Training Keuangan bagi First Jobbers: Ini Dia 5 Alasan Pentingnya
Training keuangan merupakan salah satu jenis training penting yang sebaiknya diberikan oleh pihak human resource perusahaan yang perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya. Nggak hanya pada mereka yang sudah bertahun-tahun mengabdi di perusahaan, tetapi juga bagi mereka yang baru saja bergabung terutama yang masih first jobbers.
First jobbers adalah sebutan bagi mereka yang baru saja menapakkan kaki di dunia kerja yang qeras ini, lantaran baru lulus dari kuliah. Masih kinyis-kinyis, gitu katanya. Hal yang sering dirasakan pada fase ini biasanya adalah pengin buru-buru mandiri dan mendapatkan penghasilan sendiri.
Karena itu, keterampilan untuk manajemen keuangan seharusnya sudah mulai dipelajari dan didalami. Gaji mungkin memang belum terlalu besar, tapi jangan salah, justru di sinilah garis start untuk mulai mengelola keuangan dengan benar.
Kamu bisa saja belajar keuangan sendiri, tetapi akan lebih komprehensif jika diberikan oleh perusahaan sesuai dengan jenjang kariermu. Saat pada fase recruit ini, kamu perlu membangun kebiasaan keuangan yang baik. Nanti setelah beberapa tahun kamu bekerja, fasenya akan berbeda lagi, dan perlu kembali mendapatkan training keuangan. Nah, saat menjelang pensiun, sebagai karyawan, kamu juga membutuhkan training keuangan sekali lagi, demi menyiapkan diri menghadapi masa pensiun yang sudah dekat.
Tapi, mengapa fase recruit ini penting untuk mendapatkan training keuangan? Kan gaji juga belum besar, bisalah diatur sendiri. Eits, jangan salah. Training keuangan itu bakalan dibutuhkan banget untuk first jobber. Ini dia alasan-alasannya.
Alasan Mengapa First Jobber Butuh Training Keuangan
1. Punya kebiasaan keuangan yang baik sejak dini
Faktanya, tak banyak orang yang memiliki keterampilan mengelola keuangan yang baik di masa mudanya. Apalagi, soal keuangan ini memang tak pernah diajarkan di bangku sekolah maupun kuliah.
Oleh orang tua kita? Biasanya yang diajarkan adalah kebiasaan menabung, tetapi jarang banget kita belajar bagaimana belanja dengan bijak sejak kecil. Betul? Padahal pada aktivitas belanja ini yang seharusnya kita fokus untuk belajar, biar enggak jor-joran.
Apalagi di fase entry level, ketika kita baru saja mandiri dan bisa mendapatkan penghasilan sendiri. Perasaan jadi kayak mau balas dendam, betul?
Di sinilah kita perlu training keuangan, yang dapat melatih kita untuk terbiasa belanja dengan bijak agar tak membahayakan cash flow keuangan kita. Gaji harus dikelola dengan baik, supaya bisa dipakai sampai gajian lagi berikutnya.
2. Dapat segera menentukan tujuan keuangan
Di masa-masa fase awal, para first jobber biasanya juga belum tahu bahwa memiliki tujuan keuangan itu penting. Apalagi yang jangka panjang seperti pensiun. Baru saja dapat kerjaan, masa sih sudah mikirin pensiun? Gitu mungkin ya?
Padahal, justru saat baru mulai bekerja inilah, saat yang tepat untuk mulai membuat rencana pensiun, kalau kamu memang mau nanti ingin menjalani masa pensiun yang mandiri dan sejahtera.
Hal yang sama juga berlaku untuk berbagai tujuan keuangan penting lainnya. Pasalnya, menentukan tujuan keuangan itu sama dengan kita membuat tujuan hidup. Pertanyaannya tak pernah lepas dari: mau hidup seperti apa nanti? Pengin mencapai apa saja nanti? All about dreams and achievement!
Kalau nggak segera direncanakan melalui training keuangan, terus kapan lagi?
3. Nggak sembarangan berutang
Utang biasanya juga jadi jebakan betmen, apalagi bagi seorang first jobber yang baru saja pegang kartu kredit. Belum lagi dengan berbagai tawaran pinjol dan paylater yang belakangan berkembang secara luar biasa. Ditambah dengan belum bijak dalam belanja, jadi deh, perilaku konsumtif dipelihara. Dengan tambahan beban cicilan utang.
Tanpa training keuangan yang komprehensif, mengambil pinjaman dana alias utang bisa jadi sandungan besar dalam arus kas keuangan buat first jobber. Akibatnya ya jadi kebiasaan keuangan yang kurang baik ke depannya.
4. Bisa memilih proteksi dengan baik
First jobber itu biasanya kan masih lajang, masa sudah butuh asuransi? Eits, jangan salah loh! Kalau kamu adalah first jobber adalah sandwich generation, yang menjadi tulang punggung keluarga besarmu, maka kamu akan butuh asuransi jiwa sekarang juga.
Di samping itu, kamu juga butuh proteksi kesehatan. Memang sih, perusahaan-perusahaan sudah diwajibkan oleh pemerintah untuk mengikutsertakan karyawannya dalam BPJS Kesehatan. Akan tetapi, tentu ini mesti disesuaikan dengan kebutuhan.
Kalau kamu adalah sandwich generation, maka kamu juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan asuransi kesehatan untuk seluruh keluargamu. Ini adalah hal yang tidak akan terpikirkan kalau tidak melalui training keuangan yang komprehensif.
5. Segera punya tabungan dan investasi
Belanja teros … Bayar pakai kartu kredit dan paylater teros, tanpa bisa mengendalikan diri, atas nama healing dan self reward. Sampai-sampai tak pernah punya tabungan, apalagi investasi.
Lagu lama? Betul. Bisa jadi akan selalu ada first jobber yang punya masalah seperti ini, karena belum mendapatkan training keuangan yang pas dari kantor tempatnya bekerja.
Atau bisa jadi, nggak punya tabungan dan investasi, karena semua uang yang didapatkan langsung dipakai untuk kebutuhan keluarga besar.
Hal ini bisa kamu cari solusi, jika kamu memiliki keterampilan pengelolaan keuangan yang baik. Untuk itulah, training keuangan diperlukan.
Nah, itu dia beberapa alasan mengapa first jobber membutuhkan training keuangan yang komprehensif.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
7 Prinsip Perencanaan Keuangan Keluarga yang Harus Selalu Diingat
Membuat perencanaan keuangan keluarga—harus diakui—sebenarnya tidak sesederhana yang dipikirkan. Apalagi kalau memang bagi yang masih awam, atau memiliki literasi keuangan yang belum begitu baik. Tapi, teteup ya, harus dibuat.
Pasalnya, tanpa punya perencanaan keuangan untuk keluarga, bisa jadi kita hanya berjalan tak tentu arah, atau bahkan hanya jalan di tempat. Akibatnya, masalah keuangan akan lebih rentan terjadi. Perencanaan keuangan keluarga berfungsi layaknya navigasi; kita mau ke mana, pengin hidup seperti apa, ingin meraih apa ke masa depan nanti.
Perencanaan keuangan juga merupakan alat kontrol dan evaluasi terhadap apa yang sudah kita lakukan; apakah sudah sesuai dengan yang kita inginkan, atau perlu penyesuaian.
Ya, memang sepenting itulah sebuah perencanaan keuangan keluarga.
Untuk mulai membuatnya, yuk, singkirkan dulu pikiran rumit itu. Kita bisa kok membuat perencanaan keuangan keluarga secara sederhana dulu, asalkan ingat 7 prinsip berikut ini.
