Investasi cryptocurrency haram, demikian fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia beberapa waktu yang lalu, menjawab berbagai polemik yang datang menyertai ngehype-nya aset digital yang dipercaya sebagai instrumen baru yang sangat menguntungkan. Ini artinya mulai dari bitcoin, ethereum, dogecoin, shiba inu, dan berbagai jenis kripto lainnya dianggap haram oleh MUI.
Lalu, gimana dong, buat kamu yang sudah telanjur atau memang tertarik untuk investasi cryptocurrency? Apakah kemudian kamu harus merelakannya?
Well, bagaimanapun, keputusan ada di tanganmu, tetapi ada baiknya kamu simak dulu beberapa fakta berikut ini terkait fatwa crypto haram ini.
Hype-nya Investasi Cryptocurrency
Investasi cryptocurrency sebenarnya bukan hal baru, meskipun tetap yang termuda di antara berbagai opsi instrumen atau komoditas di dunia keuangan. Meski demikian, bitcoin dan teman-temannya meraih popularitas sejak pandemi pertama diketahui menyebar secara global.
Tak hanya harga bitcoin yang melesat, sekarang pun hadir ribuan mata uang digital lain yang menambah ramainya dunia investasi cryptocurrency. Tak hanya itu, hadirnya crypto juga memicu rentetan inovasi lainnya yang sekarang juga begitu besar hype-nya, mulai dari NFT art hingga perkembangan metaverse.
Luar biasa, memang.
Di sisi lain, di samping keberadaannya yang diterima secara luas oleh masyarakat digital yang modern, tak sedikit pula yang menganggap cryptocurrency meresahkan. Terutama sih bagi mereka yang memegang otoritas tinggi dan tertinggi dunia. Dikhawatirkan, karena sifatnya terdesentralisasi dan bebas dari kewenangan siapa pun, crypto, dan blockchain pada umumnya, akan membuka peluang terjadi tindak kriminal.
Crypto di Indonesia
Pemerintah Indonesia sendiri tidak melegalkan crypto, seperti layaknya El Salvador. Namun, juga tidak melarang penggunaannya, seperti layaknya Tiongkok. Sejak kemunculannya, investasi cryptocurrency dibiarkan berkembang seperti apa adanya, meski tetap berada dalam pengawasan. Bappebti adalah institusi pemerintah yang bertugas mengawasi dan berwewenang dalam hal ini.
Bank Indonesia sendiri menegaskan, bahwa tidak akan ada mata uang resmi lain di Indonesia selain Rupiah. Dengan demikian, pemakaian crypto sebagai mata uang dilarang, tetapi boleh dipertukarkan melalui institusi-institusi yang ditunjuk. Sampai dengan saat ini, sudah ada 13 bursa kripto yang berizin resmi beroperasi di Indonesia.
Investasi Cryptocurrency Haram (?)
Dalam fatwanya, MUI menyatakan bahwa investasi cryptocurrency haram salah satunya dengan alasan bahwa bitcoin dan kawan-kawannya tak memiliki aset pendukung, atau underlying assets. Hal inilah yang dapat meningkatkan peluang harga yang sangat fluktuatif tanpa kontrol. Tidak adanya bentuk fisik juga menjadikannya bersifat ‘tak pasti’ sehingga sulit untuk menjadi pendukung transaksi yang riil.
Transaksi crypto dianggap sama halnya dengan forex, yang bersifat spekulatif, yang berpotensi merugikan orang lain dan rentan scam, penipuan, bahkan judi. Hal ini tentu saja bertentangan dengan hukum agama Islam, yang menomorsatukan keadilan bagi semua orang dan tidak saling merugikan.
Pendapat Beberapa Ahli Mengenai Investasi Cryptocurrency
Dilansir dari beberapa sumber, menurut founder Islamic Law Firm, Yenny Wahid, mata uang kripto justru bebas riba dan halal selama tidak dilarang oleh negara, karena sifat transaksinya yang langsung tanpa perantara, peer to peer.
Meski demikian, Yenny tak mengelak bahwa mata uang kripto juga bisa bersifat spekulatif lantaran volatilitasnya yang sangat tinggi. Karena itu, Yenny mengatakan bahwa investasi cryptocurrency adalah sesuatu yang bernilai harta kekayaan, atau mal. Dengan demikian, kalau rusak, maka harus ada ganti rugi. Boleh diperdagangkan sebagai komoditas (silaah) atau aset, tak sebagai mata uang.
Sementara seorang ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Nailul Huda, menyebutkan bahwa cryptocurrency adalah inovasi yang banyak manfaatnya. Salah satunya adalah kemampuannya untuk mendeteksi jika ada upaya pencucian uang.
Jadi, Tetap, Crypto Haram, atau …?
Selama aset kripto tidak digunakan untuk spekulasi, ada kebutuhannya, dilakukan dengan mata uang sejenis, dan nilai tunai yang sama, maka boleh saja investasi cryptocurrency. Kalaupun berlainan, maka harus ada kurs standar yang menjadi pedomannya.
Jika hendak dimanfaatkan sebagai alat tukar selayaknya uang, maka crypto haram. Kecuali jika ada taqabudh atau serah terima, dengan kuantitas dan jenis yang harus sama. Jika berbeda, maka ada syarat taqabudh haqiqi atau hukmi, artinya ada uang dan crypto yang dapat dijadikan bukti serah terima.
Dalam Peraturann Bappebti No. 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik di Bursa Berjangka, disebutkan beberapa kriteria perdagangan aset kripto yang wajib mendapatkan izin, yang meliputi jual beli, pertukaran, penyimpanan, transfer, ataupun pemindahan aset kripto.
Di sini, jika kamu mengkhawatirkan soal ketiadaan underlying assets, kamu bisa investasi cryptocurrency jenis stablecoin, yang punya underlying aset fisik berupa mata uang fiat resmi, seperti USDT, XSGD, dan sekarang juga sudah ada Rupiah Token.
Sementara, sejatinya, aset kripto seperti bitcoin, ethereum, dan kawan-kawannya ini sebenarnya juga punya underlying kok, berupa biaya penambangan dan penerbitan, yang butuh listrik sampai 150 watt per jam. Hanya saja, underlying asset ini benar-benar dalam bentuk digital.
Nah, bagaimana? Investasi cryptocurrency haram? Semua adalah keputusanmu sendiri. Bisa jadi memang haram, terutama jika kamu melakukannya dengan spekulasi. Namun, jika kamu melakukan analisis pasar dengan cermat, ataupun memperolehnya untuk membeli NFT art, crypto bisa dianggap tidak lagi haram.
Yang terpenting dari semuanya, yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!