Karyawan Mempunyai Penghasilan Tambahan? Inilah 5 Alasan Mengapa Sebaiknya Diperbolehkan
Sudah mendapatkan gaji tetap, tapi kenapa sih selalu ada karyawan yang punya penghasilan tambahan di luar kantor? Apakah karena gajinya tidak cukup?
Sebenarnya, bukan masalah gaji yang tak cukup. Banyak karyawan yang menduduki posisi jabatan tinggi, yang berarti bergaji tinggi pula, mempunyai pekerjaan dan bisnis sampingan–selain pekerjaan utama di kantor–yang memberikan penghasilan tambahan.
Lalu, apa sebenarnya alasan mereka punya pekerjaan sampingan? Ternyata, ada banyak alasan baik yang membuat para karyawan mencari penghasilan tambahan, dan justru ini sangat bagus tak hanya bagi mereka, tapi juga bagi perusahaan tempat si karyawan tersebut bekerja lo.
Mari kita lihat.
5 Alasan Sebaiknya Perusahaan Memperbolehkan Karyawan Punya Penghasilan Tambahan
1. Lebih produktif dan semangat
Setiap hari datang ke tempat yang sama, berada di ruangan yang sama, menghadapi berbagai masalah pekerjaan dan job description yang sama, bisa membuat seorang karyawan jenuh.
Dengan mempunyai sesuatu yang lain yang bisa dikerjakan dengan cara yang berbeda dan bisa menghasilkan tentu akan membuat karyawan menjadi lebih semangat dalam bekerja. Bisa jadi, meski ada pekerjaan tambahan yang harus dilakukannya, ia justru akan semakin produktif. Apalagi jika pekerjaan sampingan yang dilakukannya bisa sejalan dan mendukung pekerjaan utama.
Selain itu, dengan kemajuan teknologi di zaman sekarang, banyak pekerjaan sampingan yang bisa dilakukan menggunakan internet saat weekend. Dengan demikian, jam kerja juga tak terganggu bukan?
2. Karyawan punya tujuan keuangan yang baik
Jika seseorang punya tujuan keuangan yang jelas, maka ia pun akan berusaha lebih keras mencari jalan untuk mencapainya.
Begitu juga dengan karyawan. Seorang karyawan yang mempunyai tujuan keuangan yang baik, maka ia akan mengelola gajinya dengan baik pula. Semakin baik ia mengelola gaji, maka ia akan terpacu untuk mencari jalan supaya tujuan keuangan bisa dicapainya dengan lebih cepat.
Salah satu cara agar cepat mencapai tujuan keuangan, maka ia akan mencari penghasilan tambahan.
Bagaimana jika hal ini dilihat dari sisi pekerjaan utama? Pasti akan membawa pengaruh yang baik juga, karena dengan mempunyai tujuan keuangan yang jelas, karyawan akan mempunyai motivasi untuk menunjukkan kinerja yang meningkat dari waktu ke waktu.
3. Membuktikan kemampuan dan aktualisasi diri
Memiliki bisnis ataupun pekerjaan sampingan tak hanya selalu berhubungan dengan uang. Bisa saja pekerjaan sampingan ini lebih berhubungan dengan wujud aktualisasi diri.
Misalnya saja, seorang karyawan di perusahaan tertentu, dan di luar pekerjaan utamanya ia juga menulis buku. Ada pula karyawan yang juga menjadi instruktur atau personal trainer olahraga, dan lain sebagainya.
Tipe karyawan yang punya keinginan untuk lebih banyak mengaktualisasi diri begini biasanya adalah mereka yang menekuni hobi secara mendalam. Dari situlah, ia punya passion yang mungkin kurang bisa ditekuni di pekerjaan utama, sehingga ia menyalurkannya di luar dan bisa memberikan penghasilan tambahan.
Jika ada hal-hal di kantor yang sesuai dengan passion si karyawan, perusahaan bisa mempertimbangkan untuk memanfaatkannya juga, bukan? Misalnya, ada karyawan yang juga seorang instruktur olahraga. Mengapa tak membuat agenda untuk berolahraga bersama di setiap hari tertentu dengan si karyawan sebagai instrukturnya? Selain bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan, kegiatan olahraga bareng ini juga akan menambah rasa kebersamaan semua karyawan.
