Menjaga Prestasi Anak di Sekolah Tanpa Biaya Tambahan
Mendukung dan mendorong prestasi anak di sekolah menjadi salah satu prioritas utama bagi banyak orang tua. Tantangan muncul ketika harus menyeimbangkan antara keinginan untuk memberikan yang terbaik bagi anak dengan keterbatasan dana yang tersedia.
Kalau kamu menghadapi permasalahan seperti ini, well, kamu enggak sendirian. Faktanya, banyak keluarga menghadapi dilema ini, mencari cara efektif untuk mendukung pendidikan tetapi dengan biaya yang efisien.
Nah, untuk mengatasi permasalahan ini, sudah pasti kita harus kebutuhannya terlebih dulu. Bagaimana bisa kita memutuskan bahwa kita tidak mampu mendukung anak sekolah, kalau kebutuhannya saja kita ngeblank? Betul?
Menelusuri kebutuhan ini akan menjadi garis start rencana keuangan kita, dan kemudian trik untuk bisa mengoptimalkan keuangan tersebut.
Table of Contents
Biaya Keuangan yang Dikeluarkan untuk Dukung Prestasi Anak
Biaya keuangan yang biasanya dikeluarkan oleh orang tua untuk mendukung dan mendorong prestasi anak di sekolah dapat bervariasi tergantung pada kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Berikut adalah beberapa jenis biaya yang sering terlibat:
- Biaya Sekolah: Termasuk uang sekolah, biaya pendaftaran, dan biaya lain yang dibutuhkan untuk mengikuti program pendidikan di sekolah.
- Seragam dan Perlengkapan Sekolah: Membeli seragam sekolah, sepatu, tas, buku tulis, alat tulis, dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk kegiatan sehari-hari di sekolah.
- Buku Pelajaran dan Bahan Ajar: Pembelian buku teks dan bahan ajar lain yang mungkin tidak disediakan oleh sekolah.
- Les Tambahan dan Bimbingan Belajar: Biaya untuk les privat, bimbingan belajar kelompok, atau kelas tambahan yang membantu meningkatkan pemahaman atau keterampilan akademik tertentu.
- Transportasi: Biaya transportasi harian ke dan dari sekolah, terutama jika sekolah tidak menyediakan layanan bus sekolah atau jika sekolah berada jauh dari rumah.
- Kegiatan Ekstrakurikuler: Biaya untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, musik, seni, atau klub sains yang seringkali memerlukan biaya pendaftaran, perlengkapan, atau seragam khusus.
- Teknologi dan Perangkat Elektronik: Biaya untuk komputer, tablet, atau perangkat elektronik lain yang mungkin diperlukan untuk tugas sekolah atau pembelajaran online.
- Makanan dan Gizi: Biaya untuk makan siang sekolah atau snack yang memastikan anak mendapatkan nutrisi yang cukup selama berada di sekolah.
- Kesehatan dan Kebugaran: Biaya untuk menjaga kesehatan fisik dan mental anak, seperti biaya dokter, obat-obatan, atau kegiatan yang mendukung kesehatan mental dan fisik.
Duh, banyaknya!
Kalau dihitung, bisa jutaan bahkan sampai belasan dan puluhan juta setiap bulannya, tergantung lokasi dan kebutuhan.
Mengelola biaya-biaya ini membutuhkan perencanaan keuangan yang baik dan juga akan memerlukan prioritas dan pilihan yang bijaksana untuk memastikan bahwa semua kebutuhan pendidikan dan pengembangan anak dapat terpenuhi.
Mau ngirit? Ya, bisa saja. Coba kita lihat yuk, trik keuangan apa saja yang bisa kita lakukan untuk mengoptimalkan biaya ini, sementara tidak mengorbankan support terhadap prestasi anak.
Baca juga: Mengelola Keuangan Keluarga Tanpa Mengorbankan Kualitas Pendidikan Anak
Trik Keuangan untuk Tetap Support Prestasi Anak, tetapi dengan Keuangan yang Mandali
Mengelola biaya pendidikan anak agar tetap mandali—aman terkendali—memang bisa jadi cukup menantang. Namun, dengan perencanaan keuangan yang matang, orang tua bisa lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Berikut beberapa trik keuangan yang bisa diikuti.
1. Buat Anggaran Bulanan
Buatlah anggaran yang rinci mengenai pengeluaran bulanan, termasuk biaya sekolah, kursus, dan kegiatan ekstrakurikuler. Ini akan membantu kamu melacak ke mana saja uang mengalir dan memastikan bahwa pengeluaran enggak melebihi pendapatan.
2. Tabungan Pendidikan
Mulailah menabung untuk pendidikan anak sedini mungkin. Bisa dengan membuka rekening tabungan khusus pendidikan atau berinvestasi di instrumen yang aman seperti deposito atau reksa dana pendidikan.
3. Cari Sumber Pendanaan Alternatif
Manfaatkan beasiswa atau program bantuan pendidikan yang mungkin ditawarkan oleh sekolah, pemerintah, atau organisasi lainnya. Hal ini bisa banget dimanfaatkan demi mengurangi beban biaya pendidikan.
4. Manfaatkan Diskon, Promosi, atau Gratisan
Carilah toko buku atau supplier perlengkapan sekolah yang menawarkan diskon untuk pembelian dalam jumlah banyak atau saat periode tertentu, seperti awal tahun ajaran.
Ada juga beberapa sekolah yang tidak mewajibkan siswanya untuk membeli buku, tetapi menyediakannya di perpustakaan sekolah. Kalau ada fasilitas seperti ini di sekolah anak-anak, atau sejenisnya, jangan ragu-ragu untuk memanfaatkannya.
Baca juga: Sebelum Merencanakan Dana Pendidikan, Jawab Dulu 5 Pertanyaan Ini!
5. Gunakan Perlengkapan Bekas yang Masih Layak
Enggak selalu harus membeli buku, perlengkapan sekolah, atau seragam baru. Bisa jadi kamu bisa mendapatkan buku bekas dari senior atau seragam yang masih layak pakai. Kalau ada buku tulis atau buku catatan yang masih tersisa banyak, sarankan pada anak untuk melanjutkan sesuai mata pelajarannya. Jadi, enggak perlu selalu punya buku tulis baru.
6. Batasi Kegiatan Ekstrakurikuler
Memilih satu atau dua kegiatan ekstrakurikuler yang benar-benar bermanfaat bisa mengurangi pengeluaran dibandingkan jika anak terdaftar di banyak kegiatan yang biayanya bisa menumpuk. Manfaatkan ekskul yang sudah termasuk dalam biaya awal masuk sekolah, sehingga tak perlu menambah biaya lagi setelahnya.
Dengan berbagai strategi yang telah dibahas, memungkinkan untuk mendukung prestasi anak tanpa harus mengandalkan biaya tambahan. Hal ini menunjukkan bahwa kreativitas dan sumber daya yang ada di sekitar dapat dimaksimalkan untuk memberikan pendidikan yang berkualitas. Setiap langkah yang diambil untuk memanfaatkan peluang-peluang ini tidak hanya mengurangi beban finansial tetapi juga mengajarkan kepada anak pentingnya sumber daya dan cara menggunakannya dengan bijak.
Jadi, mempertahankan prestasi anak di sekolah bisa tercapai dengan pendekatan yang praktis dan ekonomis.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Kiat Memilih Sekolah Terbaik dengan Anggaran Terbatas
Memilih sekolah adalah salah satu keputusan penting yang harus diambil oleh orang tua dalam merencanakan masa depan anak-anak. Rumitnya, enggak cuma ada pertimbangan kualitas pendidikan, tetapi juga harus disesuaikan dengan anggaran keluarga yang sering kali terbatas.
Apalagi di zaman sekarang, ketika biaya pendidikan semakin melangit. Memilih sekolah yang tepat dapat menjadi tugas yang menantang.
So, memang kudu teliti dan telaten, karena ada berbagai faktor yang harus diperhatikan, seperti akreditasi sekolah, kurikulum, program ekstrakurikuler, serta lokasi dan fasilitas yang disediakan.
Table of Contents
Kiat Memilih Sekolah Terbaik sesuai Anggaran
Kalau boleh memilih sekolah, pasti semua orang tua penginnya menyekolahkan anak masing-masing di sekolah terbaik. Namun, lagi-lagi, manusia memang banyak maunya, sayangnya, sumber dayanya terbatas.
Kebutuhannya banyak, sementara duitnya ngepas. Jadi, harus diatur, supaya semua kebutuhan tercukupi dengan baik—termasuk untuk sekolah anak-anak.
Jadi, apa yang harus dilakukan?
Baca juga: Apa sih yang Menyebabkan Tingginya Biaya Sekolah? Bisa Jadi 5 Ini Alasannya!
