion. Maka karyawan sebaiknya tidak diperbolehkan untuk menggeluti niche bisnis yang sama. Kalau sama-sama bergelut di bisnis online fashion–apalagi kalau karyawan menjual produk-produk kompetitor yang didapatnya dari channel yang berbeda–tentunya tak akan baik bagi branding perusahaan.
Bahkan, ada nih kejadian. Dengan alasan untuk mendapatkan penghasilan tambahan, seorang karyawan menjadi reseller produk perusahaan home decor tempatnya bekerja. Awalnya, kerja sama ini berjalan baik. Namun, pada akhirnya, karyawan tersebut lebih mementingkan order usaha pribadinya ketimbang order yang datang ke perusahaan.
Hal ini sebaiknya juga harus lebih diperhatikan dan dipertimbangkan oleh pihak perusahaan.
3. Tidak boleh mengganggu kinerja
Bagaimanapun, pekerjaan utama tetap harus menjadi prioritas. Namanya juga pekerjaan tambahan, jadi pekerjaan tersebut seharusnya dilakukan jika target pekerjaan utama sudah selesai dikerjakan secara tuntas.
Hal ini pastinya tergantung pada karyawan itu sendiri, bagaimana ia mengelola waktu, tenaga, dan pikirannya. Karyawan harus bisa menentukan prioritas sehingga tetap bisa mencapai target yang sudah ditetapkan sembari menjalankan pekerjaan ataupun bisnis sampingan.
Dari pihak perusahaan sendiri bisa melakukan monitoring mengenai hal ini. Jika semangat kerja karyawan tampak menurun, maka harus segera dicari tahu apa penyebabnya. Dengan demikian, bisa segera pula dicari solusinya untuk kebaikan bersama.
4. Diharapkan untuk menjaga kesehatan
Melakukan dua atau lebih pekerjaan secara bersamaan pasti bukan hal yang mudah. Pikiran, tenaga, dan waktu akan terbagi. Kalau stres karena kurang mampu mengelola diri, maka bisa saja jadi jatuh sakit.
Pastinya hal ini tak diharapkan oleh pihak perusahaan. Mungkin memang perusahaan sudah memberikan berbagai benefit kesehatan, tetapi tentunya bukan untuk tujuan seperti ini.
Karena itu, perusahaan boleh mengingatkan karyawan yang ingin melakukan pekerjaan atau bisnis sampingan untuk senantiasa menjaga kesehatan mereka. Ada baiknya jika pihak HR perusahaan mendiskusikan hal ini secara khusus dengan karyawan agar sama-sama sepaham.
5. Tetap jaga kerahasiaan perusahaan
Selain peluang terjadinya conflict of interest, hal lain yang biasanya menjadi kekhawatiran terbesar perusahaan adalah bocornya resep perusahaan pada pihak lain yang mungkin berhubungan secara personal dengan karyawan.
Memang bisa dimaklumi sih, mengapa kekhawatiran seperti ini muncul, dan peluangnya memang ada. Karena itu, ada baiknya dibuat kebijakan perusahaan berupa aturan tertulis terkait rahasia-rahasia perusahaan ini dan ditandatangani di atas meterai oleh karyawan.
Selain 5 hal di atas, ada baiknya juga bagi perusahaan untuk memberikan training keuangan bagi karyawan. Dengan meningkatkan kemampuan pengelolaan keuangan yang baik, dan karyawan jago mengelola gaji, mereka pun jadi merasa tak perlu mempunyai penghasilan tambahan bukan?
Hubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, yaitu program pelatihan interaktif untuk karyawan. Pihak perusahaan dapat menyusun program bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansialnya.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Karyawan Mempunyai Penghasilan Tambahan? Inilah 5 Alasan Mengapa Sebaiknya Diperbolehkan
Sudah mendapatkan gaji tetap, tapi kenapa sih selalu ada karyawan yang punya penghasilan tambahan di luar kantor? Apakah karena gajinya tidak cukup?
Sebenarnya, bukan masalah gaji yang tak cukup. Banyak karyawan yang menduduki posisi jabatan tinggi, yang berarti bergaji tinggi pula, mempunyai pekerjaan dan bisnis sampingan–selain pekerjaan utama di kantor–yang memberikan penghasilan tambahan.
Lalu, apa sebenarnya alasan mereka punya pekerjaan sampingan? Ternyata, ada banyak alasan baik yang membuat para karyawan mencari penghasilan tambahan, dan justru ini sangat bagus tak hanya bagi mereka, tapi juga bagi perusahaan tempat si karyawan tersebut bekerja lo.
Mari kita lihat.
5 Alasan Sebaiknya Perusahaan Memperbolehkan Karyawan Punya Penghasilan Tambahan
1. Lebih produktif dan semangat
Setiap hari datang ke tempat yang sama, berada di ruangan yang sama, menghadapi berbagai masalah pekerjaan dan job description yang sama, bisa membuat seorang karyawan jenuh.