4. Demi keamanan finansial
Siapa yang bisa meramalkan masa depan?
Begitu pun dengan kelangsungan bisnis perusahaan, sangat tergantung pada kemampuan para individu yang ada di dalamnya, juga bergantung pula pada kondisi ekonomi, sosial politik, persaingan bisnis, dan hal-hal lain yang tak bisa diprediksikan.
Tak ada karyawan yang benar-benar aman dari ancaman PHK, bahkan mereka yang sudah menduduki posisi jabatan yang tinggi sekalipun.
Jika karyawan punya penghasilan tambahan dari luar pekerjaan utamanya di kantor, tentu hal ini akan membuat mereka lebih aman jika sewaktu-waktu ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Apalagi jika ditambah dengan training keuangan, mereka pun bisa menyisihkan sedikit uang agar punya dana darurat.
5. Persiapan masa pensiun
Salah satu cara agar punya dana pensiun yang stabil adalah dengan membangun bisnis sampingan sejak awal. Ini jugalah yang menjadi alasan banyak karyawan mulai merintis bisnis dan mendapatkan penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama.
Banyak orang berusaha mempertahankan gaya hidup sebelum pensiun saat sudah mulai memasuki masa pensiun nanti. Kalau dana pensiunnya tidak direncanakan sejak awal, hal ini tentunya akan sangat sulit diwujudkan. Menjalankan bisnis sampingan bisa menjadi salah satu cara yang efektif.
Melihat beberapa alasan di atas, sudah pasti kan, bahwa akan baik bagi perusahaan untuk memperbolehkan karyawannya memiliki penghasilan tambahan di luar gaji utamanya.
Selain mengizinkan adanya penghasilan tambahan ini, pihak perusahaan juga dapat memberikan training keuangan bagi karyawan agar mereka semakin merasa aman dalam bekerja. Keseimbangan antara pekerjaan utama dan bisnis sampingan mereka pun akan terjaga.
Anda dapat mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda. Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Karyawan Melakukan Pekerjaan Sampingan? Boleh Saja Tapi Perhatikan Dulu 9 Aturan Berikut
Siapa yang nggak senang jika bisa mendapat penghasilan tambahan dari pekerjaan sampingan? Bagi seorang karyawan, ini berarti tambahan pundi-pundi uang, kalau bisa rutin setiap bulan pasti bisa membantu banget, iya kan? Mau dialokasikan untuk operasional sehari-hari, ataukah ditambahkan pada investasi, itu pastinya tergantung tujuan keuangan kita.
Yes, peluang mendapatkan uang lebih lewat pekerjaan sampingan memang menggiurkan. Tapi hal itu tidak akan mudah dijalani jika kita melakukannya tanpa perhitungan. So, sebelum memutuskan untuk mengambil pekerjaan sampingan–atau side job–akan lebih baik jika simak dulu aturan mainnya.
Agar pekerjaan sampingan lancar dan pekerjaan utama tetap berjalan baik, ada beberapa aturan yang harus dipahami
1. Pahami aturan kantor
Setiap perusahaan memiliki peraturannya masing-masing. Kita harus paham benar mengenainya. Biasanya saat baru masuk kerja, setiap karyawan akan diberi tahu mengenai aturan-aturan kantor.
Jika ternyata nggak ada yang memberi tahu, maka kita, sebagai karyawan, berhak bertanya. Misalnya, jam berapa masuk, istirahat dan pulang? Bagaimana dengan aturan lembur? Bolehkah karyawan mengambil cuti dan berapa hari jatahnya? Dan seterusnya.
Nah, tanyakan juga bolehkah karyawan di kantor melakukan side job atau punya usaha sampingan. Jika jawabannya tidak boleh, maka tanyakan alasannya. Dari jawaban tersebut, kita bisa melihat dan membaca situasi, apakah ada peluang atau nggak untuk menjalankan side job ini.