1. Menentukan Prioritas
Dengan menentukan prioritas, orang tua bisa memilih sekolah menjadi shortlist yang tepat untuk anak masing-masing. Ada beberapa kriteria prioritas yang bisa dipertimbangkan:
- Kualitas pendidikan di sekolah yang bersangkutan, misalnya orang tua bisa memperhatikan reputasi sekolah, akreditasinya, hingga prestasi akademiknya. Misalnya jika memilih SMA, berapa persen lulusan tersebut yang bisa menjebol PTN? Nah, orang tua bisa mempertimbangkan sesuai value keluarga masing-masing.
- Lokasi, karena kita harus melihat fakta, bahwa transportasi adalah salah satu aspek yang bisa memberatkan finansial. Sekolah yang lokasinya dekat—katakanlah masih satu kota—pasti biayanya akan lebih ringan ketimbang harus bersekolah di lain kota. Ini juga ada kaitannya dengan hemat waktu.
- Fasilitas dan program sekolah juga menjadi salah satu bahan pertimbangan penting. Sesuaikan dengan minat dan bakat anak.
2. Riset dan Bandingkan Sekolah
Dalam memilih sekolah, kunjungi beberapa di antaranya yang sudah masuk ke dalam shortlist untuk melihat langsung fasilitas dan suasana belajar.
Konon, ada yang bilang, bahwa kalau pengin melihat sekolah itu apa adanya, maka berkunjunglah ke kantin dan duduk di sana beberapa saat. Dari sana akan terlihat bagaimana hubungan antara siswa.
Setelah itu, cek toiletnya. Jika toilet bersih, maka bisa dipastikan bagian lain dari sekolah juga bersih.
Hmmm, gimana nih? Mau coba cara ini juga?
Bandingkanlah satu sekolah dengan yang lainnya. Cari apakah ada testimoni dari orang tua siswa yang sudah bersekolah di tempat tersebut atau dari alumninya.
Umumnya, sekolah yang berkualitas juga memiliki ikatan alumni yang kuat dan solid.
3. Hitung Biaya
Saat mempertimbangkan biaya dalam memilih sekolah, penting untuk menghitung semua biaya yang akan dikeluarkan, termasuk biaya pendaftaran, uang pangkal, SPP, dan biaya tambahan lainnya seperti seragam, buku, kegiatan ekstrakurikuler, dan transportasi.
Memahami keseluruhan biaya ini dapat membantu orang tua merencanakan keuangan dengan lebih baik dan menghindari kejutan di kemudian hari.
Selain itu, cari tahu apakah sekolah menawarkan beasiswa, potongan harga, atau program bantuan finansial yang bisa meringankan beban biaya. Ada sekolah yang menyediakan beasiswa berdasarkan prestasi akademik, nonakademik, atau kriteria lainnya. Ini bisa dimanfaatkan loh.
Setelah informasi lengkap, buat anggaran pendidikan tahunan yang realistis dan pastikan total biaya yang diperlukan sesuai dengan kemampuan finansial keluarga. Dengan anggaran yang terencana, orang tua dapat memastikan bahwa pendidikan anak tidak akan terganggu oleh masalah keuangan.
4. Fokus pada Kebutuhan Anak
Iya, karena yang sekolah kan anaknya, bukan orang tuanya.
So, fokus pada kebutuhan anak sangat penting dalam memilih sekolah. Hal ini untuk memastikan mereka dapat belajar dan berkembang dengan optimal.
Selain itu, lingkungan sosial di sekolah harus dipertimbangkan, termasuk bagaimana anak akan berinteraksi dengan teman-teman sekelas dan guru. Nah, ini nih yang tadi bisa didapatkan dari nongkrong di kantin.
Lingkungan yang positif dan mendukung akan membuat anak merasa nyaman, termotivasi, dan mampu mencapai prestasi akademik serta perkembangan pribadi yang maksimal.
5. Komunikasi dengan Sekolah
Komunikasi yang baik dengan sekolah adalah kunci untuk memastikan bahwa pilihan orang tua tepat dan memenuhi harapan. Jadi, jangan ragu untuk mengajukan pertanyaan kepada pihak sekolah mengenai hal-hal yang penting. Mulai dari kurikulum sampai biayanya.
Mintalah rincian biaya secara lengkap, termasuk biaya pendaftaran, SPP, uang pangkal, dan biaya tambahan lainnya. Pastikan bahwa semua biaya dijelaskan secara transparan dan tidak ada biaya tersembunyi yang bisa mengejutkan di kemudian hari.
Transparansi ini penting untuk perencanaan keuangan yang lebih baik dan untuk memastikan bahwa orang tua dapat mengelola anggaran pendidikan dengan efektif.
Nah, gimana? Paling afdal sih ikut kelas keuangan yang khusus membahas mengenai dana pendidikan nih sama QM Financial. Supaya bisa lebih siap—sampai menghitung dan memproyeksikan kebutuhan beberapa tahun lagi, juga diajarin lo.
Anggaran terbatas? Enggak apa, yang penting bisa memilih sekolah yang paling pas untuk anak.
Yuk, cari tahu caranya dengan belajar mengelola keuangan! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Mengelola Keuangan Keluarga Tanpa Mengorbankan Kualitas Pendidikan Anak
Dalam perjalanan membesarkan anak, sering kali kita dihadapkan pada tantangan keuangan keluarga yang tak terelakkan. Mulai dari biaya sehari-hari hingga investasi jangka panjang untuk pendidikan anak, setiap keputusan finansial memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan keluarga.
Di sinilah orang tua perlu menjadi smart. Smart dalam menentukan strategi pemilihan sekolah yang terbaik untuk anak, sekaligus smart untuk mengatur strategi keuangan keluarga agar siap secara finansial.
Bagaimanapun, sebagai orang tua pasti pengin anak bisa mendapatkan pendidikan terbaik. Namun, kadang realita kehidupan itu bikin nyali menjadi ciut. Pertanyaan yang kerap muncul adalah cukup enggak ya uangnya untuk bisa bikin anak dapat pendidikan terbaik?
Nah, ini yang akan kita bahas kali ini; tentang bagaimana caranya kualitas pendidikan anak tetap terjaga sambil menjaga keseimbangan anggaran keuangan keluarga.
Table of Contents
Pentingnya Pendidikan Berkualitas bagi Anak
Pendidikan berkualitas memegang peranan penting dalam perkembangan anak. Banyak orang tua menganggap, bahwa pendidikan yang berkualitas dapat menjamin masa depan anak yang lebih baik.
Ya, meskipun bukan menjadi faktor penentu kesuksesan satu-satunya bagi anak sih, karena masih banyak hal lain yang juga berperan, yang sama-sama pentingnya. Namun, yakin deh, yang baca artikel ini setuju dengan anggapan tersebut. Karena, kalau enggak setuju, pasti enggak akan baca artikel ini. Betul?
Sejumlah penelitian juga telah menunjukkan korelasi positif antara pendidikan berkualitas dan kesuksesan jangka panjang dalam karier serta kesejahteraan seseorang. Misalnya, ada sebuah jurnal dari jurnal.untirta.ac.id, yang menyatakan bahwa semakin tinggi tamatan pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan kerja (the working capacity) atau produktivitas orang tersebut dalam bekerja.
Selain itu, ada beberapa penelitian juga yang menyatakan bahwa pendidikan yang baik juga membantu anak-anak mengembangkan rasa percaya diri dan kemandirian. Keduanya merupakan aspek penting yang nantinya dapat mendukung anak-anak tersebut dalam menghadapi tantangan masa depan.
So, investasi dalam pendidikan, terutama di tahun-tahun awal kehidupan anak, adalah langkah krusial yang berdampak jauh melebihi ruang kelas, hingga jauh ke masa depan.
Mengidentifikasi Biaya Pendidikan
Jadi, apa yang bisa dilakukan oleh para smart parents ini untuk mempersiapkan sekolah anak sekaligus menyiapkan keuangan keluarga untuk dana pendidikan secara smart?
Yang pertama harus dipahami adalah bahwa memahami apa saja komponen dalam biaya pendidikan anak adalah langkah awal yang krusial bagi setiap orang tua dalam perencanaan keuangan keluarga. Komponen biaya pendidikan anak meliputi berbagai aspek, yang terbagi menjadi biaya langsung dan tidak langsung. Berikut adalah rinciannya.
1. Biaya Langsung
Bisa berbeda satu sama lain, tetapi umumnya adalah:
- SPP, yaitu Iuran bulanan atau tahunan untuk biaya operasional sekolah.
- Uang pangkal, yaitu biaya awal yang biasanya dibayarkan saat pendaftaran atau masuk sekolah baru.
- Biaya seragam dan perlengkapan sekolah, termasuk seragam, sepatu, tas, dan peralatan lainnya.