7 Prinsip Perencanaan Keuangan Keluarga
1. Sepakat dengan pasangan
Keluarga adalah unit kecil, tetapi bisa saja dianggap sebagai organisasi. Dalam organisasi, sudah pasti ada bagian atau divisi-divisinya. Orang yang akan diserahi jabatan tertentu sudah pasti harus tahu apa job desc masing-masing, dan siap bekerja sama dengan divisi yang lain.
Begitu juga dalam keluarga. Sepakati peran dalam keluarga dengan pasangan. Hal ini harus menjadi PR pertama yang diselesaikan. Siapa yang akan bekerja untuk nafkah keluarga, bagaimana membaginya, siapa membayar apa, atau kalau butuh uang harus ke mana, dan seterusnya.
Saling terbuka dan backup adalah kunci lancarnya prinsip perencanaan keuangan keluarga yang pertama ini. Jadi, begitu sudah membangun keluarga, prinsip ini harus dilakukan yang pertama kali.
2. Cash flow lancar dan positif
Besar pasak daripada tiang? Oh no! Perencanaan keuangan keluarga yang baik artinya cash flow lancar dan positif. Ingat, kamu sudah bukan lajang lagi, dan sekarang sudah punya tanggungan—apalagi sudah punya anak. Besar pasak daripada tiang artinya ada masalah dalam pengelolaan keuangan. Artinya, harus ada yang diulik dan disesuaikan.
Lakukan financial check up, buat catatan terutama mengenai:
- Berapa penghasilan yang masuk setiap bulannya? Bisa juga diambil rata-rata jika penghasilannya tidak tetap
- Berapa pengeluarannya setiap bulan?
- Pos pengeluaran mana yang paling banyak menyedot dana?
- Pos pengeluaran mana yang bisa dihemat?
- Bagian mana yang bocor halus?
Cash flow harus positif, artinya penghasilan lebih besar daripada pengeluaran, agar ke depannya tidak menjadi beban yang terlalu berat. Jika memang masih negatif, coba diulik apakah ada yang bisa dihemat lagi. Atau, coba mencari pintu rezeki lain demi menambah penghasilan.
3. Utang tidak dilarang, tapi …
Jika pos pengeluaran terbesar kamu adalah cicilan utang, maka hal ini juga harus menjadi perhatian utama dalam perencanaan keuangan keluarga.
Memang tidak ada yang melarang kita untuk meminjam dana, terlepas dari apa pun penggunaannya. Tetapi tentu saja, harus diperhitungkan dengan cermat. Cicilan utang seharusnya tidak boleh melebihi 30% dari penghasilan rutin setiap bulan. Rasio ini dianggap ideal, karena artinya kamu masih punya 70% penghasilan untuk memenuhi kebutuhan rutin.
Karena itu, setiap kali ingin meminjam dana—untuk keperluan apa pun—pastikan nantinya cicilan total semua utang tidak lebih dari 30%. Kalau sekarang sudah lebih gimana dong? Cari solusi agar bisa dikurangi sampai 30%.
4. Budgeting adalah koentji
Membuat anggaran untuk pengeluaran rutin adalah hal wajib untuk perencanaan keuangan keluarga yang lebih baik. Dengan anggaran—apalagi jika bisa dibuat secara detail—kamu akan dapat memastikan rencana keuangan direalisasikan dengan baik.
Budgeting juga soal menyusun prioritas, agar kebutuhan masa sekarang dan masa depan sama-sama bisa dipenuhi dengan baik. Dengan budgeting, kita juga tahu jika cash flow kita mengalami gangguan, sehingga bisa mengantisipasinya dengan lebih baik.
5. Investasi di depan
Pastikan memprioritaskan investasi di depan pada perencanaan keuangan keluarga. Bukan di belakang, dengan uang sisa belanja. Pasalnya, tak akan pernah ada yang namanya ‘uang sisa’.
Investasi merupakan ‘kendaraan’, atau ‘alat’, yang dapat membantu kita untuk mencapai tujuan keuangan. Karena itu, pastikan proprosinya pas. Idealnya sih minimal 10% dari penghasilan rutin. Mau lebih? Tentu lebih baik lagi.
Jadikan investasi sebagai bagian dari rutinitas perencanaan keuangan keluarga, bukan dilakukan sekadar kalau ingat atau pakai uang sisa, agar nantinya tujuan keuangan bisa dicapai dengan baik.
6. Lengkapi proteksi
Proteksi juga merupakan elemen penting dalam perencanaan keuangan keluarga, dan tak boleh diabaikan. Pasalnya, proteksi akan melindungi kamu dan keluargamu dari risiko finansial jika ada musibah atau hal-hal yang tak diinginkan terjadi.
Kadang kita meremehkan adanya asuransi. Tapi, begitu kesulitan sudah datang, baru deh menyesal, kenapa kemarin enggak ambil asuransi.
Meski demikian, beli polis asuransi juga sebaiknya tak sembarangan. Pastikan bahwa polis asuransi yang kamu beli memang benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Bacalah polis dengan saksama, cermati berbagai syarat dan ketentuannya. Jangan sampai ketika nanti harus klaim, ternyata klaim ditolak atau hanya dicover sebagian hanya karena kita kurang paham cara kerja perlindungannya.
7. Review berkala
Prinsip perencanaan keuangan keluarga yang terakhir adalah review yang dilakukan secara berkala. Kamu bisa melakukannya tiga bulanan, enam bulanan, atau mungkin juga tahunan. Sesuaikan dengan kondisi dan kebutuhanmu.
Cek, apakah semua berjalan sesuai rencana? Atau adakah yang perlu diperhatikan lebih detail lagi? Jika masih jauh dari harapan, di bagian mana yang harus disesuaikan?
Hasil review kamu akan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk membuat perencanaan keuangan keluarga yang berikutnya.
Nah, itu dia 7 prinsip perencanaan keuangan keluarga. Mungkin sudah ada yang melakukan ketujuh prinsip di atas, itu pastinya hal yang sangat bagus. Tinggal dilanjutkan saja, dan disesuaikan dengan tujuan keuanganmu.
Buat yang belum mulai membuat perencanaan keuangan keluarga, tidak pernah ada kata terlambat loh. Kamu bisa mulai membuatnya hari ini juga.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
6 Tanda Terbesar Perencanaan Keuangan Pribadi Kamu Sudah Oke Bats
Setuju kan, kalau kita harus punya perencanaan keuangan pribadi yang baik, agar kita dapat meningkatkan kualitas hidup kita ke depannya?
Sebagian besar dari kamu, mungkin sekarang sudah mengaku memiliki perencanaan keuangan pribadi sesuai kondisi masing-masing. Kamu sudah punya tujuan finansial, melakukan budgeting, membangun dana darurat, dan sebagainya. Lalu, bagaimana? Apakah sekarang kondisi keuanganmu lebih baik? Apakah perencanaan keuangan yang kamu buat sudah oke?
Coba lihat yuk, tanda-tanda apa saja yang menampakkan bahwa perencanaan keuangan pribadi yang kamu miliki sudah oke dan sesuai untukmu.
Tanda-Tanda Perencanaan Keuangan Pribadi Kamu Sudah Oke
1. Punya tabungan yang cukup
Tanda pertama bahwa perencanaan keuangan pribadi kamu sudah oke adalah ketika kamu sudah punya tabungan yang cukup, yang tidak lagi kamu sabotase sendiri untuk hal-hal yang kurang berfaedah.
Punya tabungan yang cukup buatmu sama pentingnya dengan belanja untuk kebutuhan. Jadi, kamu memang sudah mengalokasikannya, dan merealisasikannya dengan baik.
Ini juga artinya kamu sudah punya dana darurat, yang meski mungkin belum memenuhi jumlah ideal, tetapi sudah ada, dan sudah siap untuk kamu gunakan sewaktu-waktu jika mendesak.
