Pembagian Beban Kerja Karyawan: 5 Akibat Jika Sampai Tak Seimbang
Di surat perjanjian kerja atau di peraturan perusahaan, biasanya memang sudah ada bab atau bahasan mengenai job description, yang meliputi daftar tugas apa saja yang menjadi tanggung jawab dan wewenang seorang karyawan. Namun, pada praktiknya kadang ada saja pembagian beban kerja yang dirasa tak seimbang.
Indikasi ketidakseimbangan pembagian beban kerja antarkaryawan ini cukup mudah terlihat, sebenarnya. Kalau ada karyawan yang seakan selalu kehabisan waktu saat mengerjakan tugas, keteteran, bahkan sampai lupa tak beristirahat, sedangkan yang lain ada yang sempat baca koran, main catur, menicure pedicure di kantor, nonton Youtube nonstop, maka bisa jadi itu adalah salah satu tanda ada pembagian beban kerja yang tak merata.
Barangkali pihak perusahaan bisa berkilah, kemampuan satu karyawan dengan yang lain memang berbeda, sehingga beban kerja pun berbeda (plus gaji juga berbeda). Namun, kalau sampai terjadi ketidakseimbangan atau ketimpangan pembagian beban kerja seperti ini, tentunya, akan membawa dampak kurang baik juga bagi perusahaan. Di antaranya adalah sebagai berikut.
5 Hal yang bisa terjadi ketika pembagian beban kerja tak seimbang antara karyawan yang satu dengan yang lainnya
1. Stres kerja meningkat
Beban kerja yang melebihi kapasitas akan mengakibatkan si karyawan burnout, mengalami kelelahan fisik dan mental, hingga akhirnya menimbulkan stres kerja.
Stres yang muncul ini sudah pasti akan mengganggu kinerja dan performa sang karyawan sehari-hari. Produktivitas menurun, kurang fokus, dan sebagainya, yang nantinya akan berakibat juga pada kinerja perusahaan secara keseluruhan.
2. Karyawan akan sering menuntut kenaikan gaji
Beban kerja yang tak seimbang akan membuat si karyawan curiga, bertanya-tanya dan berpikir negatif. Jangan-jangan gajinya juga enggak seimbang.
Lalu mulailah karyawan yang merasa terlalu berat beban kerjanya ini kepo, “Berapa ya gaji karyawan yang suka gabut di kantor itu? Jangan-jangan sama kayak gue!” Akhirnya–kalau memang sama–si karyawan akan merasa tidak diperlakukan adil, hingga kemudian bisa saja ia berpikir untuk menuntut kenaikan gaji.
Well, kalau memang perusahaan siap menaikkan gaji tentunya hal ini nggak akan masalah sih, sebenarnya. Tapi, menaikkan gaji ini bukan hal yang semata-mata bisa langsung dilakukan, bukan? Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh pihak perusahaan untuk menaikkan gaji seorang karyawan, meskipun beban kerja si karyawan memang berat.
3. Naiknya turnover karyawan
Jika seorang karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil lantaran beban kerja yang lebih berat ketimbang karyawan yang lain (apalagi ditambah dengan besaran gaji yang sama, dan tidak adanya jalan keluar yang bisa didiskusikan antara karyawan dan perusahaan plus stres), maka bisa jadi karyawan menjadi tak betah lagi bekerja.
Akibatnya, bisa hampir dipastikan karyawan akan mempertimbangkan untuk resign, dan mencari tempat kerja lain yang menurutnya bisa lebih baik.
Kalau turnover–intensitas karyawan keluar masuk–tinggi, berarti ini adalah indikasi manajemen perusahaan yang kurang sehat. Reputasi bisa menurun, hingga bisa berpengaruh juga ke bisnis perusahaan.
4. Izin tidak masuk meningkat
Jika si karyawan belum memutuskan untuk resign, tapi bisa jadi hal ini juga mengakibatkan tingkat sick leave alias izin sakit jadi bertambah. Meskipun mungkin si karyawan enggak benar-benar sakit.
Sering deh dapat curhatan dari beberapa staf HR, yang mengaku lihat sharing “oknum” karyawan di media sosial lagi liburan, atau lagi makan di kafe, atau lagi di spa, padahal izin sakit ke kantor. Rasanya antara geli, kasihan, dan paham gitu, kenapa si karyawan berbohong seperti itu.
5. Rawan fraud
Ketimpangan beban kerja, yang kemudian berlanjut dengan mentoknya jalan keluar yang bisa didiskusikan antara karyawan dan perusahaan, bisa berpeluang menimbulkan rasa ketidakpuasan karyawan terhadap perusahaan. Banyak hal yang bisa terjadi kemudian, selain yang sudah disebutkan di atas, salah satunya adalah peluang terjadinya fraud.
Well, siapa yang menginginkan terjadi fraud dalam perusahaan? Pemilik bisnis, manajer, CEO, staf HR mana pun sepertinya tak akan menginginkan fraud terjadi, karena bisa merugikan perusahaan baik material maupun imaterial.
Tapi yah, ada peluang, ada ketidakpuasan, dan ada kebutuhan, bisa membuat seorang karyawan jujur yang tadinya berkarakter pekerja keras menjadi “tergoda”.
Ketimpangan pembagian beban kerja antarkaryawan memang sebaiknya tidak diabaikan, karena sedemikian banyak dampak tak mengenakkan yang bisa terjadi, seperti yang disebutkan di atas. Akan lebih baik, jika pihak perusahaan sudah memperhatikan hal ini sejak awal hingga sedetail-detailnya, sehingga ketimpangan ini tidak terjadi. Segera ambil tindakan seperlunya, hingga masalah ini tersolusikan.
Jangan biarkan karyawan terbaik merasakan ketidakpuasan, sehingga berpikir untuk resign.
Lengkapi juga dengan berbagai training, agar karyawan yang kurang kompeten bisa meningkat kompetensinya. Pun karyawan yang sudah berprestasi semakin mahir melakukan manajemen diri, termasuk semakin pintar dalam mengelola keuangan pribadinya.
Yuk, adakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Gaji Besar Versus Kepuasan Kerja: Pilih Mana?
Dalam suatu obrolan, seorang teman ikrib (saking akrabnya) pernah bilang begini, “Buat kerja, seenggaknya harus salah satu lu dapet: kalau lu gak suka sama kerjaannya, lu harus punya gaji besar. Tapi, kalau duitnya dikit, setidaknya lu mesti hepi ngerjainnya. Ya, syukur-syukur dapet dua-duanya. Kalau enggak ada, ya ngapain?”
Setuju enggak kira-kira dengan kata-kata di atas? Pendapat pribadi nih ya–kalau memang bisa memilih pekerjaan–saya sih setuju dengan pernyataan tersebut.
Maksudnya, nasib ya siapa yang bisa menentukan. Betul? Kadang kita memang bisa dapat semua yang kita mau, kadang juga enggak. Kalau memang nasib lagi baik, dan kita bisa memilih pekerjaan, maunya sih ya dapat gaji besar dan hepi ngerjainnya. Tapi kalau enggak bisa dapat yang ideal macam itu, ya setidaknya harus salah satu yang dipilih. Kalau enggak ada yang bisa dipilih (plus kepepet), ya akhirnya apa aja deh dikerjain, asal halal.
Ternyata kontroversi soal gaji besar versus kepuasan kerja ini masih saja diperdebatkan di antara para pelaku dunia kerja. Ya, wajar sih, karena masing-masing punya kebutuhan dan prioritas yang berbeda. So–lagi-lagi opini pribadi nih–enggak ada yang salah dan enggak ada yang benar 100% tentang gaji besar versus kepuasan kerja. Tergantung kondisi masing-masing.
Pilih Mana?