Dengan mempunyai sesuatu yang lain yang bisa dikerjakan dengan cara yang berbeda dan bisa menghasilkan tentu akan membuat karyawan menjadi lebih semangat dalam bekerja. Bisa jadi, meski ada pekerjaan tambahan yang harus dilakukannya, ia justru akan semakin produktif. Apalagi jika pekerjaan sampingan yang dilakukannya bisa sejalan dan mendukung pekerjaan utama.
Selain itu, dengan kemajuan teknologi di zaman sekarang, banyak pekerjaan sampingan yang bisa dilakukan menggunakan internet saat weekend. Dengan demikian, jam kerja juga tak terganggu bukan?
2. Karyawan punya tujuan keuangan yang baik
Jika seseorang punya tujuan keuangan yang jelas, maka ia pun akan berusaha lebih keras mencari jalan untuk mencapainya.
Begitu juga dengan karyawan. Seorang karyawan yang mempunyai tujuan keuangan yang baik, maka ia akan mengelola gajinya dengan baik pula. Semakin baik ia mengelola gaji, maka ia akan terpacu untuk mencari jalan supaya tujuan keuangan bisa dicapainya dengan lebih cepat.
Salah satu cara agar cepat mencapai tujuan keuangan, maka ia akan mencari penghasilan tambahan.
Bagaimana jika hal ini dilihat dari sisi pekerjaan utama? Pasti akan membawa pengaruh yang baik juga, karena dengan mempunyai tujuan keuangan yang jelas, karyawan akan mempunyai motivasi untuk menunjukkan kinerja yang meningkat dari waktu ke waktu.
3. Membuktikan kemampuan dan aktualisasi diri
Memiliki bisnis ataupun pekerjaan sampingan tak hanya selalu berhubungan dengan uang. Bisa saja pekerjaan sampingan ini lebih berhubungan dengan wujud aktualisasi diri.
Misalnya saja, seorang karyawan di perusahaan tertentu, dan di luar pekerjaan utamanya ia juga menulis buku. Ada pula karyawan yang juga menjadi instruktur atau personal trainer olahraga, dan lain sebagainya.
Tipe karyawan yang punya keinginan untuk lebih banyak mengaktualisasi diri begini biasanya adalah mereka yang menekuni hobi secara mendalam. Dari situlah, ia punya passion yang mungkin kurang bisa ditekuni di pekerjaan utama, sehingga ia menyalurkannya di luar dan bisa memberikan penghasilan tambahan.
Jika ada hal-hal di kantor yang sesuai dengan passion si karyawan, perusahaan bisa mempertimbangkan untuk memanfaatkannya juga, bukan? Misalnya, ada karyawan yang juga seorang instruktur olahraga. Mengapa tak membuat agenda untuk berolahraga bersama di setiap hari tertentu dengan si karyawan sebagai instrukturnya? Selain bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan, kegiatan olahraga bareng ini juga akan menambah rasa kebersamaan semua karyawan.
4. Demi keamanan finansial
Siapa yang bisa meramalkan masa depan?
Begitu pun dengan kelangsungan bisnis perusahaan, sangat tergantung pada kemampuan para individu yang ada di dalamnya, juga bergantung pula pada kondisi ekonomi, sosial politik, persaingan bisnis, dan hal-hal lain yang tak bisa diprediksikan.
Tak ada karyawan yang benar-benar aman dari ancaman PHK, bahkan mereka yang sudah menduduki posisi jabatan yang tinggi sekalipun.
Jika karyawan punya penghasilan tambahan dari luar pekerjaan utamanya di kantor, tentu hal ini akan membuat mereka lebih aman jika sewaktu-waktu ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Apalagi jika ditambah dengan training keuangan, mereka pun bisa menyisihkan sedikit uang agar punya dana darurat.
5. Persiapan masa pensiun
Salah satu cara agar punya dana pensiun yang stabil adalah dengan membangun bisnis sampingan sejak awal. Ini jugalah yang menjadi alasan banyak karyawan mulai merintis bisnis dan mendapatkan penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama.
Banyak orang berusaha mempertahankan gaya hidup sebelum pensiun saat sudah mulai memasuki masa pensiun nanti. Kalau dana pensiunnya tidak direncanakan sejak awal, hal ini tentunya akan sangat sulit diwujudkan. Menjalankan bisnis sampingan bisa menjadi salah satu cara yang efektif.
Melihat beberapa alasan di atas, sudah pasti kan, bahwa akan baik bagi perusahaan untuk memperbolehkan karyawannya memiliki penghasilan tambahan di luar gaji utamanya.
Selain mengizinkan adanya penghasilan tambahan ini, pihak perusahaan juga dapat memberikan training keuangan bagi karyawan agar mereka semakin merasa aman dalam bekerja. Keseimbangan antara pekerjaan utama dan bisnis sampingan mereka pun akan terjaga.
Anda dapat mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda. Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Jadi Pebisnis Berawal Dari Nge-blog!
Kamu pernah merasa kagum dengan blogger yang di media sosialnya penuh dengan foto saat liburan? Dulu, menjadikan blog sebagai pekerjaan mungkin sama sekali belum terpikirkan tapi sekarang, blogger pun bisa menjadi pebisnis! Sama seperti halnya dengan Aliya Muafa, seorang travel blogger yang memulai bisnisnya sendiri sejak November 2011.