2. Pilih bidang yang berbeda
Perusahaan mana pun rasanya tidak akan bisa menoleransi karyawan yang melakukan side job atau punya usaha sampingan di bidang yang sejenis. Misalnya, seorang jurnalis. Tidak etis jika ia juga menulis untuk media lain, kecuali jika masih satu grup.
Contoh lain, si karyawan bekerja di sebuah ecommerce retail untuk produk fashion. Tapi ia sendiri juga buka online shop yang juga menjual produk-produk yang sama. Kalau begini, bisa saja terjadi konflik kepentingan. Peluang untuk melakukan kecurangan akan lebih besar.
3. Jangan ganggu alur kerja utama
Prioritaskan pekerjaan utama. Lakukan pekerjaan sampingan kita di waktu luang, misalnya sebelum dan setelah bekerja atau saat istirahat.
Perhatikan juga energi dan stamina kita. Jangan sampai karena terlalu fokus pada pekerjaan sampingan, kita jadi malah kehabisan tenaga untuk melakukan tugas-tugas kantor. Tapi, selama pekerjaan utama berjalan lancar, tentu nggak akan ada masalah.
Tapi jika terlihat hasilnya kurang maksimal, atau selalu meleset dari target, pekerjaan sampingan kita pasti jadi sorotan. Nggak tertutup kemungkinan atasan atau tim kerja akan melayangkan teguran.
4. Jangan ganggu rekan kerja
Apa pun pekerjaan sampingan yang dilakukan, pastikan kita tidak sampai mengganggu orang lain di kantor. Misalnya, menaruh barang-barang jualan di meja teman, atau menelepon klien dengan suara keras sehingga mengganggu konsentrasi kerja yang lain.
Selain itu, nggak ada salahnya juga kita sesekali memberi kesenangan pada teman-teman sekantor dari keuntungan pekerjaan sampingan kita, seperti membawa jajanan kecil atau camilan-camilan lain. Dengan demikian, mereka akan mendukung kita punya side job kan?
5. Gunakan barang pribadi
Melakukan pekerjaan sampingan mestinya juga harus punya modal. Betul? Meski di kantor tersedia telepon yang bebas kita gunakan, namun jangan sekali-sekali digunakan untuk keperluan side job pribadi kita.
Segala bentuk transaksi atau komunikasi untuk pekerjaan sampingan, sebaiknya kita gunakan milik pribadi. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tak mengenakkan yang bisa saja terjadi. Misalnya, suatu saat tagihan telepon kantor membengkak, kita bisa lo disalahkan walau mungkin kita hanya sesekali saja memakainya.
Daripada jadi masalah, lebih baik pakai properti pribadi saja. Ini berlaku bukan hanya untuk urusan telepon, tapi juga laptop, mesin faks, jasa office boy, mesin fotokopi, dan lain-lain.
6. Minta izin atasan
Dapat order untuk pekerjaan sampingan, sedangkan pekerjaan utama sudah selesai? Minta izinlah ke atasan.
Percayalah, pimpinan yang baik akan memberikan peluang agar bawahannya berkembang. Tapi lebih baik lagi kalau waktu kerja yang digunakan untuk melakukan side job diganti dengan pulang lebih lambat atau datang lebih awal kemudian.
7. Cari yang mendukung pekerjaan utama
Sangat disarankan untuk melakukan pekerjaan sampingan yang bsia mendukung tugas utama kita di kantor.
Misalnya, banyak teman yang sulit mencari sarapan. Kenapa nggak kita menyediakannya untuk mereka? Bisnis katering sarapan untuk teman sekantor. Wuih, kayaknya menjanjikan banget tuh.
Atau pada suka susah beli pulsa? Bisa juga tuh jadi peluang bisnis sampingan di kantor.
Side job yang seperti ini tak cuma memberi keuntungan finansial bagi kita, tapi juga membantu teman yang lain bukan? Pasti kita jadi dapat banyak dukungan deh.
