7 Resep Sehat dan Bahagia untuk Para Workaholics
Hai, apa kabar, workaholics? Masih waras kan? Apa kabar asuransi jiwa dan asuransi kesehatannya? Premi lancar kan ya? Syukurlah. Bagaimana dengan jaminan kesehatan mental dan jiwa? Penting lo bagi kita untuk tetap sehat dan bahagia.
Jangan sampai karena tertekan sana-sini demi target kerja, kesempurnaan, dan tujuan finansial yang banyak, kita jadi mengorbankan kewarasan kita. Awas lo, ntar jadi kayak Joker! Hiy!
Sepertinya sih untuk kesehatan mental dan jiwa itu belum banyak yang bisa menjamin ya, kecuali diri kita sendiri. So, meski kita workaholic alias gila kerja–yang hobi banget bawa kerjaan pulang ke rumah, bahkan bawa juga ke lokasi liburan–tapi penting juga bagi kita untuk menjaga agar diri kita tetap sehat dan bahagia.
Ya, kalau bukan kita sendiri, terus siapa lagi sih? Bener nggak?
7 Resep Sehat dan Bahagia untuk si Gila Kerja Alias Workaholic
Bikin agenda liburan rutin berikut anggarannya
Obat stres apa yang paling manjur, yang bisa bikin para workaholic tetap sehat dan bahagia? Liburan! Yes!
Ayo, liburan rutin! Setiap 3 bulan sekali? 6 bulan sekali? Tapi, ingat. Seberapa pun rutinnya kita menjadwalkan liburan, teteup ya, jangan sampai bikin tujuan finansial lain terganggu.
So, buat anggaran dana liburan, alokasikan secara khusus. Kalau perlu, bikin deh rekening khusus liburan. Ini penting banget ya. Jangan sampai nih, liburan rutin eh … malah terlilit utang karena nggak punya anggaran tapi dipaksain berlibur.
Pulang berlibur, malah makin stres. Iya nggak sih?
Lagi pula, menambahkan dana liburan dalam tujuan finansial mungkin malah bisa bikin kita tambah semangat kerja lo.
Positive vibes only
Yes, bangun suasana positif di mana pun kita berada. Ada teman yang toxic? Well, kalau enggak bisa di-handle, ya mending dihindari saja sebisa mungkin.
Lingkungan kerja yang toxic? Yah, coba cari akal supaya bisa membuatnya jadi menyenangkan.
Jangan sampai semangat kerja menurun karena orang lain. Rugi banget, ntar nggak bisa dapat bonus, nggak bisa liburan dong.
Kerjakan hobi
Suka ngerjain apa? Menulis, crafting, main musik, karaokean, …
Kalau punya kegiatan yang disuka atau hobi, maka di sela-sela kesibukan, buatlah waktu untuk melakukan hobi sebagai penyeimbang agar tetap sehat dan bahagia.
Workaholic mah hobinya kerja!
Ada yang berpikiran begitu? Ya, bolehlah. Sekarang coba lakukan hal selain yang rutin, yang “memaksa” kita untuk menjadi lebih baik–bahkan syukur-syukur mendatangkan penghasilan tambahan. Ya, dengan membisniskan hobi. Why not kan?
Sebagai diversifikasi kegiatan rutin biar nggak bosan, obat stres, masih dapat duit lagi. Ada yang nggak mau?
Hangout, why not?
Sesekali hangout juga perlu lo. Jangan mentang-mentang QM Financial menyarankan untuk mengurangi pengeluaran lifestyle demi tujuan finansial yang tercapai lebih cepat, lantas kamu sama sekali nggak hangout lagi bareng teman-teman.
Boleh kok, hangout. Asal pos yang lain sudah aman. Malah penting, biar kita sosialisasi dan bergaul sama manusia-manusia “biasa”–mereka yang suka bersenang-senang, biar kita ikut ketularan bahagia. Iya nggak sih?
Dekorasi meja kerja
Meja kerja yang berantakan dan begitu-begitu saja kadang ikut andil menambah bosan dan jenuh. So, supaya semangat kerja naik, mood baik, coba deh tata ulang meja kerja kita di kantor.
Meja berantakan mungkin bisa jadi indikasi kalau kita sibuk dan banyak kerjaan, tapi bisa jadi bikin tambah rungsing. Jadi, yuk, rapiin!
Meditasi, yoga, atau olahraga yang digemari
Olahraga, konon, bisa melepaskan hormon dopamin yang melepaskan rasa bahagia. Hmmm, apakah kamu rajin berolahraga, workaholics? Ini salah satu resep sehat dan bahagia sekaligus lo.
Enggak perlu harus jadi membership gym kok, karena paling berapa lama sih kamu rajin mampir ke pusat kebugaran? Jangan-jangan cuma 2 bulan, dan habis itu bayar iuran anggota cuma jadi pengeluaran mubazir aja.
Mending kamu jalan kaki setiap pagi, bersepeda setiap akhir pekan, atau sekadar yoga dan meditasi, itu juga sudah bagus banget untuk menjaga agar dirimu tetap sehat dan bahagia.
Manjakan diri dengan mempelajari hal baru
Yang terakhir, karena kamu adalah seorang workaholics–yang biasanya excited kalau dikasih tantangan atau hal baru–nah, coba tantang dirimu sendiri untuk mempelajari hal baru. Hal ini juga bisa jadi salah satu resep sehat dan bahagia yang tokcer banget lo.
Nah, kapan terakhir kali kamu ikut workshop, memperdalam wawasan, menambah pengetahuan? Mungkin sudah lama banget? Well, ada baiknya kamu mulai cari-cari info lagi, ada kelas-kelas apa yang bisa membantumu menjadi lebih baik lagi.
Kelas finansial online, mungkin? Ambil kelas investasi, siapa tahu bisa menambah anggaran dana liburanmu, atau demi pensiun dini sejahtera? Kalau kamu sekarang gila kerja, siapa tahu juga kamu pantas untuk pensiun dini sejahtera di usia 45 tahun. Pergi keliling dunia, menikmati liburan setiap hari. What a pension dream!
See? Meski gila kerja, kamu sepatutnya enggak melupakan acara bersenang-senang, agar keseimbangan dan kesehatan mentalmu terjaga.
Jadi, ayo mulai rencanakan acara bersenang-senangmu sekarang.
Karyawan Terbaik Anda Ingin Resign? Ini Dia 5 Cara Terbaik untuk Mempertahankannya
Sempat baca tweet berbalut curhat seseorang, “Lapangan kerja banyak. Yang nganggur banyak. Tapi kenapa susah banget dapetin karyawan yang bener-bener bisa kerja. Susah dapat karyawan terbaik tuh.”
Terus, tiba-tiba saja nggak lama kemudian, ada sahabat yang curcol pengin resign dari tempatnya bekerja selama 13 tahun. Padahal tahu banget, bahwa dia adalah staf berdedikasi, smart, dan jadi tangan kanan bos banget deh. Kirain bakalan awet kerja di perusahaan yang sekarang, ternyata dia sudah menyimpan begah selama setahun terakhir.
Ditanya alasannya apa kok pengin resign, padahal sudah 13 tahun kerja di situ? Jawabannya, ada masalah dengan bos barunya, terutama soal penghargaan atas ide dan gagasan. Lantas dia mengaku, ide-ide yang ia lontarkan di private meeting sama si bos baru, dibawa ke bos besar. Ya, ini enggak akan jadi masalah kalau bos kecil nggak mengakui ide itu sebagai idenya sendiri.
Wah, pantas saja dia nggak betah lagi. Apalagi ini enggak cuma sekali dua kali terjadi.
Kadang memang karyawan terbaik enggak hanya akan bertahan di satu perusahaan karena gaji, tapi ada beberapa hal yang memang mereka dapatkan yang melebihi gaji.