5 Hal Finansial Untuk Anda Yang Berusia 40-50 tahun
Apakah sekarang Anda sedang memikirkan bagaimana caranya mempersiapkan masa pensiun yang berkualitas? Mempersiapkan masa pensiun yang berkualitas memang menantang terutama jika anda memiliki keterbatasan keuangan.
Agar Anda tidak lagi menunda untuk menyiapkan Dana Pensiun, setidaknya ada 5 Hal Finansial Untuk Anda Yang Berusia 40-50 tahun:
Karyawan Melakukan Pekerjaan Sampingan? Boleh Saja Tapi Perhatikan Dulu 9 Aturan Berikut
Siapa yang nggak senang jika bisa mendapat penghasilan tambahan dari pekerjaan sampingan? Bagi seorang karyawan, ini berarti tambahan pundi-pundi uang, kalau bisa rutin setiap bulan pasti bisa membantu banget, iya kan? Mau dialokasikan untuk operasional sehari-hari, ataukah ditambahkan pada investasi, itu pastinya tergantung tujuan keuangan kita.
Yes, peluang mendapatkan uang lebih lewat pekerjaan sampingan memang menggiurkan. Tapi hal itu tidak akan mudah dijalani jika kita melakukannya tanpa perhitungan. So, sebelum memutuskan untuk mengambil pekerjaan sampingan–atau side job–akan lebih baik jika simak dulu aturan mainnya.
Agar pekerjaan sampingan lancar dan pekerjaan utama tetap berjalan baik, ada beberapa aturan yang harus dipahami
1. Pahami aturan kantor
Setiap perusahaan memiliki peraturannya masing-masing. Kita harus paham benar mengenainya. Biasanya saat baru masuk kerja, setiap karyawan akan diberi tahu mengenai aturan-aturan kantor.
Jika ternyata nggak ada yang memberi tahu, maka kita, sebagai karyawan, berhak bertanya. Misalnya, jam berapa masuk, istirahat dan pulang? Bagaimana dengan aturan lembur? Bolehkah karyawan mengambil cuti dan berapa hari jatahnya? Dan seterusnya.
Nah, tanyakan juga bolehkah karyawan di kantor melakukan side job atau punya usaha sampingan. Jika jawabannya tidak boleh, maka tanyakan alasannya. Dari jawaban tersebut, kita bisa melihat dan membaca situasi, apakah ada peluang atau nggak untuk menjalankan side job ini.
2. Pilih bidang yang berbeda
Perusahaan mana pun rasanya tidak akan bisa menoleransi karyawan yang melakukan side job atau punya usaha sampingan di bidang yang sejenis. Misalnya, seorang jurnalis. Tidak etis jika ia juga menulis untuk media lain, kecuali jika masih satu grup.
Contoh lain, si karyawan bekerja di sebuah ecommerce retail untuk produk fashion. Tapi ia sendiri juga buka online shop yang juga menjual produk-produk yang sama. Kalau begini, bisa saja terjadi konflik kepentingan. Peluang untuk melakukan kecurangan akan lebih besar.
3. Jangan ganggu alur kerja utama
Prioritaskan pekerjaan utama. Lakukan pekerjaan sampingan kita di waktu luang, misalnya sebelum dan setelah bekerja atau saat istirahat.
Perhatikan juga energi dan stamina kita. Jangan sampai karena terlalu fokus pada pekerjaan sampingan, kita jadi malah kehabisan tenaga untuk melakukan tugas-tugas kantor. Tapi, selama pekerjaan utama berjalan lancar, tentu nggak akan ada masalah.
Tapi jika terlihat hasilnya kurang maksimal, atau selalu meleset dari target, pekerjaan sampingan kita pasti jadi sorotan. Nggak tertutup kemungkinan atasan atau tim kerja akan melayangkan teguran.
4. Jangan ganggu rekan kerja
Apa pun pekerjaan sampingan yang dilakukan, pastikan kita tidak sampai mengganggu orang lain di kantor. Misalnya, menaruh barang-barang jualan di meja teman, atau menelepon klien dengan suara keras sehingga mengganggu konsentrasi kerja yang lain.
Selain itu, nggak ada salahnya juga kita sesekali memberi kesenangan pada teman-teman sekantor dari keuntungan pekerjaan sampingan kita, seperti membawa jajanan kecil atau camilan-camilan lain. Dengan demikian, mereka akan mendukung kita punya side job kan?
5. Gunakan barang pribadi
Melakukan pekerjaan sampingan mestinya juga harus punya modal. Betul? Meski di kantor tersedia telepon yang bebas kita gunakan, namun jangan sekali-sekali digunakan untuk keperluan side job pribadi kita.
Segala bentuk transaksi atau komunikasi untuk pekerjaan sampingan, sebaiknya kita gunakan milik pribadi. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tak mengenakkan yang bisa saja terjadi. Misalnya, suatu saat tagihan telepon kantor membengkak, kita bisa lo disalahkan walau mungkin kita hanya sesekali saja memakainya.
