Pekerja Kreatif, Kalian Juga Berhak Berkecukupan dan Waras – Simak 5 Tipnya!
Akhir-akhir ini sepertinya para pekerja kreatif sedang disoroti ya. Kasus A, B, C, semua tumpah ruah–terutama sih di media sosial. Beragam banget sih memang, masalah para pekerja kreatif ini. Apalagi mereka yang berstatus freelancer. Wah, rasanya seperti roller coaster setiap harinya ya.
Saya sendiri sebenarnya enggak 100% pekerja kreatif sih. Memang punya hobi bikin gambar-gambar sketsa ala-ala, ada beberapa yang laku dibeli sebagai ilustrasi buku, diorderin desain kaus atau totebag, dan sebagainya. Tapi penghasilan dari karya-karya kreativitas ini bisa dibilang enggak teratur sama sekali. Iyalah, orang selakunya juga. Kalau enggak ada yang laku, ya enggak apa-apa. Saya kan ada penghasilan tetap yang lain.
Bisa dibilang, karya kreatif saya itu hanya sebagai “jajan” aja.
Tapi, lain halnya dengan beberapa teman yang memang mendapatkan penghasilan utama sebagai pekerja kreatif. Mereka adalah para ilustrator, desainer grafis, videografer, hingga arsitek (eh, arsitek bisa dimasukkan ke dalam pekerja kreatif juga kan ya?). Mereka adalah orang-orang yang dituntut untuk menghasilkan produk-produk hasil rekayasa kreativitas setiap harinya.
Menjadi seorang pekerja kreatif itu memang harus siap untuk banyak perubahan, update, dan tantangan. Karena ya, seperti namanya sendiri, pekerja kreatif. Biasanya ya kecenderungannya jam kerja, metode kerja dan segala macamnya akan berbeda dengan karyawan biasa.
Penghasilan yang jumlahnya tidak tetap setiap bulan saja sudah menjadi satu masalah yang enggak bisa direcehkan saja, bukan? Belum lagi jam kerja fleksibel–yang bisa berarti 24/7. Dan kemudian, satu lagi nih: belum adanya perlindungan yang kuat terhadap karya-karya kreatif di negeri ini.
Itu semua memaksa para pekerja kreatif untuk banyak bersabar, kan ya?
Tapi, meski begitu setiap pekerja kreatif sebenarnya tetap berhak untuk hidup berkecukupan dari penghasilan mereka yang tidak tetap, dan jam kerja yang (terlalu) fleksibel ini lo. Sekaligus, mereka juga berhak untuk tetap waras menghadapi segala tuntutan kerja dan deadline yang berderet (serta invoice yang enggak cair-cair).
Gimana ya caranya?
5 Hal untuk Para Pekerja Kreatif Supaya Hidupmu Berkecukupan dan Waras
1. Pencatatan arus kas masuk dan keluar
Pencatatan arus uang yang masuk dan keluar adalah koentji, jika kita tidak mempunyai penghasilan yang tetap, baik jumlahnya maupun waktunya.
Dengan pencatatan keuangan yang benar, kita bisa tahu kondisi keuangan kita yang sebenarnya: apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, berapa yang bisa ditabung dan diinvestasikan, apakah cukup jika ditambah cicilan utang, dan seterusnya.
Kuncinya adalah pada pengeluaran yang tetap, meskipun pemasukan tidak tetap. Untuk bisa menetapkan pengeluaran, kita harus punya anggaran dulu. Anggaran bisa disusun jika kita ada catatan pengeluaran bulan sebelumnya.
2. Lengkapi dirimu dengan proteksi
Barangkali kamu adalah tulang punggung keluarga. Jadi, meski pemasukanmu tidak tetap, tapi bisa jadi ada beberapa orang yang hidupnya tergantung pada penghasilan yang didapatkan. Karena itu, pertimbangkan dengan saksama jika kamu membutuhkan asuransi jiwa.
Selain itu, asuransi kesehatan juga penting untuk kamu miliki. Semoga sih, setidaknya kamu sekarang sudah jadi peserta BPJS Kesehatan mandiri. Jangan nunggak iurannya ya.
3. Siap dengan dana darurat
Mungkin akan ada saatnya, sebagai seorang pekerja kreatif apalagi yang bekerja secara lepas atau freelance, kamu akan tidak mendapatkan pemasukan sama sekali dalam satu bulan. Lalu, dengan apa kamu harus memenuhi kebutuhanmu?
Dana darurat, itu dia.
So, mulailah membuat dana daruratmu sendiri. Untuk seorang freelancer, kamu akan butuh dana darurat sebesar 12 x pengeluaran rutinmu setiap bulan.
Besar ya? Kamu enggak harus langsung memenuhi 12 x pengeluaran kok. Kamu bisa menjadikannya sebagai target finansial, katakanlah, dalam 12 bulan ke depan, misalnya. Pilih instrumen investasi yang cocok dengan profil risikomu, supaya lebih cepat bisa terpenuhi.
4. Lindungi aset aktifmu
Karya yang sudah kamu hasilkan adalah aset aktifmu. Aset aktif adalah sesuatu yang akan memberikanmu passive income.
Sebagai pekerja kreatif, kita punya hak atas kekayaan intelektual terhadap produk atau apa pun hasil kerja kita. Seharusnya memang, setiap hasil dari kekayaan intelektual atau hak cipta ini dilindungi oleh undang-undang. Ada hukum yang berlaku bagi mereka yang melanggarnya.
Hanya saja–sedihnya–hal ini belum terlalu kuat di Indonesia. Masih banyak yang belum tahu, bahwa setiap karya yang tersebar di internet itu ada penciptanya. Bahwa apa yang dipost di ranah publik tidak berarti otomatis menjadi milik publik. Dan apresiasi terhadap para pencipta karya-karya kreatif ini juga masih minim sekali.
Sepertinya ini seharusnya menjadi PR pertama untuk pemerintah yang baru saja dilantik kemarin. Bapak Wishnutama semoga sudah mengagendakan hak perlindungan bagi karya-karya kreatif anak bangsa ini dalam program kerjanya. Mari kita berharap bersama!
5. Manajemen diri
Sebagai pekerja kreatif, bisa saja kamu akan bekerja 24/7. Tapi kamu juga perlu berlibur lo, seperti pekerja-pekerja kantoran yang lain. Mereka punya hak cuti setiap tahunnya. Kamu juga!
Karena itu, manajemen diri itu sangat penting, apalagi jika kamu seorang pekerja kreatif yang bekerja secara independen sebagai freelancer. Jangan mentang-mentang karena waktunya fleksibel, lantas kamu lupa untuk merawat diri sendiri.
Kamu juga perlu berlibur, cuti, sekadar istirahat, bahkan tidur yang cukup setiap hari. Ingat, menjadi tetap waras adalah hal yang sangat mahal belakangan ini.
Yuk, upgrade diri kamu sendiri! Karena sebagai seorang pekerja kreatif, jelas kamu berhak untuk hidup berkecukupan. Coba cek jadwal kelas finansial online QM Financial ya, dan pilih kelas-kelas yang sesuai dengan kebutuhanmu.
Selain itu, selalu ingat. Bahwa kamu juga berhak untuk waras, pun hasil karyamu terlindungi dengan baik. Semangat ya!
10 Orang Sukses dan Ritual Mereka Sebelum Bekerja
Kamu punya ritual apa sebelum bekerja? Tahu nggak sih, bahkan para orang sukses pun punya ritual-ritual tertentu sebelum bekerja yang khusus, agar supaya semangat kerjanya terpompa. Kadang, ritualnya ini terlihat aneh. Tapi, bisa ditiru kok untuk bisa membangkitkan semangat kerja siapa saja, termasuk kita.
10 Orang sukses dan ritual sebelum bekerja yang mereka lakukan demi memompa semangat kerja
1. Barack Obama
Orang sukses pertama yang akan kita kepoin ritualnya adalah mantan orang nomor satu di Amerika Serikat. Barack Obama punya kebiasaan tidur larut malam, namun ia tetap bisa bangun pagi lo!