2. Terbiasa membayar tagihan tepat waktu
Ya, kenapa enggak tepat waktu, karena semua sudah ada alokasinya? Betul nggak? Kalau bisa malahan segera dibayar, supaya beban menjadi lebih ringan. Kamu bisa terhindar dari denda atau biaya administrasi, dan bunga tambahan yang enggak perlu.
Dengan lunasnya semua kewajiban—bayar tagihan listrik, air, pulsa, sampai cicilan utang—di awal, itu artinya uang yang tersisa tinggal dikelola saja untuk kebutuhan selama satu bulan, atau sampai gajian berikutnya.
Khawatir nggak bisa membayar tagihan atau mencicil enggak pernah ada dalam perencanaan keuangan pribadi kamu.
3. Cash flow lancar dan positif
Perencanaan keuangan pribadi kamu sudah baik kalau cash flow kamu sudah cukup lancar. Artinya, penghasilan dan pengeluaran berimbang. Atau bahkan, sudah positif. Artinya, penghasilan lebih besar daripada pengeluaran.
Mengapa? Karena kamu punya bujet untuk setiap pengeluaran. Begitu kamu menemukan hal-hal yang kurang efisien dan efektif di dalamnya, kamu bisa segera tahu dan bisa langsung menyesuaikan diri.
4. Aman dari utang
Saat kamu sudah melakukan perencanaan keuangan pribadi dengan baik, maka kamu juga akan bisa mengelola utang dengan baik.
Utang memang tak dilarang, tetapi sebaiknya tidak dilakukan sembarangan. Setidaknya, kamu harus yakin bahwa kamu bisa mengembalikan pinjamannya. Terus, caranya yakin gimana? Ya, dengan membuat perencanaan keuangan dengan baik. Hitung penghasilan, dan proyeksikan cicilannya. Bisa enggak kamu berkomitmen membayarnya sampai tuntas?
Yes, berani punya utang, berarti berani bayar. Hanya itu satu-satunya solusi untuk bisa lepas dari utang kan? Tanpa perencanaan keuangan pribadi yang baik, utang akan jadi batu sandungan dalam hidup.
5. Bisa investasi rutin setiap bulan
Investasi rutin selayaknya kebutuhan buatmu, karena itu kamu mengalokasikannya dengan baik di awal bulan, alih-alih menginvestasikan uang sisa belanja.
Kamu juga dapat melakukan review terhadap investasimu, karena rencana investasinya sudah ada. Kamu tinggal mencocokkannya antara apa yang direncanakan dengan yang terjadi di lapangan. Jika memang belum berkembang sesuai harapan, kamu bisa mencari solusi yang terbaik tanpa harus “mengorbankan” tujuan finansialmu.
Seiring waktu, kamu juga akan lebih memprioritaskan investasimu ketika memang ada peluang. Misalnya, alih-alih uangnya dipakai untuk liburan, kamu akhirnya malah menggunakannya sebagai DP rumah atau apartemen. Kamu tahu apa yang kamu butuhkan dan mana yang keinginan belaka.
6. Punya asuransi yang lengkap
Jika perencanaan keuangan pribadi kamu sudah oke, maka kamu pasti juga sudah punya alokasi khusus untuk iuran premi asuransi, baik asuransi kesehatan, asuransi jiwa jika memang perlu, dan asuransi lain yang mungkin kamu butuhkan.
Kamu sadar pentingnya asuransi adalah untuk melindungi aset-asetmu, sehingga harus banget masuk juga dalam budgeting rutin, baik bulanan maupun tahunan.
Nah, setelah melihat 6 tanda di atas, lalu gimana? Apakah perencanaan keuangan pribadi kamu juga seperti yang sudah dijabarkan di atas? Sudah? Maka, selamat! Kamu tinggal konsisten saja menjalankan apa yang sudah kamu lakukan sekarang.
Belum? Tak perlu khawatir. Masih ada waktu untuk memperbaikinya, dan selalu akan ada peluang untuk belajar perencanaan keuangan pribadi dengan lebih baik.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Dana Darurat dan Tabungan: Beda atau Sama?
Kamu pasti sudah tahu, betapa pentingnya memiliki tabungan dan membangun dana darurat yang ideal dalam rencana keuangan. Dengan adanya dua hal ini, keuangan di masa depan yang lebih aman.
Tapi ternyata, masih banyak yang rancu mengartikan keduanya. Dianggap sama, padahal keduanya punya fungsi yang berbeda.
Apa beda dana darurat dan tabungan? Nah, mari kita bahas dalam artikel kali ini.
Dana Darurat
Mari kita mulai dari pengertian dana darurat.
Dana darurat merupakan cadangan dana yang bisa kita manfaatkan untuk menghadapi kondisi yang darurat. Seperti yang selalu ditekankan oleh trainer QM Financial, bahwa dana ini merupakan salah satu tujuan keuangan yang paling penting dan utama yang harus dipenuhi dulu oleh setiap orang.
Jadi, bisa dibilang, bahwa dana darurat merupakan tulang penopang untuk rencana keuangan. Tanpa adanya cadangan dana ini, rencana keuangan akan dibayangi oleh risiko-risiko yang bisa terjadi di sepanjang perjalanan kita mewujudkan rencana.
Pastinya hal itu tidak kita inginkan, bukan?
Penggunaan Dana Darurat
Tujuan dari dana darurat adalah agar kita mempunyai dana yang cukup, yang bisa dipakai dulu untuk mengatasi masalah yang ada atau ketika muncul kondisi darurat, tanpa harus mengganggu cash flow harian.
Apa sih yang disebut dengan kondisi darurat ini?
Di antaranya:
- Tertimpa musibah, misalnya rumah kena banjir, untuk bersih-bersih dan memperbaiki yang rusak setelah banjir.
- Kehilangan mata pencaharian, misalnya terkena dampak pandemi sehingga bisnis menurun, atau terkena PHK, untuk menyambung napas sampai mendapatkan pekerjaan atau pemasukan lagi.
- Peralatan rusak, misalnya laptop yang biasa dipakai kerja, untuk biaya servisnya.
- Sakit, tetapi belum bisa mengklaim asuransi karena satu dan lain sebab.
Dengan adanya cadangan dana ini, kita bisa mengatasi masalah dan menyambung napas tanpa harus mengambil tabungan, yang mungkin sudah punya tujuannya sendiri.
Berapa Besarnya?
Idealnya, buat kamu yang masih single dan belum ada tanggungan, dana darurat harus mencukupi untuk hidup selama 4 kali pengeluaran bulanan.
Nah, jika kamu sudah menikah, apalagi sudah punya anak, maka besarannya harus disesuaikan juga. Sila cek artikel yang mengulas khusus tentang dana darurat ini ya, supaya lebih jelas.
Dana darurat bisa disimpan dalam bentuk rekening bank, reksa dana, juga deposito, sejauh instrumen tersebut dijamin keamanannya dan bisa dengan cepat dicairkan.
Tabungan
Tabungan adalah dana yang sudah ada peruntukannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan terbesarnya, lantaran dana darurat disimpan untuk “kondisi darurat” tanpa kita tahu kondisi daruratnya seperti apa.
Biasanya tabungan bisa dalam bentuk rekening bank, atau juga bentuk lain. Berbeda dengan dana darurat yang lebih mengutamakan keamanan dan likuiditas—atau kecepatan pencairan—tabungan bisa jadi dalam bentuk investasi, yang artinya dalam dikembangkan dengan potensi imbal yang menjanjikan. Meski demikian, tetap harus juga memperhatikan aspek keamanan dan likuiditasnya.
Besarnya Berapa?
Dalam ilmu mengelola keuangan, biasanya disarankan untuk kita bisa menabung setidaknya 10% dari penghasilan rutin kita setiap bulan. Nah, mau dialokasikan di mana, itu pastinya tergantung kondisi dan tujuan menabung masing-masing.