Gaji Besar
Siapa sih yang enggak butuh duit? Enggak ada, iya nggak sih? Realistis saja, sepertinya enggak ada orang yang nggak butuh duit. Makanya, banyak karyawan yang seneng-seneng saja kalau dapat gaji besar. Enggak heran juga, ada fresh graduate yang menolak gaji Rp8 juta.
Tapi, kadang banyak yang lupa. Bahwa nominal gaji itu ekuivalen dengan besarnya beban, tanggung jawab, dan tuntutan.
The New York Times pernah mengulas dan memberikan data survei yang dilakukannya pada 500.000 pekerja di Amerika Serikat, yang membawa kesimpulan akhir bahwa gaji besar ternyata tak menjamin seseorang bahagia dan puas dengan pekerjaannya. Beberapa orang mengungkapkan, gaji mereka yang besar menuntut aneka bentuk pengorbanan–hilangnya waktu kebersamaan dengan keluarga, dengan teman-teman, enggak bisa menekuni hobi, kurangnya waktu beristirahat, dan sebagainya.
Belum lagi, jika kondisi dan situasi di tempat kerja juga kurang nyaman; terlalu banyak politik kantor, drama ina-inu, gosip, kurangnya kerja sama antar rekan, dan sebagainya.
Hal-hal tersebut seakan membuat nominal besar di slip gaji yang diterima setiap bulan menjadi “bukan apa-apa” lagi.
Namun, di sisi lain, gaji besar bisa menjadi motivasi bagi seorang karyawan untuk berusaha lebih baik dan berkontribusi lebih banyak. Gaji dan berbagai kompensasi bisa menjadi “bensin” yang selalu membakar semangat untuk terus bekerja dengan baik.
Ada yang enggak setuju dengan hal ini? Kayaknya sih semua setuju ya?
Kepuasan Kerja
Di sisi lain, kepuasan kerja memang bisa dicapai saat kita mendapatkan gaji yang selayaknya dengan hasil dan kinerja yang sudah kita berikan. Logikanya, kalau hasil kerja bisa memuaskan pastinya kita juga boleh mengharap gaji besar. Sehingga besaran gaji dan juga kepuasan ini akan saling memengaruhi. Dengan logika yang sama pula, kita seharusnya jadi bisa menyimpulkan, saat kepuasan kerja tercapai maka kita pun pasti happy menjalani kerja tersebut.
Tetapi, ternyata, fakta yang dibawa oleh survei yang dilakukan The New York Times mengatakan, bahwa gaji besar enggak selamanya bisa menjamin orang bahagia saat bekerja. Alih-alih, banyak yang mengungkapkan justru hal-hal di luar gajilah yang menentukan apakah mereka akan bertahan di suatu pekerjaan atau lebih memilih pindah kantor atau bahkan pindah bidang kerja.
Banyak responden yang mengungkapkan, bahwa mereka punya gaji besar namun gerah akan kompetisi antarkaryawan di kantor yang sangat ketat. Bukannya saling membantu, masing-masing malah saling menjatuhkan. Lama-kelamaan mereka tak merasa puas lagi pada pekerjaannya. Bukan lantaran tak dibayar cukup, tetapi karena pekerjaan yang dimiliki tidak mencakup kebutuhan jiwa dasar, yaitu kenyamanan dan keamanan, kebutuhan untuk berkembang, menjalin hubungan baik dengan sesama, serta ikut berkontribusi dalam bidang yang digeluti.
Hmmm, kalau dari sini tampak bahwa kebutuhan untuk eksis dan dihargai ternyata jauh lebih tinggi ketimbang kebutuhan untuk mendapatkan gaji besar.
Gaji Besar Versus Kepuasan Kerja: Mana yang Dipilih?
Sekali lagi, hal ini tergantung pada prioritas masing-masing karyawan. Ada yang memang berharap punya gaji besar. Karena itu, ia siap dengan segala konsekuensinya, seperti siap bersaing dengan rekan kerja sendiri, siap bekerja keras dengan target ketat, hingga siap pula dengan beban kerja yang lebih banyak dan berat. Suasana kurang kondusif pun bisa diatasi, karena ia sudah siap dengan konsekuensi itu juga.
Di sisi lain, ada karyawan yang lebih puas dengan mengejar passion-nya, meskipun mungkin gajinya tak sebesar karyawan yang lain. Tapi ada beberapa faktor keamanan dan kenyamanan yang dirasakan, sehingga ia merasa bisa berkontribusi pula dengan maksimal.
Well, berapa pun gaji yang kita terima–baik gaji besar ataupun gaji kecil–itu sebenarnya relatif dan harus selalu disyukuri, karena banyak hal yang memengaruhi. Permasalahan terbesarnya adalah mampukah kita mengelola gaji kita–seberapa pun besarnya itu–sehingga bisa membuat kita bertahan hidup sampai tiba waktu gajian berikutnya? Banyak lo, yang punya gaji besar tapi ternyata di pertengahan bulan sudah terlanda sindrom tanggal tua.
Duh, semoga enggak banyak yang tersindir ya.
Yuk, ikut kelas-kelas finansial online dari QM Financial yang bisa dipilih sesuai kebutuhan! Cek jadwalnya di web Event QM Financial atau follow akun Instagram QM Financial biar update terus ya.
Rekan Kerja Punya Gaji Lebih Besar Padahal Jabatan Sama – Protes atau Diam Saja?
Besar kecil gaji yang diterima bisa memengaruhi semangat kerja seseorang. Gaji lebih besar seharusnya bisa membuat seseorang menjadi lebih terpacu untuk bekerja lebih giat dan lebih produktif lagi. Gaji kecil, apalagi jika nggak sebanding dengan beban dan tanggung jawab, wah … hampir bisa dipastikan akan menurunkan semangat kerja karyawan.
Apalagi jika kemudian kita tahu, kalau ada rekan kerja–dengan posisi dan jabatan serta tanggung jawab yang sama–ternyata punya gaji lebih besar. Ouch
Pertanyaan yang pertama kali muncul pastilah: Kok bisa ya? Apa yang salah? Apa yang dia lebih punya dibanding kita? Apa kita kerjanya enggak bener? Apa dia disayang bos, sehingga punya gaji lebih besar?
Eits, tenang dulu. Calm down, dear. Untuk mengatasi fakta kurang menyenangkan dan kemudian mencari solusinya, kita mesti meredam emosi dulu. Singkirkan segala prasangka buruk, lalu coba lakukan beberapa langkah berikut.
Rekan Kerja Punya Gaji Lebih Besar, Apa yang Harus Dilakukan?
1. Cari fakta lebih banyak
Enggak lucu kalau kita sudah protes, tapi ternyata gaji lebih besar punya rekan kerja itu adalah gosip belaka. Jadi, ayo coba cari tahu info lebih banyak lagi. Kita bisa menanyakan kebenaran hal ini pada pihak HR. Meskipun ada semacam etika tak tertulis, bahwa besaran gaji itu sebaiknya enggak dibocorkan, tapi setidaknya kita bisa membujuk dengan berdasarkan gosip yang kita dengar.
Jika memang rekan kerja punya gaji lebih besar, lalu coba cari tahu, apa yang membuatnya berhak menerima gaji sebesar itu, sedangkan kita enggak? Saat mencari informasi mengenai hal ini, kita mesti selalu ingat, bahwa bicara dan diskusi dengan kepala dingin itu penting.
Jadi, singkirkan dulu semua emosi negatif yang mungkin muncul. Lebih baik menunda diskusi dan obrolan jika kita masih emosi tinggi, karena hasilnya enggak akan baik dan bisa jadi malah akan memperburuk keadaan.
2. Cari kelebihan diri
Setelah tahu apa yang “lebih” dari rekan kerja sehingga mereka punya gaji lebih besar–sedangkan kita tidak–lalu pertimbangkan langkah selanjutnya. Mau ngapain nih? Minta naik gaji? Hmmm, boleh saja.
