Salah satu upaya terpenting untuk membentuk tim sumber daya manusia yang mumpuni dalam sebuah perusahaan adalah membangun integritas karyawan. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk upaya ini, di antaranya adalah meminimalkan peluang terjadinya suap dan gratifikasi, baik yang dilakukan oleh karyawan maupun terhadap karyawan.
Hmmm. Suap. Gratifikasi. Sepertinya dua istilah ini ‘KPK banget’ ya. Biasanya yang kita dengar mengenai berita suap dan gratifikasi adalah berita-berita seputar politik deh. Tapi ternyata enggak lo. Suap dan gratifikasi ini akrab juga ditemui di kalangan karyawan.
Tapi apa ya perbedaan suap dan gratifikasi, utamanya di kalangan karyawan, ini? Bukankah keduanya artinya sama saja, yaitu kurang lebih mengupayakan sesuatu untuk “melicinkan” atau memperlancar usaha?
Nah, mari kita lihat perbedaan antara gratifikasi dan suap, agar kemudian kita bisa menghindarinya, karena keduanya berpeluang menimbulkan fraud atau kecurangan di dalam organisasi perusahaan.
Tentang Suap dan Gratifikasi
Suap di Kalangan Karyawan
Memang perusahaan mempunyai kebijakan masing-masing sebagai upaya untuk mencegah penyebab fraud ini terjadi. Tapi, kita bisa melihat dari peraturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah sebagai patokan.
Suap (menurut Wikipedia) adalah tindakan memberikan uang, barang atau bentuk lain sebagai “balasan” atau “imbalan” dari pemberi suap kepada penerima suap yang dilakukan untuk mengubah sikap penerima atas kepentingan/minat si pemberi, walaupun sikap tersebut berlawanan dengan penerima.
Pasal 3 UU No. 3 Tahun 1980 juga menyebutkan definisi suap ini, yaitu bahwa penyuapan terjadi ketika ada orang yang menerima sesuatu atau janji, supaya ia melakukan (atau tidak melakukan) sesuatu yang menyangkut kepentingan umum atau perusahaan, bahkan yang berlawanan.
Seperti dikutip dari situs Kumparan, tentang suap ini lebih jauh diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73), UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU Pemberantasan Tipikor).
Hal ini tak hanya berlaku bagi para pegawai negeri ataupun penyelenggara negara saja, tapi juga bisa terjadi di kalangan karyawan di perusahaan swasta.
Contoh kasus yang paling mudah terjadi di kalangan karyawan misalnya seorang supplier atau vendor memberikan “amplop” kepada salah satu karyawan yang berwewenang agar mau ‘berbelanja’ kebutuhan produksi pada vendor yang bersangkutan. Padahal bisa saja, secara kualitas produk vendor belum masuk ke standar kualitas dari perusahaan.
Hal sebaliknya juga bisa terjadi. Misalnya karyawan dari sebuah perusahaan memberikan hadiah pada orang lain, misalnya di lembaga pemerintah, demi mendapatkan izin-izin tertentu untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu.
Jadi, nggak hanya diberi “hadiah”, memberi “hadiah” pun juga bisa terkena pasal Undang-Undang yang mengatur mengenai suap ini.
Gratifikasi di Kalangan Karyawan
Memang suap dan gratifikasi ini bisa terjadi beriringan. Bahkan pengertiannya kadang juga tertukar.
Gratifikasi terjadi ketika seseorang menerima pemberian uang tambahan, barang, diskon, komisi pinjaman tanpa bunga, ataupun fasilitas-fasilitas lain, misalnya tiket wisata gratis, biaya pengobatan gratis, dan lain sebagainya.
Pelaku tindak gratifikasi ini bisa dipidana lo, dengan hukuman penjara 4 – 20 tahun, dan denda Rp200 juta – Rp1 miliar. Hal ini diatur dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12.
Sampai di sini bisa dilihat, beda gratifikasi dan suap adalah lebih ke intensinya. Kalau suap bersifat transaksional dan langsung, diberikan bersamaan dengan proses kerja sama yang sedang berlangsung. Sedangkan gratifikasi tidak bersifat transaksional–karena kadang diberikan setelah kerja sama selesai, atau bahkan belum ada sama sekali kerja sama. Ada yang menyebut gratifikasi ini sebagai “suap yang tertunda”, karena banyak yang dianggap sebagai “investasi” ataupun upaya untuk mencari perhatian.
Nah, kalau KPK sendiri, sebagai lembaga negara pengawas tindak korupsi dan kawan-kawannya, sempat mengeluarkan Buku Saku Memahami Gratifikasi, yang secara lengkap merincikan apa dan bagaimana tindakan gratifikasi itu. Well, lagi-lagi ini dibuat untuk mengatur jika ada kemungkinan terjadi di kalangan pegawai negeri ataupun penyelenggara negara. Tapi perusahaan swasta ada baiknya untuk juga mengerti dan memahami.
Kalau mengacu pada buku saku KPK tersebut, bentuk gratifikasi yang bisa terjadi di kalangan karyawan misalnya saja:
- Penerimaan hadiah atau parsel dari pihak luar perusahaan oleh rekanan
- Penerimaan komisi karena sudah merekomendasikan rekanan
- Penerimaan potongan harga atas produk dari rekanan yang kemudian tidak dilaporkan ke perusahaan
- Dibiayai liburan setelah proyek selesai
Dan masih banyak lagi.
Yes, kalau dilihat-lihat lagi, sebagian besar fraud karyawan yang terjadi akibat suap dan gratifikasi ini tampaknya adalah hal-hal yang biasa dan banyak kita temui praktiknya dalam proses jalannya perusahaan ya? Saking biasanya, bahkan kita kadang nggak sadar, kalau itu adalah bentuk suap dan gratifikasi. Saking umumnya, hingga menjadi bentuk budaya.
Pada akhirnya, tentu saja, hal ini bisa merugikan perusahaan. Banyak deh efeknya, dan biasanya efeknya ini jangka panjang.
Karena itu, adalah penting bagi pihak perusahaan–melalui divisi HR–untuk berupaya mencegah atau meminimalkan peluang terjadinya fraud karyawan, termasuk suap dan gratifikasi. Dari mana perusahaan bisa memulai? Bisa dari segi finansial, yaitu mengupayakan agar karyawan tidak mempunyai masalah keuangan pribadi yang bisa membuat mereka sempat tergoda untuk melakukan fraud.
Yuk, undang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan bagi karyawan di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688. Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.
QM Financial
Related Posts
1 Comment
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
[…] sudah diketahui secara umum, bahwa menjadi PNS itu berarti juga harus wajib mewaspadai peluang terjadinya gratifikasi. Bagi PNS, ada beberapa jenis gratifikasi yang harus ditolak, lantaran masuk ke daftar pengawasan […]