Daripada jadi masalah, lebih baik pakai properti pribadi saja. Ini berlaku bukan hanya untuk urusan telepon, tapi juga laptop, mesin faks, jasa office boy, mesin fotokopi, dan lain-lain.
6. Minta izin atasan
Dapat order untuk pekerjaan sampingan, sedangkan pekerjaan utama sudah selesai? Minta izinlah ke atasan.
Percayalah, pimpinan yang baik akan memberikan peluang agar bawahannya berkembang. Tapi lebih baik lagi kalau waktu kerja yang digunakan untuk melakukan side job diganti dengan pulang lebih lambat atau datang lebih awal kemudian.
7. Cari yang mendukung pekerjaan utama
Sangat disarankan untuk melakukan pekerjaan sampingan yang bsia mendukung tugas utama kita di kantor.
Misalnya, banyak teman yang sulit mencari sarapan. Kenapa nggak kita menyediakannya untuk mereka? Bisnis katering sarapan untuk teman sekantor. Wuih, kayaknya menjanjikan banget tuh.
Atau pada suka susah beli pulsa? Bisa juga tuh jadi peluang bisnis sampingan di kantor.
Side job yang seperti ini tak cuma memberi keuntungan finansial bagi kita, tapi juga membantu teman yang lain bukan? Pasti kita jadi dapat banyak dukungan deh.
8. Manfaatkan waktu secara efektif
Untuk menawarkan produk baru, manfaatkan media sosial seperti Instagram, Facebook, Line dan lain sebagainya. Sekarang sudah nggak zamannya lagi mesti wira wiri ke sana kemari mempromosikan barang dagangan bukan?
Tinggal ambil smartphone, lalu ketik-ketik sebentar saja kan? Asal ya itu tadi, jangan sampai mengganggu waktu kerja utama.
9. Pisahkan rekening gaji dan rekening pekerjaan sampingan
Nah, ini yang masih sering diabaikan oleh mereka yang melakukan pekerjaan sampingan, selain punya juga pekerjaan utama sebagai karyawan kantoran. Semua penghasilan jadi satu dalam satu rekening.
Coba lakukan pemisahan rekening untuk menerima gaji dan rekening untuk usaha atau pekerjaan sampingan. Selain mempermudah laporan keuangan yang harus kita buat untuk memantau perkembangan usaha kita, rekening yang terpisah juga mempermudah operasional harian serta memperjelas tujuan keuangan kita.
Misalnya saja, rekening untuk gaji dari pekerjaan utama–selain untuk menerima gaji–juga untuk operasional. Jadi kalau butuh untuk keperluan sehari-hari, kita ambil dari rekening ini. Sedangkan, rekening untuk pekerjaan sampingan–selain untuk menerima penghasilan tambahan yang mungkin tidak tetap–bisa kita manfaatkan misalnya untuk menambah investasi.
Yakin deh, dengan pemisahan rekening, kita akan makin mudah mengelola keuangan kita.
Nah, semakin mantap untuk menambah penghasilan dengan usaha atau pekerjaan sampingan? Semoga sukses ya!
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru yang sesuai kebutuhan.
Usia Produktif Perempuan Itu Pendek – Benarkah? 5 Hal Ini Bisa Menjawabnya
Entah bisa disebut sebagai tradisi ataukah mindset, tapi kecenderungan ini banyak terjadi di Indonesia. Perempuan akan berhenti berkarier begitu mereka menikah atau melahirkan, sehingga bisa dibilang, usia produktif perempuan hanya sebatas itu saja. Pendek.
Sebagian perempuan mampu kembali bekerja lagi setelah anak-anaknya bisa ditinggal, sebagian lagi memilih berusaha membangun bisnis sendiri, atau bekerja dari rumah. Namun, banyak pula yang memang total berhenti bekerja dan memilih fokus mengurus keluarganya.
Meski hal tersebut bisa kita lihat di sekeliling, namun pola pandang yang melihat bahwa perempuan tidak bisa menjanjikan karier yang panjang jika sudah berkeluarga ini perlu digali dan dievaluasi lebih jauh.
Apakah memang semua perempuan begitu? Atau bisa saja hal ini terlihat lantaran kita hidup di tengah orang sekitar yang kebetulan tidak menaruh minat tinggi pada karier dan tak peduli pada passion, sehingga punya usia produktif yang relatif pendek.
Jadi, jika kita adalah seorang perempuan dan berstatus karyawan serta kini sedang meniti karier puncak namun sebentar lagi menikah atau melahirkan, sebelum memutuskan resign (dan mungkin memilih bekerja dari rumah), ada baiknya mempertimbangkan beberapa hal berikut.
Sebelum memutuskan untuk mengakhiri usia produktif kita lantaran menikah atau melahirkan, lakukan 5 hal berikut dulu
1. Cari role model
Kumpulkan data sebanyak-banyaknya, mengenai berapa banyak perempuan yang “survive” untuk mempertahankan karier di bidang yang sedang digeluti saat ini. Akan lebih bagus, mereka yang menggeluti bidang yang sama dengan kita, dengan posisi jabatan yang sama pula.