Hal pertama yang dilakukannya di pagi hari adalah olahraga. Seperti yang dikatakan oleh penulis Gedung Putih, Robert Pagliarini, Obama sangat memperhatikan kesehatan. Karena itu, dia selalu memastikan punya waktu untuk olahraga sebelum bekerja.
2. Anna Wintour
Ada yang belum pernah dengar nama Anna Wintour? FYI, beliau adalah editor in chief majalah Vogue, sebuah majalah fashion dunia yang sangat kondang.
Tahukah kamu apa ritualnya sebelum bekerja? Sebagai orang sukses, Anna Wintour selalu datang ke kantor pukul tujuh pagi. Ia biasa bangun pukul 5.45 setiap pagi, dan sebelum kantor ia melakukan dulu ritual hariannya.
Apa hayo?
Bermain tenis.
3. Margareth Thatcher
Mantan perdana menteri Inggris ini mengaku hanya butuh 4 jam tidur saja dalam sehari. Biasanya sih beliau baru bisa tidur menjelang pukul 3 dini hari.
Saat bangun, yang pertama kali dilakukannya adalah mendengarkan siaran radio Farming Today dari BBC Inggris.
4. Vladimir Nabokov
Novelis asal Rusia ini suka bekerja di pagi hari. Ia menceritakan ritual-ritualnya sebelum bekerja setiap hari dalam sebuah wawancara bersama New York Times.
“Setelah bangun tidur antara pukul 6 dan 7 pagi, saya menulis sampai pukul 10.30. Saat istirahat adalah makan pagi bersama istri saya, sekitar pukul 8.30.”
5. Tim Armstrong
Ia adalah mantan presiden Google, yang kini menjabat sebagai CEO AOL (American Online), dan selalu bangun sekitar pukul 05.00 pagi. Ya telat-telatnya pukul 05.15.
Yang dilakukannya pertama kali setelah bangun tidur adalah menjawab email.
“Biasanya, saya menjawab email begitu bangun. Tidak setiap pengirim email berada di zona waktu yang sama dengan saya, sehingga saya selalu berusaha membalasnya sebelum pukul 07.00 pagi.”
Begitu katanya.
Kalau kamu, pertama kali membuka smartphone di pagi hari untuk apa? Skrol Instagram ya?
6. Gwyneth Paltrow
Aktris papan atas satu ini sangat peduli pada kesehatan lo. Ia mengaku kalau bukan morning person, tapi ia bisa bangun sekitar pukul 04.30 demi bisa melakukan yoga asanas dulu sebelum mulai bekerja.
“Saya memang bukan morning person, tapi saya punya disiplin diri yang sangat tinggi untuk bisa bangun pagi dan melakukan yoga. Berlatih selama 6 hari dalam seminggu dan makan makanan sehat buat saya sangat membahagiakan.”
Wah! Luar biasa deh!
7. Frank Lloyd Wright
Kenal enggak dengan Frank Lloyd Wright ini? Ia adalah seorang arsitek dunia, sekaligus penulis dan pendidik dari Amerika. Ia mengaku waktu paling efektif untuknya bekerja adalah pukul 04.00 hingga pukul 07.00 pagi.
“Kalau sudah bangun pukul 04.00 pagi, saya enggak bisa tidur lagi. Malahan pikiran ini menjadi sangat jernih. Jadi, saya bangun dan bekerja selama 3 – 4 jam. Baru kemudian tidur lagi.”
Wah, enggak harus nganter anak-anak sekolah nih pasti si Opa mah. #eh
8. Michelle Obama
Sama seperti suaminya, mantan First Lady Amerika Serikat ini selalu melakukan olahrag pagi hari sebelum mulai bekerja.
Dalam suatu wawancara bersama Oprah Winfrey, Mrs. Obama bilang begini, “Kalau enggak melakukan olahraga, perasaan saya jadi buruk seharian, dan bisa depresi.”
Wah, cocok sih, karena olahraga konon memang mampu melepaskan hormon bahagia.
9. Simone De Beauvoir
Penulis dan feminis asal Prancis ini bukanlah morning person. Begitu bangun ia akan menikmati dulu secangkir tehnya, baru deh mulai bekerja di pukul 10.00.
10. Robert Iger
Ritual berikutnya yang bisa disontek adalah kebiasaan Robert Iger, sang CEO Disney. Ia termasuk dalam 4.30 am club nih.
Akunya, ia sangat menikmati saat-saat me time begitu bangun tidur. Inilah saat–ia menyebutnya–me-recharge battery. Di waktu yang bersamaan, ia akan membaca-baca surat, mengecek email, surfing di internet, dan menonton televisi.
Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu juga penganut paham Benjamin Franklin, “Early to bed and early to rise makes a man healthy, wealthy, and wise”? Atau kamu punya ritual sendiri sebelum bekerja?
Kalau dilihat-lihat sih, kebanyakan orang sukses di atas punya kebiasaan untuk menjaga agar tubuh mereka sehat sebelum mulai bekerja ya?
Saya punya ritual sebelum kerja juga. Sebelum memulai pekerjaan rutin, saya akan buka dompet lalu menghitung uang belanja untuk hari ini. Dari dompet besar, saya pindahkan ke dompet kecil. Saya hanya “boleh” menggunakan uang di dompet kecil itu saja untuk hari ini.
Ha! Ritual kerja yang aneh mungkin, tapi ritual itu juga ada hubungannya dengan kesehatan. Kesehatan keuangan, terutama. Memenuhi 3 “syarat” utama dari Benjamin Franklin kan? Healthy, wealthy, and wise.
Yang pasti, semangat kerja itu memang harus selalu dijaga. Meski terlihat sepele, semangat kerja itu bisa menentukan kariermu di masa depan lo! Kamu enggak akan bisa mendapatkan promosi itu kalau kamu tak punya semangat kerja. Kamu juga enggak akan bisa mendapatkan kenaikan gaji, kalau nggak semangat kerja. Kamu pun tidak akan termotivasi untuk lebih baik tanpa semangat kerja.
Jadi, semangat kerja untuk hari ini ya!
Review Kerja Akhir Tahun Segera Datang! 5 Hal yang Bisa Dilakukan Kalau Review Buruk
Sebentar lagi akhir tahun 2019 tiba! Ini berarti review kerja akhir tahun akan segera datang.
Review kerja ini bisa jadi bakal menentukan bagaimana “nasib” kita sebagai karyawan tahun depan. Lebih jauh lagi nih, malah bisa menjadi penentu, apakah kita layak dipromosikan dan mendapatkan kenaikan gaji, atau stuck aja di tempat lantaran performa kita kurang oke di tahun ini.
Duh. Memang sih, kalau sudah mulai dilakukan review kerja akhir tahun gini, hasilnya ya paling enggak jauh-jauh amat dari 2 ini: review bagus dan review buruk.
Kalau review bagus, maka siap-siap saja untuk berbagai reward yang akan kita terima. Kalau review akhir tahun kurang memuaskan? Well, setidaknya kita bisa menggunakannya sebagai motivasi untuk mendapat penilaian yang lebih baik lagi tahun depan.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh karyawan ketika akhirnya mendapatkan review kerja akhir tahun yang buruk?
1. Cari tahu kesalahan kita
Nggak perlu bersikap defensif sih. Tapi coba deh, dengarkan dengan diam ketika si bos atau atasan memaparkan feedback tentang kinerja kita yang kurang memuaskan itu. Ajukan pertanyaan–dengan sopan, pastinya–agar kita lebih paham, di mana sebenarnya salah kita.
Kalau si bos mengatakan kalau kita tidak bisa mencapai target yang ditentukan, atau mungkin mengatakan kita tidak bisa banyak berkontribusi dalam tim, coba tanyakan, “Ekspektasi seperti apa yang sebenarnya diharapkan dari saya?”
Tentu saja, tanyakan tidak dengan emosional ataupun nada tinggi ya.
2. Utarakan jika kurang setuju
Tidak terima dengan appraisal review kerja yang sudah disampaikan? Ya, bisa jadi. Tapi bukan berarti kita lantas harus marah-marah dan emosi tinggi.