So, jika sebuah perusahaan berniat mempertahankan karyawan terbaik yang mereka punya, berikut ada beberapa hal yang bisa dilakukan–menurut seorang teman yang menjabat sebagai staf HR di suatu perusahaan.
5 Cara yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan karyawan terbaik
1. Beri apresiasi untuk setiap ide dan gagasannya
Seperti kasus di atas, si karyawan merasa tidak diapresiasi ide dan gagasannya oleh atasan sehingga ia merasa tidak perlu lagi bertahan di kantor tempat ia bekerja sekarang. Apalagi kemudian ide dan gagasannya itu malah diaku sebagai milik orang lain. Wah, tambah kecewa deh pastinya.
Terkadang sebagai karyawan, kita enggak selalu mengharapkan imbalan berupa materi, tetapi juga sebuah apresiasi ataupun penghargaan. Sekadar ucapan terima kasih, atau pengakuan atas ide-ide yang dilontarkan, itu sudah cukup.
Karyawan terbaik biasanya sering mampu memberikan ide-ide yang solutif yang baik untuk kepentingan bersama. Kalau ide-ide mereka tidak diapresiasi dengan selayaknya, sudah pasti akan mematikan kreativitasnya, bukan?
2. Beri ruang untuk gagal
Karyawan tentu diharapkan untuk kreatif dan inovatif menemukan solusi dan ide demi kelancaran bisnis perusahaan.
Menurut artikel yang dilansir oleh Forbes ini, salah satu cara untuk menjaga kreativitas karyawan adalah dengan memberi ruang pada mereka untuk gagal.
Ya, kalau dipikir-pikir sih ya, bener juga ya? Kalau takut gagal, berarti kita akan takut mencoba. Takut mencoba berarti enggak ada perkembangan.
Masih menurut artikel yang sama, kegagalan atau kesalahan akan membuat para karyawan terbaik ini untuk mengevaluasi langkah-langkah yang sudah dilakukan, dan berusaha menemukan letak kesalahan atau masalah untuk kemudian dicari langkah perbaikannya.
3. Pastikan haknya terpenuhi
Hak di sini enggak melulu soal gaji dan tunjangan, serta benefit materi lainnya. Hak karyawan juga mencakup beberapa kompensasi non finansial yang diberikan oleh perusahaan–baik sebagai apresiasi ataupun sebagai stimulasi terhadap perkembangan keterampilan karyawan.
Misalnya seperti hak karyawan untuk bisa bekerja di lingkungan kantor yang sehat, hak karyawan untuk beristirahat, juga adanya jaminan jenjang karier yang jelas.
Pastikan karyawan terbaik di perusahaan Anda mendapatkan hak-hak mereka, agar mereka nyaman dan betah bekerja.
4. Beri ruang privasi
Karyawan terbaik bukan berarti mereka harus mau standby 24 jam untuk pekerjaan. Bagaimanapun, mereka butuh sisi hidup yang lain–sisi kehidupan pribadi yang akan membawa manfaat baik untuk kesehatan mentalnya.
Bayangkan, jika mereka tengah bersantai bersama keluarga, dan kemudian tiba-tiba mendapatkan telepon atau pesan singkat tentang kerjaan yang sudah ditunggu di hari Minggu siang.
Oh yes. Yang pasti, setiap karyawan butuh punya kehidupan pribadi, jadi berikanlah ruang privasi juga pada mereka agar bisa menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadinya.
5. Fasilitasi keinginannya untuk berkembang
Pada dasarnya, setiap manusia itu selalu ingin berkembang, selalu ingin menjadi yang lebih baik. Begitupun para karyawan terbaik yang bekerja di perusahaan Anda.
So, coba jadwalkan untuk memfasilitasi keinginan mereka untuk berkembang ini dengan mengadakan training-training yang bisa meningkatkan skill mereka.
Salah satunya dengan memberikan training pengelolaan keuangan pribadi untuk mereka. QM Financial punya program #QMTraining yang interaktif dengan silabus yang komprehensif. Bisa disesuaikan dengan kebutuhan karyawan. Untuk kelas finansial online, siapa pun bisa ikutan, di mana pun mereka berada. Tinggal pilih saja sesuai kebutuhan.
Perusahaan dan karyawan, keduanya saling berkorelasi secara erat. Masing-masing saling membutuhkan, so, ada baiknya untuk saling menghormati dan menghargai.
Semoga perusahaan Anda selalu bisa mempertahankan para karyawan terbaik ini ya!
5 Tanda Kamu Bekerja di Perusahaan Toxic
Ada karyawan toxic di tempatmu bekerja? Well, kamu patut berhati-hati kalau begitu, karena bisa saja rekan toxic ini akan ikut andil menciptakan suasana kerja tak nyaman di kantor, bahkan bisa membuat kantormu menjadi perusahaan toxic.
Karena oh karena … sebuah perusahaan itu ter-define oleh siapa saja yang bekerja di dalamnya. Kan, karyawan adalah aset perusahaan yang utama?
So, barangkali ada di antara kamu yang sekarang sedang mengalami burnout berkepanjangan, jadi nggak semangat kerja, malas berangkat ke kantor, kalau sudah di kantor juga pengin buru-buru pulang … nah, perlu dicari nih penyebabnya. Bisa jadi penurunan produktivitas kamu itu terjadi karena kamu bekerja di perusahaan toxic.
Sekarang coba deh dicek, apakah ada tanda-tanda berikut di kantor tempat kamu bekerja?
5 Tanda dan gejala perusahaan toxic
1. Penuh dengan politik kantor
Sebenarnya politik kantor ini enggak selalu buruk sih, tergantung juga pada tujuannya. Ada beberapa hal yang memang harus dilakukan secara strategis, demi tujuan baik bersama.
Namun, tentu saja, yang sedang kita bicarakan di sini bukanlah tipe politik kantor yang positif, tetapi politik kantor yang membawa vibe negatif pada suasana kerja. Seperti apa, misalnya? Persaingan antar karyawan yang tidak sehat adalah salah satunya.
Biasanya ini terjadi ketika sedang ada “musim promosi”. Satu-dua karyawan kurang berkompeten terlihat berusaha keras mendapatkan promosi atau kenaikan gaji yang sebenarnya tak layak mereka dapatkan, dengan cara-cara yang kurang elok.
Ada memang yang beginian? Ada, makanya ada sebutan karyawan toxic akan membentuk perusahaan toxic.
2. Hanyak kritik, tanpa apresiasi
Para atasan dan pihak manajemen juga ikut andil dalam membentuk lingkungan kerja perusahaan toxic. Adanya tekanan yang terus menerus pada bawahan, tanpa ada sedikit pun apresiasi atau penghargaan, lama kelamaan juga akan membangun suasana yang tak nyaman saat bekerja.
Mana ada sih orang yang mau bekerja dengan kritik terus menerus? Kalaupun sesekali menunjukkan performa atau hasil kerja yang baik–memang bukan kritik yang diterima sih–tetapi ada anggapan bahwa itu wajar saja terjadi karena toh karyawan sudah dibayar untuk melakukan tugasnya.
Duh, kayak PLN banget enggak sih? Kalau listrik nyala dan lancar, enggak ada yang muji. Kalau listrik padam aja, semua ngebully.
3. Tidak memberi ruang privasi
Kemarin sempat baca curhatan seseorang di Twitter, yang mengunggah surat edaran dari kantor tempatnya bekerja (tentu saja dengan menyamarkan nama kantor, dan nama-nama orang yang bertanda tangan di atasnya), bahwa seorang staf tidak boleh mengabaikan pesan pribadi atasan/bos di handphone mulai dari pukul 08.00 sampai pukul 23.00.
Kalau terlambat menjawab pesan sampai 3 jam, ada denda Rp100.000! Dan, ini berlaku akumulatif.
Wah, udah kayak ongkos parkir di mal aja ya? Tarif flat 3 jam, berikutnya berlaku kelipatan.