8. Manfaatkan waktu secara efektif
Untuk menawarkan produk baru, manfaatkan media sosial seperti Instagram, Facebook, Line dan lain sebagainya. Sekarang sudah nggak zamannya lagi mesti wira wiri ke sana kemari mempromosikan barang dagangan bukan?
Tinggal ambil smartphone, lalu ketik-ketik sebentar saja kan? Asal ya itu tadi, jangan sampai mengganggu waktu kerja utama.
9. Pisahkan rekening gaji dan rekening pekerjaan sampingan
Nah, ini yang masih sering diabaikan oleh mereka yang melakukan pekerjaan sampingan, selain punya juga pekerjaan utama sebagai karyawan kantoran. Semua penghasilan jadi satu dalam satu rekening.
Coba lakukan pemisahan rekening untuk menerima gaji dan rekening untuk usaha atau pekerjaan sampingan. Selain mempermudah laporan keuangan yang harus kita buat untuk memantau perkembangan usaha kita, rekening yang terpisah juga mempermudah operasional harian serta memperjelas tujuan keuangan kita.
Misalnya saja, rekening untuk gaji dari pekerjaan utama–selain untuk menerima gaji–juga untuk operasional. Jadi kalau butuh untuk keperluan sehari-hari, kita ambil dari rekening ini. Sedangkan, rekening untuk pekerjaan sampingan–selain untuk menerima penghasilan tambahan yang mungkin tidak tetap–bisa kita manfaatkan misalnya untuk menambah investasi.
Yakin deh, dengan pemisahan rekening, kita akan makin mudah mengelola keuangan kita.
Nah, semakin mantap untuk menambah penghasilan dengan usaha atau pekerjaan sampingan? Semoga sukses ya!
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru yang sesuai kebutuhan.
Sering Pindah Kerja dan Menjadi Kutu Loncat, Apa Untung dan Ruginya?
Sebagian dari kita–orang-orang yang berstatus sebagai karyawan ini–mungkin percaya bahwa pengalaman kerja merupakan hal penting, bukan hanya untuk kemajuan karier namun juga untuk menambah wawasan. Adalah wajar kalau kemudian kita mencoba berbagai hal dan selalu ingin mencari kesempatan yang lebih baik. Namun, kalau terlalu sering pindah kerja, maka bisa-bisa HRD akan menganggap kita sebagai kutu loncat.
Hmmm, sebenarnya, kecenderungan menjadi kutu loncat lantaran terlalu sering pindah kerja ini lebih berindikasi ke positif atau negatif sih? Mari kita telaah lebih lanjut.
Menjadi Kutu Loncat dan Sering Pindah Kerja, Apa Pengaruhnya?
1. Dari sisi karyawan
Dibutuhkan periode waktu tertentu bagi seorang karyawan untuk mempelajari bidang atau bagian tertentu, sampai ia dinyatakan kompeten, mahir, hingga akhirnya ia berhak dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Makin sederhana peran, tanggung jawah, pekerjaan, dan tuntutan koordinasi dengan pihak lain, makin cepat pula karyawan menguasai bidang tersebut sampai ke level advanced. And, vice versa.
Begitu pun semakin pandai karyawan, semakin ia memiliki keterampilan dan pengetahuan dasar, dan semakin banyak pula support dari perusahaan, maka ia juga semakin cepat menjadi kompeten di bagian tersebut. Hal ini juga berlaku sebaliknya.
Bila jam terbang kita sebagai karyawan di satu bagian dalam perusahaan dinyatakan mencukupi oleh pihak perusahaan, maka kemungkinan kita sudah kompeten dan sudah bisa melalui bagian tersebut. Namun bila jam terbang kita sebenarnya belum mencukupi–apalagi kalau masih banyak PR, catatan, dan saran peningkatan performance di bagian tersebut–maka kalau kita meninggalkan bagian tersebut terlalu cepat dan pindah kerja, bisa dikatakan sebenarnya kita belum siap.
