Generasi milenial akrab banget dengan kondisi sandwich generation ini—kondisi ketika harus menanggung biaya hidup anak, dan sekaligus menanggung biaya hidup orang tuanya. Bahkan mungkin ada di antara kamu, yang sedang membaca artikel ini, juga merupakan bagian dari generasi roti isi ini ya?
Gimana rasanya? Lelah? Sabar ya, Bund. Kebetulan banget sih, kemarin Sabtu di Financial Dialogue 07, kita ngobrolin soal “Life & Money – Memutus Rantai Sandwich Generation, Mulai dari Kamu!”
Apakah kamu juga bergabung di hari Sabtu 27 Maret 2021, pukul 13.00 kemarin?
Bersama Bapak Alex P. Chandra, sebagai panelis pertama, yang merupakan CEO dan founder PT Lestari Capital, sebuah holding company yang membawahi 7 BPR Lestari Group, yang akan membahas fenomena ini dari perspektif investor, dan Rahne Putri, seorang digital marketer and a proud sandwich generation, yang membahasnya dalam perspektif keluarga, Financial Dialogue volume 07 jadi seru banget.
Kita ikuti yuk, sedikit rekapnya.
Ligwina Hananto: Berhenti di Kita!
Ligwina Hananto, selaku Nyonya Rumah dan lead trainer QM Financial, membuka acara dengan paparannya yang detail dan asyik banget disimak.
Menurut Ligwina, di masyarakat kita, sandwich generation terjadi ketika ada pasangan muda dengan anak, yang juga harus menanggung hidup orang tua. Tapi, jangan salah. Ternyata, fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia saja lo, bahkan di Singapura ada yang namanya Agenarian.
Apa itu agenarian?
Agenarian adalah kondisi ketika pasangan muda yang sudah punya anak, harus mendukung hidup orang tua yang berusia 60-an tahun, yang ternyata juga masih harus mendukung hidup orang tuanya lagi yang sudah berusia 90-an tahun. Wow, double cheese burger dong, sudah bukan sandwich lagi!
Ngeri nggak sih?
Karena itu, penting bagi kita untuk segera sadar, bahwa kita harus menghentikan fenomena sandwich generation ini pada generasi kita saja. Karena ke depannya, semakin sehat kita, semakin besar peluang kita untuk berumur panjang, sehingga peluang untuk memunculkan sandwich generation berikutnya juga semakin besar.
Cara untuk memutus mata rantai sandwich generation ini adalah dengan:
- Terima kenyataan bahwa kita telah menjadi sandwich generation, berdamai, dan kemudian menghitung pengeluaran
- Cari alternatif penghasilan tambahan
- Miliki proteksi yang cukup untuk semua orang yang hidupnya ditanggung
- Siapkan dana pensiun sedari sekarang
- Cek pilihan aset aktif untuk masa pensiun
Alex P. Chandra: Itu Value Keluarga, Tetapi Saya Harus Tetap Mandiri
Tahun 2021 merupakan tahun yang bersejarah bagi Pak Alex dan keluarga, karena telah berhasil membayar 90% dari utang pribadi terkait investasi properti yang telah dibangunnya sejak 20 tahun yang lalu. Akhirnya, kini income dari investasi ini bisa lebih besar daripada biaya yang harus dikeluarkan, artinya dengan pendapatan yang sekarang, Pak Alex sudah siap untuk pensiun.
Menyikapi sandwich generation ini, Pak Alex punya pandangan yang sedikit berbeda. Bahwa, bagi beliau, menjadi sandwich generation justru merupakan value dalam keluarganya secara turun temurun, sehingga hal tersebut bukanlah beban. Kewajiban, betul. Tetapi, bukan beban hidup. Karena keluarganya percaya, bahwa sudah merupakan kewajaran kalau keluarga itu saling membantu. Anak support orang tua, orang tua support anak, tak peduli dalam bentuk apa pun. Yang penting, yang butuh harus dibantu.
Namun, Pak Alex sendiri menyadari, bahwa penting bagi kita untuk siap tetap mandiri di usia pensiun nanti. Hal ini pun ditegaskan Pak Alex, dan juga direalisasikannya dengan membangun aset aktif sejak 20 tahun yang lalu hingga sekarang.
Rahne Putri: I’m a Proud Sandwich Generation!
Rahne punya cerita yang sedikit berbeda dari Pak Alex. Meskipun kini ia bisa mengatakan bahwa ia ‘a proud sandwich generation’, namun perjalanan ini cukup panjang baginya. Ia mengaku, pernah merasa bahwa kondisinya ini sebagai beban, bahkan hukuman, yang akhirnya memengaruhi hubungannya dengan orang tua dan pasangannya.
Namun, pada akhirnya Rahne mengakui bahwa kondisi ini justru mampu membuatnya bertumbuh. Ia pun sadar bahwa sebelum ia bisa membantu orang lain—dalam hal ini orang tua dan anaknya—ia sendiri harus lebih dulu sehat dan bahagia.
Karena itu, salah satu cara yang dilakukannya untuk mengatasi masalahnya ini adalah belajar mengelola keuangan dengan baik.
Kesimpulan
Bagaimana dengan kamu?
Dengan berbagai perspektif yang dibahas dalam 2 jam sesi dialog finansial ini, kita jadi tahu, bahwa sandwich generation membawa berbagai dampak dalam kehidupan seseorang. Baik atau buruk, tentu tergantung pada kondisi masing-masing. Namun tetap, jangan sampai kita menciptakan generasi sandwich berikutnya, karena dapat membuat anak-anak kita berpeluang untuk mengalami masalah keuangan.
Mari berdaya menjadi pensiunan yang mandiri, dengan menyiapkan dana pensiun sedari sekarang.
Sampai ketemu di Financial Dialogue selanjutnya!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.