Utarakanlah jika memang ada yang tak setuju atau tak sependapat. Jika memang punya data yang berlawanan, atau bukti bahwa kita tidak seburuk yang dijelaskan, maka coba paparkan. Ingatkan misalnya ketika kita berhasil menggaet nasabah baru, atau bagaimana proposal yang kita tulis membuat CEO terkesan, dan tanyakan apakah atasan kita memperhatikannya?
Jika tidak, coba cari tahu lebih jauh lagi apa penyebabnya. Gunakanlah kesempatan ini untuk meluruskan konsep yang berbeda, hingga ke depannya kita dan atasan menyepakati pandangan yang sama mengenai kinerja kita.
3. Dapatkan saran untuk memperbaiki kesalahan
Mintalah saran kepada atasan apa saja yang harus dilakukan agar dapat mencapai target yang lebih baik tahun depan. Arahkan agar atasan mau mengutarakan dengan spesifik mengenai kualitas kerja yang diharapkan dari kita.
Juga tanyakan, apakah ada seseorang yang bisa direkomendasikan untuk membantu sebagai mentor atau role model, seorang anggota tim yang senior.
Ini juga merupakan saat yang tepat bagi kita untuk meminta bantuan atau sumber daya ekstra yang bisa menunjang kinerja kita. Misalnya saja, kita juga bisa mengajukan permintaan untuk mendapatkan pelatihan.
4. Lakukan lebih baik lagi
Cari tahu dengan pasti area pekerjaan yang bisa kita kembangkan dan katakan pada atasan kalau kita telah memiliki rencana yang akan kita realisasikan.
Hal ini dapat menunjukkan pada atasan bahwa kita bisa mengatasi review kerja yang buruk, dan bahwa kita benar-benar serius ingin meningkatkan performa kerja kita.
Nggak ada pula salahnya, kalau mengajukan pertanyaan pada diri sendiri seperti, “Kalau saya sukses dalam posisi ini, apa yang akan menjadi langkah selanjutnya untuk saya?”
Ini akan membuat kita terlihat memiliki komitmen terhadap perusahaan.
5. Ajak evaluasi secara reguler
Jangan menunggu sampai akhir tahun untuk mendapatkan review kerja dari atasan. Atur waktu untuk mendengarkan review kerja secara informal dari atasan.
Dengan begini, kita pun akan tahu apakah kita telah berjalan di jalur yang tepat atau tidak.
Meanwhile, ayo benahi urusan-urusan yang bisa menganggu fokus kerja. Misalnya saja, soal pengelolaan keuangan pribadi. Apakah ada yang mengganggu, hingga terbawa sampai ke tempat kerja? Terlilit utang? Tidak ada dana untuk pendidikan anak? Tagihan menumpuk, dan susah terselesaikan?
Jangan salah ya. Memang sekilas, hal-hal ini tidak ada hubungannya dengan masalah yang ada di kantor, tetapi bisa saja memengaruhi konsentrasi dan motivasi kerja lo.
Coba yuk, diperiksa lagi kondisi keuangannya. Kita sebenarnya punya masalah apa? Segera kenali permasalahan yang sebenarnya (jika ada), dan cari solusinya. Mungkin kamu butuh untuk join di kelas finansial online QM Financial? Coba cek jadwalnya ya, dan pilih kelas yang kamu butuhkan.
Jangan biarkan hal-hal di luar kerjaan membuat posisimu di kantor menjadi rumit. Semangat!
3 Jenis Asuransi yang Wajib Dipunyai oleh Karyawan
Asuransi adalah perlindungan terhadap segala risiko yang mungkin terjadi di sepanjang hidup kita. Dan, sebagai karyawan, ada beberapa jenis asuransi yang sebaiknya kita punya.
Kenapa sih penting bagi kita untuk punya asuransi?
Begini. Sebagai karyawan, kita akan bekerja dan kemudian mendapatkan upah atas hasil kerja kita. Ada banyak orang yang bergantung pada kita. Mereka butuh hidup, dan itu bisa didapatkan dengan uang yang kita hasilkan.
Dan kemudian, musibah terjadi. Kita sakit hingga harus dirawat inap. Atau mungkin musibahnya menimpa barang-barang yang menjadi harta kita. Atau, kemungkinan paling pahit, kita tak bisa lagi bekerja karena suatu sebab. Uang yang sudah kita kumpulkan dengan susah payah, habis untuk biaya rumah sakit, atau biaya memperbaiki kerusakan. Lebih buruk lagi, kalau kita kemudian tak bisa menghasilkan uang lagi.
Jika ada asuransi, maka semua hal tersebut akan bisa teratasi. Paling tidak, kita tidak perlu memikirkan soal biaya.
Untuk lebih jelas, mari kita lihat satu per satu jenis asuransi yang penting untuk kita punyai sebagai karyawan.
3 Jenis Asuransi yang Penting Dimiliki oleh Karyawan
1. Asuransi kesehatan
Kesehatan kita sebagai karyawan menjadi aset paling berharga–baik bagi diri kita sendiri, bagi keluarga kita, dan juga bagi perusahaan. Karena itu jenis asuransi yang pertama ini wajib kita miliki.
Biaya berobat tidak pernah murah, apalagi untuk penyakit-penyakit berat yang berbahaya, yang butuh pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Kita akan butuh banget asuransi kesehatan.
Saat ini, setiap perusahaan di Indonesia diwajibkan untuk mengikutsertakan karyawannya dalam program BPJS Kesehatan. So far, memang program BPJS Kesehatan ini adalah jenis asuransi kesehatan yang paling lengkap. Semua penyakit ter-cover, tanpa pre-existing condition pula. Hanya saja, kita memang harus sabar mengantre dan mematuhi prosedur rujukan berjenjang.
Jika BPJS Kesehatan saja dirasa kurang optimal, kita bisa juga menambah dengan asuransi swasta. Keunggulannya proses klaim yang lebih cepat ketimbang BPJS Kesehatan, mudah dan lebih fleksibel. Namun, tentu saja, lebih mahal preminya. Tapi kalau memang manfaatnya bisa optimal, ya kenapa enggak kan?
2. Asuransi jiwa
Sebagai karyawan, bisa jadi kita adalah tulang punggung keluarga. Kitalah yang berperan mencari nafkah bagi seluruh keluarga. Kebutuhan hidup sehari-hari menjadi beban kita.
Lalu, ada yang bisa menjamin, kita akan bisa terus bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga?
Asuransi jiwa akan memberikan perlindungan terhadap diri kita sebagai pencari nafkah, dan memberikan manfaat pada keluarga jika sewaktu-waktu terjadi musibah. Ya, pastinya sih kita tidak pernah mengharap hal tersebut terjadi sih, tetapi–sekali lagi–siapa yang bisa menjamin hidup?
Ada beberapa jenis asuransi jiwa yang perlu dikenali, yaitu asuransi jiwa berjangka (term-life insurance), asuransi jiwa seumur hidup (whole life insurance), dan asuransi jiwa dwiguna (endowment insurance). Apa beda masing-masing jenis asuransi jiwa ini? Sudah dijelaskan secara detail di artikel Asuransi Jiwa Penting untuk Siapa? ini.
Yuk, yuk, dibaca, dan kemudian dipahami.
Ada perusahaan yang sudah otomatis menyertakan karyawannya dalam program asuransi jiwa. Namun, ada juga yang belum–terutama jika dirasa, bahwa perusahaan bergerak di bidang yang tidak begitu berbahaya. Meski demikian, asuransi jiwa tetaplah penting, baik berbahaya atau tidak bidang yang digeluti oleh perusahaan tempat kita bekerja.
Jadi, coba dicek kembali, apakah perusahaan tempat kita bekerja sudah menyertakan kita di program asuransi jiwa? Kalau belum, enggak ada salahnya jika kita buat sendiri.
3. Asuransi terhadap aset pribadi
Jenis asuransi ketiga ini sepertinya sih harus kita buat sendiri ya, karena biasanya tidak akan ditanggung oleh perusahaan tempat kita bekerja.
Aset seperti apa sih yang perlu diasuransikan? Rumah, misalnya.