Tapi, tentu saja, kita enggak bisa ujug-ujug saja gitu datang ke bos dan minta naik gaji, tanpa ada argumen mengapa kita pantas menerimanya. Datanglah untuk menegosiasi gaji agar setidaknya sama dengan rekan kerja yang lain dengan bekal data serta argumen yang meyakinkan.
Jangan permalukan diri sendiri, karena sudahlah ngotot, ternyata salah argumen. Duh. Makin jatuh deh kredibilitas kita di mata perusahaan, terutama atasan dan HR.
3. Bicarakan dengan atasan
Setelah punya data yang cukup, dan pede dengan kelebihan diri yang ada–yang juga menjadi kelebihan rekan kerja lain yang punya gaji lebih besar–maka sekaranglah saatnya meminta waktu bertemu dengan atasan.
Diskusi dengan atasan ini perlu dilakukan lebih dulu sebelum kemudian bernegosiasi gaji dengan HR, karena atasanlah yang seharusnya paling tahu beban, kapasitas, serta performa kerja kita, bukan? Selain mempertimbangkan mengenai kriteria dan komposisi gaji yang mungkin missed, ada pula peluang untuk membicarakan kesempatan bagi diri sendiri untuk lebih berkembang agar semakin “pantas” untuk naik gaji.
4. Tingkatkan performa
Meningkatkan performa kerja bisa menjadi salah satu cara untuk memberikan bukti nyata pada atasan dan pihak perusahaan pada umumnya, bahwa kita pun berhak atas gaji lebih besar.
Mengapa demikian? Karena gaji berbanding lurus dengan beban kerja, yang juga berbanding lurus dengan hasil kerja kita.
Jadi, dengan memberikan hasil kerja baik yang nyata, hal tersebut seharusnya sudah bisa menjadi catatan bagi atasan dan perusahaan akan kinerja kita sendiri, tanpa perlu kita menegosiasi gaji. Bahkan mungkin jika memang kinerja kita sudah optimal, tanpa kita minta pun, gaji akan naik dengan sendirinya.
5. Atur gaji sebaik-baiknya
Ataukah, kita merasa, bahwa rekan kerja punya gaji lebih besar karena kita enggak pernah bisa mengelola gaji dengan baik? Nominal yang diterima mungkin sama, tapi si rekan kerja rasanya selalu saja punya uang. Sedangkan, kita setiap kali menerima gaji di rekening, beberapa hari kemudian kok sudah kosong aja?
Nah, berarti kesalahan bukan terletak pada rekan kerja yang punya gaji lebih besar. Tetapi, kemungkinan ada yang salah dengan pengelolaan keuangan kita. Saat seseorang sudah punya keterampilan mengatur keuangan pribadinya dengan baik, maka akan besar kemungkinan ia tak akan terlalu banyak rewel mengenai gaji yang diterimanya.
Malahan, bisa jadi ia akan bisa mendapatkan penghasilan yang lain, selain dari gaji. Karena dengan pengelolaan dan tujuan finansial yang baik dan jelas, sebagai karyawan pun, kita bisa berinvestasi dan dapat cuan lo.
Makanya, ikut kelas-kelas finansial online dari QM Financial yuk! Dari kelas basic–yang berupa pelatihan dasar mengatur keuangan pribadi–hingga kelas intermediate dan advanced–sampai kenalan dengan berbagai produk investasi–bisa kamu dapatkan sekaligus. Cek jadwalnya di web Event QM Financial atau follow akun Instagram QM Financial biar update terus ya.
Jadi gimana? Masih mau mempersoalkan rekan kerja yang dapat gaji lebih besar? Ya boleh saja sih, tapi pastikan kita juga sudah terampil mengelola keuangan. Karena percuma saja gaji naik atau punya gaji besar, tapi kemampuan pengelolaan juga nol besar.
5 Langkah Mengurangi Kasbon Karyawan yang Bisa Dilakukan oleh Manajemen Perusahaan
Betapa miris, ketika seharusnya karyawan bisa pulang dengan senyum lebar saat gajian tiba, ternyata harus menghadapi kenyataan bahwa hanya sekian persen saja gaji yang dapat diterimanya lantaran ada potongan kasbon. Karena itu, perlu ada tindakan khusus untuk dapat mengurangi kasbon karyawan ini.
Memang kasbon biasanya diambil lantaran karyawan butuh uang secara mendadak dan mendesak. Perusahaan, pastinya ingin membantu karyawan, dan kasbon memang terbukti cukup membantu untuk beberapa kasus. Tapi, sering juga akhirnya kejadian, karyawan terlalu sering kasbon. Jumlahnya kecil-kecil sebenarnya, tapi kemudian jumlah pinjaman darurat ini malah justru menumpuk enggak jelas. Hingga kemudian, karyawan malah enggak jadi bawa pulang gaji setiap tanggal gajian tiba, lantaran dipotong untuk melunasi kasbon.
Kasbon seharusnya menjadi alternatif bantuan dan fasilitas yang memudahkan karyawan, tetapi akhirnya malah jadi bumerang bagi si karyawan. Lalu, bagaimana? Apa yang harus dilakukan?
Well, selain dari diri karyawan sendiri yang harus mengubah mindset mengenai pinjaman uang dan utang serta pengelolaan keuangannya, dari pihak perusahaan sendiri juga bisa melakukan beberapa langkah berikut untuk mengurangi kasbon.
5 Langkah Mengurangi Kasbon Karyawan
1. Buat aturan yang lebih ketat
Kebanyakan perusahaan memang belum punya aturan ketat mengenai kasbon karyawan ini. Nah, untuk mengurangi kasbon karyawan ini, maka ada baiknya perusahaan membuat peraturan yang lebih ketat mengenai kasbon.
Aturannya kembali lagi ke kondisi perusahaan sih, tapi umumnya:
- Jumlah kasbon total tidak melebihi sekian persen gaji (paling sering 30%)
- Maksimal harus lunas dalam beberapa kali cicilan, diusahakan lebih cepat lebih baik
- Tidak boleh ambil kasbon lagi, kalau kasbon sebelumnya belum beres.
- Hanya boleh kasbon untuk keperluan yang sangat penting dan mendesak saja, pastinya ada review dari perusahaan.
- Dan sebagainya
Sosialisasikan aturan pengambilan kasbon ini pada seluruh karyawan agar mereka benar-benar paham.
2. Berikan benefit berupa asuransi dan program peningkatan kesehatan
Sudahkah karyawan diikutikan dalam program asuransi kesehatan, baik itu BPJS Kesehatan ataupun swasta? Akan lebih baik jika karyawan punya “keamanan” kesehatan berlapis. Karena kadang mengandalkan BPJS Kesehatan saja tidak cukup.
Ada beberapa kasus ketika karyawan–atau anggota keluarganya–sakit mendadak dan darurat sehingga harus segera menuju ke rumah sakit besar atau swasta, tanpa melewati rujukan berjenjang yang berlaku di BPJS Kesehatan. Atau, ada kondisi lain yang kebetulan tak bisa ter-cover oleh asuransi kesehatan pemerintah ini.
Untuk kondisi ini, agar dapat mengurangi kasbon, mempunyai asuransi kesehatan swasta akan sangat membantu. Salah satu alasan karyawan mengambil kasbon adalah ketika ada yang sakit–entah dirinya sendiri ataupun keluarganya.
Mungkin, perusahaan juga perlu mengadakan program peningkatan kesehatan karyawan agar karyawan enggak sampai sakit.
3. Membuat program dana darurat bersama
Salah satu langkah yang bisa dilakukan demi mengurangi kasbon karyawan adalah dengan membuat program dana darurat bersama. Misalnya–teteup ya–dengan melakukan pemotongan gaji setiap bulannya, dan kemudian oleh perusahaan disetorkan dalam instrumen investasi yang pas. Ke Reksa Dana Pasar Uang, misalnya.