- Buku pelajaran dan bahan ajar, termasuk di dalamnya adalah biaya untuk buku teks, buku kerja, dan materi ajar lainnya.
- Biaya ekstrakurikuler, untuk kegiatan di luar kurikulum resmi sekolah, seperti olahraga, musik, atau klub.
2. Biaya Tidak Langsung
Di dalamnya termasuk:
- Transportasi, yaitu biaya perjalanan anak ke dan dari sekolah.
- Jajan untuk makan siang atau snack di sekolah.
- Les-les tambahan, jika diperlukan.
- Kegiatan lapangan, seperti studi tur
- Teknologi, misalnya seperti biaya untuk akses internet, perangkat elektronik, atau langganan platform pembelajaran online.
- Ujian dan sertifikasi, misalnya biaya untuk ujian nasional, ujian masuk universitas, atau sertifikasi khusus, jika ada.
Setiap keluarga mungkin mengalami variasi dalam komponen-komponen ini tergantung pada kebijakan sekolah, kebutuhan individu anak, dan pilihan ekstrakurikuler yang diikuti. Maka, penting untuk mempertimbangkan semua aspek ini dalam membuat anggaran pendidikan anak.
Di tingkat pendidikan dasar, biayanya mungkin terlihat lebih terjangkau. Namun, seiring beranjaknya anak ke jenjang yang lebih tinggi, seperti SMP, SMA, dan perguruan tinggi, biayanya cenderung meningkat secara signifikan.
Variasi biaya ini juga sangat tergantung pada jenis sekolah yang dipilih, apakah negeri atau swasta, dan tingkat fasilitas pendidikan yang disediakan. Sekolah swasta atau internasional umumnya memiliki biaya yang lebih tinggi karena menawarkan fasilitas dan program pendidikan tambahan.
Nah, makanya sebagai orang tua, penting nih untuk sadar bahwa biaya pendidikan merupakan investasi jangka panjang dan memerlukan perencanaan keuangan keluarga yang matang. Orang tua tentu ingin memastikan bahwa anak-anak bisa menikmati pendidikan berkualitas tanpa mengorbankan stabilitas keuangan keluarga.
Prinsip Dasar Pengelolaan Keuangan Keluarga
Nah, terus gimana nih cara mengatur keuangan keluarga demi tercapainya pendidikan berkualitas untuk anak? Dalam konteks mengelola keuangan keluarga dengan tujuan membangun biaya pendidikan anak, beberapa prinsip dasar yang penting adalah sebagai berikut.
1. Pembuatan Anggaran Khusus
Membuat anggaran terpisah untuk pendidikan adalah hal pertama yang penting untuk dilakukan. Di dalamnya mencakup mengalokasikan sejumlah dana dari pendapatan bulanan secara khusus untuk biaya pendidikan anak, termasuk tabungan, SPP, buku, dan kegiatan ekstrakurikuler.
2. Penghematan dan Prioritas Pengeluaran
Berhemat di pos lain, dengan mengidentifikasi dan mengurangi pengeluaran yang tidak esensial untuk meningkatkan alokasi dana pendidikan. Prioritaskan pengeluaran keluarga sehingga kebutuhan pendidikan anak tetap terpenuhi.
3. Pembentukan Dana Pendidikan
Selanjutnya, orang tua membangun dana pendidikan yang khusus, terpisah dari dana darurat atau tabungan lainnya. Ini bisa dalam bentuk tabungan pendidikan, deposito, atau instrumen investasi lain yang aman dan memberikan imbal hasil yang baik.
4. Keterbukaan Finansial dalam Keluarga
Jika anak sudah cukup usianya, melibatkan anak dalam perencanaan keuangan pendidikan mereka juga akan baik dampaknya. Dengan begitu, mereka memahami nilai uang dan pentingnya pendidikan.
5. Review dan Penyesuaian Anggaran
Secara rutin orang tua juga wajib meninjau dan menyesuaikan anggaran pendidikan, mengingat biaya pendidikan terus meningkat setiap tahunnya.
Menerapkan prinsip-prinsip ini akan membantu keluarga dalam membangun dana pendidikan yang cukup untuk anak-anak, sekaligus mengajarkan pentingnya perencanaan dan pengelolaan keuangan keluarga yang baik.
Strategi Mengalokasikan Dana untuk Pendidikan
1. Pemilihan Instrumen
Alokasi dana untuk pendidikan anak memerlukan strategi yang cermat, dengan pemilihan instrumen yang tepat.
Tabungan bisa menjadi pilihan yang aman untuk jangka pendek, memberikan akses mudah ke dana saat dibutuhkan. Sementara itu, investasi, seperti reksa dana atau obligasi, mungkin menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi untuk jangka panjang.
Jadi, orang tua bisa menyesuaikannya dengan rencana yang sudah dibuat.
2. Penentuan Persentase
Saat mengalokasikan pendapatan untuk pendidikan, penting untuk menyeimbangkan antara kebutuhan pendidikan dengan kebutuhan keuangan keluarga lainnya. Pasalnya, kebutuhan keluarga pastinya bukan hanya sekolah anak, kan?
Jadi, tentukan persentase tetap dari pendapatan yang dialokasikan untuk dana pendidikan, sambil memastikan kebutuhan dasar keluarga seperti pangan, papan, dan kesehatan tetap terpenuhi.
3. Memanfaatkan Bantuan Finansial dan Beasiswa
Bantuan keuangan dan beasiswa dapat menjadi sumber pendanaan pendidikan alternatif yang bisa dipertimbangkan. Terutama di jenjang perguruan tinggi.
Ada berbagai jenis beasiswa dan bantuan keuangan yang tersedia, mulai dari yang berbasis prestasi akademik, bakat khusus, hingga yang berbasis kebutuhan finansial. Jadi, coba riset tentang program yang tersedia, termasuk persyaratan dan deadline aplikasi. Lalu, persiapkan dokumen yang dibutuhkan secara lengkap.
4. Manfaatkan Teknologi
Teknologi memainkan peran penting dalam menyediakan alternatif pendidikan berkualitas dengan biaya yang lebih terjangkau.
Sumber belajar online, seperti kursus online, aplikasi pendidikan, dan sumber daya digital lainnya, memberikan akses mudah ke materi pendidikan berkualitas tinggi. Biayanya sering kali justru lebih rendah dibandingkan dengan pendidikan tradisional.
Beberapa platform seperti Coursera dan sejenisnya menawarkan berbagai materi pembelajaran mulai dari tingkat dasar hingga lanjutan. Selain bisa memperdalam pengetahuan, hal ini juga menambah skill si anak yang nantinya akan berguna saat mereka harus berkompetisi di dunia kerja.
5. Menanamkan Nilai Hemat dan Edukasi Keuangan pada Anak
Mendidik anak tentang keuangan adalah bagian penting dari smart parenting.
So, mulai ajarkan tentang pentingnya menabung, cara mengelola uang, dan mengerti nilai dari uang yang diperoleh. Dengan demikian, anak-anak tidak hanya belajar menghargai uang, tetapi juga mengembangkan kebiasaan keuangan yang baik yang akan bermanfaat sepanjang hidup mereka.
Yuk, belajar mengelola keuangan keluarga dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Sekolah Online 2021: Biaya Tetap Sama atau Beda Ya?
Tahun 2021 sudah berlalu beberapa minggu. Ini artinya semakin dekat kita dengan tahun ajaran baru. Biaya sekolah, apa kabar di masa pandemi ini? Oh, bukan biaya sekolah biasa. Tetapi, sekolah online.
Pandemi corona memang sesuatu ya? Sekolah pun harus menyesuaikan dengan protokol kesehatan anjuran pemerintah yang berlaku: melaksanakan kegiatan belajar mengajar dari rumah. Yah, pastinya, mengubah kebiasaan itu tak akan bisa secepat memasak mi instan. Apalagi ini dari sistem sekolah konvensional—yang mengandalkan interaksi langsung dengan tatap muka antara siswa dan guru—menjadi sekolah online, yang hampir seluruh aktivitasnya mengandalkan teknologi dari jarak jauh.
Selain PR tersendiri untuk guru dan anak-anak, ini juga PR banget buat orang tua. Kenapa? Karena harus ikut jadi guru. Dan, terus terang, nggak semua orang tua berkompeten menjadi guru akademik loh.
Ok, enough dengan curcolnya.
Mari kita kembali fokus ke biaya sekolah.
Sekolah Online: Biaya Sekolah Beda?
Iya, lalu apa kabar biaya sekolah? Karena aktivitas hampir seluruhnya tidak dilakukan di sekolah, apakah ini berarti biaya sekolah bisa turun?