Bagaimanapun, seorang karyawan sebenarnya berhak untuk menyeimbangkan kehidupan pribadi dan kehidupan profesionalnya. Ini memang tidak pernah diatur secara hukum–dalam artian ada di undang-undang pemerintah seperti halnya cuti, upah, dan tunjangan sih. Tapi, seharusnya ini menjadi etika saja di setiap kehidupan di dunia kerja.
Demi kesehatan mental bersama.
4. Birokrasi berbelit
Apakah kamu harus menunggu berminggu-minggu hanya untuk mendapatkan persetujuan untuk membeli ATK sederhana keperluan untuk ngantor sehari-hari? Apakah kamu harus berkali-kali menanyakan ke bagian finance, apakah vendor tertentu sudah dibayar atau belum karena akan segera ada order baru lagi.
Birokrasi yang panjang dan berbelit juga merupakan salah satu tanda perusahaan toxic, karena birokrasi seperti ini akan menghambat produktivitas dan efisiensi kerja siapa pun.
5. Kurang kesempatan untuk meningkatkan skill pribadi
Perusahaan yang sehat adalah perusahaan yang peduli terhadap karyawan, dan berusaha memfasilitasi perkembangan mereka ke arah yang lebih baik. Salah satu caranya adalah dengan memberikan dukungan berupa training-training yang disesuaikan dengan kebutuhan karyawan.
So, ayo, cek. Apakah kamu mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri dan meningkatkan skill pribadi ini? Perusahaan kamu pernah mengadakan training orientasi perusahaan saat kamu mulai bergabung dulu? Apakah pernah ada training manajerial untuk meningkatkan skill kepemimpinan? Pernahkah diadakan training keuangan, demi meningkatkan kemampuanmu untuk mengelola keuangan pribadimu?
Jika ya, maka, selamat! Perusahaan tempat kamu bekerja bukanlah perusahaan toxic yang enggak peduli dengan karyawannya.
Tetapi jika tidak atau belum pernah, well … ada baiknya kamu berinisiatif untuk mengusulkan diadakan training-training untuk mengembangkan keterampilan pribadimu. Terutama skill mengelola keuangan. Mengapa hal ini penting? Jelas penting, karena ada banyak korelasi antara kemampuan pengelolaan keuangan karyawan dengan kinerja di kantor.
Hubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Gaji Tidak Naik Juga Setelah Lama Bekerja, Mungkin 4 Hal Ini Penyebabnya
Seseorang bekerja pastilah dengan mengharapkan imbalan. Tapi, setelah sekian lama bekerja, gaji tidak naik juga. Padahal teman-teman seangkatan yang diterima kerja bareng sudah pada dipromosikan (yang pasti dibarengi dengan besaran gaji yang disesuaikan).
Ada apa ya?
Kalau peraturannya sih, gaji akan selalu disesuaikan setiap tahun lantaran adanya inflasi. Tapi, hmmm … bukankah seharusnya ada jenjang-jenjang tertentu yang disesuaikan juga, seiring lama waktu kita bekerja?
Ada yang sedang mengalami kebingungan seperti ini?
Memang ya, jadi karyawan itu adaaa aja permasalahannya. Mulai dari soal beban kerja hingga hubungan antar rekan. Apalagi masalah gaji, yang menyangkut hajat hidup sehari-hari. Duh, padahal ada cicilan KPR yang harus disetor setiap bulan, belum tagihan kartu kredit. Masih ada kebutuhan kuota dan pulsa HP, terus makan. Dan seterusnya. Biaya hidup ini setiap tahun selalu naik dan bertambah.
Masa gaji tidak naik juga sih, setelah sekian lama?
Apa ya penyebabnya? Mungkin ada salah satu dari beberapa alasan berikut ini.
4 Alasan mengapa gaji tidak naik juga setelah sekian lama bekerja
1. Termasuk karyawan toxic
Nah, yang paling baik memang mari kita introspeksi diri dulu deh, kenapa gaji tidak naik juga padahal kita sudah bekerja keras selama ini. Jangan-jangan kesalahan itu ada pada diri kita sendiri.
Jangan-jangan kita termasuk karyawan toxic?
Duh! Hayuk, coba-coba dicek ya. Apakah selama ini kita ngeselin? Mungkin menurut kita, tindakan kita selama ini sudah tepat. Tapi ingat, kita enggak kerja sendirian. Kita punya rekan kerja, atasan, dan organisasi lo. Apakah menurut mereka, ada tindakan kita yang merugikan?
2. Tidak ada prestasi signifikan
Hal kedua yang harus dicek mengapa gaji tidak naik juga setelah sekian lama adalah apakah kita sudah menunjukkan performa yang cukup baik? Apakah kita sudah memberikan hasil kinerja optimal, yang bermanfaat untuk seluruh organisasi?
Yes, introspeksi memang merupakan langkah pertama yang harus kita lakukan jika kita menghadapi masalah seperti ini, sebelum kemudian kita mencari-cari kesalahan orang lain.
Jika memang kita belum perform secara optimal, kinerja kita masih standar-standar aja, masih hanya melakukan apa yang dijelaskan dalam job desc, dan tidak mau mencoba melangkah keluar dari zona nyaman, ya sepertinya wajar saja sih kalau gaji tidak naik. Gaji yang naik karena alasan inflasi itu berarti sudah bagus untuk kita.
3. Soft skill kurang
Soft skill ini bisa sangat luas sih cakupannya. Tapi lagi-lagi ini merupakan bagian dari introspeksi diri. Bisa jadi masalah soft skill ini berkaitan dengan profesionalitas hingga kecerdasan mengelola emosi.
Misalnya saja, leadership. Hal ini memang tidak dipunyai oleh setiap orang, meski bisa dilatih. Perusahaan–melalui staf HR–biasanya memantau siapa saja yang punya sifat kepemimpinan yang lebih. Mereka-mereka yang dianggap mampu memimpin, punya kemampuan manajerial yang baik, kecerdasan emosi yang matang, dan mampu berkomunikasi dengan baik, pasti akan menjadi kandidat untuk dipromosikan.
Kalau dipromosikan, sudah pasti ada gaji dan tunjangan-tunjangan yang mengikuti.
So, kamu merasakan setelah sekian lama bekerja tidak ada kemajuan dalam jenjang karier? Well, mungkin kamu perlu melatih lagi soft skill kamu agar lebih baik lagi.
4. Perusahaan sedang bermasalah
Salah satu ciri perusahaan yang bermasalah adalah ketika mereka tidak bisa menaikkan benefit bagi karyawan–tapi ini juga nggak melulu berarti kalau gaji tidak naik itu pasti karena perusahaan bermasalah lo. Belum tentu juga.
So, ada baiknya kamu melihat-lihat situasi, apakah ada tanda-tanda perusahaan tempat kamu bekerja sedang mengalami masalah?
Jika iya, well, ada baiknya kamu bersabar dan menahan diri untuk menanyakan kenaikan gaji yang mungkin sudah layak kamu dapatkan. Pihak manajemen pasti sekarang sedang fokus untuk menangani masalah yang ada, yang menjadi prioritas mereka.
Bahkan, ada baiknya bagi kamu untuk juga ikut berpartisipasi memberikan pendapat atau ide agar masalahnya cepat terselesaikan.
Solusi
Jadi, sambil menunggu ada perbaikan–baik dari dalam diri kita sendiri maupun dari pihak perusahaan–ada baiknya kita benahi lagi saja apa yang ada dulu. Jangan-jangan perasaan gaji yang enggak pernah cukup ini disebabkan oleh kita sendiri yang kurang terampil mengelola cash flow?
Coba cek catatan keuangan yang sudah pernah kita buat? Apakah cash flow sudah sehat? Bagaimana dengan rasio utangmu? Apakah kamu masih bisa menabung/berinvestasi?