Memang sih, jatuhnya sama-sama pemotongan gaji. Tapi membuat dana darurat bersama akan jauh lebih baik ketimbangan sekadar menawarkan kasbon pada karyawan.
Tentang jumlah, prosedur setoran, dan prosedur pengambilan dana darurat ini tentunya bisa dibicarakan dan didiskusikan bersama antara pihak perusahaan dengan karyawan.
4. Dorong karyawan untuk punya tujuan finansial yang jelas
Seseorang yang tak punya tujuan finansial, cita-cita hidup, motivasi, dan rencana yang matang untuk mencapainya memang akan cenderung menggampangkan masalah keuangan.
Karena itu, untuk bisa menyehatkan kondisi keuangan karyawan yang hobi kasbon, perusahaan harus bisa mengubah mindset karyawan dulu mengenai utang. Akan sulit untuk memberikan edukasi lainnya tentang keuangan ketika mindset karyawan masih beranggapan bahwa utang itu adalah hal sepele.
5. Berikan training keuangan yang pas dengan kebutuhan
Cara lain yang biasanya cukup ampuh untuk memberikan awareness lebih mengenai pentingnya pengelolaan keuangan pribadi dan sebagai usaha untuk mengurangi kasbon adalah dengan memberikan training keuangan pada karyawan.
Survei yang dilakukan oleh International Foundation of Employee Benefit Plans (IFEBP) di Brookfield Wisconsin memberikan bukti dan data nyata, bahwa 66% karyawan perusahaan yang menjadi responden mereka mengaku mengalami masalah utang yang pelik selagi bekerja. Selanjutnya, masih di survei yang sama, juga ada fakta bahwa 4 dari 5 perusahaan melaporkan bahwa masalah keuangan pribadi karyawan berdampak buruk bagi kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Dan, ternyata dengan training keuangan, 2/3 perusahaan mengaku bisa mengatasi masalah keuangan pribadi karyawan dan akhirnya memberikan perkembangan yang baik pada bisnis perusahaan.
Nah, bagaimana dengan perusahaan Anda?
Yuk, bantu karyawan memperbaiki kondisi keuangannya demi mengurangi kasbon dan pinjaman lainnya, agar bisnis Anda bisa semakin lancar melalui training keuangan bagi karyawan.
Tertarik untuk mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.
Kasbon Karyawan: Jebakan Atas Nama Pinjaman Tanpa Bunga
Maunya sih memberikan fasilitas demi menunjang dan membantu memperbaiki kesejahteraan karyawan. Tapi kadang fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh perusahaan ini justru membuat karyawan jadi terjebak. Salah satunya adalah kasbon karyawan.
Pernah dengar cerita. Seorang teman setiap kali gajian enggak pernah ceria seperti layaknya teman-teman sekerja yang lain. Diajak ngopi cantik, merayakan saldo ATM yang bertambah (meski besoknya langsung kosong lagi setelah disetorkan sana-sini), selalu menolak dengan halus. Kepo punya kepo, ternyata beliau hanya bisa menerima gaji sekian puluh persen saja, lantaran begitu banyaknya potongan; dari mulai potongan untuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, potongan kredit motor, potongan endebre endebre, hingga potongan kasbon karyawan.
Kasbon karyawan kadang memang jadi andalan, semacam dana darurat untuk keperluan mendesak tetapi bukan yang butuh uang dengan jumlah yang terlalu besar. Pernah ada teman yang memanfaatkan kasbon karyawan ini, untuk dipakai membayar keperluan sekolah anak yang sebenarnya sudah ada dananya, tetapi belum bisa dicairkan karena satu dan lain hal.
Beberapa perusahaan punya kebijakan untuk memberikan pinjaman dengan bunga lunak atau bahkan tanpa bunga sama sekali, dengan pembayaran via potong gaji, seperti kasbon karyawan ini–selain untuk membantu keuangan karyawan–juga untuk membentuk loyalitas. Ya, gimana enggak jadi loyal. Lagi perlu banget, terus dikasih pinjaman–tanpa bunga lagi, misalnya–yang dikembalikan dengan potong gaji. Jadi sungkan kalau mau resign. Perusahaan udah baik banget ini.
“Ah, enggak kerasa ini, ntar juga tahu-tahu lunas.”
Gitu kan, biasanya yang dipikirkan? Tapi, sebaiknya sih kita jangan sampai terjebak oleh “mudahnya” dan “betapa indahnya” kasbon karyawan, karena bisa-bisa seperti cerita si karyawan di awal artikel ini. Tahu-tahu, gaji yang dibawa pulang cuma berapa persennya doang. Yang lain, masuk lagi ke perusahaan, karena ada potongan ini itu.
Nyesek enggak sih, cuma terima slip doang dengan angka. Tapi, enggak ada yang nyisa?
Karena itu, ini dia beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan jika kita ingin memanfaatkan kasbon karyawan
1. Yakinkan utangnya sehat
Coba yuk, buka lagi artikel tentang 3 Syarat Utang Sehat ini. Di dalam artikel tersebut, Mbak Ligwina Hananto sudah dengan gamblang menjelaskan, utang sih boleh, tapi harus sehat dengan memenuhi 3 syarat: jelas utang buat apa, periode utang yang cocok, dan yakin mampu bayar.
Meski “hanya” kasbon, yang mungkin jumlahnya kecil–enggak kayak KPR–bahkan tanpa bunga, tapi kasbon tetaplah utang. Dan, utang adalah pinjam uang. Kalau pinjam ya harus dikembalikan. Jadi, meski hanya jumlah kecil, tanpa bunga, ya harus tetap dibayar. Inilah kewajiban kita sebagai peminjam uang.
2. Jangan melebihi “jatah” sepertiga gaji bulanan
Memang ada perusahaan yang tidak memberikan aturan tertentu untuk fasilitas kasbon karyawan ini. Tapi, ada baiknya kita sendiri–sebagai karyawan–punya plafon sendiri kalau mau memanfaatkannya.
Dan, seperti syarat utang pada umumnya, untuk kasbon sebisa mungkin jangan sampai melebihi sepertiga atau 30% dari gaji pokok kita. Ini seharusnya menjadi batas yang aman ya.
Tetapi, kita juga harus memperhatikan yang lain juga, sehingga bisa jadi sepertiga dari gaji itu juga kebanyakan. Mari kita lanjut ke poin ketiga.
3. Perhitungkan juga potongan lain yang sekarang ada
Apakah ada potongan lain yang sekarang sedang kamu tanggung? Misalnya seperti cerita teman di atas. Dia ada potongan untuk kredit motor yang juga difasilitasi oleh perusahaan tempatnya bekerja. Bunganya sih kecil, tapi kan teteup ya, ada sejumlah nominal yang dipotong dari gaji untuk mencicil.
Kalau kita ada pinjaman yang lain di luar kantor, itu juga harus diperhatikan.
4. Perhitungkan berapa lama kasbon karyawan yang kita ambil itu akan lunas
Nah, balik lagi deh ke 3 syarat utang sehat, pada syarat ke-2! Periode bayarnya dihitung, sampai kapan. Maka sampai saat itu pula, kita akan menikmati gaji yang berkurang.
Nggak boleh sebel ya, kalau liat stories teman-teman lain yang lagi pada pamer ngopi susu bareng di kedai kopi kekinian. Atau, liat pada posting habis belanja skincare rekomendasi beauty vlogger terbaru.
Jangan mupeng. Diingat-ingat aja, sekian bulan lagi lunas. Gitu ya?
5. Atur cash flow biar nggak perlu kasbon
Ya paling oke sih enggak usah kasbon karyawan, meski tanpa bunga dan boleh dicicil dengan potong gaji. Karena, kasbon tetaplah kasbon. Utang.