Sudah susah payah membeli rumah–mengumpulkan DP, mencicil KPR hingga puluhan tahun–tahu-tahu terkena musibah. Duh, nyesek pastinya.
Selain rumah, juga ada asuransi kendaraan. Mobil sih biasanya, untuk risiko hilang ataupun rusak.
Kadang, ada perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk menyediakan jenis asuransi aset ini. Jadi, lagi-lagi nih, coba dicek apakah kantor kita punya kerja sama dengan perusahaan asuransi tertentu untuk program asuransi aset ini.
Jadi, mana dari ketiga jenis asuransi di atas yang belum dimiliki? Yuk, segera rencanakan untuk melengkapi asuransi wajib untuk karyawan ini, karena nantinya kita juga yang akan merasakan manfaatnya.
Pantau terus jadwal kelas finansial online QM Financial, karena sewaktu-waktu akan ada kelas asuransi yang pasti akan bermanfaat bagi kita. Follow juga akun Instagram QM Financial agar tak ketinggalan update dan info terbaru.
Gen Z, Selamat Datang di Dunia Kerja! Ini 5 Pekerjaan yang Cocok Untukmu!
Here comes the next generation of workers: Gen Z! Yes, meskipun industri dan perusahaan-perusahaan masih berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan karakter angkatan kerja Millenials–alias para gen Y–namun para generasi baru ini sudah mulai bersiap untuk merangsek masuk ke dunia kerja, setelah lulus dari kuliah mereka.
Kamu juga termasuk ke dalam generasi baru ini? Generasi digital native, gen Z yang pada sudah mulai mendekati akhir masa studi mereka?
Pekerjaan macam apa ya yang kira-kira menarik minat mereka the most? Well, memang agak terlalu dini untuk memprediksi sih, tapi menurut beberapa sumber, ada 5 jenis pekerjaan yang tampaknya sangat cocok dilakukan oleh para gen Z–sesuai dengan karakter mereka.
5 Jenis Pekerjaan yang Cocok untuk Gen Z
1. Yang berhubungan dengan media sosial dan aplikasi
Generasi millenial–without a doubt–sangat mahir kalau soal media sosial dan juga teknologi pada umumnya. Tapi gen Z bisa dibilang enggak akan bisa hidup tanpa teknologi. Karena teknologi sudah begitu melekat pada gaya hidup mereka, sejak mereka lahir.
So, jenis-jenis pekerjaan yang akan banyak melibatkan media sosial dan teknologi sehari-hari akan sangat menarik minat mereka. Bahkan mereka akan memasukkan “berteknologi canggih” sebagai kriteria mereka dalam mencari pekerjaan.
Namun, masih menurut penelitian, sifat dan karakteristik kinerja gen Z ini cenderung malah mirip dengan generasi Baby Boomer, ketimbang Millenial. Para gen Z ini berorientasi pada detail, terampil mengambil keputusan, namun tetap kreatif dan jauh lebih mudah untuk bekerja sama dalam tim dibandingkan generasi Millenial.
2. Cenderung melakukan apa yang orang tua mereka juga lakukan
Lebih dari 80% responden sebuah penelitian yang seperti dirilis oleh Lifehack.com, yang merupakan gen Z mennegaskan, bahwa orang tua mereka memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap apa yang harus mereka lakukan begitu lulus kuliah.
Hal ini berbeda dengan generasi Millenials, yang cenderung ingin membebaskan diri dari tradisi, gen Z–konon–lebih suka untuk menerima tradisi yang kemudian mereka olah dengan pilihan dan opsi pribadi mereka masing-masing.
Hal inilah yang kemudian membuat generasi ini lebih suka memilih untuk mengikuti jejak orang tua mereka–terutama jika orang tua berhasil memberikan role model yang baik, terbukti sukses dan loyal terhadap pekerjaannya.
Selain itu, gen Z juga lebih sangat peduli terhadap kestabilan dibandingkan generasi Millenials.
3. Yang akan berhubungan dengan banyak orang
Satu lagi keterampilan khas gen Z yang kurang dipunyai oleh generasi-generasi sebelumnya. Mereka punya keterampilan interpersonal yang baik.
Dikombinasikan dengan keterampilan untuk mengoperasikan teknologi canggih, maka hal ini menjadi semacam deadly combination criteria saat mereka sedang networking, dan berhubungan dengan banyak orang.
Bekerja di perusahaan distribusi akan menjadikan mereka semacam “menemukan diri mereka sendiri seutuhnya”.
4. Non profit work
Sama seperti generasi Millenials, para gen Z juga merupakan orang-orang yang peduli pada lingkungan dan komunitasnya. Mereka punya jiwa sosial yang sangat tinggi.
Masih menurut hasil penelitian yang dipublikasikan oleh Lifehack.com, 30% dari pekerja generasi Z ini bersedia memotong gaji mereka sendiri untuk dana sosial. Bahkan mereka rela gajinya dikurangi oleh pihak perusahaan selama digunakan untuk sosial.
Karena itu, bekerja di perusahaan non profit juga menjadi salah satu impian para gen Z. Berbeda dengan generasi Millenials yang cenderung lebih suka untuk mendirikan sendiri perusahaan nirlabanya, gen Z puas dengan hanya “mendarmabaktikan” hidupnya dengan bergabung ke perusahaan nirlaba yang sudah berdiri lebih dulu.
5. Manajer pemasaran
Hampir 80% gen Z yang menjadi responden penelitian yang sama–yang dipublikasikan oleh Lifehack–menggambarkan lingkungan kerja yang ideal bagi mereka adalah bisnis skala menengah ataupun perusahaan internasional besar.
Saat bekerja, lebih dari 50% gen Z lebih suka berkolaborasi dalam kelompok-kelompok kecil ketimbang harus berurusan dengan terlalu banyak orang? Karena itu jenis-jenis pekerjaan yang melibatkan aktivitas dan strategi pemasaran akan sangat menarik minat mereka.
Gen Z pada dasarnya adalah pribadi-pribadi yang kreatif dan komunikatif, bahkan mereka siap bekerja in long hours. Tugas-tugas sebagai orang marketing akan mereka anggap sebagai tantangan untuk lebih kreatif, menjadi peluang bagi mereka untuk belajar banyak hal yang baru, dan kemudian memantapkan posisi mereka sendiri di organisasi perusahaan.
Itulah yang pada dasarnya menjadi tujuan mereka bekerja.
Nah, itu dia 5 jenis pekerjaan yang cocok bagi para gen Z. Hmmm, meski sama-sama terlahir di zaman teknologi canggih, somehow memang sedikit berbeda karakter dengan generasi Millenials ya?
Tapi, ada juga sih kesamaannya, yaitu angkatan kerja baru selalu tak pernah siap untuk pensiun. Ya, gimana siap? Baru juga masuk kantor, udah ditanya pensiun? Mendingan ditanya, kapan liburan ke Jepang?
Tapi eh tapi, masa pensiun itu nyata, bukan pilihan. Kepastian. Sementara liburan ke Jepang itu opsi. Dan banyak yang enggak sadar, bahwa dengan menyiapkan dana pensiun sejak awal, itu berarti beban hidup akan lebih ringan.
Dana pensiun yang disiapkan sejak awal, mungkin hanya butuh menyisihkan Rp500.000 saja sebulan. Beda dengan kalau disiapkan ketika sudah 10 tahun bekerja, bisa jadi perlu menyisihkan Rp5.000.000 per bulan agar bisa pensiun sejahtera.
Pilih mana?
So, yuk, ceki-ceki jadwal kelas finansial online QM Financial. Banyak kelas yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhanmu. Enggak cuma soal dana pensiun, tetapi juga untuk tujuan finansial yang lain.
Sebagai Karyawan, Kamu Harus Mulai Investasi Sekarang! Ini 5 Produk Investasi yang Cocok!
Kadang kala, status sebagai karyawan bikin kita keenakan. Setiap bulan sudah dapat gaji teratur, pun tunjangan-tunjangan lancar mengalir. Hidup sudah terjamin, bahkan sampai masa pensiun. Nah, ini yang bahaya, karena akhirnya kita enggak pernah tahu, pentingnya mulai investasi sejak masih muda.
