Pelajaran Keuangan dari Inside Out 2: Membangun Kesehatan Finansial yang Lebih Baik
Sudah nonton film Inside Out 2? Dari perspektif keuangan pribadi, Inside Out 2 memberikan wawasan yang penting tentang transisi dari masa kanak-kanak ke fase yang lebih dewasa. Fase ini adalah fase ketika banyak dari kita mulai menghadapi tanggung jawab keuangan yang riil untuk pertama kalinya.
Film ini memang enggak secara eksplisit membahas keuangan. Namun dari film ini kita jadi tahu, bahwa banyak emosi yang terlibat dalam kehidupan kita yang ternyata memiliki implikasi finansial yang signifikan. Bahwa juga, banyak hal terjadi (atau terkatakan) dalam hati, pikiran, otak kita yang berpengaruh pada hal yang kita lakukan atau putuskan—termasuk keuangan.
Misalnya rasa panik. Pasti banyak dari kamu yang pernah—atau bahkan sering—merasa panik karena uang. Pasti juga banyak di antara kamu yang sering merasa happy karena uang, takut karena uang, cemas, malu, sedih, jijik, iri, hingga bosan karena uang.
Jadi, harus diakui, bahwa film Inside Out 2, meski tak secara khusus membahas keuangan, ternyata juga relate dengan masalah yang banyak kita hadapi.
Mari kita coba lihat satu per satu.
Table of Contents
Emosi yang Muncul dalam Inside Out 2 yang Membuat Kita Lebih Bijak dalam Keuangan
Kalau mencermati plot Inside Out 2, kita akan menemukan banyak “mantra” dan emosi yang muncul, bermain-main di hidup Riley. Di salah satu adegan, Riley tampak mengalami panic attack sehingga dia harus keluar sejenak dari arena hockey untuk duduk di kotak penalti untuk bisa meredam emosinya.
Sadar atau tidak, semua emosi yang muncul dalam diri Riley tersebut juga sering muncul di benak kita. Ada yang bagus, ada yang kurang bagus, berlawanan, kontradiktif, bikin bingung, sampai perasaan yang campur aduk.
1. “I am not enough.”
Siapa yang suka bilang begini ke diri sendiri? Dalam konteks keuangan, perasaan tidak cukup ini bisa berakar dari banyak hal. Misalnya, merasa penghasilan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan, padahal gaya hidup yang memang melebihi kemampuan finansial.
Atau banyak juga di antara kita yang merasakan tekanan sosial untuk bisa tampil “sepadan” dengan lingkungan, padahal sebenarnya itu bukan diri kita. Seperti kata Riley juga dalam Inside Out 2, “I need to fit in, but I want to be myself.”
Kalau situasi-situasi ini sering dihadapi, maka tak heran kalimat, “I am not enough.” jadi sering muncul.
Padahal, “cukup” itu sendiri adalah konsep yang relatif dan bisa berbeda-beda definisinya pada setiap orang. Mempelajari untuk merasa “cukup” akan membutuhkan refleksi yang mendalam tentang apa yang benar-benar penting bagi kita. Karena itu, belajar mengelola keuangan yang realistis dan berkelanjutan menjadi penting.
2. “I am a good friend.”
Kalimat ini mungkin akan muncul di benak kita, ketika kita melakukan sesuatu untuk teman. Ketika teman berkesusahan, kita bisa membantunya, baik secara finansial ataupun nonfinansial. Saat teman berulang tahun, kita belikan kado dan kita berikan padanya. Kita juga buat pesta kejutan untuknya.
Hal-hal seperti ini bisa membuat kalimat, “I am good friend.” muncul dan memenuhi hati kita dengan kegembiraan.
Namun, jangan salah. Kalimat itu juga bisa jadi bumerang, ketika ada teman minta pinjam seratus dan ketika ditagih, malah galakan dia daripada kita. So, boundaries tetap harus ada di sini.
Baca juga: Pinjam Dulu Seratus! – Cara Benar Menolak Teman Meminjam Uang
3. “I get scared.”
Kalimat ini pasti sangat sering muncul di benak kita. Kalau dalam konteks keuangan, misalnya pikiran ini muncul di awal kita ingin memulai investasi. Takut rugi, katanya.