Target jumlahnya sudah pasti enggak tergantung pada berapa kali pengeluaran bulanan, melainkan secara nominal dengan jelas. Misalnya, satu juta, dua puluh juta, tiga miliar, dan seterusnya.
Penggunaan Tabungan
Tabungan biasanya sudah punya jatah sendiri, mau dipakai untuk apa. Misalnya untuk membeli gadget baru, buat kurban dan ngerayain Lebaran, atau yang lainnya.
Berikut beberapa hal yang biasanya menjadi alasan kita memiliki tabungan:
- Untuk pensiun, kita bisa menabung melalui DPLK, DPPK, atau bisa membuat tabungan sendiri. Dengan saham, misalnya, atau dengan instrumen yang lain.
- Untuk DP rumah, buat yang pengin punya rumah sendiri. Selain memikirkan skema untuk kredit, jika memang mau ambil, DP rumahnya sendiri juga butuh nominal yang enggak sedikit loh!
- Buat nikah, karena sudah enggak zamannya menikah dengan menjadi beban orang tua, betul?
- Liburan, beli mobil, beli gadget baru, dan seterusnya
Nah, itu dia perbedaan mendasar antara dana darurat dan tabungan yang perlu kamu tahu.
Mau tahu lebih banyak tentang dana darurat? Kamu bisa mempelajarinya di Udemy loh! QM Financial punya modul yang mencakup ilmu membangun dana darurat ini di Journey for Singles.
Enaknya belajar di Udemy, kamu enggak terikat oleh waktu. Kamu bisa mempelajari semua materi kapan pun, karena aksesnya lifetime untuk sekali pembayaran saja.
Asyik kan?
Yuk, belajar bareng di Udemy. Tim QM Financial tunggu di sana ya!
Financial Freedom Bukan Garis Finis, Ini yang Harus Kamu Lakukan Kalau Nggak Mau Turun Level Lagi!
Financial freedom barangkali adalah tujuan keuangan level tertinggi yang bisa dicapai oleh seseorang. Pasalnya, ya pada level ini, kita tak lagi harus merisaukan masalah keuangan.
Kita dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar plus menjalani gaya hidup yang kita inginkan, tanpa memusingkan lagi masalah ketersediaan dana. Bahkan dalam level ini, seandainya kita memutuskan untuk pensiun hari ini juga, kita bisa melakukannya tanpa ragu.
Berarti saat sudah mencapai level financial freedom, kita bebas mau ngapain saja? Iya, bebas. Tapi, ada satu fakta yang belum banyak disadari soal financial freedom ini. Yaitu, bahwa financial freedom itu bukanlah garis finis. Bahkan, kita bisa saja turun level, sehingga tak lagi merasakan kebebasan finansial lagi, jika kita tak berupaya mempertahankannya.
Loh, kok bisa?
Nah, yuk, disimak dulu artikel ini sampai selesai ya.
Apa Itu Financial Freedom?
Mari kita mulai dulu dari makna financial freedom itu sendiri. Sebenarnya ini akan dengan mudah kita pahami, kalau kita sudah tahu ciri dari orang-orang yang sudah mengalami kebebasan finansial.
Biasanya mereka itu:
- Sudah enggak punya utang
- Bisa menjalani gaya hidup, hobi mahal, atau hal-hal yang menarik minat tanpa khawatir tabungan berkurang
- Punya penghasilan pasif, dari aset aktif
Jadi, intinya, financial freedom adalah kondisi ketika orang sudah memiliki aset tertentu yang kemudian dapat memberinya penghasilan tanpa ia harus bekerja aktif, dan dengan penghasilan itu, ia bisa memenuhi segala kebutuhan dasar plus gaya hidup yang ingin dijalaninya.
Lalu, bagaimana cara mewujudkan kondisi financial freedom ini?
Jalan Menuju Financial Freedom
Kalau melihat definisinya, barangkali nyali bisa ciut. Tapi, sebenarnya hal ini bukan hal yang mustahil untuk dicapai oleh semua orang. Hanya butuh niat dan konsistensi.
1. Atur cash flow
Hal pertama yang harus dipastikan dulu demi bisa mencapai financial freedom adalah keuangan yang sehat. Ini artinya adalah cash flow positif, tidak besar pasak daripada tiang.
Karena itu, pengetahuan dan skill mengatur keuangan yang baik menjadi hal yang sangat penting. Mulailah belajar mengatur keuangan sejak kamu menerima gaji pertama. Namun, bukan berarti terlambat juga, bagi kamu yang sekarang baru mulai belajar mengelola keuangan dengan baik. Yang penting, mulai dulu.
2. Bangun aset aktif
Jika keuangan sudah sehat, maka step berikutnya adalah membangun aset aktif, yang nantinya dapat meng-generate penghasilan secara pasif. Dengan begini, kamu akan bisa mendapatkan pemasukan tanpa kamu harus bekerja secara aktif, dan menukarkan waktu, tenaga, dan pikiran dengan imbalan berupa uang.
Di sinilah inti dari financial freedom, yaitu ketika kamu bebas menggunakan waktumu untuk berbagai hal, tanpa mengkhawatirkan masalah keuangan.
3. Miliki jaring pengaman yang kuat
Apalah artinya memiliki penghasilan pasif, jika kamu tak punya perlindungan terhadap aset terpenting: dirimu sendiri.
So, ini juga merupakan salah satu aspek penting dalam perjalanan mewujudkan financial freedom kamu, yang tak boleh diabaikan. Yaitu memiliki asuransi yang cukup dan dana darurat yang ideal.
Setelah Mencapai Financial Freedom
Setelah mencapai financial freedom, lalu apa? Bersenang-senang? Kan, katanya, tak perlu lagi mengkhawatirkan keuangan?
Betul. Memang di level ini, kondisi keuangan kita sudah sangat baik dan sehat, sehingga tanpa kita harus bekerja secara aktif pun, kita tetap bisa memenuhi kebutuhan. Namun, ada satu hal yang perlu disadari juga: bahwa level ini bukanlah garis finis.
Mencapai financial freedom bukann akhir dari perjalanan kita. Justru, ini adalah langkah awal menapaki fase baru dalam hidup. Kalau kita tak bisa mengupayakan untuk mempertahankannya, kita bisa saja turun level dari financial freedom.
Lalu, apa yang harus kita lakukan?
1. Kelola aset dengan baik
Aset bisa habis? Bisa banget, kalau enggak dikelola dengan baik. Misalnya saja, punya bisnis resto yang bisa memberimu penghasilan pasif. Karena pengelolaannya kurang baik, resto pun bisa bangkrut. Begitu juga jika kamu memiliki surat berharga sebagai aset aktif. Risiko untuk menurun nilainya akan selalu ada.
Karena itu, kita perlu melakukan review dan evaluasi terhadap portofolio aset secara berkala, untuk memastikan, bahwa semua berjalan sesuai rencana kita. Jika ada yang kurang baik perkembangannya, kita bisa langsung mencari solusi untuk mengatasinya.
2. Tetap menabung
Meski sudah mencapai financial freedom, kita juga masih tetap perlu menabung. Mengapa? Karena kondisi bisa saja berubah.
Seperti ketika terjadi penurunan nilai surat berharga, atau bisnis terkendala, atau bisa juga properti kita belum ada yang menyewa lagi. Kondisi-kondisi yang di luar kendali kita bisa terjadi kapan pun, bukan?
Karena itulah, tabungan dan dana darurat harus selalu dipastikan aman.
3. Hidup sesuai kemampuan
Adalah penting untuk tetap bisa hidup sesuai kemampuan, meskipun kita tak perlu lagi mengkhawatirkan terjadinya masalah keuangan.
Kebiasaan hidup sesuai kemampuan membuat kita enggak halu, sehingga kita akan tetap waspada jika ada risiko-risiko yang berpotensi muncul.