Terutama perempuan-perempuan yang bisa mencetak karya-karya luar biasa, terlepas dari segala macam rintangan dan kesulitan yang mereka temui di sepanjang usia produktif mereka.
Mereka yang survive, mereka yang bisa mencetak prestasi mengagumkan, mereka yang terus berdedikasi dalam karyanya dalam kondisi up and down kehidupan, adalah bukti bahwa perempuan juga bisa punya passion tinggi di bidang yang ditekuninya. Dengan demikian, mereka bisa tetap tegar dan kreatif, serta selalu bisa menemukan solusi atas segala permasalahan yang mungkin menghambatnya dalam meniti karier.
Bukalah wawasan kita dengan banyak-banyak berdiskusi dan melakukan konsultasi dengan mereka, para senior tersebut.
2. Jangan berhenti saat berada di fase pause button
Ya, kondisi saat kita berhenti bekerja dan kemudian fokus memilih mengurus keluarga ini sering disebut dengan pause button. Dan, kita tak sendirian kok, bahkan Ligwina Hananto–lead trainer QM Financial–pun juga pernah melewati fase ini.
Perempuan-perempuan yang ditantang usia produktif pendek dan harus menghadapi dilema seperti ini harus benar-benar mengevaluasi diri sendiri dan juga situasi yang melingkupinya.
Coba lihat dan pikirkan, adakah bidang lain yang sesuai dengan minat dan passion? Jika ada, buatlah perencanaan dengan saksama jika memang terpaksa harus menjalani fase pause button ini. Sebisa mungkin, jangan biarkan usia produktif kita memendek begitu saja dengan sia-sia. Berhenti bekerja oke saja, tapi jangan berhenti mengasah diri sendiri.
Antara lain, apakah dari penghasilan saat ini, kita bisa menabung untuk kuliah lagi atau mengambil kursus sesuai minat dan passion?
3. Mencari alternatif penghasilan lain
Memang saat kita berada dalam pause button, keseharian kita mungkin akan melulu seputar mengurus anak dan suami. Namun, sebenarnya bisa lebih dari itu, jika memang kita mau berusaha.
Selagi tidak berstatus karyawan, sebaiknya pertimbangkan kemungkinan adanya sumber finansial lain agar kita tetap bisa mempunyai penghasilan sendiri.
Mengapa harus mempunyai penghasilan sendiri? Supaya keluarga kita tak hanya bergantung pada satu pemberi nafkah saja. Bahkan kalau perlu, kita harus belajar investasi, agar meski dalam fase pause button, kita akan tetap bisa berperan dalam pencapaian tujuan keuangan keluarga.
4. Tanyakan pada diri sendiri, “Benarkah ini passion saya?”
Ada juga orang yang memilih resign dan berhenti bekerja dengan alasan pekerjaan yang digeluti sekarang bukanlah passion mereka. Jika kita punya pemikiran seperti ini, sebelum akhirnya benar-benar resign, coba tanyakan dulu pada diri sendiri, apakah benar karena tak sesuai passion ataukah sekadar bosan karena merasa monoton?
Kita harus bisa membedakan mana saja yang kurang tantangan dengan sekadar punya sikap yang kurang tekun dan tangguh. Bedakan pula mana yang berorientasi pada solusi, dan manakah yang berorientasi pada halangan tanpa mau memikirkan solusi.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut bisa memengaruhi keputusan kita pada akhirnya. Jangan biarkan emosi sesaat yang memutuskan, alih-alih pikiran yang jernihlah yang seharusnya dilibatkan.
5. Rencanakan strategi
Setelah melalui beberapa pertimbangan yang sudah dipikirkan matang-matang, mungkin kita memutuskan untuk tetap bekerja. Apa pun bidang kerjanya, kita juga perlu mempertimbangkan, dengan kondisi telah berkeluarga nanti, kita akan tetap membutuhkan penyesuaian dan strategi bila ingin survive dan terus berkarya sambil menjaga keharmonisan keluarga.
Bukan perkara mudah, memang.
Jangan berhenti bereksplorasi sampai kita lebih paham mengenai passion dan bisa meniti karier secara lebih matang.
Pada akhirnya, kita harus ingat, if you believe that you can do it, you will.
Jika tak ingin terjebak pada mindset bahwa usia produktif perempuan itu pendek, maka jangan pernah mensugesti diri dengan kalimat ini. Lingkungan bisa saja menjadi pengaruh, tapi semua tetap kembali pada diri sendiri.
Percayalah, saat semakin banyak masalah dan rintangan yang harus dicari solusi, maka saat itu pulalah kita semakin kreatif dan produktif.
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru yang sesuai kebutuhan.
Bingung Mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pribadi? Financial Check Up Saja!
Apakah kamu mengalami kebingungan untuk mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pribadi?
Bulan Maret memang selalu menjadi bulan yang riuh bagi saya karena ada kewajiban sebagai warga negara yang harus dilakukan secara sadar dan mandiri yaitu melaporkan pajak penghasilan. Dulu, pelaporan SPT Pribadi dilakukan secara manual dengan mengisi formulir dan melaporkannya ke KPP terdekat. Walau kini sudah lebih praktis, bukan berarti menjadi lebih mudah untuk mengisi SPT Pribadi lho!