Ternyata enggak ya, Bun! Biaya sekolah teteup. Meski sekolah online, tapi guru-guru kan tetap harus diberi gaji. Juga karyawan sekolah lain, yang juga bekerja seperti biasa, meskipun harus menjaga jarak dan mematuhi berbagai protokol kesehatan.
Misalnya saja, uang transportasi sekarang berubah jadi uang kuota internet. Memang ada bantuan dari pemerintah sih, yang diharapkan dapat memperingan beban kita. Selain itu, juga banyak provider yang menyediakan fasilitas gratis untuk fitur Pembelajaran Jarak Jauh, atau PJJ ini. Tapi, hmmm, kalau setiap hari Zoom selama minimal 1 – 2 jam, lalu harus kirim video-video, kadang juga diminta unggah ke YouTube, itu juga sesuatu ya. Ini baru satu anak. Apa kabar yang dua anak atau lebih?
Lalu, selama sekolah online, uang saku anak sih memang bisa saja nggak diberikan. Tapi, dengan adanya anak di rumah, buibu juga harus siap sedia makanan, camilan, dan minuman yang cukup banyak juga. Akhirnya belanja bulanan juga bertambah.
Nah, yang disebutkan di atas adalah beberapa biaya sekolah dari sisi keseharian.
Lalu, bagaimana dengan biaya sekolah di tahun ajaran baru? Apakah beda, atau sama? Atau, teteup naik juga?
Biaya Sekolah Online di Tahun Ajaran Baru 2021
Salah satu tim QM Financial kebetulan tahun ini harus memasukkan anaknya ke jenjang SMP. Memang tetap berharap untuk bisa masuk negeri, biar bisa sedikit berhemat. Tapi, teteup ya, harus mencari sekolah swasta sebagai cadangan. Alasannya, kita juga belum tahu ujian sekolah tahun ini seperti apa kan? Secara, sistemnya juga baru, seiring Mendikbud-nya juga baru. Jadi, buat jaga-jaga, biar aman. Kan nggak mungkin meminta anak untuk “cuti” sekolah setahun, karena gagal masuk sekolah negeri?
Ternyata, biaya sekolah di tahun ajaran baru itu teteup.
Teteup naik, maksudnya. Besarnya 10 – 12% dari tahun lalu.
Kebetulan tinggal di sebuah kota kecil, sebenarnya biaya sekolahnya juga enggak setinggi Jakarta. Tapi setelah ditotal ya teteup ya, butuh 8 digit. Pasalnya, sekolah yang ditarget merupakan sekolah swasta yang cukup populer dan berakreditasi A. Reputasinya sangat baik, langganan juara lomba-lomba sekolah. Memang sih, 8 digit itu bisa diangsur selama beberapa bulan, dan terdiri atas uang pangkal, uang gedung, sampai uang seragam, SPP sekaligus uang kegiatan.
Sekolah tersebut melaksanakan seluruh kegiatannya secara virtual, baik kegiatan belajar mengajar maupun ekskulnya. Sekolah tetap full, dari pukul 07.00 sampai pukul 13.00 untuk KBM, lalu dilanjut ekskul dengan aplikasi Zoom juga. Sekolahnya 5 hari dalam seminggu.
Luar biasa ya?
Wah, langsung ceki-ceki dana pendidikan yang memang sudah disiapkan deh.
Siapkan Dana Pendidikan Anak Segera
So, kesimpulan, biaya sekolah online di masa pandemi tetap sama ya, para orang tua. Bahkan bisa saja tetap naik, mengikuti “jadwal” inflasi seperti biasanya—meskipun tingkat inflasi negara saja sudah diturunkan.
Jadi, siapkan dana pendidikan anak-anak dengan segera, dan buat rencana yang fixed dan realistis. Mau apa pun yang terjadi, biaya sekolah itu hampir mustahil untuk nggak naik. Apalagi turun.
Nah, sudah siapkah dana pendidikan anak-anak kita?
Kalau belum, yuk, join di kelas Dana Pendidikan! Cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial, dan pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Dana Pendidikan: Kapan Sebaiknya Mulai Dipersiapkan dan Bagaimana Caranya?
Anak-anak sekolah sudah hampir menyelesaikan semester pertamanya. Sebentar lagi semester kedua dimulai, dan ini berarti buat yang sudah tingkat akhir–kelas 6, kelas 9, dan kelas 12–harus juga segera bersiap untuk kelulusan. Mau nggak mau nih, ujung-ujungnya akan berakhir pada pertanyaan: Dana Pendidikan, apa kabar?
Yes, dana pendidikan bisa dibilang sebagai “proyek” panjang para orang tua. Jangka waktunya bisa mencapai puluhan tahun, kalau dihitung mulai dari playgroup sampai strata-2 atau bahkan strata-3. Berbeda dengan gaya hidup di Amerika Serikat, yang para orang tua rata-rata hanya menyediakan dana untuk pendidikan anak hingga setara SMA alias high school, dan ketika harus kuliah atau masuk college, remajanya harus bekerja paruh waktu atau mengambil student loan, orang tua Indonesia “cukup bertanggung jawab” dan mau membiayai pendidikan anaknya bahkan sampai ke strata 3.
Karenanya, dana pendidikan menjadi salah satu tujuan keuangan terbesar yang dimiliki oleh sebagian besar keluarga.
Lalu, kapan sih sebaiknya mulai menyiapkan dana pendidikan yang paling pas, supaya kalau investasi juga nggak terlalu membebani, jangka waktu juga bisa pas gitu–pas mau dipakai pas sudah terpenuhi target nominalnya?
Jawabannya simpel sebenarnya: sedini mungkin. Semakin cepat semakin baik.
Tapi ya, bagi sebagian orang tua, urgensi dana pendidikan ini kadang kalah dengan yang lain–apalagi kalau si kecil belum usia sekolah. Banyak yang baru kepikiran untuk membuat tabungan khusus dana pendidikan setelah anak-anak mulai sekolah–which is sudah agak terlambat.
Akan tetapi, terlambat itu masih lebih baik ketimbang enggak sama sekali bukan? Jadi, meski terlambat, ayo siapkan dana pendidikan sekarang, dengan memperhatikan beberapa hal berikut.
3 Hal untuk Mempersiapkan Dana Pendidikan Anak
1. Jangka waktu
Kita sebenarnya bisa membuat planning dana pendidikan ini sesuai kemampuan kita. Memang paling baik adalah memperhitungkan total keseluruhan kebutuhan dana, mulai dari masuk playgroup sampai target pendidikan tertinggi yang bisa dicapai.
Namun kadang, ini bisa membuat orang tua menjadi overwhelming. So, it’s ok kalau misalnya membuat rencana per jenjang pendidikan. Intinya, sesuaikan dengan kemampuan dan kondisi masing-masing.
Jika hendak langsung merencanakan kebutuhan total, maka hitung kapan anak mulai start sekolah dan berapa lama ia menempuh pendidikan. Misalnya, si kecil sekarang usia 2 tahun, maka mungkin 2 tahun lagi, kita harus menyiapkan dana untuk masuk TK. Dua tahun kemudian, harus siap untuk masuk SD, 6 tahun kemudian, siap untuk masuk SMP, dan seterusnya.
Kalau mau menyiapkan per jenjang, hati-hati, di sini kadang orang tua salah hitung. Misalnya, anak tahun ini masuk SD. Berarti bukan berarti 6 tahun lagi dia akan lulus loh, tetapi 5 tahun lagi. Dananya kan harus benar-benar sudah siap ketika si kecil nanti naik kelas 6 SD. Kalau 6 tahun lagi, itu artinya dia sudah harus daftar SMP. Terlambat dong, berarti?
2. Jenis dan lokasi sekolah
Terkadang, di sinilah letak masalah dana pendidikan yang paling krusial, yaitu ketika orang tua menentukan jenis sekolah untuk anaknya.
Yah, maklum sih. Namanya orang tua, pasti pengin yang terbaik untuk anaknya. Sayangnya, kadang di sini mereka lupa, bahwa nantinya yang akan bersekolah itu si kecil, dan bukan mereka. Sehingga seharusnya kebutuhan si kecillah yang seharusnya diutamakan.
Banyak kasus anak-anak yang dipaksa di suatu sekolah kurang cocok dengan metode ajar maupun lingkungan sekolah, sehingga si anak menjadi stres. Hal ini tentu saja akan berefek pada hasil belajarnya.
So, lebih baik sesuaikan dengan kebutuhan anak. Apa sih yang bisa memaksimalkan potensi mereka? Lingkungan apa yang paling baik bagi mereka untuk belajar? Metode ajar seperti apa yang cocok?
Setelah kebutuhan anak ketemu, barulah kita screening sekolah yang sesuai–tentunya dengan memperhatikan kemampuan finansial kita juga.