Jadi, mending ayo, atur keuangan kita aja biar enggak perlu utang yang nggak perlu, yes? Yang pertama harus dilakukan adalah atur cash flow. Simak lagi artikel 3 Cara Efektif Atur Cash Flow ini. Buat yang sudah telanjur utang, utang apa pun itu termasuk utang kasbon karyawan, ayo fokus dulu untuk dibereskan. Habis itu, mulai deh langkah kedua–nabung 10%–dan langkah ketiga–ke ATM 1 kali seminggu aja.
Enggak berat kan? Enggak dong. Kita nanti juga yang akan menikmati hasilnya.
Yuk, upgrade diri lagi tentang bagaimana mengatur gaji dan keuangan pribadi, pada umumnya, di kelas-kelas finansial online QM Financial. Cek jadwalnya di web Event QM Financial, atau follow aja akun Instagram QM Financial, biar enggak ketinggalan update jadwal kelasnya.
Keterampilan kita mengatur keuangan pribadi akan bisa membuat kita hidup dengan beban yang lebih ringan lo!
5 Cara Perusahaan Mengatasi Karyawan Toxic Agar Tak Menghambat Kinerja Tim
Adanya karyawan toxic dalam sebuah perusahaan bisa sangat merugikan bagi tim. Aura negatif yang disebarkan bisa memengaruhi kinerja anggota tim yang lain, sehingga performa yang seharusnya baik-baik saja bisa memburuk.
Pastinya hal ini tidak diinginkan oleh perusahaan, pun oleh karyawan lain yang tergabung dalam tim. Apalagi jika proses kerja anggota yang lain tergantung oleh output yang dihasilkan oleh si karyawan toxic ini.
Misalnya, si karyawan toxic adalah tipe karyawan yang suka menunda pekerjaan hingga last minute (atau bahkan hingga melewati tenggat). Sedangkan ada bagian lain yang baru bisa bekerja setelah dia menyerahkan hasil kerja pada tim. Pastinya hal ini akan sangat menghambat bukan?
Jika terjadi ketimpangan seperti ini dalam tim dan organisasi, maka perusahaan memang harus cepat tanggap. Karena idealnya, semua proses yang terjadi dalam organisasi seharusnya berjalan seiring sejalan, sesuai SOP yang sudah dilakukan. Kalau karyawan toxic tidak segera di-treatment, bisa jadi perusahaan akan rugi semakin banyak, mulai dari rugi energi, rugi waktu, kinerja tak efisien, hingga rugi secara finansial.
Lalu, apa yang bisa perusahaan lakukan untuk men-treatment si karyawan toxic ini agar tak lebih jauh “mengganggu” jalannya proses kinerja organisasi secara keseluruhan?
1. Cari tahu penyebab utamanya
Selalu ada penyebab dari segala masalah yang muncul. Apa pun deh. Dan, treatment terbaik adalah memberikan solusi sedari akar masalahnya.
Selain karena karakter, karyawan toxic bisa saja mempunyai alasan, mengapa mereka melakukan beberapa hal yang bisa merugikan organisasi dan perusahaan. Pihak perusahaan–melalui divisi HR–akan lebih baik melakukan penggalian informasi sedalam mungkin terkait hal ini.
Salah satu alasan mengapa seorang karyawan menjadi toxic adalah akumulasi kekecewaan karyawan yang bersangkutan akan satu hal, mungkin terhadap atasannya, terhadap rekan kerja, bahkan terhadap perusahaan secara keseluruhan. Karena ketidakpuasannya tersebut, maka ia pun melampiaskannya ke cara-cara negatif–mulai dari menghindar dari pekerjaan bahkan hingga menyabotase.
Kalau perusahaan bisa menemukan akar permasalahan yang akhirnya menimbulkan “racun”, maka kemudian bisa disusun langkah treatment yang lebih efektif dan efisien sesuai dengan jenis masalahnya.
2. Terapkan micro managing
Untuk beberapa tipe karyawan toxic, perusahaan dapat menerapkan micro managing. Misalnya, bagi karyawan yang kurang produktif memanfaatkan jam kerjanya, lakukan monitor ketat secara harian terhadap to do listnya.
Contoh saja. Di awal hari, minta si karyawan untuk menyetorkan to do list dalam sehari pada atasan untuk briefing, kalau perlu lengkap dengan jamnya. Lalu di akhir hari, mungkin sebelum pulang, atasan bisa melakukan evaluasi secara langsung mengenai hasil kerjanya hari itu juga.
Sesuaikan micro managing seperti apa yang paling pas dengan perilaku si karyawan toxic. Tujuannya sudah pasti, agar ia bisa memberikan hasil kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan. Secara periodik pula, evaluasi terus hasil kerjanya, misalnya mingguan, bulanan, atau dua bulanan.
3. Mutasi atau pindahkan ruangannya
Bisa jadi, karyawan toxic karena ia merasa tak cocok dengan job desc atau jenis pekerjaan yang dilakukannya selama ini. Ia enggak enjoy dalam bekerja, sehingga membuatnya malas dan susah berkembang.
Lakukan assesment terhadap karyawan ini, untuk mencari tahu minat dan passion-nya. Jika memang dalam perusahaan ada divisi atau bagian yang lebih sesuai untuk karakter, minat, dan passion-nya, perusahaan bisa memutasinya ke bagian tersebut agar ia dapat bekerja dengan lebih baik.
Atau, jika si karyawan adalah jenis karyawan tukang gosip, maka mungkin dengan memindahkan area kerja ke suatu bagian lain yang dapat “mengisolasinya” bisa sedikit membantu mengurangi kebiasaan buruknya ini. Pastikan pula agar ia bisa selalu sibuk dengan tugasnya, agar “tak sempat” bergosip.
4. Terapkan lagi pendisiplinan
Sosialisasikan lagi mengenai peraturan perusahaan kepada seluruh karyawan. Tekankan penjelasan pada topik kewajiban dan hak masing-masing perusahaan dan karyawan. Garis bawahi pula bahwa ada reward dan punishment, jika memang ada.
Lebih jauh lagi, pihak perusahaan–melalui divisi HR–bisa mengajak diskusi si karyawan toxic secara private, untuk membicarakan alternatif-alternatif yang bisa dipilih untuk menghindari masalah berkembang lebih besar lagi.
5. Training
Coaching dan konseling harus berjalan seiring sejalan. Tak hanya diberikan secara individual, berikan training karyawan secara menyeluruh untuk perbaikan organisasi.
Ada beberapa jenis training karyawan yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang ada. Pihak perusahaan memang harus jeli memetakan kebutuhan karyawan untuk pengembangan diri ini.
Salah satunya adalah training keuangan bagi karyawan yang bermasalah dengan pengelolaan keuangan pribadi. Jangan salah, masalah keuangan pribadi bisa banget menjadi penyebab seseorang menjadi toxic di tempat kerja lo. Misalnya saja, si tukang ngutang dan juga mereka yang dengan sengaja melakukan fraud.
Anda bisa menghubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
7 Tipe Karyawan Toxic yang Bisa Membuat Kinerja Perusahaan Buruk
Di setiap perusahaan, bisa dibilang selalu saja ada masalah. Hal ini pastinya wajar. Jadi menjengkelkan ketika masalah timbul lantaran ada beberapa tipe karyawan yang “tidak bisa diajak kerja sama”. Karyawan toxic, itu dia.
Sebuah penelitian berjudul “Toxic Workers” pernah dilakukan oleh Michael Housman atas 60.000 karyawan di 11 perusahaan mengungkapkan fakta, bahwa setiap karyawan yang menunjukkan hasil kinerja buruk hampir selalu akhirnya menjadi seorang karyawan toxic.
It’s ok kalau misalnya racunnya ditelan sendiri. Karyawan toxic cenderung menyebarkan racunnya pada karyawan-karyawan lain sehingga secara keseluruhan kinerja perusahaan menjadi terganggu. Michael Housman juga mengungkapkan dalam penelitiannya, karyawan toxic–jika tidak segera di-treatment–akan bisa merugikan perusahaan secara finansial.