Kiat Kelola Karyawan
Dalam salah satu survey di Instagram stories tentang masalah apa yang paling memusingkan bagi pemilik bisnis, jawabannya adalah: mengelola sumber daya manusia alias karyawan. Apakah kamu mengalami hal yang sama?
Proses kelola karyawan
Ada tiga proses utama dalam pengelolaan karyawan, yaitu recruit, retain, dan evaluate.
Recruit
Saat awal membangun bisnis, biasanya hanya ada satu orang karyawan, ya si pemilik bisnis itu. Mulai dari mengurusi penjualan dan promosi hingga menjalankan operasional, semua diurusi sendiri. Seiring dengan perkembangan bisnis, kita butuh merekrut karyawan. Proses rekrutmen ini tak selalu berjalan mulus. Tidak mudah menemukan kecocokan antara kebutuhan bisnis dan dana yang tersedia dengan ketersediaan tenaga kerja. Bagi bisnis besar, ini tentu bukan masalah. Namun bagi bisnis kecil, panjangnya proses rekrutmen bisa sangat menguras waktu, tenaga, dan juga uang.
Retain
Saat sudah berhasil menemukan karyawan yang tepat lega rasanya. Akhirnya ada sebagian pekerjaan yang bisa dialihkan ke tim. Masalah belum berhenti sampai di sini. Karyawan baru perlu mendapatkan kompensasi dan benefit yang sesuai. Mulai masuk ke sisi finansial nih. Apakah omzet bisnismu sudah mampu menutup biayanya? Biaya kompensasi dan benefit bisa bisa dibuat jadi biaya fixed, variable, ataupun kombinasi keduanya. Mana yang kamu pilih?
Karyawan juga perlu dibekali dengan training-training agar kompetensinya selalu relevan dengan perkembangan bisnis. Tak hanya perlu training pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan, karyawan juga perlu training pengelolaan keuangan pribadi loh. Dengan begitu, mereka bisa mengelola kompensasi dan benefit yang diberikan perusahaan dengan lebih baik.
Evaluate
Tahap selanjutnya dalam pengelolaan karyawan adalah evaluasi. Apakah karyawan berhasil mencapai target performa yang diharapkan? Untuk bisa mengevaluasi perfoma, kita perlu data. Kamu bisa mulai menerapkan Performance Management System di bisnismu.
Rumit ya ternyata urusan kelola karyawan ini. Biar gak makin pusing, mari kita belajar langsung dari pakarnya. Yuk ikutan, Financial Clinic Online Series QnA Human Resources Management bersama Audi Lumbantoruan, Senior Human Capital Business Partner. Kelasnya gratis! Terbatas untuk 90 orang pertama ya. Segera daftar di event.qmfinancial.com.
2 Cara Menentukan Besarnya Bonus Karyawan yang Diterima dari Perusahaan
Di artikel sebelumnya, kita sudah membahas mengenai berbagai macam bonus karyawan yang diberikan oleh perusahaan. Bonus ini diberikan pada mereka yang berprestasi, membawa keuntungan besar bagi perusahaan, atau sesuai dengan kesepakatan awal antara karyawan dan perusahaan. Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana cara menentukan besarnya bonus ini?
Meski tidak diatur secara khusus oleh pemerintah, namun banyak perusahaan menjadikan bonus ini sebagai “agenda wajib” dan benefit. Dengan diberikannya bonus karyawan–terutama yang berhubungan dengan kinerja atau keahlian karyawan–maka perusahaan telah memberikan motivasi pada karyawan untuk lebih meningkatkan lagi kualitas kinerjanya.
Selain itu, dengan dibagikannya bonus karyawan, pastinya perusahaan sudah menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan karyawan. Ingat kan, bahwa karyawan yang sejahtera dan bebas masalah keuangan akan mampu menunjukkan kinerja yang baik? Hal ini pastinya akan berdampak baik pada perkembangan bisnis perusahaan. Harapannya, setelah diberikan bonus yang nominalnya lumayan, karyawan pun akan bijak menggunakannya untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Untuk cara menentukan besarnya bonus dan waktu pemberiannya memang tergantung pada kebijakan masing-masing. Ada beberapa perusahaan yang menjadwalkannya setahun sekali, entah itu di awal ataupun di akhir tahun. Ada juga yang memberikan bonus tahunan di sekitar bulan Juni – Juli, bertepatan dengan saat-saat pendaftaran tahun ajaran baru sekolah.
Ada pula perusahaan yang memberikannya 3 bulan sekali ataupun 6 bulan sekali. Bahkan, ada pula perusahaan yang memberikan bonus setiap bulan. Semua tergantung pada kebijakan masing-masing, selain tentunya adalah kondisi laporan keuangan perusahaan itu sendiri.
Ada beberapa cara menentukan besarnya bonus karyawan ini. Mari kita lihat.