Nah, bagaimana? Paham kan, kenapa financial freedom bukanlah garis finis kita dalam pengelolaan keuangan. Level financial freedom sama seperti fase lain dalam kehidupan kita; tetap perlu upaya untuk mengelola dalam mempertahankannya, agar kita tak turun level.
Kesemua hal tersebut bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
3 Langkah Mengatur Keuangan dan Memperbaiki Kondisi yang Sudah Tak Sehat bagi Karyawan
Sebagai karyawan, banyak di antara kita yang masih terjebak dalam kondisi paycheck to paycheck, alias hidup dari gaji ke gaji. Baru terima gaji, banyak uang, lalu habis. Tanggal tua, merana, menghitung hari kapan gajian lagi. Kondisi ini jamak banget dijumpai, padahal sebenarnya bisa diatasi dengan satu hal saja: mengatur keuangan dengan lebih baik.
Yang namanya gaji, memang relatif. Kadang gaji kecil, ya cukup-cukup saja dipakai buat hidup. Gaji besar kadang terjadi sebaliknya. Kok bisa gitu? Banyak sebab sih, karena kondisi orang juga berbeda satu dengan yang lain.
Ada yang memang tanggungannya banyak. Ada yang memang belum memiliki keterampilan yang cukup untuk mengatur uang, dan sebagainya.
Padahal, keuangan yang sehat adalah pangkal hidup sejahtera. Kita kan tak bisa memungkiri, bahwa hidup itu butuh biaya. Karena itu, sudah pasti harus siap dengan biaya yang sepadan juga. Baik yang punya tanggungan banyak, ataupun yang memang belum punya keterampilan, semua bisa diatasi dengan satu cara: belajar mengatur keuangan.
Memang personal finance is very personal. Tak ada rumus yang sama untuk memperbaiki setiap masalah keuangan yang terjadi, karena semua tergantung kondisi masing-masing. Tetapi, untuk memperbaiki dan mengatur keuangan yang sudah telanjur tak sehat, kamu bisa mulai dari 3 langkah sederhana ini.
Memperbaiki Kondisi dan Mengatur Keuangan yang Sudah Tak Sehat
1. Perkecil rasio utang
Biasanya, utang memang jadi biang kerok tidak sehatnya keuangan kita. Rerata sih karena rasionya besar, lebih dari 30%.
Apakah ini yang juga terjadi padamu? Ayo, coba dihitung. Ada berapa cicilan yang harus kamu bayar setiap bulannya? Coba dibuat daftar yang terdiri atas besarnya utang total, besarnya bunga, berapa cicilannya, berapa lama lagi lunasnya, dan kepada siapa.
Memang harus detail ya, agar kamu bisa mendapatkan gambaran betapa tidak sehatnya kondisi keuangan kamu, sehingga kamu bisa membuat rencana untuk memperbaiki dan mengatur keuangan kamu.
Setelah daftarnya selesai, coba lihat, berapa total cicilannya? Apakah melebihi 30% dari penghasilan rutinmu? Jika iya, bisa jadi memang ini yang jadi ‘penyakit’-nya.
Segera cari solusi untuk bisa mengurangi rasio utang, hingga di bawah 30% ya. Butuh tekad dan niat yang besar, juga kerja keras untuk melakukannya.
2. Catat dan pantau cash flow
Salah satu ciri keuangan sehat adalah cash flow yang positif.
Cash flow adalah kelancaran antara uang masuk dan uang keluar. Jika pengeluaran lebih besar daripada pemasukan, maka itu berarti cash flow kamu negatif. Sedangkan, jika pemasukan lebih besar daripada pengeluaran, maka ini artinya cash flow positif, dan inilah yang disebut dengan kondisi keuangan yang sehat.
Untuk bisa menentukan apakah positif atau negatif, maka kamu perlu membuat catatan pengeluaran dan pemasukan dalam satu bulan. Nanti akan terlihat bagaimana kondisinya, apakah pengeluaran lebih besar daripada pemasukan?
Jika pengeluaran sama dengan atau memang lebih besar daripada pemasukan, maka kamu perlu untuk segera mengatur keuangan kamu. Cari bagian mana dalam pengeluaran kamu yang memiliki porsi besar. Lalu cermati, apakah memang perlu sebesar itu? Bisakah dikurangi? Teliti juga bagian lainnya yang mungkin bisa membuatmu boncos berkepanjangan.
3. Buat tujuan keuangan dan disiplin
Bisa jadi, kondisi keuanganmu tak sehat disebabkan karena kamu tak punya tujuan keuangan. Buatmu, hidup ya gini-gini aja. Just go with the flow. Mengikuti ke mana angin berarah. Tsah.
Yah, enggak salah sih. Kadang memang ada tipe orang santuy seperti ini. Kita toh enggak boleh menghakimi, ya kan?
Namun, tanpa tujuan memang hanya membuatmu di situ-situ saja. Ibarat mau pergi, pastinya kita akan menentukan tujuan. Baru kemudian mencari tahu, berapa lama perjalanannya, dan bisa naik apa agar sampai ke tujuan tersebut.
Begitu juga dengan hidup. Tujuan keuangan itu penting untuk kita miliki, agar kita bisa maju dan lebih baik. Setelah ada tujuan keuangan, baru deh kita tentukan jangka waktu dan instrumen yang cocok agar bisa mewujudkan tujuan tersebut.
So, enggak heran kan, kalau keuangan kamu nggak jelas, karena tujuan hidup aja enggak ada.
Jadi, mau ngapain ke depannya? Mau menikah? Mau sekolah lagi, lanjut ke jenjang berikutnya? Mau liburan ke luar negeri? Mau beli mobil baru? Mau beli rumah? Mau umrah? Kesemua inilah yang disebut tujuan keuangan. Tentukan dulu, baru kemudian tanyakan, kapan mau mewujudkannya?
Dengan adanya tujuan, hidup kamu akan lebih fokus dan tertarget. Kamu juga termotivasi untuk mengatur keuangan lebih baik, dan akhirnya bisa menyehatkan kondisi keuanganmu.
Yuk, belajar mengatur keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Karyawan Selalu Besar Pasak daripada Tiang? Mungkin Ini Dia 3 Penyebabnya
Dalam beberapa kali kesempatan training keuangan untuk karyawan, sering kali dibahas, bahwa salah satu masalah keuangan karyawan yang umum terjadi adalah ketika besar pasak daripada tiang.
Kondisi besar pasak daripada tiang yang menjadi salah satu masalah keuangan yang umum terjadi pada karyawan ini merupakan kondisi ketika pengeluaran lebih besar daripada pemasukan. Pada dasarnya, ini berarti ada masalah pada pengelolaan arus kas, atau cash flow keuangan pribadi kita.
Mari cek dulu video mengenai masalah keuangan yang umum terjadi pada karyawan berikut ini.
Tanda-tanda yang umum terjadi untuk menggambarkan kondisi keuangan besar pasak daripada tiang misalnya:
- Gaji selalu nggak bisa dipakai sampai gajian berikutnya tiba. Selalu habis di tengah jalan.
- Nggak tahu ke mana saja uang pergi
- Nggak juga bisa menabung, padahal sudah cukup lama kerja
- Utang semakin membengkak, dan makin sulit juga untuk membayar cicilannya
Sungguh kondisi-kondisi yang tak sehat, ya kan? Terus, gimana dong ya?
Ya, sudah pasti, hal ini harus diatasi, kalau kita enggak mau kondisi ini terjadi terus-terusan. Ya masa sampai segini hari, tabungan nggak punya, nggak tahu ke mana saja uang pergi, bahkan utang juga semakin bengkak aja, alih-alih menyusut?
So, akan lebih baik kita cari tahu dulu apa penyebabnya. Dengan mengetahui akar permasalahan, pastinya nanti kita kemudian akan dapat mencari solusi yang paling tepat untuk mengatasi hal ini, dan juga mencegahnya agar jangan sampai terulang lagi.