Lakukan financial checkup ini secara berkala–3 bulan, 6 bulan, atau 1 tahun, agar kamu bisa memastikan kondisi kesehatan keuanganmu. Kalau ada masalah dan kamu butuh pencerahan, segera cek jadwal kelas finansial online QM Financial. Cari kelas yang kamu butuhkan, dan cus, segera daftar sebelum ketinggalan.
Jadi, belajar finansial apa hari ini?
3 Tipe Burnout yang Bisa Terjadi pada Setiap Karyawan dan Bagaimana Solusinya
Adalah biasa bagi para karyawan kalau mengalami kejenuhan saat bekerja, atau yang sekarang populer dengan istilah burnout. Penyebab burnout bisa berbeda-beda, meski akhirnya “hasilnya” sama: nggak fokus dan nggak produktif selama bekerja. Penyebab burnout ini akhirnya “melahirkan” beberapa tipe burnout.
Hmmm, kalau dipikir-pikir ya, mana ada kerja yang bener-bener bebas masalah, yang santuy abuis tanpa beban kerja, tanpa stres? Iya nggak sih? Dari rutinintas yang dilakukan setiap hari saja, kita akhirnya bisa merasakan jenuh. Coba saja melakukan aktivitas yang sama terus, tanpa ada masalah sama sekali setiap hari, setiap jam. Rasanya bosen juga kan?
So, burnout itu biasa. Wajar terjadi, pada siapa saja, di mana saja, kapan saja. Tapi kalau dibiarkan berlama-lama, itu dia yang enggak sehat untuk kesehatan mental. Dibiarkan lebih lama lagi? Wah, makin parah deh.
Jadi gimana dong? Ya, harus segera diatasi, sebelum memengaruhi kinerja kita di kantor. Jangan sampai nih, bonus melayang hanya karena kita yang enggak bisa memenuhi target deh. Bisa kacau kan, tujuan finansial yang sudah dibikin bareng di kelas-kelas finansial online QM Financial kemarin? DP rumah pertama jadi mundur, enggak jadi liburan ke Eropa, nggak jadi nonton konser Shawn Mendes … Aduh!
Tapi, harus diatasi dari mana dulu? Well, kita bisa mulai dari mencari penyebabnya.
Berikut adalah beberapa tipe burnout yang biasa dialami oleh para karyawan berdasarkan penyebabnya
1. Burnout karena beban kerja
Tipe burnout pertama ini sebenarnya juga bukan hal yang istimewa. Sudah lumrah kalau beban kerja memang tinggi maka kita pun kecapekan, apalagi kalau kita juga punya gaji besar. Besaran gaji biasanya memang berbanding lurus dengan wewenang dan tanggung jawab.
Karena itu, seharusnya kita sudah tahu solusi terbaik untuk mengatasi burnout akibat beban kerja yang luar biasa itu. Ambil cuti sejenak, lalu liburan. Atau manfaatkan saja weekend-nya. Sesekali pergi keluar kota, melipir ke daerah-daerah pinggiran menikmati suasana berbeda.
Enggak perlu jauh-jauh juga kan? Kalau kebetulan kerjanya di Jakarta, ya cari saja lokasi wisata sekitaran Jabodetabek. Yang murah meriah banyak, bahkan ada juga yang gratis tiket masuk. Lokasi wisata alam, misalnya, seperti curug-curug atau taman kekinian yang instagrammable.
Alokasikan sedikit anggaran agar bisa melakukan quick escape seperti ini di akhir pekan.
2. Burnout karena kurang tantangan
Nah, tipe burnout ini nih yang sempat disebutkan di atas. Burnout karena kurang tantangan, setiap hari terlalu stagnan saja kerjanya. Jenis-jenis pekerjaan yang rentan burnout karena kurang tantangan seperti ini biasanya adalah pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan paper works atau administrasi.
Sesuatu yang terjadi terus menerus, stagnan, tanpa masalah sama sekali memang bisa banget menimbulkan kebosanan. Jangan dikira deh, kerjaan yang tampaknya enggak ada masalah itu enak. Tantangannya saja yang beda.
Nah, kalau sudah begini, terus gimana?
Well, ya coba mencari cara atau celah supaya bisa mengatasi tipe burnout yang kedua ini. Kalau dari pengalaman dan pengamatan teman-teman yang sempat dan masih bekerja sebagai staf administrasi, biasanya mereka mengatasi kejenuhan kerja dengan cara mencari celah untuk side job, atau usaha sampingan. Misalnya saja, ke kantor sambil jualan–entah keripik, atau camilan, atau apa pun deh.
Hanya saja untuk punya side job ini ada beberapa etika terhadap pekerjaan utama yang harus diperhatikan ya, utamanya mengenai fokus dan produktivitas. Jangan sampai, karena punya pekerjaan atau usaha sampingan, tugas utama malah jadi terbengkalai.
Dan yang paling penting, apakah pihak perusahaan memang mengizinkan kita untuk melakukan side job? Nah, ini yang perlu dicari tahu lebih dulu ya.
3. Burnout karena masalah di luar pekerjaan
Tipe burnout ketiga adalah kejenuhan kerja akibat hal-hal yang justru terjadi di luar area kerja. Seperti apa misalnya? Keuangan.
Masalah keuangan yang membelit para karyawan bisa menjadi satu alasan besar mengapa produktivitas menurun dan jadi sering lost focus. Bahkan survei dari International Foundation of Employee Benefit Plans (IFEBP) di Brookfield Wisconsin membuktikan lo, bahwa 1 dari 5 pekerja mengalami stres di kantor bukan lantaran work load atau beban kerja mereka yang tinggi, melainkan disebabkan oleh masalah keuangan. Surprise-nya lagi, 66% pekerja yang bermasalah dengan produktivitas itu ternyata mengalami masalah utang.
Aduh! Padahal hal ini pastinya enggak perlu terjadi kan? Memang sih, utang itu ada perlunya juga, tapi tujuannya untuk apa dulu dong? Utang apa? Apakah memenuhi syarat utang sehat? Jangan-jangan malah enggak tahu kalau utang itu punya 3 syarat supaya tetap sehat?
Tipe burnout ketiga ini solusinya ya hanya satu: tambah wawasan literasi keuangan pribadi. Bisa diberikan secara kolektif, bareng-bareng karyawan lain dalam satu perusahaan dalam bentuk training keuangan, atau ikutan saja kelas finansial online QM Financial.
Kalau dalam bentuk training keuangan, QM Financial punya program #QMTraining yang interaktif dengan silabus yang komprehensif. Bisa disesuaikan dengan kebutuhan karyawan. Untuk kelas finansial online, siapa pun bisa ikutan, di mana pun mereka berada. Tinggal pilih saja sesuai kebutuhan.
Ketiga tipe burnout di atas sebaiknya sih jangan dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi, karena kalau semakin menumpuk, maka bisa saja ini berarti kita menyimpan bom waktu. Akibatnya, karier kita bisa terancam lo.
Jadi, yuk, mau belajar finansial apa hari ini?
ORI 016: Kesempatan Mulai Investasi Baru untuk Millenials
Setelah mengeluarkan SBR 008 di bulan September 2019 lalu dengan 52%-nya dibeli oleh generasi millenials, awal Oktober ini, pemerintah kembali mengajak millenials untuk semakin rajin investasi dengan menawarkan ORI 016.
Hal ini pastinya harus kita sambut baik ya? Kapan lagi sih, kita bisa membantu negara–menjadi pahlawan-pahlawan generasi digital–sekaligus mempersiapkan masa depan yang lebih baik?
ORI 016 ini cocok banget buat kamu yang baru mulai belajar investasi, karena tingkat risiko rendah tetapi tingkat keuntungan setara dengan beberapa produk reksa dana pasar uang. Risiko gagal bayar minim banget. Jadi, yang masih ragu-ragu aja mau investasi, bisa nih mencoba dengan berinvestasi untuk negara dulu melalui ORI 016 ini.
Mari kita lihat sedikit tentang ORI 016 ini sebelum kamu mulai investasi!
Daftar Dulu!