Padahal banyak tujuan finansial yang belum tercapai kan? Memangnya cukup kalau hanya mengandalkan gaji dan tabungan saja? Ingat, kita ada yang namanya inflasi, yang senyata-nyatanya, membuat apa yang tadinya tampak terjangkau jadi enggak terjangkau.
Dana menikah, dana melahirkan, dana pendidikan anak, dana pensiun, adalah beberapa tujuan finansial yang wajib kamu pikirkan, bahkan sejak kamu mulai bekerja. Semua itu enggak akan tercapai, tanpa kamu mulai investasi sejak sekarang.
Tapi kok … serem ya? Kesan yang timbul selama ini tentang investasi memang menyeramkan sih, karena identik dengan “rugi” dan “duit ilang”.
Itu karena kamu belum banyak tahu saja. Makanya, ayo belajar dan mulai investasi dari jumlah yang kecil dulu.
Lalu, investasi apa ya yang cocok untuk karyawan? Kan, gaji juga enggak seberapa nih. Sudah habis buat bayar tagihan, memenuhi kebutuhan hidup, dan hedon.
Tenang, kamu selalu bisa mulai investasi dari nominal yang kecil, dari mulai Rp100.000 saja. Tuh, kan itu seharga kopi susu dan boba selama seminggu aja? Nggak seberapa kan?
Mari kita lihat beberapa produk yang cocok untuk para karyawan yang baru mulai investasi
1. Deposito
Nah, jika kamu memang baru mulai investasi banget, maka deposito adalah produk yang paling tepat untuk menjadi yang pertama. Dijamin oleh LPS (di bawah Rp2 miliar), dan merupakan produk perbankan. Jadi tingkat keamanannya sangat tinggi. Ya risiko tetap ada, yaitu ketika bunga terus mengecil. Tapi selama ini jarang banget terjadi.
Deposito punya jangka waktu penyimpanan tertentu yang enggak boleh dilanggar. Kalau kamu mengambil tabunganmu sebelum jatuh tempo, maka akan ada denda yang harus dibayar, yang dinamakan penalti.
Suku bunganya lumayan sih, antara 4% hingga 8%. Naik turunnya masih wajar. Tetapi itu belum dipotong pajak ya.
2. Obligasi
Obligasi adalah salah satu produk investasi berupa surat utang. Penerbit obligasi atau surat utang ini bisa saja perseorangan, perusahaan, maupun negara.
Buat kamu yang baru mulai investasi, obligasi negara menjadi pilihan tepat. Soal keamanannya, sudah pasti aman, karena negara sendiri yang menjamin. Masa sih enggak percaya sama pemerintah sendiri?
Keuntungan lainnya yang bisa kamu dapatkan jika kamu turut berinvestasi pada negara melalui obligasi ini adalah kamu bisa mendapatkan kupon atau bunga secara tetap yang lebih besar dari bunga deposito.
Untuk bisa membeli surat utang negara ini sekarang juga semakin dipermudah. Kamu bisa beli secara online di beberapa pihak yang ditunjuk sebagai mitra distribusi.
3. Reksa dana
Reksa dana merupakan produk investasi yang cocok buat kamu yang enggak pengin ribet melakukan analisis ini itu, selayaknya saham. Reksa dana ini cocok banget buat kamu yang baru mulai investasi, lantaran dana investasimu akan dikelola oleh mereka yang sudah profesional.
Untuk membeli reksa dana, kamu juga enggak perlu menyediakan modal terlalu banyak. Bisa mulai dari Rp100.000, dan bahkan kamu bisa membayarnya dengan GoPay di manajer investasi tertentu.
Tuh kan, ketimbang hanya kamu pakai buat foya-foya dengan PayLater tanpa tujuan yang jelas, mending kamu alihkan dana untuk mulai investasi di reksa dana.
4. Saham
Kalau kamu pengin mengelola dana investasimu sendiri–tanpa melalui manajer investasi seperti pada reksa dana–kamu bisa langsung nyebur ke saham. Tapi, ya sebaiknya belajar dulu ya, biar beli sahamnya enggak ngitung kancing atau pakai bakar-bakar sesajen.
Dengan keterampilan analisis fundamental dan analisis teknikal yang mumpuni, kamu akan bisa membaca saham perusahaan mana yang akan mendatangkan keuntungan untukmu.
Buat kamu yang baru mulai investasi, lebih baik memilih saham bluechip dulu saja. Saham bluechip adalah saham perusahaan-perusahaan besar yang sudah mapan, dan punya sistem yang sudah mantap.
Seiring waktu, kamu bisa belajar lagi hingga bisa mengenali perusahaan mana yang cukup agresif mengembangkan diri, sehingga layak kamu tambah modalnya.
5. Properti
Enggak hanya cocok untuk kalangan karyawan, investasi properti memang banyak diminati. Dari ibu rumah tangga sampai pengusaha besar.
Semua itu lantaran harga properti yang cenderung naik setiap tahun. Memang kalau mau mulai investasi properti ini, kamu akan butuh modal besar sih. Tapi, siapa tahu kan, kamu masih tinggal di rumah orang tua, masih single, belum butuh tempat tinggal sendiri tapi sudah bisa mencicil KPR. Enggak ada salahnya, properti yang kamu beli lantas kamu sewakan pada orang lain untuk memberimu penghasilan.
Good idea, huh?
Nah, itu dia 5 produk yang bisa dipilih jika kamu mau mulai investasi sekarang. Mumpung masih muda, masih jadi karyawan–pendapatan bisa diharapkan untuk tetap dan pastinya akan bertambah seiring waktu. Iya kan? Amin!
Yuk, tambah lagi pengetahuanmu akan pengelolaan keuangan! Biar karyawan, punya gaji tetap, sudah dijamin masa pensiunnya, kamu harus tetap bisa mengelola uang dengan baik dong! Ikuti kelas finansial online QM Financial dan pilih kelas yang kamu butuhkan sesuai tujuan finansialmu.
Jangan lupa juga follow akun Instagram QM Financial, supaya enggak ketinggalan berbagai update dan tip keuangan terbaru.
5 Alasan Mengapa Gaji Besar Saja Tetap Tak Membuat Karyawan Mau Bertahan di Perusahaan yang Sama
Kadang ya heran, kenapa banyak sekali yang sulit untuk bertahan di satu perusahaan. Apalagi akhir-akhir ini. Sering banget dengar curhat HR yang bilang, angkatan kerja sekarang makin susah loyal, padahal juga sudah ditawari gaji besar. Tetap saja turnover karyawan begitu tinggi.
Apa pasal?
Rekor saya sendiri paling lama bekerja di sebuah perusahaan adalah 9 tahun. Gaji sih standar, tetapi memang lingkungan kerjanya enjoyable bagi saya. Setelah 9 tahun bekerja, saya mendapat kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat. Dengan gaji yang sedikit lebih kecil dan fasilitas serta tunjangan yang lebih sedikit, saya pun mantap memutuskan resign dari perusahaan lama dan bergabung ke perusahaan baru.
Di perusahaan yang baru itu, saya menemukan soul saya. Saya mengerjakan hobi saya setiap hari, dan dibayar. Sampai sekarang.
Ada yang punya cerita seperti saya di atas? Boleh lo kalau mau sharing di kolom komen!
Melihat kasus diri sendiri—meski perbedaan besaran gajinya tidak begitu besar—tetapi saya memang lebih memilih untuk bekerja di perusahaan baru yang menjanjikan saya kenyamanan lebih. Yang saya bayangkan adalah hari-hari saya pasti akan menyenangkan, karena saya akan diberi gaji untuk mengerjakan hal yang saya suka.
Dari situ, saya kira ya wajar sih kalau banyak yang kurang bisa bertahan untuk bekerja di satu perusahaan dalam jangka waktu yang lama, meski sudah diberi gaji besar. Barangkali salah satu—atau semua—alasan berikut juga yang memengaruhinya.