Beberapa Cara Menentukan Besarnya Bonus Karyawan
![2 Cara Menentukan Besarnya Bonus Karyawan yang Diterima dari Perusahaan 2 Cara Menentukan Besarnya Bonus Karyawan yang Diterima dari Perusahaan](https://qmfinancial.com/wp-content/uploads/2019/03/cara-menentukan-besarnya-bonus-600x399.jpg)
1. Sistem persentase
Cara menentukan besarnya bonus yang pertama ini akan sangat tergantung pada kondisi perusahaan, tapi utamanya sangat ditentukan oleh kinerja karyawan sendiri. Semakin lama bekerja, semakin disiplin dan semakin baik kualitas kerjanya, maka bonus karyawan yang diterima pun semakin besar.
Besarnya bonus karyawan yang pertama ini, besaran persentase yang dipakai sebagai faktor pengali sebenarnya bisa ditentukan sendiri oleh perusahaan. Tapi umumnya, cara menentukan besarnya bonus ini proporsinya sebagai berikut:
Masa kerja karyawan
Jika belum ada satu tahun, maka akan dihitung secara prorata. Sedangkan yang sudah bekerja lebih dari satu tahun akan ditentukan besarnya sesuai persentase, yaitu sebagai berikut:
- 1 – 2 tahun: 90%
- 2 – 4 tahun: 100%
- 4 – 6 tahun: 110%
- 6 – 8 tahun: 120%
- 8 – 10 tahun: 130%
- lebih dari 10 tahun: 140%
Level jabatan
Level jabatan juga ikut menentukan besarnya bonus karyawan yang akan diterima, persentasenya adalah sebagai berikut:
- Operator: 80%
- Foreman: 90%
- Supervisor: 100%
- Superintendent: 110%
- Manajer (atau jabatan level tertinggi lain): 120%
Kategori departemen
Di divisi atau departemen mana karyawan bekerja juga akan menentukan besarnya bonus ini.
- Divisi yang langsung berhubungan dengan produksi: 120%
- Non-produksi: 110%
- Supporting: 100%
Status Peringatan
Apakah si karyawan pernah melanggar aturan perusahaan, dan kemudian diberi surat peringatan? Hal ini juga berpengaruh pada besarnya bonus yang diterima lo, yaitu:
- Hanya peringatan tanpa sanksi: 100%
- SP I: 90%
- SP II: 80%
- SP III: 70%
- Skorsing 3 bulan: 60%
- Skorsing 6 bulan: 50%
Besaran persentase bonus karyawan di atas berlaku bagi mereka yang sedang ataupun yang pernah menjalani peringatan ya.
Angka-angka persentase dari masing-masing faktor penentu di atas sendiri juga tak berlaku absolut, artinya setiap perusahaan bisa menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Lalu, bagaimana cara menghitung besarnya bonus yang diterima jika kita hendak menggunakan sistem persentasi ini? Cukup sederhana kok. Gunakan rumus berikut:
Bonus = (Gaji x Poin Masa Kerja x Level Jabatan x Departemen) x Sanksi Surat Peringatan
Misalnya nih, Andi adalah seorang karyawan yang sudah bekerja selama 4 tahun di sebuah perusahaan sebagai seorang superintendent marketing, dengan gaji 10 juta per bulan. Pernah mendapatkan SP I terkait pelanggaran peraturan perusahaan sebelumnya.
Cara menghitung besarnya bonus yang diterima adalah:
Bonus = (10.000.000 x 110% x 110% x 120%) x 90% = Rp13.068.000
Bonus yang diterima Andi berarti Rp13.068.000.
Cukup sederhana ya?
2. Sistem Bagi Hasil
Ada pula bonus karyawan yang diberikan berdasarkan sistem bagi hasil atau pembagian keuntungan. Untuk cara menentukan besarnya bonus yang kedua ini pastinya akan tergantung pada kesepakatan yang terjadi antara karyawan dan perusahaan. Biasanya kesepakatan ini akan terjadi di awal saat perusahaan sedang merekrut karyawan baru. Keuntungan yang akan diberikan akan menjadi salah satu fasilitas yang ditawarkan oleh perusahaan demi kesejahteraan karyawan.
Pada umumnya, persentase keuntungan yang akan diberikan besarnya 10% dari laba bersih yang didapatkan oleh perusahaan. Namun, ada pula perusahaan yang memberikan 7,5%, 5%, bahkan 2,5% dari laba bersihnya. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh waktu pemberian bonus–tahunan atau bulanan–dan juga kondisi laporan keuangan bisnisnya.
Rumus umum yang berlaku adalah:
Bonus = (Laba bersih perusahaan x persentase)/jumlah karyawan
Misalnya, Nina bekerja di sebuah perusahaan yang memberikan bonus tahunan berdasarkan keuntungan bisnis sebesar 10%. Ada sekitar 20 orang yang bekerja di perusahaan yang sama. Untuk tahun ini, perusahaan bisa meraup laba bersih sebesar Rp1 M.
Maka besaran bonus yang Nina terima adalah (1.000.000.000 x 10%)/20, yaitu Rp5.000.000.
Rumus yang sederhana kan?
Yuk, belajar bareng QM Financial dalam #QMTraining. Jika kantor kamu pengin mengundang tim QM Financial untuk belajar finansial bareng, kamu bisa langsung menghubungi ini ya!