Lokasi sekolah juga menjadi pertimbangan penting loh. Ada yang memang merasa lebih baik menyekolahkan anak di sekolah yang jauh dari rumah, tetapi lebih dekat ke kantor, biar lebih praktis menjemputnya. Ada yang lebih nyaman menyekolahkan si kecil di sekolah yang dekat rumah.
Yang pasti, soal lokasi ini nanti berkaitan erat dengan transportasi. Meski jauh dari rumah, tapi kalau memang transportasinya memungkinkan dan lebih praktis–karena dekat dengan kantor tempat kita bekerja, misalnya–ya kenapa enggak? Kalau dekat dengan rumah, malah repot. Nggak ada yang antar dan jemput, pun juga tak ada siapa pun di rumah kalau si kecil pulang lantaran suami dan istri sama-sama bekerja?
Berbagai pertimbangan seperti ini patut dipikirkan dengan baik, sesuai kondisi masing-masing.
3. Kebutuhan
Biasanya yang dibutuhkan adalah uang pangkal, uang gedung, biaya seragam, uang SPP pertama, dan berbagai kebutuhan lain. Ini berlaku untuk yang hendak bersekolah di sekolah swasta ya.
Untuk yang bersekolah negeri, kebutuhannya pasti berbeda. Kita tinggal menyesuaikan saja. Tetapi, meski sekolah di negeri jauh lebih ringan, bukan berarti juga kita lantas tak menyiapkan dana pendidikan si kecil juga.
Carilah informasi sebanyak-banyaknya terkait kebutuhan dana ini. Setelah ketemu total nominalnya, dengan memperhitunkan future value, kita pun dapat menghitung kebutuhan dana pendidikan secara keseluruhan ketika nanti waktunya sudah tiba.
Karena uang pangkal sekolah yang tahun ini sebesar Rp1 juta, misalnya, dalam waktu 6 tahun lagi, pasti sudah berubah.
Setelah mengantongi nominal kebutuhan, rencana sekolah, dan juga jangka waktu, maka selanjutnya kita bisa mulai membuat rencana yang realistis untuk mulai membangun dana pendidikan anak.
Pertanyaan terbesarnya adalah, dengan kebutuhan yang sebesar itu, bisa enggak kita kumpulkan dengan penghasilan kita yang sekarang–sedangkan kebutuhan lain yang penting juga tak kalah banyaknya?
Bisa saja, dengan investasi.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Dana Pendidikan Anak, Ini Dia 5 Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Perencanaannya
Merencanakan dana pendidikan anak bukan masalah yang remeh. Butuh waktu untuk survei, demi mengetahui informasi biaya sekolah saat ini, dan kemudian butuh waktu lagi untuk duduk merenung, dan corat-coret di kertas kalau perlu.
Sudah gitu saja, kadang perhitungan kita juga meleset. Alhasil, pas waktunya anak masuk sekolah, dana pendidikan enggak bisa mencapai target.
Nah, dari pengamatan, memang ada beberapa hal yang biasanya menjadi kekeliruan orang tua saat merencanakan dana pendidikan anak ini. Apa saja ya? Coba kita lihat yuk.
5 Kesalahan Perencanaan Dana Pendidikan Anak
1. Tidak mempersiapkan sejak dini
Ini biasanya adalah kesalahan yang paling pertama dilakukan, yaitu merasa punya waktu banyak untuk merencanakan dana pendidikan anak. Atau bahkan, merasa dana pendidikan anak itu urusan nanti saja, dipikirkan sembari jalan, sambil si anak disekolahkan.
Ya, memang bisa sih, terutama jika kita memang sudah punya modal yang cukup banyak sehingga nggak perlu perencanaan keuangan. Tetapi, jika tidak, maka ini adalah pemikiran yang kurang tepat. Akibatnya yang paling buruk, orang tua jadi harus berutang demi menyekolahkan anak.
Sungguh bukan langkah yang bijak.
2. Kurang komunikasi dengan pasangan
Kompaknya orang tua sangat diperlukan agar dapat membuat rencana keuangan yang komprehensif, terutama ketika kita sedang merencanakan dana pendidikan anak.
Konyol kan, kalau misalnya tidak dibarengi dengan berdiskusi berdua, lalu tiba-tiba saja, si ayah pengin anaknya sekolah di sekolah A, sedangkan si bunda mau anak sekolah di sekolah B. Belum lagi, urusan yang lain, yang jauh lebih rumit.
Orang tua harus punya tujuan, visi, dan misi yang sama ketika membuat perencanaan dana pendidikan anak.
3. Salah memperhitungkan inflasi
Salah satu hal yang sering terlupakan untuk diperhitungkan saat merencanakan dana pendidikan anak adalah inflasi. Padahal dana yang akan digunakan adalah perhitungan di masa depan, karenanya tingkat inflasi ikut memengaruhi.
Biaya pendidikan naik setiap tahunnya, rata-rata 12%, bahkan ada sekolah yang memberlakukan kenaikan biaya 20% setiap tahun. So, angka ini jangan diabaikan, karena ya lumayan juga kalau kita merencanakan dana pendidikan untuk 5 tahun ke depan, misalnya, yang masing-masing tahunnya mengalami peningkatan sampai 20%.
Pantas saja, skema rencana jadi meleset kan? Tekor deh. So, jangan sampai dilupakan ya.
Dan, by the way, biaya ini akan lebih rumit perhitungannya kalau kita merencanakan dana pendidikan anak untuk sekolah di luar negeri loh. Karena ada kurs yang juga harus diperhitungkan dan diproyeksikan.
4. Salah hitung horizon waktu
Nah, kesalahan yang keempat ini juga sering terjadi nih, apalagi kalau kita sudah siwer alias ruwet sendiri menghitung. Bisa jadi, horizon waktu akan meleset. Perkiraan anak masuk SMP 6 tahun lagi, tapi ternyata, seharusnya perkiraannya 5 tahun lagi, karena sekarang anak sudah mulai mendaftar masuk SD. Biaya kan setidaknya harus disiapkan selang beberapa waktu sebelum anak benar-benar masuk ke sekolah baru. Dengan demikian, biaya ini seharusnya sudah siap ketika anak naik ke kelas 6 (atau bisa jadi malah harus sudah siap di pertengahan kelas 5), untuk kemudian dipindahkan ke instrumen yang lebih aman, misalnya. Kalau perkiraan 6 tahun lagi, ya berarti si anak sudah naik kelas 8 dong.
Yang kayak-kayak gini, terkadang meleset dari logika. Jadi, jangan sampai salah juga ya.
5. Salah pilih instrumen
Kekurangpahaman orang tua akan instrumen investasi yang dimanfaatkan untuk perencanaan dana pendidikan anak juga kerap menjadi salah satu kesalahan di sini. Yah, ini sebenarnya ada hubungannya juga dengan profil risiko sih, karena kita enggak bisa memaksakan orang tua yang berprofil konvensional untuk dapat berinvestasi di instrumen high risk. Malah bisa jantungan nanti.
So, hal ini perlu disiasati, yang tentu saja, tergantung pada kondisi masing-masing. Yang perlu dipahami betul adalah beberapa prinsip investasi ini:
- Prinsip high risk, high return, di mana ada investasi yang memberikan imbal besar maka risiko juga pasti akan lebih tinggi.
- Prinsip diversifikasi instrumen investasi, dengan menaruh investasi di berbagai instrumen dengan tingkat risiko yang berbeda-beda.
Pertimbangkan semuanya dengan baik ya, tentu saja dengan berdiskusi dengan pasangan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Metode Unschooling: Cara Mendidik Anak Paling Aman di Masa New Normal?
Masa new normal yang mulai sudah diberlakukan, dan muncullah berbagai pro dan kontra. Salah satunya tentang sekolah anak. Apakah orang tua rela membiarkan anak-anaknya datang ke sekolah sementara kondisi belum aman? Ternyata tidak. Dan, ternyata hal ini lantas menjadi peluang bagi metode unschooling untuk muncul di permukaan, menjadi salah satu alternatif metode pendidikan anak yang bisa dipilih oleh orang tua.
Ada yang menggolongkan metode unschooling ini sebagai salah satu bagian dari homeschooling, meski beberapa praktisinya enggak menyetujuinya. Menurut mereka, dari pengertiannya saja sudah berbeda, apalagi konsepnya.
Homeschooling memiliki struktur, dan orang tua bertindak layaknya guru di sekolah konvensional, meskipun ada juga yang menggunakan jasa lembaga pendidikan maupun tutor yang dipanggil ke rumah. Sebagian besar masih menggunakan literatur dan text books sebagai media belajar, meski kemudian dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari si anak.
Unschooling lebih tidak terstruktur. Anak dibiarkan menentukan sendiri, ia mau belajar apa, dan orang tua hanya memberikan fasilitas agar pembelajaran anak menjadi lancar. Enggak harus melalui text book, anak bisa belajar dari mana saja, sesuai dengan minatnya.