5 Alasan orang tak hanya butuh gaji besar untuk mau bertahan bekerja di satu perusahaan dalam jangka waktu yang lama.
1. Setiap orang butuh kenyamanan
Kenyamanan dan kepuasan kerja kadang adalah menjadi salah satu syarat utama saat seseorang mampu bertahan. Bagi sebagian orang, kenyamanan dan kepuasan kerja tidak bisa diukur dengan materi, yang berarti gaji besar.
Setiap orang butuh kenyamanan, dan hal ini kadang sulit didapatkan. Apalagi kalau berurusan dengan rekan kerja ataupun lingkungan yang toxic. Betul nggak?
2. Keamanan juga menjadi syarat pertama
Selain kenyamanan, keamanan juga merupakan hal yang kadang sulit ditemukan di dunia kerja. Keamanan di sini bisa berarti keamanan fisik, dan juga finansial sih. Gaji besar memang merupakan salah satu “jaminan” keamanan, terutama dari segi finansial. Tapi ternyata, enggak cuma itu yang diminta oleh sebagian besar karyawan.
Gaji besar, tapi harus bekerja setiap malam di lokasi yang keamanannya kurang. Setiap hari harus waswas akan keamanan diri sendiri. Pastinya yang seperti itu enggak akan membuat kita jadi enjoy bekerja.
Atau, gaji besar, tapi perusahaan tampak semakin bermasalah. Bahkan sewaktu-waktu bisa saja memutuskan untuk melakukan efisiensi karyawan. Wah, meski gaji besar, kita tetap saja akan berpeluang untuk masuk ke daftar efisieni—siapa yang bisa memaksa untuk bertahan. Bener nggak sih?
3. Butuh keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi
Sempat melihat curhat seseorang di Twitter. Kurang lebih bunyinya begini.
“Dapat panggilan lowongan kerja. Pas wawancara ditanya, bisa enggak handphone on 24 jam? Sewaktu-waktu juga harus dipanggil ke kantor, bahkan di hari libur dan hari Minggu. Nggak dihitung lembur sih, tapi boleh minta hari libur pengganti. Gue tolak, karena waktu gue buat keluarga kayaknya enggak bisa diukur dengan uang.”
Ada yang mengalami hal yang sama?
Setiap orang butuh keseimbangan hidup, yang bisa diraih dengan banyak cara. Salah satunya adalah dengan membatasi kehidupan profesional, dan membuat waktu untuk diri sendiri serta keluarga. Keseimbangan seperti ini penting banget untuk mengelola stres.
Well, memang sih ada yang seakan enggak punya kehidupan pribadi—para workaholics, misalnya—tapi meski demikian, work life balance ini penting, untuk kesehatan mental diri sendiri.
4. Passion over materi
Akhir-akhir ini semakin banyak orang yang sadar, bahwa kita butuh passion lebih untuk bisa betah bekerja, enggak cuma soal gaji besar. Hanya saja passion dan gaji besar enggak selalu datang dalam satu paket.
Kalau sudah begitu gimana dong? Ya, tergantung pertimbangan masing-masing individu saat memutuskannya. Kadang ya yang terjadi adalah terima pekerjaan—meski tak sesuai passion—tapi bergaji besar. Demi apa? Demi hidup. Toh passion bisa dilakukan as a side hustle, kan?
Tapi, ada juga yang memutuskan untuk lebih mengejar passion, demi kebahagiaan diri sendiri. Salah? Enggak dong. Kalau bahagia melakukannya, seseorang juga akan nyaman untuk hidup—meski nggak mendapatkan gaji besar.
5. Tidak ada kesempatan untuk berkembang
Berkembang merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang punya semangat hidup. Berkembang dalam arti luas, menyangkut fisik, rohani, mental, pun keterampilan.
Kadang kali, meskipun gaji besar, tetapi bisa jadi sulit menemukan peluang untuk berkembang. Ide-ide yang dilontarkan selalu mentah, pendapat kurang didengar, tak ada jenjang karier yang bisa diproyeksi, pun tak pernah mendapatkan training ini-itu yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi.
Rasanya, kita hanya diminta untuk memberikan kontribusi saja, tanpa diperhatikan kebutuhannya. Malas juga sih, kalau kerjanya kayak gini. Iya nggak?
Bagaimana denganmu? Kalau kamu dihadapkan pada 2 pilihan: gaji besar atau 5 hal di atas, manakah yang kamu pilih?
Well, the bottom line is, berapa pun gaji yang diterima yang terpenting adalah bagaimana kita mengelolanya dengan baik sehingga bisa memenuhi kebutuhan dan demi mencapai tujuan keuangan kita. Gaji berapa pun sebenarnya selalu cukup kok, asal kita terampil mengaturnya.
So, ayo, belajar finansial lagi hari ini! Cek jadwal kelas finansial online QM Financial, dan segera daftar yang sesuai dengan kebutuhanmu.
6 Upaya Menciptakan Budaya Kerja yang Positif untuk Mengembangkan Potensi Karyawan
Budaya kerja perusahaan yang positif ibarat tulang punggung semua jenis bisnis. Bisa dibilang, perusahaan-perusahaan besar mungkin dapat mengandalkan jumlah gaji besar dan berbagai tunjangan demi mempertahankan ataupun merekrut orang untuk bergabung, namun perusahaan kecil biasanya harus bergantung pada budaya kerja perusahaan yang positif demi mendorong karyawannya agar tetap bertahan.
So, jika Anda memiliki jenis usaha kecil apa pun, Anda tahu betapa pentingnya untuk dapat merekrut orang yang tepat untuk bergabung menjadi karyawan. Dan, setelah mendapatkan karyawan yang bisa berkontribusi untuk perusahaan, berikutnya ada sejumlah PR yang harus Anda lakukan demi bisa mengelola aset terbesar perusahaan ini, terutama jika mereka adalah karyawan terbaik.
Berikut ada 6 cara perusahaan dapat menciptakan lingkungan dan budaya kerja yang positif sehingga dapat menghindari turnover karyawan yang tinggi
1. Apresiasi terhadap karyawan
Seseorang akan dapat menghargai orang lain, jika ia lebih dulu mendapatkan apresiasi atas apa yang sudah dilakukannya. Ini sudah hukum alam.
Jadi, jika Anda ingin karyawan Anda menghargai perusahaan dan loyal, maka perusahaan harus mengapresiasi mereka terlebih dahulu. Give what they want, and then ask what you need from them.
Dengan demikian, terjalin hubungan mutualisme dan saling membutuhkan.
2. Eliminate toxicity
Toxicity can never be tolerated. Toxicity bisa memupus positiveness budaya kerja yang sedang Anda bangun. Karena itu, waspadai kemunculannya sedini mungkin.
Memang sih, kadang ada saja yang membawa hal-hal dan pengaruh buruk (yang tidak dapat dikontrol) dari luar yang masuk. Misalnya saja, merekrut karyawan baru dan ternyata yang bersangkutan sudah membawa negativity yang bisa memperburuk kondisi. Hal ini harus segera diatasi sebelum terlambat, karena toxicity itu seperti virus. Cepat sekali menular, dan bisa memengaruhi budaya kerja positif yang sedang dibangun.
3. Konsisten
Setelah perusahaan telah memiliki budaya kerja yang bisa berfungsi dengan baik, maka pertahankanlah.
Memang sih, kadang kita harus menyesuaikannya dengan kondisi. Misalnya saja, selama ini kita menawarkan tunjangan cuti hamil dan sakit, sedangkan perusahaan lain sudah mulai menawarkan benefit lain yang lebih “millenial” dan kekinian, seperti free member gym.
Boleh saja sih disesuaikan, tetapi ingat, bahwa terlalu banyak perubahan pada benefit untuk karyawan juga bisa membuat budaya perusahaan menjadi tidak stabil lagi.
Jadi, jika perlu mengadakan perubahan, pastikan manfaat atau kebijakan baru itu menguntungkan bagi seluruh perusahaan dan aset-asetnya.
4. Ubah masalah menjadi peluang
Untuk membentuk budaya kerja yang baik di perusahaan, positivity memang sangat penting. Menjadi tugas para manajer untuk bisa memimpin dengan sikap yang baik.