Yang pertama harus kamu lakukan kalau pengin ikut berinvestasi adalah mencari agen penjual ORI 016 ini.
Nah, berbeda dengan ORI 015 sebelumnya yang hanya mengandalkan pasar offline, ORI 016 ini sekarang bisa kamu beli juga secara online. Ini dia salah satu terobosan pemerintah yang menyasar para investor millenial, karena perilaku investor ini yang gemar berinvestasi secara online.
Dan, lebih dipermudah lagi juga, karena agen penjual ORI 016 enggak cuma bank-bank konvensional saja, tetapi juga bisa didapatkan di banyak fintech yang ada di Indonesia.
So, kamu bisa mulai dengan mencari informasi, siapa saja yang menjadi agen penjualnya. Kalau kamu selama ini sudah mulai berinvestasi di suatu tempat, coba cari tahu apakah di tempat yang sama juga menjual ORI 016.
Kalau sudah memutuskan hendak membeli di mana, selanjutnya kamu akan diwajibkan untuk registrasi dengan memasukkan beberapa informasi data diri, seperti nama lengkap, no NPWP, hingga mengunggah bukti kepemilikan rekening bank. Setelah itu, kamu bisa mulai membeli ORI 016, hingga ditutup tanggal 24 Oktober 2019 mendatang.
Mulai dari Seharga Sepatumu
Buat yang setiap bulan selalu beli sepatu baru, nah, coba deh, untuk bulan Oktober ini alihkan uang untuk beli sepatu ke ORI 016. Karena kamu bisa berinvestasi mulai dari Rp1 juta saja. Maksimalnya Rp3 miliar.
Dengan bunga flat sebesar 6,8% dengan tenor 3 tahun, kamu akan memperoleh kupon keuntungan lumayan setiap bulannya, lebih besar ketimbang rata-rata bunga deposito.
Tiga tahun lagi, kamu akan mendapatkan kembali uangmu ditambah dengan keuntungannya. Bandingkan dengan sepatu yang tiga tahun lagi mungkin sudah kamu anggurin di rak sepatu paling bawah karena ada sepatu model baru.
Cermati Benar-Benar Sebelum Membeli
Meski tingkat risiko sangat rendah, karena yah … ini yang berutang pemerintah kita sendiri gitu lo. Tentunya, risiko gagal bayar memang minim, tetapi bukannya lantas enggak ada sama sekali.
ORI 016 juga tradeable, artinya bisa diperjualbelikan di pasar sekunder, berbeda dengan SBR 008 sebelumnya yang tidak bisa diperdagangkan. So, barangkali buat kamu yang sudah berpengalaman dan suka investasi agresif, hal ini mungkin merupakan keuntungan tersendiri ya? Dengan menjual ORI 016 di pasar sekunder, kamu jadi punya peluang untuk meraih keuntungan lagi dari selisih harga jualnya, meskipun risiko untuk capital loss juga lebih besar.
Sekali lagi, lakukan pertimbangan-pertimbangan dengan cermat sebelum melakukan apa pun yang terkait dengan investasi ya, karena, ingat, investasimu adalah tanggung jawabmu pribadi.
Obligasi Negara Cocok untuk Tujuan Finansial Jangka Pendek Hingga Menengah
Berinvestasi pada surat utang negara seperti ORI 016 ini cocok kamu lakukan untuk tujuan finansial jangka pendek hingga menengah, ketimbang hanya disimpan di tabungan biasa yang terancam inflasi yang bisa mengikis uangmu sedikit demi sedikit.
Tujuan finansial jangka pendek hingga menengah ini misalnya:
- Dana liburan
- Penyimpanan dana darurat
- Tabungan untuk dana menikah 3 tahun lagi.
- dan lain-lain
Yang pasti memang, selalu awali dengan #TujuanLoApa, termasuk saat kamu ingin mulai berinvestasi di obligasi negara, seperti ORI 016 ini. Dengan tujuan yang jelas, maka kamu akan bisa merencanakan keuanganmu dengan lebih baik.
Jadi, gimana, gaes? Siap menjadi investor millenial dengan ikut berpartisipasi membangun negara?
Mau belajar lebih banyak tentang investasi dan berbagai hal seputar pengelolaan keuangan pribadi? Ikut kelas finansial online QM Financial aja yuk! Banyak kelas yang bisa kamu pilih sesuai kebutuhan, bisa diikuti di mana saja (online dengan aplikasi zoom), dan tentunya, dengan harga terjangkau. Cek jadwalnya ya!
Disclaimer: artikel ini adalah bagian dari edukasi publik tentang financial literacy – bukan untuk kegiatan komersil. Apabila mengunakan informasi dalam artikel ini untuk keperluan pengambilan keputusan, investor harus mempertimbangkan semua risiko dan skenario terburuk yang dapat terjadi. QM Financial tidak memberikan jaminan akurasi data dan tidak memberikan jaminan keuntungan atas produk keuangan dan investasi.
Gaji Besar Utang Semakin Banyak, Apa yang Salah? Ini Dia 3 Penyebabnya!
Saat baru saja terima bekerja, berharap sih mendapat gaji besar, tapi ya namanya pemula merasa layak aja dapat gaji seberapa pun asal masih dalam batas UMR.
Setelah beberapa lama bekerja, gaji naik sedikit demi sedikit sesuai wewenang dan tanggung jawab yang juga mulai banyak. Dapat promosi, lalu naik gaji. Yang tadinya cukup ngangkot, tiba-tiba merasa enggak cukup. Karena tuntutan mobilitas yang cukup tinggi juga sih, akhirnya ambil deh kredit mobil.
Kredit mobil belum lunas, sudah ketemu seseorang dengan siapa pengin menua bersama. Biaya menikah, masih didukung orang tua sih. Tapi, berhubung sekarang sudah jadi manajer, punya gaji besar, rasanya gimana gitu kalau enggak bikin resepsi di hotel berbintang. Ambil deh kredit untuk tambahan biaya menikah.
Hidup bareng pasangan pasti enggak nyamanlah kalau masih di kos. Kebetulan, di kantor juga baru saja dipromosikan lagi, gaji pastinya menyesuaikan. Kredit yang diambil untuk biaya menikah masih ada, tapi tinggal tipis. Coba ambil kredit di tempat lain, untuk DP rumah yang kemudian disusul dengan cicilan KPR. Gaji besar ini, pasti cukuplah ya, untuk KPR.
Dan, kemudian punya anak. Butuh mobil yang lebih besar, supaya kalau pergi bisa muat sekeluarga.
Hasilnya, sudah qerja bagai quda, gaji naik sih, tapi boro-boro bisa nabung, rasanya enggak pernah pegang duit beneran. Semuanya cuma numpang lewat. Kok bisa?
Apakah ilustrasi di atas juga menjadi kisah hidupmu, wahai karyawan? Hvft!
Mari kita lihat, kesalahan apa saja yang biasanya dilakukan oleh karyawan sehingga gaji besar pun akhirnya enggak kerasa, karena utang juga semakin banyak.
3 Hal penyebab mengapa gaji besar tetapi utang juga semakin banyak
1. FOMO
FOMO–Fears of Missing Out–bisa dibilang semacam perasaan takut ketinggalan sesuatu; takut kudet, takut kuper, takut nggak ikut hype. Semakin ke sini, FOMO ini semakin mirip dengan penyakit. Gejalanya dilanda kecemasan, gelisah, enggak fokus dengan apa yang dikerjakan, sampai merasakan juga sakit fisik seperti sakit kepala.
Salah satu tanda FOMO ini–terutama yang terjadi di Indonesia–adalah tingginya tingkat utang untuk beli gadget. Ibaratnya, di Amerika, Apple baru saja rilis Iphone 7, konsumen di sini sudah menunggu Iphone 8 keluar. Lebih cepat hype-nya. Coba saja lihat di mal-mal atau pasar handphone, tiap kali ada rilis gadget terbaru, antrean mengular.