Dengan demikian, meski pengalaman sudah ada, tapi pendalamannya belum memadai. Pada akhirnya, jika hal ini terlalu sering terjadi–kita kerap pindah kerja dan menjadi kutu loncat–bisa saja kita tak pernah sampai ke level terampil atau advanced tersebut. Kita akan selalu menjadi “pemula”, dan bisa saja saat kita mulai dinyatakan terampil, ternyata usia sudah mengharuskan kita untuk pensiun. Ouch.
2. Dari sisi perusahaan
Setiap perusahaan pasti membutuhkan karyawan yang mampu menuntaskan tanggung jawab dan pekerjaan dengan cara yang tepat, memproduksi dengan benar, dan menghasilkan output yang sesuai dengan yang diharapkan.
Setiap perusahaan juga lebih membutuhkan karyawan yang baik dan berkomitmen tinggi terhadap pekerjaan, tanggung jawab, dan organisasi.
Apalagi perusahaan yang berorientasi profit, mereka cenderung akan cepat menerima dan mempromosikan karyawan yang dapat berpikir secara strategis. Perusahaan–tak bisa dimungkiri–juga perlu mendapatkan profit, serta perlu meluaskan market share mereka, bukan?
Dari sini sudah terlihat, jika kita cenderung menjadi kutu loncat dan sering pindah kerja lalu ingin melamar kerja di suatu perusahaan, maka kita harus lebih jeli membidik perusahaannya. Kira-kira perusahaan dengan profil seperti apa yang bisa terbuka menyambut karyawan bertipe kutu loncat dan sering pindah kerja ini sebagai karyawan baru?
Kalau kita memang sudah mampu berpikir strategis, taktis, memiliki nilai jual tinggi sehingga mampu menarik profit lebih bagi organisasi, maka pastinya hal ini bisa menjadi keunggulan tersendiri. Perusahaan yang memang mengutamakan kriteria karyawan seperti ini akan memprioritaskan kita, sehingga desain pengembangan bisnis perusahaan pun akan relatif lebih pendek. Perusahaan akan memperhitungkan mutual benefit apa yang bisa digali dari kedua belah pihak dalam waktu sesingkat mungkin.
Sementara bagi perusahaan yang membutuhkan karyawan berkomitmen tinggi pada organisasi untuk tumbuh dan berkembang bersama, maka kita perlu meyakinkan mereka dalam proses seleksi dengan lebih ekstra. Hal apa saja sih yang bisa menjadi pertimbangan kita sehingga kita cenderung hanya mau tinggal sebentar dan kemudian segera pindah kerja? Dalam waktu relatif singkat itu, kontribusi apa yang dapat kita berikan secara maksimal pada perusahaan?
Jadi, sebaiknya, apa yang harus kita lakukan?
Akan lebih baik jika kita fokuskan lagi pada apa yang ingin diraih dalam karier, dan susun strategi sesuai dengan keinginan tersebut supaya lebih banyak manfaatnya bagi kita ke depan. Agar semakin mumpuni secara profesional, maka selalu bekali diri dan buktikan bahwa–sebagai karyawan–kita:
- Dapat mengelola, memimpin proyek dengan koordinasi yang cukup luas dengan hasil baik
- Taktis memanfaatkan sumber-sumber yang ada di dalam dan luar organisasi, sesuai aturan perusahaan, sehingga selalu dapat menampilkan performa kinerja yang optimal.
- Memiliki networking luas yang dapat menunjang penuntasan kerja dan perluasan bisnis perusahaan.
- Peka terhadap kebutuhan pelanggan dan stakeholders perusahaan, memiliki etos kinerja yang baik.
- Cepat belajar, cepat paham kebijakan perusahaan, terkait peran kita sebagai karyawan dalam perusahaan tersebut.
Lakukan review terhadap career goals secara periodik dari waktu ke waktu. Ketahui tantangan dan keuntungan apa saja yang akan kita terima dalam masa karier kita dalam perusahaan itu. Telaah lagi keuntungan dan kerugiannya kalau niat untuk resign dari kantor mulai timbul.
