Resesi Ekonomi Global Mengancam di 2023: Apa yang Harus Kita Lakukan?
Upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi yang dilakukan sejak tahun 2021 ternyata harus menemui perkembangan yang cukup suram sampai dengan hari ini. Resesi ekonomi global akhirnya diprediksi datang di tahun 2023.
Bak efek domino, satu hal memicu hal lain dan kemudian memberikan dampak pada masalah yang lain lagi, dunia akhirnya berada di ambang krisis. Apalagi saat artikel ini ditulis, The Fed telah kembali menaikkan suku bunga acuannya hingga 0.75%, menjadi 3.00% – 3.25%. Angka ini adalah yang tertinggi sejak 2008.
Efek Domino Resesi Ekonomi Global: Perang, Krisis Pangan, Krisis Energi, dan Inflasi
Inflasi yang naik tak terkendali disebut menjadi penyebab mengapa bank sentral AS menaikkan suku bunga ini.
Sementara, sejumlah bank sentral negara lain di dunia juga sudah menaikkan bunga acuannya. Di antaranya:
- Bank sentral Kanada menaikkan suku bunga acuan dari 0.5% menjadi 1%, akibat inflasi negara tersebut melonjak ke 5.7%, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak, gas, dan bahan makanan efek perang Ukraina dan Rusia.
- Bank sentral Sri Lanka juga menaikkan suku bunga acuan menjadi 14.5%, demi menjaga rupee yang amblas 35% satu bulan terakhir. Efeknya pasokan bahan makanan menipis di negara tersebut, sementara warganya juga harus melalui hari-hari tanpa listrik hingga berhari-hari.
- Bank sentral Korea Selatan meningkatkan suku bunga acuannya dari 1.25% menjadi 1.5%, untuk mengatasi laju inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga komoditas yang masih merupakan buntut dampak perang Rusia dan Ukraina.
Bank Dunia akhirnya juga menurunkan prediksinya atas pertumbuhan ekonomi dunia, dari 6.1% menjadi “hanya” 3.2%, akibat adanya penurunan daya beli rumah tangga dan kebijakan moneter AS yang lebih ketat. Ditambah lagi masalah ekonomi yang juga melanda Tiongkok akibat pembatasan pandemi yang berkepanjangan dan krisis properti yang seakan tak berujung. Eropa pun masih dan diprediksi akan terus terkena imbas langsung dari perang Ukraina dan Rusia.
Karena itu, Bank Dunia memperkirakan perlambatan pertumbuhan ekonomi hanya akan maksimal 2.9% saja di tahun 2023 nanti.
Efek Resesi Ekonomi 2023 yang Bisa Terjadi pada Indonesia
Kalau secara global, kita akan diprediksi masuk ke resesi ekonomi, lantas efek apa yang akan kita alami atau rasakan di Indonesia?
Perlu kamu tahu, bahwa kalau dunia mengalami resesi ekonomi itu belum pasti juga sampai ke Indonesia. Mungkin ada efek, tetapi bisa saja tidak terlalu dalam. Saat diserang pandemi tahun 2020, kita juga mengalami resesi ekonomi, tetapi malah termasuk salah satu negara yang bisa bangkit lebih dulu.
So, prediksi resesi ekonomi ini baik banget jika pengin kamu ikuti beritanya, tetapi hal seperti ini ada di luar kendali kita. Akan lebih baik, jika kita fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan sebagai individu untuk menghadapi prediksi ini, yaitu beradaptasi dengan kondisi.
Berikut beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk siap menghadapi kemungkinan buruk, apa pun itu.
Bersiap Menghadapi Kemungkinan Buruk
1. Atur cash flow
Cash flow adalah kunci segala situasi. Apa pun kondisinya, jika kita bisa menjaga agar cash flow tetap positif, maka sebenarnya, katakanlah, 80% masalah sudah teratasi.
So, mau ada resesi ekonomi atau tidak, cash flow harus tetap positif. Dan, kamu pasti sudah hafal betul step by step menjaga cash flow tetap positif:
- Lakukan financial checkup, cari di mana celah yang bisa diperbaiki
- Jaga pengeluaran agar tetap hemat, tetapi tidak pelit.
- Tetap belanja tapi lakukan dengan bijak, karena belanja rumah tangga dan pribadi merupakan tulang punggung perekonomian kita.
- Tambah penghasilan, mulai dari fokus supaya naik gaji, atau lakukan side hustle ataupun berbisnis sampingan.
Jadi, ingat ya, prinsipnya. Apa pun kondisinya, jaga cash flow tetap positif, apa pun caranya. Kalau negatif, hentikan dulu investasi, belanja yang tak perlu, restrukturisasi cicilan, dan lakukan berbagai upaya untuk mengembalikan dulu cash flow ke positif. Baru kemudian kamu bisa menentukan anggaran lagi.