Metode unschooling juga dianggap bisa menjadi salah satu solusi terhadap tingginya biaya sekolah konvensional dewasa ini. Jika homeschool masih ada uang pangkal, uang pendaftaran, dan sebagainya, metode unschooling–yang mengandalkan kemauan anak untuk belajar mandiri–jadi terbayangkan bakalan lebih hemat. Hmmm, benarkah lebih hemat?
Karena metodenya yang sangat berbeda dengan metode sekolah konvensional, maka ada beberapa hal yang harus disiapkan jika kita hendak mengadopsi metode unschooling ini untuk anak-anak kita.
5 Persiapan untuk Menerapkan Metode Unschooling
1. Mindset
Metode unschooling ini pertama kalinya diperkenalkan oleh John Holt, yang percaya bahwa insting belajar pada manusia itu sama alaminya dengan ketika kita bernapas untuk pertama kalinya.
Bayi juga belajar berjalan, tanpa harus ada yang mengajari. Yang orang tua lakukan, hanya mendorong si bayi agar bisa terus latihan berjalan setiap hari. Begitu juga dengan berbicara, satu dan banyak cara dilakukan oleh si bayi untuk mengenal cara berkomunikasi, dan orang tua bisa membantu latihannya.
Begitulah soal pendidikan anak. Jikapun anak harus belajar matematika, kimia, fisika, bahkan politik sekalipun, itu karena secara alami, mereka menunjukkan minatnya.
Jadi, hal pertama kali yang harus disiapkan adalah mindset, bahwa anak akan belajar apa pun seiring timeline yang mereka miliki sendiri.
2. Mental
Ketika mindset seperti di atas sudah dipenuhi, maka sikap mental pun harus disesuaikan.
John Holt sendiri menyoroti mengenai betapa orang tua (sebagai orang yang merasa paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anak) sering mengintervensi proses belajar secara alami anak-anak ini.
Ketika anak belum waktunya membaca, orang tua memaksa agar anak bisa segera membaca. Ketika anak belum siap untuk mengenal angka, orang tua mengajari matematika. Ketika anak tidak suka menulis (padahal menulis dengan mengetik itu jauh lebih cepat), orang tua sudah mengajarinya cara memegang pensil yang benar.
Nah, mental untuk “mengajari” dengan menjadikan apa yang wajar menurut norma sosial sebagai tolok ukur inilah yang harus diubah. Orang lain bilang, usia anak dua tahun seharusnya sudah bisa membaca. Anak usia lima tahun seharusnya sudah bisa menghitung pertambahan dan pengurangan, dan seterusnya.
Lagi-lagi, jika orang tua hendak menerapkan metode unschooling, maka ia harus “merelakan” anak menentukan linimasa dan minatnya sendiri hendak belajar apa.
Dan, ternyata mengubah sikap mental ini berat juga loh!
3. Sosial
Hal lain yang harus disiapkan jika mau menerapkan metode unschooling adalah soal lingkungan sekitar dan masyarakatnya.
Jangankan unschooling, yang bisa dibilang prinsipnya agak radikal alias kurang wajar untuk masyarakat kita, homeschooling yang jelas-jelas memiliki kurikulum dan diakui oleh pemerintah pun masih belum bisa diterima dengan baik.
Jadi, bersiaplah untuk menghadapi segala jenis pertanyaan, kekepoan, kenyinyiran, bahkan sampai judgement, terhadap metode unschooling yang kita lakukan.
Berat? Iya, tapi pasti bisa.
4. Materi dan media belajar
Karena bisa dibilang akan benar-benar organik, bahkan tanpa struktur dan pola, maka orang tua harus siap betul dengan segala materi dan media belajar untuk penerapan metode unschooling ini.
Anak akan belajar dari mana saja, dengan cara apa saja, kepada siapa pun yang ditemuinya. Persiapkan diri untuk “kejutan-kejutan” yang enggak pernah diduga, dan harus siap berpikir cepat untuk mencari solusi agar anak bisa terfasilitasi dengan baik.
Challenging banget memang, termasuk untuk orang tua.
Bacalah buku-buku yang membahas tentang unschooling, atau mencari informasi lain melalui satu dan banyak cara. Persiapkan diri untuk ikut belajar berproses bersama anak-anak.
5. Finansial
Dan, yang terakhir dan tak kalah penting, harus siap pula secara sisi finansial.
Meski tidak harus membayar biaya pendidikan layaknya di sekolah konvensioal, orang tua harus tetap siap dari sisi finansial, karena proses belajar metode unschooling tetap saja butuh media dan materi untuk dipelajari.
Beberapa alternatif untuk mendapatkan materi pembelajaran yang cukup murah adalah dengan:
- Memanfaatkan perpustakaan umum di daerah kita
- Belanja buku atau materi belajar di toko barang bekas. Pastikan barangnya masih bagus ya.
- Belajar dari video-video di Youtube atau penyedia jasa video lain. Bisa juga belajar dengan memanfaatkan website milik Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang sudah semakin interaktif. Di sini, berarti orang tua harus siap dengan kuota internet.
- Belajar di museum, kebun binatang, dan tempat-tempat lainnya yang sejenis, yang berarti mesti disiapkan pula ongkos dan tiket masuknya.
- Dan sebagainya.
Beberapa hal terkait persiapan finansial yang bisa dilakukan oleh orang tua:
- Anggarkan kebutuhan pembelajaran anak secara rutin. Misalnya bulanan atau mingguan, sekalian ajak anak untuk menyusun agenda pembelajarannya dalam periode tersebut. Biasanya sih anak akan excited kalau tahu, dia akan belajar apa saja dalam beberapa hari ke depan.
- Catat semua pengeluaran yang terjadi selama pembelajaran dengan metode unschooling, dalam catatan yang terpisah dengan catatan pengeluaran sehari-hari.
- Tetap rencanakan dana pendidikan anak hingga jauh ke depan. Bagaimana ia akan mencapai tingkat keahlian tertentu, demi bekalnya di kemudian hari.
Nah, bagaimana? Tertarik untuk menerapkan metode unschooling ini? Kalau iya, yuk, segera rencanakan! Meski metodenya tidak terstrukur tetapi persiapan yang komprehensif akan membantu agar prosesnya terlaksanakan dengan lancar.
Kita bisa mulai dengan memperkirakan anggaran dan kebutuhannya. Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, cek jadwalnya dan pilih sesuai dengan yang dibutuhkan.
Stay tuned juga di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Review Dana Pendidikan Anak di Tengah Pandemi COVID-19
Curhatan para orang tua semakin sering terdengar akhir-akhir ini. Sudah susah payah membangun dana pendidikan anak dalam instrumen investasi berimbal tinggi (yang pastinya juga berisiko tinggi) tapi harus menghadapi kenyataan pahit, lantaran hasil investasinya kurang menggembirakan.
Enggak heran sih, karena pasar saham kan terkena imbas pandemi COVID-19 sehingga nilai-nilai saham pun anjlok drastis. Duh, pengin nangys.
Terus, gimana dong? Enggak mungkin kan, kita menunda pendidikan anak ‘hanya’ karena investasinya belum mencapai target? Masa iya, anak ditunda masuk sekolah ke tahun depan, atau malah 5 tahun lagi? Enggak mungkin banget kan ya?
So, inilah saatnya kita melakukan review terhadap dana pendidikan anak; apakah masih mungkin diteruskan, atau harus diambil langkah solutif agar target tetap tercapai? Yuk, kita bahas.
5 Langkah Review Dana Pendidikan Anak
1. Ricek kebutuhan
Langkah pertama adalah review kembali kebutuhan kita. Sebenarnya, apa sih yang kita butuhkan untuk memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anak kita?
Sebenarnya, siapa sih yang membutuhkan pendidikan? Anak-anak kita, tentunya. Namun, untuk usia sedini mereka, mereka pastinya masih kesulitan untuk menentukan kebutuhannya sendiri. Karena itu, orang tua, sebagai pihak terdekat, membantu mereka untuk mengenali kebutuhan tersebut. Jadi, bertolaklah dari kebutuhan anak-anak, bukan kebutuhan orang tua ya.
Dari sini, kita lantas bisa mengidentifikasi, mana yang dibutuhkan oleh anak, sehingga pendidikan akan lebih efektif untuk mereka. Ini bukan soal apa yang menjadi keinginan orang tua. Orang tua bertugas untuk membantu anak mengenali diri sendiri, mendampingi, dan memfasilitasi.
Dari titik inilah, kita lantas bisa memutuskan, pendidikan seperti apa yang dibutuhkan oleh anak, sesuai minat dan karakter mereka.
2. Cek posisi sekarang
Selanjutnya, yuk, lakukan cek kondisi keuangan kita.