Karena pengalaman sebenarnya tak hanya bisa didapatkan dengan bekerja di tempat yang berbeda-beda. Kita bisa memaksimalkan dan upgrade diri melalui pengalaman dari perusahaan yang sama, jika kita memang mempunyai inisiatif yang besar untuk melakukannya.
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan dan HR di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru yang sesuai kebutuhan.
2 Cara Menentukan Besarnya Bonus Karyawan yang Diterima dari Perusahaan
Di artikel sebelumnya, kita sudah membahas mengenai berbagai macam bonus karyawan yang diberikan oleh perusahaan. Bonus ini diberikan pada mereka yang berprestasi, membawa keuntungan besar bagi perusahaan, atau sesuai dengan kesepakatan awal antara karyawan dan perusahaan. Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana cara menentukan besarnya bonus ini?
Meski tidak diatur secara khusus oleh pemerintah, namun banyak perusahaan menjadikan bonus ini sebagai “agenda wajib” dan benefit. Dengan diberikannya bonus karyawan–terutama yang berhubungan dengan kinerja atau keahlian karyawan–maka perusahaan telah memberikan motivasi pada karyawan untuk lebih meningkatkan lagi kualitas kinerjanya.
Selain itu, dengan dibagikannya bonus karyawan, pastinya perusahaan sudah menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan karyawan. Ingat kan, bahwa karyawan yang sejahtera dan bebas masalah keuangan akan mampu menunjukkan kinerja yang baik? Hal ini pastinya akan berdampak baik pada perkembangan bisnis perusahaan. Harapannya, setelah diberikan bonus yang nominalnya lumayan, karyawan pun akan bijak menggunakannya untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Untuk cara menentukan besarnya bonus dan waktu pemberiannya memang tergantung pada kebijakan masing-masing. Ada beberapa perusahaan yang menjadwalkannya setahun sekali, entah itu di awal ataupun di akhir tahun. Ada juga yang memberikan bonus tahunan di sekitar bulan Juni – Juli, bertepatan dengan saat-saat pendaftaran tahun ajaran baru sekolah.
Ada pula perusahaan yang memberikannya 3 bulan sekali ataupun 6 bulan sekali. Bahkan, ada pula perusahaan yang memberikan bonus setiap bulan. Semua tergantung pada kebijakan masing-masing, selain tentunya adalah kondisi laporan keuangan perusahaan itu sendiri.
Ada beberapa cara menentukan besarnya bonus karyawan ini. Mari kita lihat.
Beberapa Cara Menentukan Besarnya Bonus Karyawan
1. Sistem persentase
Cara menentukan besarnya bonus yang pertama ini akan sangat tergantung pada kondisi perusahaan, tapi utamanya sangat ditentukan oleh kinerja karyawan sendiri. Semakin lama bekerja, semakin disiplin dan semakin baik kualitas kerjanya, maka bonus karyawan yang diterima pun semakin besar.
Besarnya bonus karyawan yang pertama ini, besaran persentase yang dipakai sebagai faktor pengali sebenarnya bisa ditentukan sendiri oleh perusahaan. Tapi umumnya, cara menentukan besarnya bonus ini proporsinya sebagai berikut:
Masa kerja karyawan
Jika belum ada satu tahun, maka akan dihitung secara prorata. Sedangkan yang sudah bekerja lebih dari satu tahun akan ditentukan besarnya sesuai persentase, yaitu sebagai berikut:
- 1 – 2 tahun: 90%
- 2 – 4 tahun: 100%
- 4 – 6 tahun: 110%
- 6 – 8 tahun: 120%
- 8 – 10 tahun: 130%
- lebih dari 10 tahun: 140%
Level jabatan
Level jabatan juga ikut menentukan besarnya bonus karyawan yang akan diterima, persentasenya adalah sebagai berikut:
- Operator: 80%
- Foreman: 90%
- Supervisor: 100%
- Superintendent: 110%
- Manajer (atau jabatan level tertinggi lain): 120%
Kategori departemen
Di divisi atau departemen mana karyawan bekerja juga akan menentukan besarnya bonus ini.