Salah satunya, alih-alih membiarkan rintangan memengaruhi bisnis, akan lebih baik jika perusahaan memotivasi karyawan Anda untuk mengubah cara memandang setiap masalah sebagai peluang.
Misalnya saja, ajak karyawan untuk selalu bersiap akan adanya kesalahan. Kesalahan itu bisa terjadi setiap saat, pada siapa saja, terhadap apa saja. Dengan bersiap melakukan kesalahan, maka kita bisa siap pula untuk belajar. Kesalahan akan membuat perusahaan tumbuh.
5. Manajemen waktu yang lebih baik
Waktu setiap karyawan sangat berharga. Dari pekerja magang hingga manajer, waktu adalah komoditas yang paling berharga, jadi penting untuk mendorong mereka agar bisa menggunakannya dengan bijak.
Banyak hal yang bisa “mengancam” efektivitas dan efisiensi waktu kerja ini. Pihak manajemen dan perusahaan sendiri harus benar-benar waspada mengenai hal ini. Manajemen waktu yang kurang baik bisa membuat bisnis perusahaan menjadi kurang produktif, yang memengaruhi semua karyawan juga, pada akhirnya.
So, mendorong karyawan agar bisa bekerja dengan cepat, efisien, dan menyeluruh akan dapat membantu menumbuhkan budaya kerja yang positif dan produktif.
6. Dukung perkembangan karyawan
Budaya kerja yang positif adalah budaya kerja yang mendorong karyawan menjadi aset yang berkembang. So, pastikan karyawan Anda bisa berkembang bersama perusahaan.
Adakan program-program pelatihan yang dapat membantu mereka meningkatkan skill. Salah satunya adalah dengan memberikan training keuangan. Keterampilan karyawan mengelola keuangan pribadi mereka akan sangat berpengaruh pada etos kerja mereka di kantor.
Jadi, pastikan mereka bisa mengelola gaji dengan baik, menghindari utang, mempunyai proteksi, hingga belajar berinvestasi, demi kebaikan mereka sendiri dan perusahaan, tentunya.
Anda dapat mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan. Sila WA ke 0811 1500 688, untuk mengatur silabus dan materi yang paling pas dengan kebutuhan di perusahaan Anda.
Budaya kerja sepertinya memang hal remeh temeh saja, namun jika diabaikan bisa memengaruhi jalannya bisnis perusahaan. So, akan lebih baik jika ada perhatian khusus untuk pembentukan dan juga pengelolaannya.
Semoga perusahaan Anda selalu berkembang ya. Yuk, jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk berbagai tip keuangan pribadi, human capital, serta info-info kelas finansial online terbaru.
Merekrut Generasi Z sebagai Karyawan, 5 Hal yang Harus Diperhatikan
Dengan semakin mendekatinya para generasi Z menuju dunia kerja, maka perusahaan memang mulai mempersiapkan metode-metode khusus untuk perekrutan mereka.
Mengapa harus khusus dipersiapkan? Karena seperti halnya angkatan kerja generasi millenial, angkatan kerja generasi Z juga punya karakter tersendiri terkait bagaimana mereka akan berkontribusi di dunia kerja.
Siapa saja sih generasi Z ini?
Meski masih menjadi kontroversi di beberapa sumber, namun sebagian besar menyebutkan bahwa generasi Z adalah mereka yang terlahir antara tahun 1995 hingga 2010.
Mereka benar-benar lahir di era internet; enggak pernah ngerasain perjuangan menulis surat dengan tangan dan kertas folio, enggak pernah menggunakan telepon umum koin di pinggir jalan, juga belum pernah mendengar jeritan khas sambungan internet dial up.
Hal-hal ini juga turut membentuk karakteristik generasi Z yang lebih unik lagi dibandingkan generasi-generasi sebelumnya, terutama di dunia kerja.
So, berikut adalah beberapa hal yang harus diperhatikan jika sebuah perusahaan bermaksud untuk menjaring karyawan dari generasi Z
1. Metode rekrutmen yang tepat untuk generasi Z
Menurut Ryan Jenkins, seorang Millennial and Generation Z speaker and generations expert, generasi Z masih mempunyai metode pelamaran pekerjaan yang hampir sama dengan generasi millenial, yaitu melalui referensi pribadi dan email.
Generasi Z cenderung akan mencari informasi pekerjaan yang menarik minat mereka melalui:
- Situs web perusahaan yang bersangkutan
- Job fair
- Media sosial: LinkedIn dan media sosial lain seperti Instagram
- Informasi dari teman
So, mau merekrut karyawan baru? Sebarkanlah pengumuman lowongan di 4 tempat di atas.
2. Karakteristik khas generasi Z di dunia kerja
Generasi Z punya karakter yang unik, yang berbeda dengan generasi millenial apalagi generasi X. Sebagian sudah sedikit disinggung di atas sih, karakter generasi Z ini di antaranya:
- Phigital, alias physic and digital. Tak hanya bekerja secara fisik, para generasi Z juga mempunyai keterampilan digital yang mumpuni–sangat lebih baik ketimbang generasi X dan generasi millenial.
- Realistis
- Webconomists, ini pastinya ada kaitannya dengan kedekatan mereka dengan dunia digital sejak lahir, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan ekonomis akan mereka lakukan secara digital pula. Mereka belanja online, punya e-wallet, berinvestasi secara online, dan seterusnya.
- Independent, mereka cenderung untuk bekerja sendiri, karena itu remoting job menjadi tren terbaru di dunia kerja.
- Hyper customizers, mereka cenderung untuk bisa menyesuaikan segala sesuatunya dengan tingkat kenyamanan mereka sendiri. Misalnya, soal lingkungan kerja, generasi Z akan lebih kurang adaptif, sehingga mereka akan berusaha mencari cara mengubah lingkungan kerja agar sesuai preferensi pribadi mereka.
Meski individualistis, namun generasi Z sebenarnya masih menghargai nilai-nilai kebersamaan. Berada di sebuah tim atau organisasi yang bisa menghargai pendapat dan ide mereka, akan membuat mereka betah. Mereka cenderung sangat lebih aktif untuk ikut berpendapat–bahkan berdebat–untuk mencari solusi dari setiap masalah yang timbul.
Good sign, right?
3. Yang dicari oleh generasi Z di dunia kerja
Ya, umumnya tentu saja, orang bekerja untuk mencari imbalan berupa gaji dan benefit finansial lainnya. Tapi, tak hanya berorientasi pada gaji semata, angkatan kerja generasi Z juga akan mencari hal lain, di antaranya:
- Akses teknologi canggih. Ini jelas menjadi salah satu “syarat” mereka saat mereka memutuskan untuk bergabung dengan sebuah perusahaan. Canggih tidaknya sebuah perusahaan akan ikut menentukan, apakah mereka tertarik untuk melamar lowongan pekerjaan, atau skip saja dan mencari yang lain.
- Peran pekerjaan yang beragam, hal ini terkait keterampilan multitasking mereka yang lebih advanced ketimbang generasi sebelumnya.
- Minta dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan. Ini sudah dijelaskan di poin kedua di atas.
- Kompetisi. Yes, jiwa kompetitif mereka sangat tinggi. Hal ini tentu bisa “dimanfaatkan” oleh perusahaan, agar dapat mendorong mereka untuk meningkatkan performa kerja.
4. Cara berkomunikasi
Generasi Z terlahir di dunia yang serbacepat dan instan, sehingga mereka cenderung untuk mempunyai attention span yang lebih sempit dibanding generasi sebelumnya.
Karena itu, perusahaan perlu segera menemukan cara paling praktis dan efektif agar dapat menjalin komunikasi yang baik dengan mereka.
Salah satunya, tinggalkan meeting-meeting panjang. Efektifkan hanya pada pokok permasalahan umum, yang kemudian nanti dilanjut di kelompok-kelompok yang lebih kecil untuk detailnya.
Yes, mereka enggak suka meeting terlalu lama.
5. Belum memikirkan rencana pensiun
Karena mereka masih muda, maka sedikit sekali dari mereka yang sudah memikirkan rencana pensiun. Bahkan mungkin nggak ada.