Ini bukan cuma khayalan, tapi fakta di lapangan yang sempat diungkap oleh salah seorang teman yang bekerja di sebuah penyedia jasa pinjaman, yang bekerja sama dengan mal-mal besar. Jasa pinjaman ini memungkinkan siapa saja untuk belanja barang elektronik terbaru–termasuk gadget dan handphone–dengan uang muka yang “sangat ringan”. Tentu saja ini akan jadi godaan buat mereka yang punya gaji besar.
“Ngeliat raut muka para konsumen setelah mendapatkan barang terbaru ini luar biasa banget deh!” Begitu tambahnya.
2. Nggak punya tujuan finansial
Seperti sudah tradisi atau menjadi bagian dari hidup, banyak orang menganggap punya utang itu biasa. Kayaknya enggak afdal aja gitu kalau enggak ada utang.
Yes, memang ada yang punya mindset begini. Utang menjadi motivasi diri untuk terus bekerja. Kalau utang sudah dilunasi semua, segera cari cara supaya bisa utang lagi.
Nggak heran, makanya punya gaji besar, utang juga banyak. Gaji ada untuk membayar utang. Karena ada gaji, maka punya utang. Pemasukan bukan untuk membangun masa depan, tetapi untuk menutup masa lalu–yang berupa utang.
Ini adalah “hasil” dari hidup tanpa tujuan finansial. Enggak tahu mau ngapain dengan uangnya. Enggak ada bayangan sama sekali ke depan mau hidup seperti apa. Mau punya rumah apa enggak, pengin hidup setelah pensiun seperti apa, dan sebagainya. Maka, cicilan utang pun menjadi tujuan finansialnya.
3. Kurang paham bahwa harta itu belum tentu aset
Nah, inilah hasil dari kurangnya edukasi literasi keuangan. Enggak bisa membedakan mana harta, mana aset. Punya gaji besar juga enggak menjamin si empunya gaji mendapatkan edukasi literasi keuangan yang cukup.
Secara umum, harta adalah aset kita. Tapi, ini pengertian kuno. Sekarang enggak begini lagi. Harta adalah segala hal yang sudah kita punya. Sedangkan, aset adalah barang-barang yang bisa memberi kita pemasukan. Begitu sih secara sederhananya, menurut Robert Kiyosaki.
Terus, sekarang, bagaimanakah dengan komposisi harta terhadap aset yang kita miliki? Jangan-jangan kita memang banyak harta, tetapi kekurangan aset?
Jika memang kita sudah bisa membedakan, maka mau beli mobil pun kita bisa menimbang, apakah akan menjadi sekadar harta (karena ada penurunan nilai), ataukah akan menjadi aset (karena lantas direntalkan, atau jadi taksi online sehingga mendatangkan penghasilan)?
Kalau hanya sekadar harta, apakah memang perlu ganti mobil berharga miliaran? Kalau misalnya masih bisa dijangkau pergi dengan taksi online, kenapa enggak?
Masalahnya, banyak yang enggak paham (atau nggak peduli?) tentang hal ini. Beli handphone sekadar buat gaya dan gengsi. Bukan karena butuh handphone karena punya online shop yang akan butuh kamera bagusnya, memory besarnya, ataupun kapasitas yang lebih besar demi kelancaran usaha.
Saat kita sudah paham akan konsep harta versus aset, maka kita akan bisa melogika, mana barang yang hanya “menyedot” gaji kita semata dan mana barang yang memang bisa kita ulik supaya bisa menghasilkan lebih banyak pemasukan.
Banyak hal memang kemudian membuat kita lost focus dari sesuatu yang lebih penting. Soal keuangan, apalagi. Ketiga hal di atas biasanya lantas membuat kita jadi enggak bisa membedakan mana keinginan dan mana kebutuhan, mana yang harus diprioritaskan dan mana yang bisa ditunda bahkan dicoret dari wishlist.
Gaji besar memang nggak jaminan kita lantas menjadi kaya sih. Bisa saja di balik gaji besar itu juga ada gunung utang yang jauh lebih besar.
Yuk, ikutan kelas finansial online yang sesuai dengan kebutuhan dalam Financial Clinic Online Series. Silakan cek jadwalnya ya. Jangan lupa follow juga akun Instagram QM Financial untuk berbagai tip keuangan yang praktis dan applicable.
5 Keterampilan Mengelola Keuangan Pribadi yang Harus Dipunyai Karyawan
Sebagai karyawan, adalah penting bagi kita untuk punya keterampilan mengelola keuangan pribadi. Tak hanya supaya gaji yang tak seberapa ini bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga untuk menjamin kenyamanan kita dalam bekerja.
Sudah tahu kan, bahwa ada penelitian yang mengungkapkan kalau satu dari empat karyawan mengalami stres di kantor, bukan karena workload, tetapi karena permasalahan keuangan pribadi yang mereka alami. Entah itu terjerat utang, terjebak sandwich generation, masalah pendidikan anak, masalah dana kesehatan, hingga tak siap menghadapi masa pensiun.
Bayangkan kalau semua permasalahan keuangan itu kita alami. Bisakah bekerja dengan tenang? Padahal, kalau kerja enggak fokus, performa kita juga jadi ikut berpengaruh. Akibatnya, produktivitas menurun. Hal ini bisa mengancam kita punya pendapatan, yang kemudian menimbulkan masalah keuangan yang makin pelik.
Sungguh, sebuah lingkaran yang #rauwisuwis.
So, sebagai karyawan, setidaknya kita harus mempunyai keterampilan mengelola keuangan pribadi seperti berikut ini, enggak peduli gaji kita besar ataupun kecil.
5 Keterampilan Mengelola Keuangan Pribadi yang Harus Dipunyai oleh Karyawan
1. Atur cash flow
Keterampilan untuk mengatur cash flow menjadi keterampilan mengelola keuangan pribadi pertama yang harus dikuasai oleh setiap karyawan. Bisa dibilang, inilah survival skill wajib punya untuk karyawan.
Dengan keterampilan ini, gaji berapa pun bisa diatur sedemikian rupa, sehingga bisa bertahan sampai gaji berikutnya tiba. Dengan pengaturan cash flow yang baik, karyawan juga dapat mengelola utang juga bisa menabung untuk berbagai tujuan finansialnya, baik jangka pendek, menengah, hingga panjang.
2. Mengelola pinjaman dengan bijak
Siapa sih yang enggak punya utang? Di sinilah nanti keterampilan mengelola keuangan pribadi–terutama mengatur cash flow–akan berperan.
Kalau dipikir-pikir, sepertinya sih hampir semua orang punya utang. Apalagi karyawan. Hanya saja ada beberapa jenis utang yang bisa menjerat karyawan sehingga sulit untuk segera terbebas, misalnya utang KTA, utang rentenir, hingga utang kartu kredit.
Mindset bahwa akan menerima gaji secara teratur kadang memang membuat para karyawan hilang perhitungan sehingga tak mampu mengelola pinjaman-pinjaman ini dengan baik. Tiga syarat utang sehat pun dilanggar.
Apalagi kalau sudah ada debt collector mulai meneror orang sekantor. Wah, berarti tingkat utangnya sudah parah tuh. Harus segera diatasi, dan tentu saja, si karyawan harus segera diedukasi.
3. Mengerti pentingnya asuransi
Salah satu masalah yang termasuk top 5 penyebab stres karyawan selama bekerja di kantor adalah masalah dana kesehatan. Di sinilah pentingnya kesadaran karyawan bahwa asuransi kesehatan itu penting.
Memang ada iuran BPJS Kesehatan yang biasanya difasilitasi oleh kantor (karena diwajibkan juga oleh negara), tapi kalau juga diproteksi dengan asuransi kesehatan mandiri, tentu akan lebih baik, bukan?