- Divisi yang langsung berhubungan dengan produksi: 120%
- Non-produksi: 110%
- Supporting: 100%
Status Peringatan
Apakah si karyawan pernah melanggar aturan perusahaan, dan kemudian diberi surat peringatan? Hal ini juga berpengaruh pada besarnya bonus yang diterima lo, yaitu:
- Hanya peringatan tanpa sanksi: 100%
- SP I: 90%
- SP II: 80%
- SP III: 70%
- Skorsing 3 bulan: 60%
- Skorsing 6 bulan: 50%
Besaran persentase bonus karyawan di atas berlaku bagi mereka yang sedang ataupun yang pernah menjalani peringatan ya.
Angka-angka persentase dari masing-masing faktor penentu di atas sendiri juga tak berlaku absolut, artinya setiap perusahaan bisa menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Lalu, bagaimana cara menghitung besarnya bonus yang diterima jika kita hendak menggunakan sistem persentasi ini? Cukup sederhana kok. Gunakan rumus berikut:
Bonus = (Gaji x Poin Masa Kerja x Level Jabatan x Departemen) x Sanksi Surat Peringatan
Misalnya nih, Andi adalah seorang karyawan yang sudah bekerja selama 4 tahun di sebuah perusahaan sebagai seorang superintendent marketing, dengan gaji 10 juta per bulan. Pernah mendapatkan SP I terkait pelanggaran peraturan perusahaan sebelumnya.
Cara menghitung besarnya bonus yang diterima adalah:
Bonus = (10.000.000 x 110% x 110% x 120%) x 90% = Rp13.068.000
Bonus yang diterima Andi berarti Rp13.068.000.
Cukup sederhana ya?
2. Sistem Bagi Hasil
Ada pula bonus karyawan yang diberikan berdasarkan sistem bagi hasil atau pembagian keuntungan. Untuk cara menentukan besarnya bonus yang kedua ini pastinya akan tergantung pada kesepakatan yang terjadi antara karyawan dan perusahaan. Biasanya kesepakatan ini akan terjadi di awal saat perusahaan sedang merekrut karyawan baru. Keuntungan yang akan diberikan akan menjadi salah satu fasilitas yang ditawarkan oleh perusahaan demi kesejahteraan karyawan.
Pada umumnya, persentase keuntungan yang akan diberikan besarnya 10% dari laba bersih yang didapatkan oleh perusahaan. Namun, ada pula perusahaan yang memberikan 7,5%, 5%, bahkan 2,5% dari laba bersihnya. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh waktu pemberian bonus–tahunan atau bulanan–dan juga kondisi laporan keuangan bisnisnya.
Rumus umum yang berlaku adalah:
Bonus = (Laba bersih perusahaan x persentase)/jumlah karyawan
Misalnya, Nina bekerja di sebuah perusahaan yang memberikan bonus tahunan berdasarkan keuntungan bisnis sebesar 10%. Ada sekitar 20 orang yang bekerja di perusahaan yang sama. Untuk tahun ini, perusahaan bisa meraup laba bersih sebesar Rp1 M.
Maka besaran bonus yang Nina terima adalah (1.000.000.000 x 10%)/20, yaitu Rp5.000.000.
Rumus yang sederhana kan?
Yuk, belajar bareng QM Financial dalam #QMTraining. Jika kantor kamu pengin mengundang tim QM Financial untuk belajar finansial bareng, kamu bisa langsung menghubungi ini ya!
Tanggal Tua VS Tanggal Muda: Apa yang Perlu Dilakukan Supaya Semua Tanggal Jadi Baik?
Selain “gaji satu koma empat“, di kalangan karyawan juga ada istilah “tanggal tua” dan “tanggal muda”. Tanggal muda artinya kondisi keuangan baru saja gajian, jadi dompet masih tebal. ATM juga masih penuh saldonya. Tanggal tua, berarti kondisi dompet juga masih tebal sih. Tapi bukan oleh uang melainkan oleh struk-struk belanja dan struk ATM, tanda uang sudah banyak diambil.