Nah, ini menjadi PR perusahaan untuk membuat mereka sadar, bahwa mereka perlu menyiapkan diri untuk pensiun sejak dini. Mereka harus tahu, bahwa dengan mempersiapkan pensiun sejak dini, maka itu berarti akan memperingan beban menabung mereka.
Salah satu caranya adalah dengan mengadakan training keuangan khusus untuk membahas dana pensiun.
QM Financial dapat membantu lo. Dengan kurikulum dan silabus yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi karyawan, #QMTraining hadir dengan materi-materi interaktif yang pasti akan bermanfaat menambah pengetahuan literasi keuangan. Sila WA ke 0811 1500 688, untuk mendiskusikannya lebih lanjut.
Nah, bagaimana? Sudah siap menyambut para generasi Z untuk bergabung di dunia kerja?
Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru ya!
Joker & Mental Health: Apakah Kecemasan Finansial Juga Berpengaruh pada Kesehatan Mental?
Pas banget dunia sedang merayakan World Mental Health Day 10 Oktober lalu, saya juga menyempatkan diri untuk nonton film Joker. Berbekal review dari beberapa akun film di Twitter yang saya follow, dan juga rekomendasi teman-teman moviegoers, saya berangkat ke bioskop dengan sedikit keraguan: apakah saya akan baik-baik saja selepas nonton film satu ini nanti?
Ternyata, ya saya baik-baik saja. Namun, tak pelak film Joker jadi membuat saya berpikir (terlalu) jauh mengenai kesehatan mental, terutama yang berawal dari anxiety atau kecemasan yang berlebih.
Anxiety Awal Semua Penyakit Mental?
Kalau sudah nonton filmnya, pasti bisa merasakan bahwa penyakit Pseudobulbar Affect yang diderita oleh Joker akan muncul gejalanya saat yang bersangkutan sedang mengalami kecemasan. Saat dia ditegur oleh ibu-ibu di bus, saat dia menyaksikan 3 orang sedang ngebully seorang perempuan yang naik kereta sendirian, saat dia diminta naik panggung standup comedy, dan seterusnya. Gejalanya muncul selalu di saat yang tidak tepat.
Nah, bayangkan kalau pada dasarnya kita punya tingkat kecemasan yang berlebih, seperti Joker yang selalu mendapatkan perundungan dari sekitarnya. Sudah begitu, dia juga dipermalukan dan disiarkan di televisi lagi. Bisa jadi gejala PBA yang diderita oleh Joker yang diakibatkan oleh cedera otak itu akan terus terjadi.
Anxiety atau kecemasan memang rasa-rasanya hampir selalu menjadi akar masalah dari setiap gangguan kesehatan mental. Rasa cemas berlebih ini lantas bisa jadi stres, depresi, hingga memicu penyakit-penyakit mental lain bermunculan. Kalau mau dianalogikan dengan penyakit tubuh, mungkin bisa dibandingkan dengan tekanan darah tinggi ya?
Ah, entahlah. Saya toh bukan psikolog maupun dokter. Semuanya saya hubungkan berdasarkan logika sederhana seseorang yang kadang suka merasa cemas berlebihan dan hobi overthinking.
Tapi, sebenarnya hal ini bisa saja terjadi pada setiap orang. Yakin deh setiap dari kita punya kecemasan terhadap sesuatu—hanya saja levelnya berbeda dan juga kita masing-masing punya cara untuk mengatasinya.
Lalu, Bagaimana dengan Kecemasan Finansial?
Memangnya, apa yang biasanya membuat orang merasakan cemas secara finansial?
Ya, sepertinya sama saja sih: kalau nggak punya duit. Duit untuk apa? Itu dia yang mungkin berbeda untuk setiap orang. Ada yang cemas nggak punya duit untuk makan besok pagi, untuk sekolah anak-anak, untuk beli rumah sendiri, untuk liburan, untuk bekal pensiun, dan sebagainya.
Apakah kamu masih punya satu dua hal yang menjadi pangkal kecemasan finansialmu sekarang ini?
Jujur sih, kalau saya masih concern tentang dana pensiun. Rasanya saya masih belum punya bekal apa pun sampai sekarang, padahal yang namanya waktu itu semakin merangkak mendekati senja. Iya, saya telat sih sadar bahwa saya butuh dana pensiun. Saat sadar, ya langsung saja ambil beberapa langkah untuk mengamankan masa depan saya itu.
Pertanyaannya: jika kita mengalami kecemasan finansial, lalu diabaikan atau dianggap remeh, mungkinkah kemudian bisa mengakibatkan kesehatan mental kita terganggu?
Jawabannya: mungkin banget. Misalnya saja, cemas akan masa pensiun. Sampai hampir tiba masa pensiun, kita tetap tidak bisa memastikan bahwa kita akan baik-baik saja setelah ini. Gimana dong rasanya? Stres? Bisa jadi banget. Selanjutnya? Entahlah. Hanya waktu yang menjawab, apakah kita akan baik-baik saja.
Karena itu, setiap orang mestinya mencegah kecemasan finansial ini terjadi. Bagaimana caranya?
1. Pastikan kita punya rencana keuangan
Adalah penting bagi setiap orang untuk punya rencana keuangan. Kapan sebaiknya orang mulai punya rencana keuangan? Secepatnya, sejak ia bisa menghasilkan uang sendiri.
Saya telat punya rencana keuangan. Tapi terlambat masih lebih baiklah, ketimbang tidak ada sama sekali sampai sekarang. Setidaknya, kalau boleh dibilang, saya sudah mengurangi satu tingkat level kecemasan finansial yang berpotensi membuat kesehatan mental saya terganggu.
So, bagaimana denganmu? Apa kecemasan finansial terbesar kamu? Kalau sudah ketemu akar permasalahannya, segera deh susun rencana keuangan. Selalulah berawal dari #TujuanLoApa, dan kemudian kamu bisa merencanakan jalan menuju tujuan keuangan itu.
2. Pastikan kita punya pengetahuan literasi keuangan yang cukup
Rencana keuangan enggak akan jalan tanpa pengetahuan keuangan yang cukup. Mungkin malah ngeblank, dan akan jadi masalah kecemasan baru lagi.
Misalnya, saya tahu bahwa problem utama kecemasan finansial saya adalah enggak punya dana pensiun. Tapi, dengan apa saya bisa membuat dana pensiun? Padahal, kebutuhan dana pensiun itu bisa miliaran!
Nah, kan. Jadi stres lagi deh.
Makanya punya pengetahuan keuangan yang cukup ini penting banget. Berbekal pengetahuan, kita jadi mengenali berbagai produk keuangan yang bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan dan tujuan keuangan kita.
Butuh membuat dana pensiun? Berarti coba ikutan kelas investasi. Belajar dari ahlinya langsung kalau perlu. Butuh dana pendidikan? Berarti coba ikut kelas dana pendidikan. Dan, kebetulan banget kan, QM Financial selalu punya kelas finansial online untuk berbagai tujuan keuangan.
Nah, buruan daftar makanya. Biar nggak ketinggalan, sebelum negara api penyakit mental menyerang, seperti halnya Joker.
3. Stick to our financial goals
Tetap berpegang pada tujuan keuangan kita juga akan menyelamatkan kita dari kecemasan finansial. Kalau enggak? Wah, bisa-bisa ambyar semua. Kejadian deh, misalnya, gaji besar utang juga besar lantaran gaji naik lifestyle juga naik.
Percuma juga sudah membuat rencana dan punya pengetahuan yang cukup mengenai seluk-beluk keuangan, kalau kita sendiri enggak disiplin dan konsisten memegang tujuan keuangan kita. Bener nggak?
So, ayo, kita atasi kecemasan finansial kita masing-masing. Jangan tunggu sampai parah, kayak Joker.
Follow Instagram QM Financial agar mendapatkan tip-tip keuangan praktis dan aplikatif, ikut nonton kalau lagi ada Instagram Live yang membahas berbagai masalah keuangan, dan join di kelas-kelas finansial online-nya.
Sampai ketemu di kelas!