Investasi bodong masih saja menelan korban. Bahkan sampai dengan bulan April 2021 kemarin, sudah ada 26 kegiatan usaha yang disinyalir merupakan investasi bodong berhasil ditemukan oleh Satgas Waspada Investasi, dengan 11 di antaranya berupa aktivitas money game, 3 kegiatan investasi cryptocurrency, juga ada penyelenggara sistem pembayaran, pembiayaan, dan kegiatan keuangan lain, yang beroperasi tanpa izin resmi.
Mirisnya, investasi bodong ini sebenarnya bukanlah “modus” baru, bahkan praktiknya sudah sering terjadi sedari zaman baheula, dan korbannya selalu merugi dari jutaan sampai miliaran rupiah.
Memang, tak bisa lain, upaya pencegahan haruslah dimulai dari diri sendiri; bagaimana kita bisa mengedukasi diri sendiri agar tak tergoda iming-iming investasi bodong ini.
Sebenarnya tidak sulit untuk dapat menghindari investasi bodong ini, tetapi kamu harus ingat terus beberapa hal berikut ini.
Hindari Jebakan Investasi Bodong
1. Keuntungan yang (terlalu) menarik
Setiap instrumen investasi memang menawarkan imbalnya masing-masing. Tetapi, kita harus mulai waspada jika ada penawaran yang terlalu menarik.
Sebenarnya sih, tak setiap investasi yang menjanjikan return menarik sudah pasti investasi bodong, tetapi yah, ada baiknya untuk mulai kritis jika ada sesuatu yang “too good to be true”.
Biasanya, modusnya adalah sebagai berikut:
- Persentasenya sangat tinggi.
- Return bisa dipastikan. Misalnya, dengan topup Rp300 ribu dapat HP, topup Rp5 juta dapat motor, topup Rp10 juta dapat mobil, dan seterusnya.
- Dikatakan telah dijamin oleh pihak tertentu, biasanya akan mencatut pemerintah ataupun bank.
Cara yang paling mudah untuk tahu, apakah investasi yang ditawarkan merupakan investasi bodong atau bukan adalah dengan membandingkannya dengan bunga deposito. Saat artikel ini ditulis, bunga deposito ada pada kisaran 2 – 4% per bulan. Kalau lebih tinggi dari deposito, maka pihak penyelenggara harus dapat menjelaskan secara logis (banget) dari mana keuntungan itu didapatkan.
Selalu tanyakan risikonya. Karena, tak ada investasi yang benar-benar bebas risiko. Risiko paling rendah yang bisa ditawarkan adalah ketika kita berinvestasi di deposito bank, yang ada jaminan dari LPS. Di luar itu, kita harus sadar akan selalu ada risiko yang tinggi. Jika pihak penyelenggara menjelaskan bahwa instrumennya risk free, well … ada baiknya, kewaspadaan ditingkatkan.
Mintalah penjelasan terperinci pada yang menawarkan, sampai kita benar-benar paham skemanya. Kalau misalnya penjelasannya mbulet, yah, lebih baik dipikirkan ulang niat untuk ikut investasinya.
2. Legal?
Yang harus selalu diingat, bahwa setiap lembaga layanan jasa keuangan haruslah memiliki izin operasional pihak yang berwenang. Bisa jadi OJK, Bank Indonesia, ataupun Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
FYI, OJK akan mengawasi lembaga-lembaga yang berbisnis di sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank, seperti perusahaan penyedia jasa asuransi, pembiayaan, dana pensiun, dan sejenisnya. Sedangkan Bank Indonesia merupakan lembaga pengawas resmi untuk berbagai penyelenggara dan penyedia jasa sistem pembayaran. Sementara Bappebti bertugas untuk mengawasi berbagai perusahaan perdagangan komoditi berjangka, termasuk di dalamnya adalah trading cryptocurrency.
Lakukan riset kecil, untuk memastikan bahwa penyelenggara investasi telah mendapatkan izin dari lembaga terkait yang berwenang dalam pengawasan operasionalnya. Kalau penyelenggara terkait hanya punya SIUP, maka tingkatkan kewaspadaan. Pasalnya, SIUP bukan merupakan izin untuk menyelenggarakan aktivitas penghimpunan dana.
Melakukan tracing online, melalui Google ataupun media sosial, menjadi langkah yang paling mudah untuk dilakukan ketika kita hendak mengecek validitas informasi terkait penyelenggara investasi.
3. Pahami skemanya
Saat kita berinvestasi di instrumen yang legal saja, kita harus paham betul cara kerjanya, agar kemudian kita bisa melakukan manajemen risiko yang perlu, pun bisa memanfaatkannya secara optimal.
Apalagi jika investasinya ditawarkan oleh pihak yang belum pernah kita dengar rekam jejaknya. Memang biasanya, investasi bodong menawarkan skema yang baru, yang belum banyak kita dengar. Satu sisi, memang akan terdengar menarik. Orang-orang kan selalu antusias mendengar hal baru, apalagi yang menawarkan cuan yang tinggi. Tapi, di sisi lain, skema baru berarti seharusnya belum ada (banyak) bukti bahwa investasinya benar-benar bisa dipertanggungjawabkan, bukan?
Karenanya, seperti juga ketika kita membeli mesin cuci, kita harus tahu cara mengoperasikannya, begitu juga dengan skema investasi ini harus kita pahami betul cara kerjanya.
Sebaiknya, hindari membeli sesuatu yang kita enggak paham produknya. Termasuk juga investasi.
Umumnya, penyelenggara investasi bodong itu nggak punya standar baku mengenai operasional produknya sendiri. Hal inilah yang harus mulai diwaspadai.
Belajar Mengenal Berbagai Produk Investasi yang Legal
So, ada baiknya, kalau memang pengin mengembangkan dana dan berinvestasi, kita mengenal dulu berbagai produknya. Yuk, belajar bersama QM Financial! Belajar mulai dari dasar-dasar pengelolaan keuangan hingga seluk-beluk berbagai produk investasi. Cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
QM Financial
Related Posts
2 Comments
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
[…] harus mengakui, bahwa beberapa kasus investasi bodong dan juga kasus pinjol yang masih terus terjadi belakangan tak lepas dari masih rendahnya literasi […]
[…] Baca juga: Investasi Bodong: 3 Langkah untuk Menghindari Jebakannya […]