Ouch!
Lalu, tipe karyawan seperti apa sajakah yang termasuk dalam tipe karyawan toxic?
1. Si Tukang Gabut
Tukang gabut–gaji buta–adalah tipe karyawan yang suka makan gaji buta. Mereka minta digaji dan dipenuhi semua haknya, namun sering lalai menuntaskan kewajibannya.
Deadline selalu mundur, dan mereka selalu punya alasan untuk dimaklumi. Padahal sekantor juga tahu, dia cuma nonton Youtube aja di kubikelnya. Sedangkan dalam tim, ada rekan kerja lain yang kerjaannya tergantung pada output yang dihasilkan oleh si tukang gabut ini. Duh!
Makin diperparah ketika mereka sendiri kerjaan enggak bener, eh malah melimpahkannya ke rekan kerja yang lain. Jadi ngerepotin orang banget. Terus, kalau tugasnya sukses, dia deh yang tampil mengaku bahwa semua adalah hasil kerja dia. Kalau gagal? Ya dia akan menyalahkan si rekan kerja yang sudah kerja keras menyelesaikan tugas.
Tipe karyawan toxic seperti ini lambat laun bisa membuat suasana kerja menjadi penuh konflik dan drama. Produktivitas menurun, dan membuat karyawan lain jadi ogah-ogahan menyelesaikan tugas.
2. Si Tukang Gosip
Semakin besar sebuah perusahaan, semakin banyak karyawan yang bekerja, semakin mudah pula gosip dibuat dan berembus. Hal ini sebenarnya wajar sih.
Menjadi enggak wajar ketika ada tipe karyawan toxic yang lebih banyak “memproduksi” gosip ketimbang memproduksi hasil kerja. Ketika dia sedang bersama si A, dia akan bergosip tentang si B. Ketika A pergi dan B datang, dia akan ganti bergosip tentang A dengan si B.
Dengan gosip-gosip ini, dia sudah menyebarkan aura negatif ke lingkungan kerja. Bukan nggak mungkin pada akhirnya dia akan mengadu domba antara satu karyawan dengan yang lainnya. Konflik pun terjadi, suasana kerja jadi makin tak nyaman.
3. Si Tukang Komplain
Dikasih kerjaan, komplain. Dibiarin nganggur, komplain. Diserahi tugas yang gampang, komplain, apalagi dibagi kerjaan yang sulit–makin komplain. Si tukang komplain ini tipe karyawan toxic yang gemar menebarkan aura negatif ke mana pun tentang segala sesuatu ke rekan kerja.
Hati-hati, negativity is contagious. Menular. Ketika aura negatif berembus ke mana-mana, yang ada rekan kerja yang lain juga jadi ikut kena dampaknya.
Hal ini makin parah, ketika si tukang komplain juga suka mengeluh di media sosial tentang pekerjaannya, tentang rekan kerjanya, atasannya, hingga komplain tentang perusahaan tempat dia bekerja. Enggak sadar, bahwa sebagai karyawan di perusahaan tersebut, secara tidak tertulis seharusnya dia menjadi ambassador bagi perusahaan tempat dia bekerja.
Saat dia menjelek-jelekkan perusahaan tempatnya bekerja, saat itu pula sebenarnya dia menunjukkan kapasitasnya sendiri sebagai seorang karyawan.
4. Si Martir
Seorang karyawan martir ini sebenarnya kinerjanya bagus. Dia selalu bisa menyelesaikan pekerjaannya, bahkan kadang menyelesaikan pekerjaan orang lain juga.
Namun, ada risiko, bahwa karena saling workaholic-nya, si martir jadi burnout, jadi stres. Stres ini juga menular lo. Satu orang karyawan stres, maka bisa memengaruhi kinerja tim secara keseluruhan. Si martir juga cenderung akan punya control issues, kurang bisa mendelegasikan tugas, kurang percaya pada kemampuan tim, dan cenderung untuk underestimate orang lain.
Dan, karena mereka ini sudah bekerja begitu keras, sehingga mereka pun pengin supaya semua orang tahu bahwa merekalah pekerja keras dalam perusahaan itu. Mereka ingin semua orang tahu, bahwa mereka telah berkorban banyak untuk perusahaan tempatnya bekerja. Merekalah pahlawan perusahaan yang sesungguhnya.
Karena sifat narsisnya ini, akibatnya, perusahaan pun berjalan timpang. Imbalance, karena dia cenderung untuk tak pernah mengakui kinerja tim.
5. Si Temperamental
Si temperamental membawa suasana negatif di lingkungan kerja karena sifatnya yang emosional dan meledak-ledak. Padahal, untuk bisa bekerja dengan optimal di zaman now, kita enggak hanya butuh IQ saja tetapi juga EQ–kemampuan untuk mengelola emosi.
Si temperamental ini enggak cuma galak pada rekan sekerjanya, tetapi juga galak pada pelanggan atau customer-nya. Uh oh … pastinya hal ini enggak akan diinginkan oleh perusahaan mana pun kan? Bisa-bisa pelanggan pada kabur karena ulah si temperamental.
6. Si Koruptor
Karena ada peluang, dan juga didukung adanya “kebutuhan mendesak” dan disebabkan oleh moralitas yang tipis, seorang karyawan bisa saja dengan sengaja melakukan fraud sehingga merugikan perusahaan. Menerima suap, gratifikasi, memalsukan laporan keuangan, dan sebagainya.
Tanpa perlu banyak penjelasan, sudah pasti tipe karyawan toxic yang “gemar dengan sengaja” melakukan fraud akan bisa merugikan perusahaan.
7. Si Tukang Ngutang
Karena kurangnya keterampilan untuk mengatur keuangan pribadinya, tipe karyawan toxic kelima ini akhirnya jadi hobi ngutang. Ngutang kasbon, ngutang ke koperasi, ngutang teman, hingga ngutang ke rentenir.
And thanks to kecanggihan teknologi, debt collector zaman sekarang enggak cuma meneror si tukang utang, tapi juga meneror semua orang yang berada di dekat tukang utang. Semua orang yang ada di address book handphone si pengutang dihubungi satu per satu ketika si tukang utang kabur lantaran nunggak pembayaran.
Kebayang enggak gimana rasanya, kita yang karyawan biasa enggak tahu apa-apa, tahu-tahu dihubungi oleh orang suruhan rentenir, ikut diintimidasi. “Kesalahan” kita satu-satunya adalah berteman dengan si tukang utang.
Itu dia 7 tipe karyawan toxic yang kalau enggak segera di-treatment, akan bisa mengancam berputarnya bisnis perusahaan secara keseluruhan karena terjadi ketimpangan sana-sini serta lingkungan kerja yang tak nyaman. Efeknya, kerja sama tim tak bisa dibangun secara kompak yang pasti akan memengaruhi performa.
Khusus untuk treatment bagi karyawan yang bermasalah dengan keuangan, Anda bisa menghubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Pengin Kerja di BUMN, Ketahui Dulu 5 Fakta Ini!
Sejumlah BUMN membuka lowongan kerja besar-besaran lagi tahun ini. So, buat kamu-kamu para fresh graduate yang pengin kerja di BUMN, segera siap-siap pantengin website perusahaan incaran kamu, dan jangan lupa juga untuk follow akun-akun media sosial resminya.
Menurut situs Detik Finance, tak kurang dari 11.000 karyawan baru dibutuhkan dalam seleksi program perekrutan bersama BUMN tahun 2019 ini. Sementara batch pertama sudah digelar sekitar bulan Maret 2019 lalu, batch kedua akan digelar akhir tahun 2019 ini. Meski, menurut keterangan Direktur Eksekutif Forum Human Capital Indonesia (FHCI) Sofyan Rohid, prioritas akan dilakukan dulu pada mereka yang belum terjaring di perekrutan batch pertama, tapi negara tetap akan membutuhkan banyak pelamar kerja baru di batch kedua.