Tanggal tua ini tak selalu berarti akhir bulan. Bisa saja tanggal tua terjadi di awal bulan, lantaran gajiannya tanggal pertengahan. Bisa juga tanggal muda terjadi di akhir bulan, karena si karyawan menerima gaji di akhir bulan. Jadi, memang setiap orang bisa saja tak sama satu dengan yang lainnya.
Yang sama adalah keluhannya. Sering banget deh terdengar keluhan lantaran sudah terlanda sindrom “tanggal tua” bahkan jauh sebelum gajian lagi. Bahkan, tanpa keluhan pun sebenarnya gejala “tanggal tua” ini bisa terlihat dengan jelas. Kalau tanggal muda, masih bisa ngopi-ngopi di kafe bareng teman-teman. Begitu tanggal tua, cukuplah beli kopi sachet dan air dispenser, lalu ngopi di kantor saja.
Hingga kemudian, kondisi ini menyebabkan ada banyak orang, terutama yang bekerja di kantor atau suatu perusahaan, bagaikan mengalami phobia terhadap tanggal tua. Begitu memasuki dua minggu hingga seminggu sebelum gajian, banyak orang yang berstatus karyawan yang mulai ngirit (atau pelit) bahkan panik.
Sebenarnya, apa yang terjadi? Bukankah hal ini tak akan terjadi jika kita–sebagai karyawan yang digaji ini–bisa membuat perencanaan anggaran yang baik untuk hidup sebulan?
Lalu, apa yang perlu diperbaiki?
Tanggal tua dan tanggal muda tak akan terjadi jika kita punya cash flow yang baik setiap bulannya. Kita seharusnya berhemat sejak gajian diterima. Bukan berarti lantas pelit mengeluarkan uang, namun membelanjakan uang sesuai dengan kebutuhan kita.
Mari kita lihat apa saja yang bisa kita lakukan untuk mengatur cash flow, agar semua tanggal menjadi baik–tak ada lagi tanggal muda dan tanggal tua
3 Langkah Atur Cash Flow agar Tak Ada Lagi Tanggal Muda dan Tanggal Tua
1. Kenali apa saja pengeluaran kita
Yang pertama kali harus kita lakukan adalah mengenali apa saja pengeluaran rutin kita setiap bulan. Dalam artikel Hindari Utang dengan Mengatur Cashflow, disebutkan ada 5 pos pengeluaran utama, yaitu:
- Cicilan utang, maksimal 30% dari penghasilan bulanan.
- Pengeluaran rutin, sebesar 40 – 60% untuk makan, membayar tagihan listrik/air, transportasi, uang-uang iuran rutin, dan sebagainya.
- Menabung atau investasi, sebesar 10% dari penghasilan.
- Sosial, minimal sebesar 2,5% dari penghasilan.
- Gaya hidup (lifestyle), tidak boleh lebih dari 20% dari penghasilan.
2. Catat pengeluaran dalam satu bulan, untuk membuat anggaran di bulan berikutnya
Setelah kita mengenali apa saja jenis pengeluaran rutin setiap bulan seperti pada poin pertama, maka selanjutnya buatlah pencatatan pengeluaran dalam satu bulan. Pisahkan masing-masing pengeluaran ke dalam 5 pos pengeluaran seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Dengan pencatatan ini, kita akan tahu, pos mana yang melebihi anggaran yang seharusnya, sehingga kita akan bisa memperbaikinya dalam anggaran bulan depan.
3. Buat anggaran segera setelah gajian
Setelah mencatat pengeluaran dan tahu pos-pos mana saja yang harus diperbaiki, maka di bulan berikutnya kita bisa membuat anggaran yang benar agar pengeluaran uang bisa terkendali sesuai dengan kebutuhan.
Yang penting di sini adalah kedisiplinan. Akan percuma saja membuat anggaran dan mencatat pengeluaran jika kita sendiri tidak disiplin dalam pelaksanaannya.
Nah, semoga dengan pencatatan yang baik seperti 3 langkah di atas, semua tanggal menjadi baik. Tak ada lagi tanggal muda yang berarti foya-foya, dan tanggal tua yang berarti pengiritan total.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!