4 Situasi yang Bisa Menjadi Alasan Kita untuk Menonaktifkan NPWP Pribadi sebagai Karyawan
Sudah melaporkan SPT Tahunan? Jangan terlalu mepet dengan tanggal batas akhirnya, supaya urusannya lebih lancar. Salah satu hal yang harus dilakukan sebelum melaporkan SPT Tahunan adalah mengecek apakah NPWP kita masih aktif atau tidak. Karena untuk kondisi situasional, bisa saja kantor Dirjen Pajak menonaktifkan NPWP kita, atau malah kita sudah memproses NPWP agar non efektif lagi.
Dalam satu dan lain kondisi, kita memang diperbolehkan untuk tidak lagi diwajibkan untuk membayar pajak pribadi. Perubahan status NPWP dari aktif menjadi nonaktif atau non efektif ini bersifat sementara, sedangkan jika kita berniat untuk benar-benar tidak akan lagi membayar pajak karena situasi-situasi tertentu, maka kita bisa mengajukan permohonan penghapusan NPWP.
Kita boleh menonaktifkan NPWP jika kita dalam kondisi-kondisi seperti ini:
1. Pindah ke luar negeri
Jika kita pindah ke luar negeri–apalagi telah tinggal di luar negeri minimal selama 183 hari berturut-turut dalam satu tahun namun tidak berniat meninggalkan Indonesia selama-lamanya–maka kita bisa menonaktifkan NPWP.
Setelah NPWP nonaktif, kita tak perlu khawatir akan ditarik pajak pribadi seperti sebelumnya, karena berarti sudah tidak termasuk dalam daftar NPWP yang diawasi secara rutin oleh Dirjen Pajak.
2. Kehilangan pekerjaan
Bagi karyawan yang barangkali terkena PHK, atau sebab apa pun sehingga tidak bekerja lagi, kita juga bisa mengajukan permohonan menonaktifkan NPWP.
Untuk keperluan dan alasan yang kedua ini, kita harus mengajukan permohonan sendiri ke KPP tempat biasa kita menyetorkan laporan SPT Tahunan. Setelah diproses, maka kita tidak perlu lagi menyampaikan SPT Tahunan seperti biasanya, karena kita sudah tak berpenghasilan.
3. Penghasilan sebagai karyawan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Mungkin sebelumnya kita mempunyai penghasilan di atas PTKP, tetapi kemudian karena alasan tertentu sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan gaji sehingga membuat gaji berada di bawah PTKP, maka kartu NPWP kita juga dapat dinonaktifkan.
Dengan menonaktifkan NPWP dengan alasan ini, maka Dirjen Pajak akan mengetahui status kita yang berubah dari wajib pajak menjadi bukan wajib pajak.
4. Sudah mengajukan penghapusan NPWP pribadi, namun belum ada keputusan
Alasan penghapusan NPWP pajak pribadi ini ada banyak, tapi yang umum terjadi adalah karena alasan berikut ini:
- Yang bersangkutan sudah meninggal dan tidak meninggalkan warisan.
- Yang bersangkutan telah meninggalkan Indonesia selama-lamanya.
- Wanita yang sebelumnya mempunyai NPWP pribadi karena mempunyai penghasilan di atas PTKP, yang kemudian menikah dan berniat untuk menyatukan kewajiban bayar pajak pribadi dengan suami.
Untuk bisa mengajukan permohonan penghapusan NPWP pribadi ini, kita harus menjalani beberapa prosedur yang tidak terlalu rumit. Namun biasanya akan butuh waktu yang cukup panjang hingga NPWP kita benar-benar dihapus dari sistem Dirjen Pajak. Karena pemerintah akan mengecek apakah kita benar-benar bukan wajib pajak lagi.
Nah, selama proses tersebut, kita bisa mengajukan agar kantor pajak menonaktifkan NPWP kita. Kita bebas dari kewajiban untuk membayar pajak untuk sementara hingga kantor pajak menyetujui permohonan penghapusan NPWP secara permanen.
Dengan mengajukan permohonan untuk menonaktifkan NPWP pribadi, maka kamu bisa bebas dari kewajiban membayar pajak pribadi tahunan. Lalu, bagaimana cara mengecek NPWP aktif ini?
Cukup mudah kok, kita bisa mengeceknya langsung secara online ke situs Dirjen Pajak dan login di bagian E-Filling. Jika kita bisa melakukan login, maka NPWP kita masih aktif. Atau, kita bisa langsung mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, dan menanyakan status NPWP kita pada petugas. Cara lain lagi yang bisa kita tempuh adalah dengan mengirimkan email ke [email protected], atau telepon ke Kring Pajak di nomor (kode area) 1500200.
Nah, setelah mendapatkan kepastian apakah NPWP kita masih aktif, maka kita pun dapat mulai melakukan perhitungan pajak. Dan ingat, juga ada beberapa hal yang harus kita lakukan dulu sebagai persiapan pelaporan SPT Tahunan lo. Jangan sampai hal-hal sepele tersebut membuat proses pelaporan SPT Tahunan kita jadi terhambat ya.
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.