Sebenarnya, rasa takut ini enggak buruk loh. Bahkan, seperti kata Anxiety di film Inside Out 2, bahwa Fear ada untuk melindungi Riley dari bahaya. Rasa takut yang muncul di awal mulai investasi membuat kita aware dan mau belajar cara kerja beragam instrumen investasi dengan baik, sehingga keputusan keuangan yang dibuat nantinya juga akan lebih tepat dan bijak.
So, jangan takut untuk merasa takut. Karena takut itu juga perlu, tetapi tetap harus dikelola dengan baik. Jangan sampai, rasa takut menghambat kita untuk bisa maju.
4. “I make mistake.”
Ya, siapa sih yang enggak pernah berbuat kesalahan? Setiap orang pasti pernah kan? Begitu juga dalam hal keuangan. Salah pilih instrumen investasi; cuma ikut-ikutan kata orang, ternyata malah buntung. Salah memutuskan ambil pinjaman uang, padahal cash flow sendiri saja belum sehat.
Namun, kesalahan ada, agar kita belajar. Walaupun sebenarnya, “cost”-nya akan lebih ringan jika kita tidak perlu melakukan kesalahan sendiri. Kita bisa belajar dari kesalahan orang lain. Namun, ya kembali lagi: setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Selanjutnya, seberapa banyak kita bisa belajar dari kesalahan tersebut.
5. “I’m selfish.”
Kalimat “I’m selfish” bisa jadi muncul ketika kita baru saja membuat keputusan yang “seakan-akan” hanya menguntungkan diri kita, walaupun tidak sepenuhnya dan selalu begitu.
Contohnya, ketika kita menolak permintaan pinjaman uang dari teman. Pasti kita akan merasa “selfish”—dan si teman bisa jadi juga menuduh kita begitu. Namun, sebenarnya hal ini sangat perlu dilakukan, mengingat permasalahan utang bisa membuat hubungan pertemanan jadi rumit dan ruwet.
Namun, ada kalanya juga, keinginan untuk menghemat uang atau keengganan untuk berbagi bisa menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan untuk berinvestasi dalam pengalaman atau hubungan yang bernilai melebihi uang. Misalnya, dalam hubungan keluarga. Karena kita tak mau berbagi beban, akhirnya membuat anggota keluarga lain jadi sandwich generation yang berat.
Baca juga: Yang Bergaji 40 Juta Pun Terasa Berat, Ini Contoh Perencanaan Keuangan Sandwich Generation
Dalam memahami pelajaran keuangan dari Inside Out 2, terlihat jelas bahwa emosi memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan finansial.
Film Inside Out 2 mengajarkan pentingnya mengelola emosi untuk memperkuat keputusan keuangan. Menyadari bagaimana perasaan dapat memengaruhi pengeluaran dan tabungan adalah langkah awal menuju kesehatan finansial yang lebih baik.
Dengan mengeksplorasi hubungan antara emosi dan keuangan, orang dapat belajar mengontrol diri, mengatur prioritas, dan pada akhirnya, mencapai stabilitas finansial yang lebih kokoh. Dengan demikian, mengambil pelajaran dari film ini juga dapat menjadi alat yang efektif dalam membangun dasar keuangan yang kuat untuk masa depan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Semangat Kerja Hilang? Ini Dia 3 Tip Terbaik Membangun Resiliensi
Seseorang yang sukses dan tangguh dalam bekerja, enggak semata-mata ditentukan oleh seberapa banyak gaji yang diterimanya, prestasi kerja yang dibuatnya, seberapa besar ide segar yang berhasil ia realisasikan. Tetapi juga ditentukan oleh seberapa sanggup ia bangkit kembali setelah mengalami semangat kerja hilang, setelah mengalami masalah yang membuatnya terpuruk.
Kemampuan untuk bangkit kembali, berdaya lenting atau bangkit, dalam kamus psikologi dikenal dengan istilah resilien. Menurut Dr. Karen Reivich dan Dr. Andrew Shatte, dua orang ilmuwan dan coach yang bergerak di proyek resiliensi, resiliensi merupakan kemampuan bagi individu untuk bisa beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit.
