Adanya karyawan toxic dalam sebuah perusahaan bisa sangat merugikan bagi tim. Aura negatif yang disebarkan bisa memengaruhi kinerja anggota tim yang lain, sehingga performa yang seharusnya baik-baik saja bisa memburuk.
Pastinya hal ini tidak diinginkan oleh perusahaan, pun oleh karyawan lain yang tergabung dalam tim. Apalagi jika proses kerja anggota yang lain tergantung oleh output yang dihasilkan oleh si karyawan toxic ini.
Misalnya, si karyawan toxic adalah tipe karyawan yang suka menunda pekerjaan hingga last minute (atau bahkan hingga melewati tenggat). Sedangkan ada bagian lain yang baru bisa bekerja setelah dia menyerahkan hasil kerja pada tim. Pastinya hal ini akan sangat menghambat bukan?
Jika terjadi ketimpangan seperti ini dalam tim dan organisasi, maka perusahaan memang harus cepat tanggap. Karena idealnya, semua proses yang terjadi dalam organisasi seharusnya berjalan seiring sejalan, sesuai SOP yang sudah dilakukan. Kalau karyawan toxic tidak segera di-treatment, bisa jadi perusahaan akan rugi semakin banyak, mulai dari rugi energi, rugi waktu, kinerja tak efisien, hingga rugi secara finansial.
Lalu, apa yang bisa perusahaan lakukan untuk men-treatment si karyawan toxic ini agar tak lebih jauh “mengganggu” jalannya proses kinerja organisasi secara keseluruhan?
1. Cari tahu penyebab utamanya
Selalu ada penyebab dari segala masalah yang muncul. Apa pun deh. Dan, treatment terbaik adalah memberikan solusi sedari akar masalahnya.
Selain karena karakter, karyawan toxic bisa saja mempunyai alasan, mengapa mereka melakukan beberapa hal yang bisa merugikan organisasi dan perusahaan. Pihak perusahaan–melalui divisi HR–akan lebih baik melakukan penggalian informasi sedalam mungkin terkait hal ini.
Salah satu alasan mengapa seorang karyawan menjadi toxic adalah akumulasi kekecewaan karyawan yang bersangkutan akan satu hal, mungkin terhadap atasannya, terhadap rekan kerja, bahkan terhadap perusahaan secara keseluruhan. Karena ketidakpuasannya tersebut, maka ia pun melampiaskannya ke cara-cara negatif–mulai dari menghindar dari pekerjaan bahkan hingga menyabotase.
Kalau perusahaan bisa menemukan akar permasalahan yang akhirnya menimbulkan “racun”, maka kemudian bisa disusun langkah treatment yang lebih efektif dan efisien sesuai dengan jenis masalahnya.
2. Terapkan micro managing
Untuk beberapa tipe karyawan toxic, perusahaan dapat menerapkan micro managing. Misalnya, bagi karyawan yang kurang produktif memanfaatkan jam kerjanya, lakukan monitor ketat secara harian terhadap to do listnya.
Contoh saja. Di awal hari, minta si karyawan untuk menyetorkan to do list dalam sehari pada atasan untuk briefing, kalau perlu lengkap dengan jamnya. Lalu di akhir hari, mungkin sebelum pulang, atasan bisa melakukan evaluasi secara langsung mengenai hasil kerjanya hari itu juga.
Sesuaikan micro managing seperti apa yang paling pas dengan perilaku si karyawan toxic. Tujuannya sudah pasti, agar ia bisa memberikan hasil kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan. Secara periodik pula, evaluasi terus hasil kerjanya, misalnya mingguan, bulanan, atau dua bulanan.
3. Mutasi atau pindahkan ruangannya
Bisa jadi, karyawan toxic karena ia merasa tak cocok dengan job desc atau jenis pekerjaan yang dilakukannya selama ini. Ia enggak enjoy dalam bekerja, sehingga membuatnya malas dan susah berkembang.
Lakukan assesment terhadap karyawan ini, untuk mencari tahu minat dan passion-nya. Jika memang dalam perusahaan ada divisi atau bagian yang lebih sesuai untuk karakter, minat, dan passion-nya, perusahaan bisa memutasinya ke bagian tersebut agar ia dapat bekerja dengan lebih baik.
Atau, jika si karyawan adalah jenis karyawan tukang gosip, maka mungkin dengan memindahkan area kerja ke suatu bagian lain yang dapat “mengisolasinya” bisa sedikit membantu mengurangi kebiasaan buruknya ini. Pastikan pula agar ia bisa selalu sibuk dengan tugasnya, agar “tak sempat” bergosip.
4. Terapkan lagi pendisiplinan
Sosialisasikan lagi mengenai peraturan perusahaan kepada seluruh karyawan. Tekankan penjelasan pada topik kewajiban dan hak masing-masing perusahaan dan karyawan. Garis bawahi pula bahwa ada reward dan punishment, jika memang ada.
Lebih jauh lagi, pihak perusahaan–melalui divisi HR–bisa mengajak diskusi si karyawan toxic secara private, untuk membicarakan alternatif-alternatif yang bisa dipilih untuk menghindari masalah berkembang lebih besar lagi.
5. Training
Coaching dan konseling harus berjalan seiring sejalan. Tak hanya diberikan secara individual, berikan training karyawan secara menyeluruh untuk perbaikan organisasi.
Ada beberapa jenis training karyawan yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang ada. Pihak perusahaan memang harus jeli memetakan kebutuhan karyawan untuk pengembangan diri ini.
Salah satunya adalah training keuangan bagi karyawan yang bermasalah dengan pengelolaan keuangan pribadi. Jangan salah, masalah keuangan pribadi bisa banget menjadi penyebab seseorang menjadi toxic di tempat kerja lo. Misalnya saja, si tukang ngutang dan juga mereka yang dengan sengaja melakukan fraud.
Anda bisa menghubungi tim QM Financial untuk mengadakan #QMTraining, sebuah program pelatihan interaktif untuk karyawan yang disusun bersama konsultan dan pembicara dari QM Financial, sesuai dengan kebutuhan literasi finansial perusahaan.
Hubungi kami melalui WhatsApp ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas finansial online terbaru.
QM Financial
Related Posts
1 Comment
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
[…] dengan karakter berbeda di dalam sebuah kelompok. Apalagi ini kelompok kerja. Kalau ada satu saja rekan kerja yang toxic, bisa bubar jalan semuanya. Kalau ada satu saja yang kurang kompeten, kinerja tim bisa terhambat […]