Penyebab Besar Pasak daripada Tiang
Hal ini memang sangat biasa terjadi, tetapi penyebabnya bisa bermacam-macam. Berikut ini beberapa di antaranya.
1. Kebutuhan vs keinginan
Salah satu penyebab terjadinya besar pasak daripada tiang adalah ketika kita merasa kebutuhan banyak sekali. Semua hal adalah kebutuhan, padahal sebenarnya ada sebagian besar yang merupakan keinginan semata.
Mau beli Iphone keluaran terbaru biar nggak kalah kalau pas hangout sama teman-teman di kafe: kebutuhan atau keinginan? Mau beli smartphone yang mumpuni, supaya jualan online shopnya lebih lancar; biar foto produknya lebih oke, jawab chat pelanggan juga lebih cepat, bisa muat banyak foto juga: kebutuhan atau keinginan?
Dua-duanya sama-sama beli smartphone, tetapi ada perbedaan kecil yang ternyata bawa efek besar di situ. Memang, tak semua “beli HP terbaru” itu nggak baik buat kesehatan keuangan. “Beli HP terbaru” bisa jadi memang jadi kebutuhan tapi bisa jadi juga merupakan keinginan semata.
Ketidakmampuan kita untuk membedakan keinginan dan kebutuhan akhirnya dapat berakibat pada kondisi keuangan yang besar pasak daripada tiang itu tadi. Pasalnya, semua-mua dianggap kebutuhan, padahal enggak. Ada hal-hal yang bisa digantikan dengan hal lain yang lebih murah dan terjangkau harganya, tetapi fungsi dan kualitasnya sama. Ada juga hal-hal yang bisa ditunda dulu, karena tidak terlalu mendesak dan penting.
2. Terlalu banyak utang
Punya utang memang tak dilarang, tapi kalau kebanyakan—meski itu utang produktif—bisa jadi bikin keuangan jadi kacau juga.
Idealnya, utang jangan sampai melebihi 30% dari penghasilan kamu. Tapi yah, entah apa alasannya, juga situasi dan kondisinya, utang bisa saja melebihi rasio ideal itu. Terang saja, besar pasak daripada tiang kan?
Pasalnya, cicilan juga akan lebih banyak. Kalau sampai alokasi kebutuhan dasar ikut “kemakan” sama cicilan utang, waduh … bakalan datang masalah keuangan lain lagi tuh. Parahnya, kalau kemudian hal ini membuat kita jadi gali lubang tutup lubang.
Waduh!
3. Terlalu impulsif
Impulsif, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya bersifat cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati.
Impulsif ini akan sangat berisiko memunculkan kondisi besar pasak daripada tiang ketika dilakukan saat belanja. Apalagi kalau yang namanya diskon, cashback, promo, dan sejenisnya itu ikut campur. Wah … bahaya.
Ketiga hal di atas hanya sebagian kecil penyebab mengapa besar pasak daripada tiang bisa terjadi. Barangkali juga kamu mengalami hal lain. Bisa jadi, kebutuhan keluarga kamu memang besar, karena kamu merupakan sandwich generation.
Lalu bagaimana cara mengatasinya?
Ada beberapa cara nih, yang bisa kamu coba:
- Hitung kebutuhanmu serealistis mungkin; berapa penghasilan dan berapa bujet bulanan harus sesuai fakta.
- Susun ulang prioritas pengeluaran: mana yang penting dan mendesak, penting tapi tak mendesak, mendesak tetapi kurang penting, dan tak penting-tak mendesak. Pangkas pengeluaran sebisanya, dan buat bujet.
- Tambah penghasilan, cari cara lain untuk mendapatkan pemasukan tambahan; dagang, atau side hustle.
Silakan baca artikel Gaji Kecil: Pangkas Pengeluaran atau Tambah Penghasilan? ini juga ya.
Apakah kantor atau komunitasmu mengalami masalah keuangan yang sama? Ataukah, punya kebutuhan training finansial yang lain? Sila kontak WA 0811 1500 688 untuk mendiskusikan kebutuhan training finansialmu. Semua modul dibuat SIMPEL, PRAKTIS, dan tentu saja FUN!
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Sebelum Merencanakan Dana Pendidikan, Jawab Dulu 5 Pertanyaan Ini!
Merencanakan dana pendidikan perlu dilakukan sejak dini, agar saat anak memasuki usia sekolah, orang tua nggak bingung mencari sumber dana untuk membiayainya. Idealnya sih, memulai menabung dana pendidikan sejak si kecil masih dalam kandungan. Tapi tentunya tetap bisa disesuaikan dengan kemampuan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa dana pendidikan setiap tahunnya mengalami kenaikan. Dan sebagai orang tua, kita memerlukan persiapan dana untuk berbagai jenjang pendidikan mulai dari PAUD hingga kuliah.
Menurut Badan Pusat Statistik, biaya pendidikan di Indonesia setiap tahunnya naik rata-rata 10-20%. Sedangkan di sisi lain, kenaikan gaji orang tua menurut survei Kelly Services Indonesia berkisar 7-10% per tahun.
Melihat ‘ketimpangan’ kenaikan antara biaya pendidikan dan gaji orang tua, tentunya menimbulkan kecemasan. Bisa nggak meng-cover dana pendidikan hingga si kecil lulus kuliah?
Well, menyiapkan dana pendidikan memang bukanlah perkara mudah, ada banyak hal yang mesti dipikirkan untuk melakukannya. Untuk membantu merencanakannya, sebaiknya jawab dulu pertanyaan di bawah ini.
Sebelum Merencanakan Dana Pendidikan, Jawab Dulu 5 Pertanyaan Ini!
1. Kriteria sekolah seperti apa?
Memulai merencanakan dana pendidikan, coba cari tahu dulu yuk, kriteria sekolah yang si kecil inginkan seperti apa?
Barangkali jika si kecil masuk PAUD, TK atau SD masih bisa diarahkan oleh orang tua. Tapi, perlu diingat, jangan memaksakan si kecil untuk masuk sekolah yang kurang cocok untuk karakternya. Orang tua wajib mencari tahu, yang seperti apa yang sesuai untuk anak, berdasarkan karakter si anak.
Sekarang ini ada sekolah swasta, negeri dan madrasah. Orang tua bisa memberikan penjelasan ke anak-anak sekolah ini seperti apa nantinya. Bahkan ada juga pilihan home schooling. Nah, ini nanti biayanya juga akan berbeda.
Beberapa faktor yang memengaruhi kriteria sekolah antara lain:
Fasilitas
Fasilitas yang ada di sekolah akan menjadi pertimbangan. Coba cari tahu dulu fasilitas sekolah yang menjadi pilihan. Cari beberapa opsi sekolah, lalu bikin senarai kelebihan dan kekurangan masing-masing sekolah.
Jarak
Jarak terutama akan jadi pertimbangan jika kita hendak memilih sekolah negeri. Ada jalur zonasi dengan kuota terbesar yang menjadi faktor penentu.
Selain itu, jarak berpengaruh juga akan ongkos transportasi yang akan dikeluarkan.
Biaya
Tentunya ini komponen penting juga dalam memilih sekolah. Karena walaupun jarak dan fasilitas sudah sesuai keinginan tapi biayanya tidak, otomatis orang tua mesti cari alternatif lainnya.
2. Berapa biaya pendidikan?
Ini adalah pertanyaan krusial karena menentukan seberapa besar dana pendidikan yang mesti disiapkan. Untuk biaya pendidikan ini tidak boleh asal hitungan, cara terbaik yang harus ditempuh adalah datang ke sekolah dan menanyakan berapa total biaya pendidikan saat masuk sekolah dan setiap kenaikan kelas.