Wah, siap-siap sejak sekarang deh, bagusnya!
Tapi, sebelum kamu benar-benar melamar kerja di BUMN, ada baiknya untuk mengetahui dulu beberapa hal berikut ini.
1. Gaji besar?
Kerja di BUMN barangkali memang jadi mimpi sebagian besar fresh graduate, jurusan apa pun universitas mana pun. Selain banyaknya fasilitas dan benefit yang ditawarkan, gaji yang diterima juga rata-rata lebih tinggi daripada perusahaan swasta.
Untuk program perekrutan bersama tahun ini, gaji yang ditawarkan mulai dari Rp6 juta hingga Rp8 juta. Ini termasuk lumayan banget buat fresh graduate ya. Besar kecil, itu akan kembali ke masing-masing orang. Karena, percuma juga punya gaji puluhan juta tapi enggak bisa mengelolanya dengan baik. Tetap saja enggak akan pernah cukup.
Tapi, dengan pengetahuan literasi yang baik, pengelolaan yang bijak, gaji berapa pun seharusnya ayo aja, apalagi buat para fresh graduate yang notabene belum punya tanggungan apa-apa.
Seiring waktu, dengan lebih banyaknya pengalaman selama kerja di BUMN, pastinya gaji, tunjangan, dan benefit lain akan menyesuaikan. Sekali lagi, kembali lagi pada kita. Kita mampu enggak menunjukkan kinerja yang baik?
2. Terbuka kesempatan berkarier bagi penyandang disabilitas
Saat program perekrutan bersama BUMN ini digelar awal tahun lalu, sudah diumumkan bahwa negara membuka kesempatan juga bagi para penyandang disabilitas untuk kerja di BUMN.
Wah, pastinya ini berita yang sangat baik ya? Memang seharusnyalah para penyandang disabilitas juga diberi kesempatan seluas-luasnya untuk bisa kerja di mana saja, sesuai cita-cita, impian, dan kemampuan mereka.
Beberapa BUMN yang membuka kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas antara lain Bank Mandiri, PT Industri Kereta Api, Angkasa Pura, Wijaya Karya, Pelabuhan Indonesia, Hotel Indonesia Natour, Perusahaan Listrik Negara, Telekomunikasi Indonesia, dan masih banyak lagi.
Yuk, langsung cus kepo di Google dan website BUMN yang kamu incar ya!
3. Fasilitas-fasilitas yang akan didapatkan
Kerja di BUMN berarti akan menerima pula beberapa fasilitas yang bisa menyejahterakan hidup kita.
Mulai dari fasilitas kredit rumah. Bagi kamu yang pengin punya rumah sendiri, biasanya perusahaan akan menyediakan pinjaman dengan bunga yang sangat lunak–lebih rendah dari KPR bank–dengan sistem potong gaji. Tentu saja ada syarat dan ketentuan berlaku ya.
Kamu juga akan menikmati gaji ke-13 dan gaji ke-14 (Tunjangan Hari Raya) selayaknya Aparatur Sipil Negara (ASN) pada umumnya. Belum lagi biasanya ada asuransi kesehatan juga untuk karyawan, dan keluarganya.
Nah, dengan segala bonus dan tunjangan itu, sekarang tinggal bagaimana kita mengaturnya saja bukan? Jangan sampai, sudah kerja di BUMN, menduduki jabatan tinggi, tapi rumah tetap ngontrak, enggak punya tabungan, bahkan sampai utang ke rentenir. Aduh.
Hidup sebagai karyawan BUMN itu sudah enak banget lo! Kalau jadinya tetap hidup susah, berarti pasti ada yang salah deh.
4. Dana pensiun terjamin, tapi ….
Begitu juga dengan dana pensiun. Kerja di BUMN otomatis akan diikutkan di program Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan.
Tapi, meski sudah punya Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua, ada baiknya juga sih kamu melengkapinya dengan dana pensiun ala kamu sendiri. Ingat, saat nanti sudah pensiun, paling banyak kita hanya bisa menerima 38% saja dari gaji terakhir yang kita terima lo! So, yakin nih, bakalan bisa pensiun dengan sejahtera?
Kalau enggak, ya berarti harus tetap membuat dana pensiun sendiri. Ada banyak cara, misalnya nabung di deposito, investasi di reksa dana, atau malah nabung saham saja sekalian.
Secara reguler, QM Financial punya jadwal kelas finansial online untuk membahas topik investasi, baik di reksa dana, saham, bahkan sampai P2P Lending. Dan, secara periodik, QM Financial juga punya elective class untuk membahas dana pensiun secara lengkap. Bahkan dengan simulasi dan cara menghitungnya lo.
Coba follow akun Instagram QM Financial supaya enggak ketinggalan update ya!
5. Tersedia beasiswa bagi yang ingin melanjutkan studi
Nah, yang terakhir ini nih enggak kalah penting. Jenjang karier yang jelas memang menjadi daya tarik utama bagi para pencari kerja untuk dapat kerja di BUMN.
Bagi yang ingin mencapai jenjang karier lebih tinggi (yang berarti juga jaminan kenaikan gaji), disediakan beasiswa untuk melanjutkan studi. Tak hanya beasiswa untuk menyelesaikan studi S1, bahkan ada perusahaan yang menawarkan beasiswa bagi karyawan yang ingin melanjutkan studi ke S2 dan S3.
Jadi, gimana nih? Pasti tambah tertarik deh untuk bisa kerja di BUMN ya?
Good luck ya!
5 Peluang Kerja yang Akan Tercipta di Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur
Pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke lokasi ibu kota baru di Kalimantan tak sekadar wacana lagi. Direncanakan untuk mulai pindah di tahun 2024, maka Indonesia harus mulai bersiap sejak sekarang. Karena, tak hanya sekadar memindahkan tempat tinggal presiden saja, tetapi buanyak hal juga akan ikut terpengaruh dengan kepindahan ibu kota ini. Salah satunya adalah seputar peluang kerja.
Ya, ini wajar. Karena di mana banyak orang berkumpul, di situ bisa tercipta ide bisnis. Dan, apalah arti ide, konsep, dan sistem dalam bisnis kalau di dalamnya enggak ada aset yang bernama sumber daya manusia. Saat ada peluang bisnis tercipta, maka di situ pulalah tercipta banyak peluang kerja.
Di antara banyaknya peluang kerja yang mungkin tercipta di lokasi ibu kota yang baru, berikut 5 peluang kerja yang kemungkinan akan paling seru diminati calon pelamar
1. Karyawan provider internet
Apalah arti lokasi pusat pemerintahan yang baru di sebuah negara kepulauan kalau tanpa didukung oleh layanan internet yang mumpuni?
Ibu kota baru yang harus punya jaringan teknologi informasi yang kuat. Beberapa provider juga sepertinya sudah mulai melirik untuk melebarkan sayap untuk membuka kantor di lokasi ibu kota baru. Ini berarti mereka akan membuka peluang kerja baru untuk menjadi aset sumber daya manusia bisnis mereka di Kalimantan Timur, mulai dari teknisi, administrasi, hingga petugas call center.
2. Pemasar properti
Meski konon, bagi para ASN yang bersedia ikut pindah bersama dengan pindahnya ibu kota baru ke Kalimantan Timur sudah disediakan tempat tinggal, namun bisnis properti tampaknya juga akan menjadi salah satu peluang yang potensial untuk dikembangkan.
Bayangannya sih, di beberapa lokasi pasti akan berkembang pula pemukiman-pemukiman anyar, yang akan dihuni oleh orang-orang yang akan mengais rezeki di ibu kota yang baru. Tentu saja, para pebisnis properti akan butuh dukungan para pemasar, agen, dan juga kontraktor untuk bisa menjalankan bisnis ini dengan lancar.
Peluang kerja yang cukup menjanjikan, bukan?