Satu lagi asuransi yang penting untuk dimiliki sebagai bagian keterampilan mengelola keuangan pribadi karyawan, yaitu mempunyai asuransi jiwa, terutama bagi karyawan yang menjadi tulang punggung keluarga. Karena yang namanya musibah bisa terjadi kapan saja, pada siapa pun. Cintailah keluarga seumur hidup mereka, tidak hanya seumur hidup kita yang pendek saja.
4. Mengenal produk investasi
Setelah cash flow aman, utang sehat, dan punya asuransi, keterampilan mengelola keuangan pribadi karyawan berikutnya yang harus dikuasai adalah investasi.
Investasi merupakan salah satu solusi bagi karyawan untuk mewujudkan tujuan finansial, entah itu pendek ataupun yang jangka panjang. Rumah pertama, dana pendidikan anak, hingga yang sesepele dana liburan, semua enggak akan cukup dipenuhi dengan hanya menabung saja.
Tetapi, untuk bisa investasi, kita harus belajar banyak. Terutama harus kenalan dulu dengan berbagai produk investasi, dari yang risiko rendah hingga yang agresif. Setelah kenal dengan berbagai produk investasi, lalu kita pun bisa menyesuaikan dengan karakter kita sendiri. Yang mana yang cocok.
Dan ingat ya, bahwa keputusan berinvestasi adalah tanggung jawab kita sendiri. Maka, coba kenali dulu berbagai produknya.
5. Siap pensiun
Permasalahan terkait keuangan yang lain–yang selalu saja menjadi masalah wajib para karyawan–adalah ketidaksiapan menghadapi masa pensiun.
Karena sudah difasilitasi juga oleh kantor, dalam bentuk iuran Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua, tanpa sadar bahwa dengan keduanya saja enggak cukup.
Untuk bisa menikmati pensiun sejahtera, menurut penelitian, setidaknya kita harus punya 70% dari gaji yang terakhir diterima sebelum mulai pensiun setiap bulan. Sedangkan, menurut perhitungan dari penelitian yang sama, karyawan hanya akan menerima dana pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan itu kira-kira sebesar 38% saja dari gaji.
Aduh, mana cukup?
Pantas saja kan, ada banyak pensiunan newbie yang terkaget-kaget dengan kondisi barunya ini, yang kemudian membuat mereka menjadi kebingungan bagaimana harus membiayai hidup mereka.
Kelima keterampilan mengelola keuangan pribadi karyawan di atas bisa dipelajari bersama QM Financial dalam sebuah training karyawan yang dikemas interaktif dengan silabus yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
Menikah, Justin Bieber dan Hailey Baldwin Harus Selalu Mengingat 5 Hal Keuangan Ini
Meski sudah menikah di hadapan hukum setahun yang lalu, ternyata pasangan Justin Bieber dan Hailey Baldwin enggak merasa cukup. Katanya, mereka pengin menikah di depan Tuhan. Hmmm, enggak nyangka sih berdua ini religius juga ya.
Welcome, the new relationship goal! Setelah Song Song couple bercerai, tampaknya kita memang butuh role model baru untuk sebuah relationship goal. Bener nggak sih? Yah, semoga The Biebers bisa samawa selamanya yah. Amin!
Tapi oh tapi, sebuah pernikahan itu bukanlah ending dari suatu cerita. Kalau di dongeng sih, Cinderella happy ending dengan pernikahannya. Akan tetapi, itu sayangnya enggak berlaku di dunia nyata yang penuh dengan kepahitan hidup ini.
Di kenyataan, sebuah pernikahan justru merupakan awal hidup yang sebenarnya. Karena di depan nanti, pasangan yang sudah menikah harus siap dengan berbagai tantangan baru–yang enggak pernah dirasakan atau dibayangkan saat masih lajang. Mulai dari punya anak, nyekolahin anak, masalah rumah, masalah pendapatan, sampai soal selera makanan yang ternyata enggak cocok.
Keuangan memang bisa menjadi akar masalah yang paling besar dialami oleh pasangan suami istri mana pun, tak terkecuali Justin Bieber dan Hailey Baldwin–meski keduanya adalah artis dunia, yang bisa dipastikan enggak bakal kekurangan uang.
Nggak bakal kekurangan uang? Yakin? Bukankah sifat dasar manusia itu selalu merasa enggak cukup?
So, Justin Bieber semoga sih sudah punya perencana keuangan sendiri ya, yang bisa bantuin untuk mengelola keuangan setelah menikah sama Hailey Baldwin. Kalau belum, well, barangkali bisa mulai dari beberapa langkah berikut untuk menjadi perencana keuangan untuk keluarga sendiri.
5 Langkah Mengelola Keuangan Setelah Menikah untuk Justin Bieber dan Hailey Baldwin
1. Terbuka soal keuangan
Apalagi ini berdua kan sama-sama artis. Justin Bieber adalah penyanyi kelas dunia, sedangkan Hailey adalah seorang model profesional, dan sesekali main film–selain terkenal sebagai anak dari Stephen Baldwin.
Keduanya harus saling terbuka soal riwayat keuangan masing-masing sejak awal, demi menghindari konflik-konflik yang tak perlu. Misalnya, ada saja kemungkinan pendapatan Hailey lebih banyak ketimbang Justin–wah, barangkali kalau di Indonesia hal ini sudah jadi perkara besar ya, yang harus dibicarakan sejak awal.
Begitu juga dengan riwayat utang. Jika masing-masing membawa riwayat utang ke dalam pernikahan, maka hal ini juga harus diungkapkan sejak awal.
2. Kompak merumuskan tujuan finansial
Setelah mengetahui kebiasaan dan riwayat masing-masing terkait kondisi keuangan, Justin Bieber dan Hailey Baldwin harus duduk bersama–kalau Mbak Ligwina Hananto menyebutnya dengan Money Date–untuk membicarakan masalah keuangan keluarga ini bareng-bareng.
Mulai dari mencari solusi terhadap masalah keuangan yang mungkin sudah ada sejak keduanya belum menikah, sampai menentukan tujuan finansial jauh ke depan. Bagaimana berdua harus menyelesaikan utang, menyiapkan dana pendidikan–apalagi kalau berencana untuk segera punya anak. Dan, dana pensiun pastinya. Bukan nggak mungkin kan, baik Justin Bieber maupun Hailey Baldwin pengin pensiun dari profesi artis.
Capek juga kali jadi artis kan. Jangan dikira cuma santai-santai atau hura-hura kayak di foto mereka di media sosial doang lo!
3. Berbagi peran
Meski keduanya punya pendapatan yang besar, tapi pasti biaya hidup mereka juga lebih banyak ketimbang para rakyat jelata. Sehingga pembagian peran dalam pengelolaan keuangan keluarga ini tetap harus ada.
Apalagi nanti di saat sulit. Namanya manusia, katanya punya hidup bagaikan roda. Kadang di atas, kadang di bawah. Suami dan istri adalah partner, punya posisi yang sejajar. Karena itu, susah senang harus ditanggung bersama. Kan katanya, “I will love you for better or worse.” kan?
Tanpa pembagian peran yang baik, hal ini enggak akan bisa dilakukan.
4. Saling melupakan ego
Ego masing-masing akan mulai tampak–biasanya–di masa-masa setelah acara pernikahan berlangsung. Setelah honeymoon berlalu, nah … di situlah biasanya kenyataan hidup berkeluarga yang rumit mulai muncul sedikit demi sedikit.
Ego bisa juga muncul, hingga menghambat upaya berkomunikasi. Padahal, untuk bisa terbuka dan berkompromi, komunikasi harus lancar.
5. Saling mengingatkan
Ego dikurangi, selanjutnya harus saling mengingatkan terhadap peran masing-masing. Komunikasi adalah koentji. Dalam hal apa pun di hidup berkeluarga, akan memerlukan usaha komunikasi yang intens. Apalagi kalau masalahnya tentang keuangan.