Biasanya ketika masuk sekolah ada beberapa komponen biaya yang harus dibayarkan :
- Uang gedung
- Uang kegiatan
- Uang buku
- Uang seragam
- Daftar di awal
- SPP
Tentunya untuk uang gedung dan SPP ini berlaku di sekolah sekolah swasta, sedangkan di sekolah negeri tidak ada komponen biaya ini. Untuk biaya kenaikan kelas biasanya tiap jenjang berbeda-beda, misalnya naik kelas dua SD biayanya beda dengan kelas tiga, begitu seterusnya.
Untuk menghitung total biaya, ada faktor-faktor yang memengaruhi kenaikan biaya.
Inflasi
Dana pendidikan mendapat ‘imbas’ dari inflasi. Untuk Indonesia rata-rata inflasi per tahun sebesar 3%. Kalau mau lebih pasti, cari infonya di akun media sosial BPS ya.
Standar pendidikan
Setiap sekolah akan berusaha meningkatkan kualitas pendidikan setiap tahun sebagai bentuk permintaan masyarakat. Dalam meningkatkan standar kualitasnya, membutuhkan biaya tambahan yang lumayan banyak. Dan biaya ini pun akan dibebankan ke orang tua melalui iuran dan uang pangkal.
3. Berapa alokasi penghasilan per bulan?
Besaran alokasi penghasilan per bulan tergantung berapa besar dana yang dibutuhkan untuk pendidikan si kecil. Dan ini bisa berubah setiap tahun karena ada kenaikan gaji misalnya.
Nah, ini tidak bisa kita buat dengan angka pasti ya. Sesuaikan dengan gaji yang dimiliki dan pos pengeluaran lainnya.
Yang pasti, tetaplah disesuaikan dengan kemampuan. Seperti kata Mba Ligwina Hananto, “Jangan halu.”
Ini ada video yang sebaiknya disimak, jika kamu ingin mengatur cash flow, agar tujuan keuangan dana pendidikan bisa direncanakan dengan baik.
4. Berapa lama waktu menabung dana pendidikan?
Memutuskan memiliki anak berarti juga mesti siap dengan dana pendidikan yang harus disiapkan. Seperti yang diungkapkan di atas, idealnya disiapkan sejak si kecil masih dalam kandungan. Tapi, faktanya, timing setiap orang itu berbeda-beda.
Cara yang bisa diambil untuk menentukan lamanya waktu menabung adalah dari jumlah anak, lalu diperhitungkan setiap jenjangnya.
5. Produk keuangan apa yang cocok?
Ada banyak produk keuangan yang bisa dipilih untuk menyiapkan dana pendidikan, tinggal menyesuaikan profil risiko dan imbal hasilnya.
Tapi, yang perlu diingat adalah dana yang mesti disiapkan tidak sedikit dan nilainya akan terus bertambah setiap tahunnya. So, jika memilih instrumen agresif, pastikan dimanfaatkan untuk jangka waktu yang sesuai. Di atas 5 tahun misalnya. Jika di bawah 5 tahun, ada baiknya memilih instrumen yang lebih konvensional. Dana pendidikan adalah tanggung jawab orang tua yang mesti ditunaikan. Rencanakan dengan detail agar ke depannya, keluarga kita nggak mengalami masalah keuangan. Jangan lupa untuk selalu berdiskusi dengan pasangan dalam merencanakannya, ya.
Ikut kelas-kelas finansial online QM Financial yang khusus bahas dana pendidikan yuk! Cek jadwalnya, dan segera daftar ya.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Cara Mengatur Keuangan Rumah Tangga Setelah Hadirnya Si Buah Hati
Kehadiran buah hati merupakan momen yang ditunggu bagi setiap pasangan suami istri pada umumnya. Tak jarang, berbagai persiapan telah dilakukan demi menyambut kehadiran si kecil mulai dari perlengkapan bayi seperti pakaian, selimut, handuk, sampai kaus kaki. Meski demikian, kebahagiaan yang bertambah di tengah keluarga karena hadirnya si buah hati ternyata juga memiliki pengaruh terhadap kondisi keuangan rumah tangga.
Iya sih, pastinya. Tapi, sampai seberapa besar?
Coba kita lihat.
Pos Keuangan yang Bertambah
Seperti pada umumnya, orang tua pasti ingin yang terbaik bagi anak sejak masih ada dalam kandungan. Kita ingin nantinya anak-anak kita makan makanan sehat dengan gizi yang baik, berpakaian yang pantas, dalam kondisi sehat dan bahagia, hingga akhirnya bisa mendapatkan pendidikan yang terbaik juga. Betul kan?
Nah tuh, semua itu kan butuh uang. Iya nggak?
Apa saja yang bertambah dalam pengelolaan keuangan rumah tangga? Bisa jadi banyak dan berbeda antara keluarga satu dengan yang lain. Tapi pada umumnya pasti ada beberapa pos biaya seperti di bawah ini:
1. Perlengkapan bayi
Biaya perlengkapan untuk bayi seperti pakaian, mainan, dan juga berbagai printilan lain untuk perawatan bayi biasanya merupakan pos biaya yang paling sering keluar dan juga jumlahnya besar.
2. Babysitter
Mengasuh anak sendirian bukanlah perkara mudah, apalagi bagi ibu bekerja. So, bisa jadi butuh jasa pengasuh atau babysitter yang biayanya jauh lebih tinggi dibandingkan gaji asisten rumah tangga biasa. Ya, karena job desc-nya juga lebih rumit. Apalagi buat babysitter newborn baby.
3. Asuransi
Asuransi kesehatan dan asuransi jiwa merupakan jenis perlindungan yang biasanya akan dibeli oleh orang tua untuk memberikan jaminan masa depan kepada anak tersayang, dan bisa memengaruhi cash flow dalam anggaran keluarga.
Meski pos-pos biaya seperti yang telah disebutkan di atas tampak esensial bagi perkembangan si buah hati, namun orang tua sebaiknya lebih bijak dan cermat dalam menyusun keuangan rumah tangga, agar tidak terlalu boros dan menggerus dana simpanan yang bisa dijadikan sebagai dana tabungan.
Mengatur Keuangan Rumah Tangga Setelah Memiliki Anak
Berikut ini adalah beberapa tip yang bisa diterapkan dalam mengatur keuangan rumah tangga setelah kelahiran si buah hati:
1. Mengetahui Skala Prioritas
Anak memang merupakan prioritas bagi orang tua dalam segala hal. Meski demikian, tak semua kebutuhannya menjadi prioritas yang harus dipenuhi saat itu juga.
Daripada membelikan bayi pakaian mahal yang jumlahnya berlebihan, lebih baik alokasikan dana tersebut pada kebutuhan lain yang lebih berguna, misalnya untuk biaya vaksinasi dan asuransi. Karena bayi-bayi akan tumbuh, pakaian paling umurnya juga hanya beberapa bulan saja dipakai. Selanjutnya, akan butuh pakaian lagi dengan ukuran yang lebih besar. Betul?
Pengalaman mengajarkan, baju bayi itu nggak usah banyak-banyak. Cuci-kering-pakai juga nggak masalah, karena toh nanti dia akan segera butuh baju dengan ukuran yang lebih besar. Baru nanti kalau sudah usia remaja, mulai deh, awet bajunya.
Jadi, pilah prioritas kita. Bisa jadi, bukan baju yang diturunkan prioritasnya, tapi yang lain. Ya nggak masalah, karena kondisinya akan berbeda antara keluarga yang satu dengan yang lain. Yang penting, fokus pada kebutuhan.
2. Membuat Anggaran Sesuai Penghasilan
Setelah mengetahui prioritas kebutuhan keluarga, buat anggaran bulanan dan sesuaikan dengan penghasilan yang dimiliki. Anggaran ini berupa pos-pos biaya bulanan, dan juga pos untuk tabungan.