Dana pendidikan anak yang sudah kita buat tersebar di instrumen apa saja? Kalau terkena imbas dari anjloknya pasar modal dan kondisi ekonomi, seberapa besarkah kerugiannya? Lalu, hitung berapa kekurangan yang harus ditutup untuk mencapai target dana pendidikan anak, dengan kondisi yang sekarang? Masih punya waktu berapa lama untuk menutup kekurangan ini?
Lakukan check up dana pendidikan anak secara menyeluruh, termasuk memperhitungkan dengan kondisi penghasilan kita yang sekarang.
Iya, kemungkinan bikin hati keder ya, kekurangannya. Tapi, percaya deh, tahu secara pasti akan lebih membuat hati tenang, karena kita lantas bisa berpikir mencari solusinya, ketimbang enggak tahu sama sekali kondisinya. Betul?
Kalau misalnya, posisi investasi dana pendidikan anak sekarang sangat tidak menguntungkan, coba cek dana darurat dan aset lancar yang lain. Pertimbangkan dengan saksama, jika misalnya cut loss investasi saham–katakanlah selama ini berinvestasi di saham–dan kemudian ditambah dengan dana darurat dan aset lancar lainnya, apakah bisa dipergunakan untuk menutup kekurangannya?
Cek juga alternatif-alternatif solusi yang lain.
3. Ubah target
Dengan mengetahui kebutuhan dan juga posisi investasi untuk dana pendidikan anak secara pasti, kita lantas bisa kembali mereview target.
Jika memang memungkinkan dan juga mengingat akan kemampuan, barangkali kita bisa mengubah target sekolah untuk anak-anak.
Misalnya, yang tadinya pengin banget menyekolahkan anak di sekolah berstandar internasional, mungkin bisa dipertimbangkan ulang. Apa sih yang dicari di sekolah berstandar internasional itu? Mungkin enggak fasilitas yang sama bisa diperoleh di sekolah lain yang lebih terjangkau biayanya?
Atau, mungkin kita bisa mencari alternatif sekolah dengan biaya terjangkau, dan kemudian mencari tambahan? Misalnya, sekolah A diincar, karena ada ekstrakurikuler bahasa Mandarin yang terkenal bagusnya. Mungkinkah kita mencarikan kursus bahasa Mandarin khusus anak-anak di luar, agar bisa “mengurangi” biaya sekolahnya? Dengan mencari kursus di luar, kita juga bisa memiliki fleksibilitas lo, kalau misalnya si kecil ternyata enggak terlalu berminat terhadap kursusnya. Kita bisa saja berhenti dan mencari alternatif lain lagi.
Ingat, anak-anak kadang masih suka berubah-ubah minat. Akan lebih baik, jika ia tidak dipaksa mengikuti pendidikan–baik formal maupun informal–jika memang ia kurang berminat.
Balik lagi kan, ke poin pertama? Kebutuhan si kecil apa? Bedakan kebutuhannya dengan keinginan kita sebagai orang tua.
4. Sesuaikan instrumen dan diversifikasi
Jika investasimu masih punya jangka waktu yang cukup, misalnya 5 tahun lagi, dana pendidikan anak ini baru dibutuhkan, maka no worries, kamu masih tetap bisa melanjutkannya. Tetap optimislah bahwa kondisi akan membaik sesegera mungkin.
Sementara itu lakukan review lagi. Pertimbangkan, apakah instrumennya memang sudah sesuai? Perlukah dipindahkan ke instrumen lain yang enggak terlalu volatile alias lebih aman? Perlu didiversifikasi ke instrumen lainkah? Atau sektor lain?
5. Fokus pada esensi pendidikan anak
Langkah terakhir ini semacam penegasan kembali dari poin ketiga di atas. Jangan memutuskan hanya karena gengsi atau sekadar status sosial. Kita dan anak-anaklah yang akan menjalani kehidupan ke depannya kan? Orang lain bahkan tak akan ikut mendonasikan dana untuk pendidikan anak kita loh!
Kebutuhan kita berbeda, prioritas hidup pun berbeda, dan setiap orang memiliki linimasa yang berbeda. Satu sama lain enggak bisa dibandingkan karena masing-masing punya perjuangan sendiri-sendiri.
So, akan lebih baik kalau kita belajar mengelola keuangan kita sendiri dan keluarga deh. Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi, agar tujuan keuanganmu bisa tercapai, termasuk dalam menyiapkan dana pendidikan anak. Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
3 Pertimbangan Penting Menyiapkan Biaya Pendidikan Anak yang Justru Sering Dilupakan
Sudah tahu berapa uang masuk dan uang bulanan yang harus disetorkan ke sekolah-sekolah di tahun 2020 mendatang? Mulai dari preschool, TK, SD, SMP, SMA, hingga yang tahun depan mulai kuliah? Merasa takut? Merasa was-was, jangan-jangan sebetulnya enggak siap biaya pendidikan anak yang angkanya fantastis itu?
Fear not!
Karena sebenarnya, kita punya buanyak sekali pilihan! Kita punya privilege untuk memilih sekolah yang terbaik, yang paling sesuai untuk anak-anak kita. Dan pilihan itu banyak.
Semua kembali ke diri kita sendiri, sebagai orang tua. Karena sejatinya, mahalnya sesuatu kadang ditentukan oleh lengkap tidaknya fasilitas atau fitur yang ditawarkan. Seperti hotel, semakin lengkap fasilitasnya maka semakin mahal. Tinggal kita sebagai tamu yang menentukan kan, kebutuhan kita selama liburan seperti apa?
Sekolah juga menawarkan fasilitas, kurikulum, suasana, dan metode yang berbeda. Tentu ada plus minusnya sendiri-sendiri. Yang terlengkap, belum tentu sesuai dengan kebutuhan.
Lalu, siapa yang menentukan kebutuhan? Seharusnya sih anak-anak, karena merekalah yang akan menjalani sekolah nantinya. Tetapi, bisa jadi, anak masih belum mengerti akan kebutuhannya sendiri. Nah, tugas orang tualah untuk mengambil alih, untuk menyesuaikan fasilitas sekolah dengan kebutuhan anak.
Salah seorang teman memilih menyekolahkan anaknya di sebuah sekolah yang tidak menawarkan ekstrakurikuler yang terlalu lengkap. Menurutnya, anaknya butuh pembimbingan secara fokus. Sehingga untuk minat dan bakat ia merasa lebih cocok untuk mencari pembimbingan dari lembaga-lembaga nonformal yang diampu oleh orang yang lebih profesional, ketimbang “hanya” dibimbing oleh guru-guru di sekolah dalam ekstrakurikuler. Waktunya pun bisa dipilih di hari Sabtu, saat sekolah libur. Jadi hari-harinya lebih leluasa, dan fokus pastinya.
Seorang teman yang lain lebih memilih menyekolahkan anaknya di sekolah berbasis alam, karena ia sendiri bertempat tinggal di area padat penduduk dan sibuk, dengan dominasi warga yang individualistis. Ia merasa, sekolah alam cocok untuk anaknya, agar si kecil terdidik lebih peka terhadap lingkungan.
See? Masing-masing punya kebutuhan yang berbeda. Kebutuhan inilah yang mestinya difasilitasi. Baru kemudian menyiapkan biaya pendidikan anak sesuai kebutuhan.
Ada baiknya, orang tua–terutama para orang tua zaman sekarang yang cerdas–mulai menanggalkan pertimbangan-pertimbangan kuno untuk memilih sekolah dan lebih memperhatikan hal-hal yang lebih esensial ketimbang sekadar label dan gengsi.
Apa saja?
3 Pertimbangan untuk Menyiapkan Biaya Pendidikan Anak
1. Tentukan kebutuhan
Ini dia yang pertama. Jika si kecil belum bisa mengerti kebutuhannya sendiri, maka tugas orang tualah untuk membantunya.
Mengapa?
Karena seharusnya sih, orang tualah yang tahu betul karakter anak masing-masing. Bagaimana cara si kecil belajar, bagaimana caranya menghadapi situasi-situasi tertentu, dan seterusnya. Setiap karakter anak mempunyai kebutuhan yang berbeda.
Inilah yang seharusnya menjadi pegangan orang tua untuk mencarikan sekolah yang tepat.
Misalnya nih. Saya sendiri merasa tidak perlu menyekolahkan anak di sekolah alam, karena pada dasarnya lingkungan sekitar saya masih memungkinkan anak-anak saya bereksplorasi dengan bebas. Sekali waktu, saya ajak melipir ke rumah saudara yang masih banyak sawah di sekitarnya. Saya biarkan anak-anak main ke sungai (asal dipesan untuk selalu berhati-hati), berkeliaran di kebon pisang, dan seterusnya.