Bisa saja di awal sudah bisa saling terbuka perihal masalah keuangan masing-masing, ternyata kemudian ada yang punya tabungan rahasia untuk keperluan rahasia. Ckckck.
Kalau masih bermasalah dengan komunikasi, ada baiknya barangkali Justin Bieber ataupun Hailey Baldwin ceki-ceki jadwal kelas finansial online QM Financial. Bulan Oktober ini sih ada kelas couple nih, kelas yang khusus didedikasikan untuk para pasangan suami istri agar bisa mendiskusikan masalah keuangan keluarga.
So, happy wedding, Justin Bieber dan Hailey Baldwin. Semoga enggak seperti couple goals lain–misalnya Song Song Couple atau Brangelina–yang telah mengaburkan arti cinta sejati dengan perpisahan mereka. Tsah.
Samawa ya!
7 Langkah Menjadi Perencana Keuangan bagi Diri Sendiri
Happy world financial planning day! Tak hanya merayakan mereka yang secara profesional membantu perencanaan keuangan, tapi hari ini–secara umum–kita merayakan kemampuan perencanaan keuangan kita, karena kita sebenarnya bisa menjadi perencana keuangan untuk diri sendiri.
Memangnya kita bisa menjadi perencana keuangan untuk diri sendiri? Kayak dokter yang menjaga kesehatan diri sendiri? Bisa dong.
Dan, untuk bisa menjadi perencana keuangan bagi diri sendiri itu enggak perlu sertifikat. Kamu hanya perlu ikutan kelas-kelas finansial QM Financial saja, yang punya jadwal dan topik yang sangat beragam di setiap bulannya. Saat kamu sudah #ketagihanFCOS, maka kamu bisa mulai menjadi perencana keuangan bagi dirimu sendiri.
Ikuti 7 langkah untuk menjadi perencana keuangan bagi diri sendiri berikut ini!
1. Rencanakan masa depan
Tentu saja, kita harus berawal dari #TujuanLoApa. Ibaratnya, kita mau pergi ke suatu tempat dengan ojol. Kita akan memasukkan dulu tujuannya ke aplikasi, baru deh menentukan pick point dan akhirnya memanggil si driver ojol kan? Tanpa ada tujuan, kita enggak bisa pergi ke mana-mana. Bisa sih, tapi ya mbulet nggak jelas deh jadinya.
Begitu juga dengan perencanaan keuangan. Kita harus menentukan tujuan keuangan kita dulu di masa depan. Proyeksikan hidupmu akan seperti apa? Punya rumah sendiri di negara ternyaman untuk pensiun ini? Pensiun sejahtera? Bisa sekolahin anak-anak setinggi-tingginya? Punya kerajaan bisnis yang besar?
Semua mungkin untuk dijadikan cita-cita. Ingat kata Ellen Johnson Sirleaf, “If your dreams don’t scare you, they’re not big enough.”
2. Pastikan “modal”
Setelah menentukan tujuan, tentukan pick point–titik penjemputan, karena di sinilah garis start kita untuk melangkah. Sudah punya tujuan finansial yang big enough, maka sekarang saatnya menentukan titik awal untuk mulai menjadi perencana keuangan bagi diri sendiri.
Yuk, ambil kertas dan kalkulator. Catat semua modal yang sudah kamu punya, mulai dari gaji, tunjangan-tunjangan, hingga aset-aset yang sudah dimiliki sekarang. Selanjutnya, rinci juga apa saja yang menjadi tanggunganmu, mulai dari utang, pajak-pajak, tagihan-tagihan, dan sebagainya.
Catatan inilah yang akan menjadi “modal” kamu untuk menjadi perencana keuangan bagi diri sendiri. Bagaimana neracanya? Masih belum seimbang ya? Enggak masalah. Di situlah seorang perencana keuangan akan berperan–hanya saja dalam kasus ini, dirimu sendirilah yang menjadi perencananya.
3. Cek arus kas
Ke mana saja sih uangmu pergi selama sebulan? Belum punya catatan? So, ayo, mulai deh bikin catatan. Sediakan buku notes kecil untuk mencatat arus kas. Atau kamu juga bisa menggunakan aplikasi mobile yang banyak tersedia dan bisa gratis kamu unduh. Atau bisa juga membuat file di laptop, atau mau pakai Google Drive.
Yang mana saja boleh, asal kamu nyaman menggunakannya.
Mulailah dari menghitung pengeluaran bulan ini. Catat apa saja yang kamu harus bayar setiap bulan, mulai dari membeli pulsa listrik, pulsa handphone, bensin, topup commuter line, sampai jajan boba. Mulailah kebiasaan ini per hari, kemudian dari per hari bisa menjadi per bulan.
4. Manajemen utang
Nggak boleh punya utang? Boleh dong, hanya saja pastikan utangmu sehat. Salah satunya adalah memastikan utangmu tidak boleh melebihi jatah 10 – 30% dari penghasilan rutinmu. Kalau lebih? Ya, sebaiknya kamu segera memikirkan solusi untuk segera menguranginya.
Ingat, 10 – 30% jatah utang ini sudah termasuk semuanya lo! KPR, cicilan mobil, sepeda motor, laptop, handphone terbaru, PayLater, … semuanya.
5. Punyai proteksi
Hidup itu serba nggak pasti. Padahal ya berharapnya sih semua akan lancar-lancar saja, sehat lahir batin, hidup bahagia sampai tua. Tapi hal ini enggak pernah ada jaminannya.
Yang namanya musibah dan bencana bisa sewaktu-waktu terjadi. Untuk melindungi diri sendiri dari semua musibah itu, maka kita perlu proteksi diri berupa asuransi.
Ini juga termasuk dalam cakupan tugas seorang perencana keuangan. Jika kamu ingin menjadi perencana keuangan bagi diri sendiri, maka mulailah memberi diri sendiri perlindungan. Ketahui proteksi apa saja yang kamu perlukan. Yang pasti, yang pertama harus dipunyai dulu adalah asuransi kesehatan, dan kemudian asuransi jiwa–terutama bagi kamu yang menjadi tulang punggung keluarga.
Setelah itu, kenali masing-masing jenis asuransi yang ada, dan pilih yang sesuai dengan kebutuhan.
6. Bangun portofolio
Langkah selanjutnya untuk bisa menjadi perencana keuangan bagi diri sendiri adalah membangun portofolio investasi. Inilah yang akan menjadi “bekal” kita di masa depan.
Menabung is a must. Dalam bentuk apa, nah, itu yang harus kamu sesuaikan dengan profilmu pribadi. Untuk bisa mengetahuinya, ya mulailah dari mencari tahu jenis dan sifat masing-masing produk investasi. Baru kemudian dipilih sesuai dengan kebutuhan dan karakter diri sendiri.
Kalau kamu orangnya cepat panik, ada baiknya memilih investasi di deposito atau reksa dana. Tapi, jika adrenalinmu masih deras–pun didukung oleh usia yang masih muda–kamu bisa mencoba mulai menabung saham.
Tapi ingat, belajar dengan sungguh-sungguh dulu ya. Celup-celup kaki dulu, sebelum akhirnya benar-benar nyebur ke kolam investasi ini, biar enggak gelagapan dan akhirnya tenggelam.
7. Monitor rencana
Langkah terakhir untuk menjadi perencana keuangan bagi diri sendiri adalah memonitor rencana dan tujuan finansial yang sudah kamu buat, dan lakukan review secara berkala. Kamu boleh mereview setiap 3 bulan sekali, 6 bulan sekali, atau setahun sekali.
Kenali mana yang berjalan sesuai rencana, dan mana yang harus direncanakan ulang karena kurang memenuhi harapan.
Nah, itu dia 7 langkah untuk menjadi perencana keuangan bagi diri sendiri.
Kamu sudah sampai di langkah keberapa sekarang? Semoga langkahmu lancar dan semakin mendekati tujuan akhir sebagai perencana keuangan yang terampil untuk diri sendiri ya!
Semangat!