Usahakan untuk menepati anggaran yang telah dibuat, salah satunya dengan menghindari belanja impulsif hanya karena melihat handuk lucu untuk bayi di supermarket.
Percayalah, bayi tuh belum mengerti sekalipun itu adalah handuk mahal limited edition.
Penuhi kebutuhannya secara wajar sesuai dengan kemampuan. Jangan terlalu memaksa untuk memberikan barang-barang premium yang justru bisa mengacaukan keuangan rumah tangga.
3. Catat Pengeluaran
Setelah mengetahui menyusun anggaran, jangan lupa untuk mencatat pengeluaran bulanan dengan rinci. Hal ini akan sangat membantu kita untuk mengelola keuangan rumah tangga dan mengetahui pos biaya manakah yang membuat cash flow terganggu, yang bisa dihindari pada bulan berikutnya.
Banyak keputusan orang tua menjadi tidak realistis dan hanya berdasarkan emosi semata ketika melibatkan buah hati mereka. Sebagian besar beranggapan bahwa untuk anak, mereka tidak akan banyak perhitungan demi memberikan segala yang terbaik.
Pemikiran ini tidaklah salah, namun, memberikan yang terbaik bagi anak bukan berarti memberikannya segala sesuatu yang mahal dan di luar kemampuan orang tuanya.
Jangan sampai hanya demi membahagiakan anak, kondisi keuangan menjadi tidak. Bijaklah dalam menyusun keuangan, agar keluarga tetap bahagia dan sejahtera.
Kalau belum paham gimananya, ya, belajar dulu yuk! Ada nih, modul di Udemy yang cocok buat pasangan yang pengin belajar mengelola keuangan rumah tangga. Judul modulnya Financial Journey for Married Couples.
Enaknya belajar di Udemy, kamu enggak terikat oleh waktu. Kamu bisa mempelajari semua materi kapan pun, karena aksesnya lifetime untuk sekali pembayaran saja.
Asyik kan?
Yuk, belajar bareng di Udemy. Tim QM Financial tunggu di sana ya!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Melakukan Investasi Karena Memaksakan Diri Menimbulkan 3 Bahaya Ini!
Setiap orang menginginkan masa depan yang cerah tanpa adanya masalah finansial. Dengan alasan tersebut, kini banyak orang yang melakukan investasi. Bahkan, menurut data KSEI, proporsi investor yang mendominasi pasar modal per akhir April 2021 kemarin adalah dari kalangan pelajar. Tentu, ini adalah berita baik. Ya kan?
Memang, saat ini teknologi yang semakin berkembang pesat ikut memicu semakin mudahnya kita melakukan investasi. Semakin banyak opsi, dengan prosedur yang mudah, membuat siapa saja bisa berinvestasi sesuai tujuan masing-masing.
Namun, di sisi lain, popularitas investasi juga membawa suatu fenomena lain yang bisa menimbulkan masalah.
Salah satunya, ketika banyak orang yang menjadikan investasi sebagai sebuah gaya hidup atau tren belaka. Banyak influencer menampilkan portofolio, bahkan sampai menyebutkan “merek” emiten saham di media sosial, maka orang pun jadi kepingin melakukan investasi yang sama. Sayangnya, hal ini kurang diiringi dengan persiapan serta ilmu yang cukup. Akibatnya, banyak orang memaksakan diri melakukan investasi, tanpa banyak persiapan, dan pada akhirnya, menemui masalah yang justru membuat mereka berada dalam kesulitan.
Investasi yang seharusnya bisa membantu kita untuk mencapai tujuan keuangan, malah menambah beban hidup deh.
Padahal, untuk melakukan investasi, kamu perlu melakukan banyak persiapan dulu. Misalnya seperti memastikan cash flow kamu lancar, utang kamu sehat, dan memiliki proteksi yang cukup. Jika belum siap untuk melakukan investasi, maka sebaiknya tunda dulu investasimu.
Tak perlu memaksakan diri berinvestasi, apalagi jika belum mengenal risikonya.
Berikut 3 Hal yang Bisa Terjadi Jika Memaksakan Diri Melakukan Investasi Tanpa Persiapan
1. Lebih berisiko
Investasi tanpa ilmu akan membuatmu hanya berorientasi pada keuntungan, tanpa dapat juga memperhitungkan risikonya. Padahal, dalam investasi, risiko akan datang sepaket denga imbal atau return.
Hal ini akan dapat membahayakanmu. Ketika kamu tak dapat mengelola risiko dengan baik dalam investasi—apalagi jika kamu melakukan investasi pada instrumen yang cukup agresif—maka sekali nilai investasi turun karena kondisi pasar yang berubah, kamu pun akan mengalami kerugian yang besar.
Modal kamu berinvestasi dapat tergerus, bahkan habis sama sekali.
Meskipun memiliki peluang mendapatkan keuntungan yang tinggi, sebaiknya jangan terlalu tergiur untuk mengambil terlalu banyak risiko saat melakukan investasi dengan harapan mendapatkan return yang lebih tinggi.
Pendekatan terbaik yang perlu kamu lakukan adalah membangun portofolio investasi sesuai tujuan keuangan, dan memastikan kamu memilih investasi yang sesuai dengan profil risiko.
Salah satu cara mengelola risiko yang baik adalah ketika kamu sudah memilih instrumen investasi berupa saham, maka padukan dengan instrumen lain yang lebih lebih rendah risiko. Kamu bisa memilih instrumen investasi seperti emas, deposito atau obligasi.
Tanpa persiapan yang baik, rasanya akan mustahil untuk bisa memikirkan risiko ini dengan baik pula.
2. Melakukan investasi dengan dana hasil utang
Ini yang banyak terjadi belakangan. Karena tanpa persiapan yang baik, hanya ikut-ikutan dan FOMO, akhirnya memakai dana “panas” untuk berinvestasi.
Dana panas itu yang seperti apa? Misalnya, memakai dana yang bukan milik sendiri, atau bahkan sampai berutang untuk dibelikan saham. Padahal pasar modal tak pernah menjanjikan hasil yang selalu positif. Akan ada masa-masa ketika pasar bergerak negatif.
Inilah yang terjadi jika kita memaksakan investasi tanpa persiapan yang baik, mulai dari memastikan kondisi cash flow kita sehat sampai memiliki dana darurat yang memadai.
3. Menimbulkan trauma
Memaksakan diri melakukan investasi hanya karena ikut-ikutan biasanya juga tidak akan menimbulkan motivasi pada seseorang. Ketika investasi turun, biasanya niat untuk berinvestasi pun akan surut. Bahkan akan berakhir kekecewaan dan akhirnya trauma untuk melakukan investasi lagi.
Hal ini akan merugikan diri sendiri kan, akhirnya?
Padahal, ketika investasi dikelola dengan baik, banyak sekali manfaat yang bisa kamu dapatkan. Tapi, karena trauma, akhirnya seseorang bisa menjauhi investasi, bahkan menghindarinya dan memilih untuk menabung dananya saja di bawah bantal.
Sebenarnya ini juga tak masalah sih. Hanya saja, hal ini juga dapat menyebabkan kamu semakin sulit untuk mewujudkan mimpi dan tujuan keuanganmu.
Itulah hal yang bisa saja kamu hadapi jika kamu memaksakan diri untuk melakukan investasi karena hanya ikut-ikutan dan tanpa persiapan serta ilmu yang cukup.
Investasi merupakan salah satu hal yang bisa kamu jadikan alat untuk membantu kamu di masa yang akan datang. Namun, jangan memaksakan diri melakukan investasi karena banyak risiko investasi yang siap menyambutmu. Ada baiknya, kamu belajar dulu, terutama dalam mengenali berbagai instrumen investasi agar dapat memanfaatkannya secara maksimal.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.