Jadi, semisal kita mengalami semangat kerja hilang, maka kemampuan kita untuk memulihkan diri ini sejujurnya yang malahan menunjukkan seberapa tangguh kita dalam pekerjaan kita.
So, buat yang sekarang lagi mengalami semangat kerja hilang, jangan biarkan diri sendiri semakin terpuruk. Coba lakukan 3 tip terbaik membangun resiliensi dari ahlinya berikut ini, agar kita kembali produktif dan kembali aktif berkontribusi di perusahaan tempat kita bekerja.
3 Tip terbaik membangun resiliensi agar segera bangkit dari semangat kerja hilang
1. Salurkan emosi
Latih diri untuk dapat meregulasi emosi saat sedang mengalami semangat kerja hilang, kesal, cemas, sedih, marah, dan emosi negatif lainnya, sehingga dapat mempercepat proses kita menemukan solusi dari masalah yang kita hadapi.
Dalam hal ini, kita mesti segera mendapatkan cara cepat dan tepat untuk mengekspresikan segala emosi negatif itu, dengan cara sehat. Misalnya, ditulis. Yes, tulisan atau coretan dipercaya bisa menjadi media untuk mencurahkan isi hati hingga tuntas. Tulislah segala unek-unek yang ada, walaupun kemudian di-delete ataupun dibuang. Yang penting, semua ganjalan sudah dikeluarkan.
Atau, kita juga bisa berteriak di tempat sepi untuk melampiaskan segala emosi negatif yang membuat semangat kerja hilang. Bisa juga dengan melakukan kegiatan seni atau olahraga yang dapat mengeluarkan energi negatif dalam waktu singkat.
2. Bangun optimisme
Orang yang optimis adalah orang yang memiliki harapan pada masa depan dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol arah hidupnya.
Masih menurut Dr. Reivich dan Dr. Shatte, orang optimis itu cenderung akan lebih sehat secara fisik, dan lebih jarang mengalami depresi, juga lebih produktif dalam bekerja. Mereka juga cenderung untuk bebas dari beban masalah, terutama yang akan datang. Yah, ada sih masalah, tapi biasanya mereka akan dengan cepat menemukan solusi jitu untuk mengatasinya. Termasuk dalam hal keuangan pribadinya.
Saat kita melakukan kesalahan, hal itu akan kita anggap sebagai pembelajaran ke depannya. Kesalahan itu akan membuat kita menjadi lebih berusaha optimal dan berhati-hati dalam melangkah agar tak jatuh lagi di kesalahan yang sama.
3. Tingkatkan aspek positif dalam diri
Orang yang selalu berusaha untuk meningkatkan aspek positif dalam dirinya cenderung akan lebih mudah mengatasi permasalahan hidup, serta berperan dalam meningkatkan kemampuan interpersonal dan pengendalian emosi.
Orang yang mampu meningkatkan aspek positif dalam hidup, akan mampu membedakan risiko yang realistis dan tidak realistis, serta bisa menyusun kembali tujuan hidupnya dengan bekerja, meski mengalami semangat kerja hilang.
Jadi, ayo, mau self pukpuk dulu? Boleh. Tapi segera bangkit, dan perbaiki apa-apa yang salah. Apa sih yang menyebabkan kita mengalami semangat kerja hilang? Apa masalah kita sebenarnya? Beban kerja yang terlalu berlebih? Rekan kerja yang kurang kooperatif? Ataukah, kita sebenarnya sedang dirundung masalah keuangan pribadi?
Hmmm, kalau yang terakhir yang menjadi penyebab semangat kerja hilang, well, seharusnya sih enggak perlu bingung lagi untuk mencari solusinya. Kan sudah banyak kelas finansial online dari QM Financial yang bisa dipilih sesuai kebutuhan. Mulai dari topik dasar, seperti mengatur cash flow demi bebas utang dan bisa mengelola gaji dengan baik, hingga segala pengetahuan tentang berbagai jenis investasi demi mewujudkan mimpi pensiun dini, semua ada.
Ayo belajar keuangan sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan aspek positif dan upaya membangun resiliensi diri kita sendiri.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info terbaru.