Nah, kalau sudah ketemu kebutuhan, maka proyeksikan kebutuhan ini jauh ke depan, hingga membentuk value yang kita harapkan tertanam pada diri si anak.
2. Tanamkan value pada anak sejak sebelum mulai sekolah
Peer pressure is real indeed. Kadang ini enggak bisa dihindari, dan justru terjadi berawal dari sekolah.
So, tugas orang tua memang berat. Selain harus bisa membantu anak mengenali kebutuhannya sendiri dan memproyeksikannya menjadi bekal masa depannya kelak, orang tua juga harus dapat menanamkan value yang baik sejak sebelum anak mulai bersekolah. Dan, kemudian mencari sekolah yang sesuai dengan value yang ditanamkan ini, serta menyiapkan biaya pendidikan anak yang sesuai dengan kebutuhannya.
Pernah ada cerita viral di media sosial, mengenai seorang anak TK yang mengadu pada ibunya, bahwa ia nggak diperbolehkan masuk ke geng temannya lantaran ia belum pernah mengunjungi Disneyland.
Speechless sih baca ceritanya. Tapi hal ini nyata terjadi. Dan, untuk menghadapinya, anak perlu bimbingan dari orang tua–yang juga sudah mempunyai value yang sama.
Selalu ingat, bahwa monkeys see monkeys do. Bagaimana anak berperilaku, akan bercermin pada orang tuanya. So, tetapkan value seperti apa yang akan ditanamkan pada anak sejak dini.
3. Sesuaikan dengan kemampuan
Saya sendiri tidak begitu terpengaruh dengan berbagai share biaya pendidikan anak di media sosial. Selain karena saya tinggal di daerah–biaya pendidikan sekolah di sini (meski tetap relatif) tidak setinggi Jakarta, saya juga yakin akan dapat memilihkan sekolah yang sesuai dengan kemampuan kami.
Pilihan jenis sekolah kan banyak sekali, dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan. Kalau seumpama enggak mampu menyekolahkannya di sekolah berfasilitas lengkap, ya berarti harus siap dengan rencana cadangan.
Memberikan yang terbaik, pastinya menjadi cita-cita orang tua untuk anaknya. Tapi harus juga melihat kemampuan kita sendiri.
So, pada dasarnya, dalam hal pertimbangan untuk menyiapkan biaya pendidikan anak memang kembali pada diri orang tua sendiri. Menyiapkan biaya pendidikan anak ini bisa dibilang adalah seni untuk mengenali kebutuhan dan penyesuaian dengan kemampuan.
Pengin belajar lebih banyak mengenai bagaimana menyiapkan biaya pendidikan anak? QM Financial punya kelas finansial online-nya lo! Sila dicek jadwalnya ya, dan segera daftar!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Asuransi Pendidikan: 3 Hal yang Harus Diketahui
Biaya pendidikan di Indonesia setiap tahunnya meningkat 10 – 20%. Karena itu, banyak orang tua yang lantas memutuskan untuk memanfaatkan berbagai tabungan untuk bisa “mengejar” peningkatan ini, sehingga menjamin masa depan anak masing-masing. Salah satunya dengan membeli premi asuransi pendidikan.
Pasti familier kan dengan asuransi ini?
Jujur, saat ini, saya dan suami juga punya asuransi pendidikan. Ya maklum, saat membuatnya, saya dan suami masih belum cukup pengetahuan dan bekal literasi keuangan. Tetapi kami sudah sadar bahwa banyak hal harus dipersiapkan sejak dini, terutama masalah finansial. Asuransi pendidikan anak-anak kami sudah dipersiapkan begitu kami menikah dan berencana untuk segera punya momongan.
Sampai sekarang, asuransi kami masih terus berjalan. Tapi, seiring tambahnya pemahaman mengenai asuransi dan investasi, kami pun menambah produk pendukung lainnya. Just in case ….
Nah, barangkali ada nih di antara pembaca artikel ini yang sekarang juga sedang berencana untuk membeli premi asuransi pendidikan, ada baiknya baca dulu artikel ini sampai selesai. Agar kemudian punya bekal pemahaman yang cukup, mengenai dana pendidikan itu sendiri dan juga seputar produk yang disebut asuransi pendidikan ini.
Dengan demikian, ya harapannya simpel saja: bisa memutuskan produk mana yang paling tepat untuk dimanfaatkan demi menjamin masa depan anak-anak kita.
Apa Itu Asuransi Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, asuransi berarti:
pertanggungan (perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat)
Sedangkan menurut UU No. 2 tahun 1992, disebutkan bahwa asuransi berarti:
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Perhatikan frasa “apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya”, “penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan atau tanggung jawab hukum”, juga “peristiwa tidak pasti” dan “meninggal”.
Apakah dana pendidikan adalah bentuk kerugian, kerusakan, tanggung jawab hukum? Apakah pendidikan merupakan peristiwa tidak pasti?
Enggak.
Inilah yang sering disalahartikan. Bahwa sebenarnya tidak ada yang namanya asuransi pendidikan. Produk yang biasa ditawarkan dengan istilah “asuransi pendidikan” adalah produk asuransi whole life atau asuransi dwiguna yang kemudian disertai jenis asuransi lainnya.
Jenis “Asuransi Pendidikan”
Yes, ada 2 jenis produk yang ditawarkan oleh agen asuransi sebagai “asuransi pendidikan”.
1. Asuransi Jiwa Dwiguna
Jenis asuransi ini sudah pernah dibahas juga di artikel mengenai jenis-jenis asuransi jiwa murni.
Asuransi yang juga disebut Endowment Insurance ini menawarkan 2 manfaat, yaitu perlindungan sekaligus tabungan. Karena itu, asuransi ini memungkinkan kita untuk menerima manfaat tunai meski kontrak belum selesai. Biasanya ada jangka waktunya, misalnya 10 tahun atau lebih.
2. Asuransi Unit Link
Asuransi ini sistem kerjanya kurang lebih seperti reksa dana, yaitu pihak asuransi–selain menawarkan perlindungan–juga akan menginvestasikan dana kita secara kolektif pada produk tertentu.
Khusus untuk unit link, kita akan bahas secara khusus di artikel lain sih, supaya mempersingkat juga.
Plus Minus “Asuransi Pendidikan”
Sebagai tabungan, asuransi pendidikan ini memang cukup membantu jika dipersiapkan demi menjamin pendidikan anak-anak kita nantinya. Namun, dengan berbagai syarat, ketentuan, dan kondisi yang berlaku pada asuransi itu sendiri, membuat manfaatnya jadi kurang maksimal.
So, bukan berarti tidak merekomendasikan, namun ada baiknya kita perhatikan tujuan finansial dan horizon waktu yang kita punya. Jangan sampai nih, karena salah memilih produk investasi, tujuan finansial kita enggak tercapai. Karena terlalu mengandalkan asuransi pendidikan, saat anak kita benar-benar harus sekolah ternyata dananya enggak mencukupi.
Cuma bisa gigit jari kan?
Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai asuransi pendidikan (yang kadang enggak pernah dijelaskan oleh agen penjualnya):
- Potongan biaya. Yes, akan ada biaya administrasi dan komisi yang harus dibebankan pada pemegang polis. Biaya-biaya ini besarnya lumayan, hingga kadang total manfaat yang kita dapatkan selama 5 tahun pertama itu sangat kecil. Bahkan rasanya enggak berkembang.
- Ada risiko. Kenapa? Karena uang premi akan diinvestasikan ke berbagai produk, mulai dari produk pasar uang, obligasi, hingga saham. Nah, masih ingat akan hukum investasi kan? Bahwa setiap investasi pasti mengandung risiko? Maka demikian juga dengan asuransi pendidikan. Kadang akan terjadi, pada akhirnya uang pertanggungan yang diterima jumlahnya lebih kecil ketimbang proyeksi awal, karena mungkin pihak perusahaan asuransi menginvestasikan pada produk yang kurang maksimal perkembangannya. Bahkan bisa saja terjadi, uang pertanggungan jadi habis akibat diinvestasikan pada produk yang merugi.
- Banyak dari kita yang salah mencantumkan nama anak sebagai tertanggung. Padahal asuransi yang kita beli adalah asuransi jiwa, yang seharusnya memberikan perlindungan pada orang tua sebagai pemberi nafkah jika ada musibah atau kecelakaan terjadi. Hal ini bisa jadi fatal lo!
Selain itu, hendaknya kita sebagai nasabah juga mempertimbangkan secara masak-masak jika agen menawarkan berbagai macam rider–atau asuransi tambahan. Memang benar-benar perlu, atau tidak? Jangan sampai karena tergiur oleh berbagai fasilitas, kita malah jadi membuat bengkak anggaran asuransi tapi tidak mendapatkan manfaat yang jelas dan pasti.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.