3. Barista
Harus ada penjual kopi kekinian di ibu kota baru! Harus! Enggak bisa enggak! Kopi kekinian is lyfe! Eh, boba juga sih. Ya sudah, berarti peluang kerja yang diramalkan bakalan seru di lokasi ibu kota baru ini, selain barista, adalah peramu boba.
Karena, apalah arti hidup tanpa kopi kekinian dan boba? Sampai di sini, siapa setuju? Tuh kan, banyak yang ngacung.
Mal, bioskop, dan yang lainnya boleh ditunggu untuk dibangun dan mulai beroperasi, tapi warung kopi kekinian dan boba harus sudah ada sejak ibu kota baru diresmikan. Seenggaknya bisa mengobati kesepian para ASN yang baru pindah, dan juga mereka-mereka yang baru datang ke lokasi ibu kota baru untuk mencari rezeki.
Tentunya, hal ini akan lebih lengkap jika ditambah dengan adanya para abang driver ojol, yes? Jadi, tolong, pindahkan para barista, peramu boba, dan abang driver ojol ke lokasi ibu kota baru juga, please.
4. Chef dan tukang masak
Tak hanya barista dan peramu boba, tolong pindahkan juga para chef dan pemasak okonomiyaki, ayam geprek, makaroni ngehe, sate taichan, corndog, nugget pisang, martabak 8 rasa, cilok, telur gulung, es kepal dan lain sebagainya itu ke lokasi ibu kota yang baru.
Seperti halnya kopi kekinian, jajanan kekinian pasti bisa menjadi penghibur sementara ibu kota masih dalam proses dibangun, berbenah, hingga bisa berfasilitas lengkap seperti Jakarta.
Chef atau tukang masak juga diperlukan jika ada pelaku bisnis katering yang melayani permintaan makan siang nasi box untuk para karyawan. Bakalan banyak ASN ataupun karyawan yang datang ke Kalimantan Timur untuk bekerja, maka ini bisa jadi peluang kerja bagi mereka yang memang berprofesi sebagai chef atau tukang masak.
5. Ekspedisi
Kota yang sibuk dengan aktivitas penduduk yang kian padat, tentu akan butuh pasokan kebutuhan hidup sehari-hari yang jumlahnya banyak. Dengan demikian, jasa ekspedisi pasti sangat diperlukan di lokasi ibu kota yang baru. Agen-agen, administrasi, hingga supir ekspedisi akan sangat diperlukan, agar pengiriman dan penerimaan barang-barang kebutuhan ini lancar.
So, tertarik untuk ikut mengadu nasib ke ibu kota yang baru? Peluang kerja di perusahaan ekspedisi bisa jadi pilihan.
Nah, gimana nih? Kira-kira tertarik untuk mencoba peluang kerja yang mana nih? Ataukah, ada peluang kerja lain yang bakalan seru juga di lokasi ibu kota yang baru, di Kalimantan Timur? Share di kolom komen ya!
Semangat Kerja Hilang? Ini Dia 3 Tip Terbaik Membangun Resiliensi
Seseorang yang sukses dan tangguh dalam bekerja, enggak semata-mata ditentukan oleh seberapa banyak gaji yang diterimanya, prestasi kerja yang dibuatnya, seberapa besar ide segar yang berhasil ia realisasikan. Tetapi juga ditentukan oleh seberapa sanggup ia bangkit kembali setelah mengalami semangat kerja hilang, setelah mengalami masalah yang membuatnya terpuruk.
Kemampuan untuk bangkit kembali, berdaya lenting atau bangkit, dalam kamus psikologi dikenal dengan istilah resilien. Menurut Dr. Karen Reivich dan Dr. Andrew Shatte, dua orang ilmuwan dan coach yang bergerak di proyek resiliensi, resiliensi merupakan kemampuan bagi individu untuk bisa beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit.
Jadi, semisal kita mengalami semangat kerja hilang, maka kemampuan kita untuk memulihkan diri ini sejujurnya yang malahan menunjukkan seberapa tangguh kita dalam pekerjaan kita.
So, buat yang sekarang lagi mengalami semangat kerja hilang, jangan biarkan diri sendiri semakin terpuruk. Coba lakukan 3 tip terbaik membangun resiliensi dari ahlinya berikut ini, agar kita kembali produktif dan kembali aktif berkontribusi di perusahaan tempat kita bekerja.
3 Tip terbaik membangun resiliensi agar segera bangkit dari semangat kerja hilang
1. Salurkan emosi
Latih diri untuk dapat meregulasi emosi saat sedang mengalami semangat kerja hilang, kesal, cemas, sedih, marah, dan emosi negatif lainnya, sehingga dapat mempercepat proses kita menemukan solusi dari masalah yang kita hadapi.
Dalam hal ini, kita mesti segera mendapatkan cara cepat dan tepat untuk mengekspresikan segala emosi negatif itu, dengan cara sehat. Misalnya, ditulis. Yes, tulisan atau coretan dipercaya bisa menjadi media untuk mencurahkan isi hati hingga tuntas. Tulislah segala unek-unek yang ada, walaupun kemudian di-delete ataupun dibuang. Yang penting, semua ganjalan sudah dikeluarkan.
Atau, kita juga bisa berteriak di tempat sepi untuk melampiaskan segala emosi negatif yang membuat semangat kerja hilang. Bisa juga dengan melakukan kegiatan seni atau olahraga yang dapat mengeluarkan energi negatif dalam waktu singkat.
2. Bangun optimisme
Orang yang optimis adalah orang yang memiliki harapan pada masa depan dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol arah hidupnya.
Masih menurut Dr. Reivich dan Dr. Shatte, orang optimis itu cenderung akan lebih sehat secara fisik, dan lebih jarang mengalami depresi, juga lebih produktif dalam bekerja. Mereka juga cenderung untuk bebas dari beban masalah, terutama yang akan datang. Yah, ada sih masalah, tapi biasanya mereka akan dengan cepat menemukan solusi jitu untuk mengatasinya. Termasuk dalam hal keuangan pribadinya.
Saat kita melakukan kesalahan, hal itu akan kita anggap sebagai pembelajaran ke depannya. Kesalahan itu akan membuat kita menjadi lebih berusaha optimal dan berhati-hati dalam melangkah agar tak jatuh lagi di kesalahan yang sama.
3. Tingkatkan aspek positif dalam diri
Orang yang selalu berusaha untuk meningkatkan aspek positif dalam dirinya cenderung akan lebih mudah mengatasi permasalahan hidup, serta berperan dalam meningkatkan kemampuan interpersonal dan pengendalian emosi.
Orang yang mampu meningkatkan aspek positif dalam hidup, akan mampu membedakan risiko yang realistis dan tidak realistis, serta bisa menyusun kembali tujuan hidupnya dengan bekerja, meski mengalami semangat kerja hilang.
Jadi, ayo, mau self pukpuk dulu? Boleh. Tapi segera bangkit, dan perbaiki apa-apa yang salah. Apa sih yang menyebabkan kita mengalami semangat kerja hilang? Apa masalah kita sebenarnya? Beban kerja yang terlalu berlebih? Rekan kerja yang kurang kooperatif? Ataukah, kita sebenarnya sedang dirundung masalah keuangan pribadi?
Hmmm, kalau yang terakhir yang menjadi penyebab semangat kerja hilang, well, seharusnya sih enggak perlu bingung lagi untuk mencari solusinya. Kan sudah banyak kelas finansial online dari QM Financial yang bisa dipilih sesuai kebutuhan. Mulai dari topik dasar, seperti mengatur cash flow demi bebas utang dan bisa mengelola gaji dengan baik, hingga segala pengetahuan tentang berbagai jenis investasi demi mewujudkan mimpi pensiun dini, semua ada.
Ayo belajar keuangan sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan aspek positif dan upaya membangun resiliensi diri kita sendiri.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info terbaru.