2. Tetap menabung dan berinvestasi
Yes, tetap menabung dan berinvestasi, dengan catatan cash flow sudah positif.
Fokus tujuan menabung dan investasi sudah bukan lagi yang serbacuan atau yang bisa instan bikin kaya, tetapi yang bisa melayani kebutuhan kamu dan sesuai dengan kondisi terkini. Ingat, bahwa kemampuan finansialmu mungkin juga akan menurun jika terjadi krisis. So, ada baiknya disesuaikan.
Belanja jangan halu, investasi jangan asal.
3. Pastikan punya dana darurat
Dana darurat lagi-lagi akan jadi pos yang sangat penting ke depannya. So, ayo dicek, bagaimana kondisinya saat ini. Mungkin mumpung masih ada waktu, ada baiknya kamu bersiap. Bisa saja kamu turunkan prioritas keinginan lain, agar dana yang kamu punya bisa dialihkan ke dana darurat dulu sekarang.
So, nanti kalau benar-benar resesi ekonomi datang sesuai prediksi, dana daruratmu sudah lumayan memadai.
4. Tunda pembelian besar yang belum mendesak
Misalnya kalau kamu pengin ganti kendaraan, atau berencana untuk merenovasi rumah yang bersifat dekorasi, ataupun berbagai keinginan lain yang butuh dana yang besar, tundalah dulu jika memang tidak terlalu mendesak.
Pasalnya, dalam kondisi yang serba tidak pasti ini, kita harus menyesuaikan prioritas lagi. Lebih baik fokus dulu pada berbagai kebutuhan esensial. Mengapa? Ya, seperti yang sudah dijabarkan di poin pertama di atas: untuk menjaga cash flow tetap positif dan stabil.
5. Berhati-hati mengambil cicilan
Utang akan menjadi beban yang cukup berat kalau kita harus menghadapi krisis keuangan. So, akan lebih baik jika kamu mulai berhati-hati jika ingin mengambil cicilan di saat sekarang. Mulai dari kartu kredit, paylater, dan berbagai kemudahan pinjaman itu harus mulai diwaspadai.
Ingat prinsipnya kan: jaga cash flow positif, dan lebih baik fokus ke kebutuhan esensial lebih dulu.
Nah, itu dia beberapa hal yang bisa kita lakukan agar tetap survive melewati krisis atau resesi ekonomi yang diprediksikan datang. Yok bisa yok!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Ini Loh 5 Penyebab Harga Mata Uang Kripto Anjlok Gila-Gilaan Belakangan
Fenomena melonjaknya harga mata uang kripto di tahun 2021 menyebabkan melonjaknya juga jumlah investor kripto di tanah air.
Bappebti mencatat, bahwa jumlah investor kripto di Indonesia sekarang jauh melebihi jumlah investor saham dengan jumlah 12 juta orang per Februari 2022. Sementara jumlah investor saham 8.1 juta. Padahal di bulan yang sama setahun sebelumnya, jumlah investor kripto “hanya” 5 juta orang saja.
Harga mata uang kripto memang sangat fenomenal sih. Dari USD 27.000 di akhir tahun 2020, menjadi USD 64.000 di pertengahan 2021. Apalagi ditambah dengan berbagai proyek kripto yang menjanjikan. Contohnya saja dengan mencuatnya popularitas Axie Infinity, proyek berkonsep play to earn, yang kemudian ngehype dan diikuti oleh berbagai proyek virtual land lainnya. Koin Axie sendiri naik hingga mencapai 4.600% loh. Luar biasa kan?
Sempat turun ke level USD 31.000, harga bitcoin kembali melonjak ke angka USD 68.000 di akhir 2021. Nah, setelah itu deh, mulai turun dan terus merosot sampai sekarang. Saat artikel ini ditulis, harga bitcoin ada di kisaran USD 20.000, sesuai data Coinmarketcap. Ini artinya penurunan sebesar 70%, ya kan? Drastis banget! Dengan penurunan harga mata uang kripto bitcoin ini, maka kapitalisasi pasar kripto juga ikut ambles.
Mengapa begitu ya? Nah, buat kamu yang penasaran, yuk, kita coba bahas dalam bahasa yang sederhana.
Biang Kerok Harga Mata Uang Kripto Jatuh Belakangan
1. The Fed
Yes, The Fed adalah tersangka pertama yang bisa kita tuduh menjadi penyebab harga mata uang kripto ambrol. The Fed pada awal Mei 2022 lalu mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 0.5%, setelah sebelumnya suku bunga juga sudah naik sebesar 0.25% di bulan Maret. Padahal sejak 2018, suku bunga acuan The Fed ini tidak pernah naik.
Jika sesuai dengan rencana, The Fed akan menaikkan suku bunga hingga 250 basis poin, sehingga di akhir tahun 2022, besaran suku bunga acuan akan menjadi 2.75%. Kebijakan ini diambil untuk menstabilkan kondisi ekonomi AS yang kini sedang berada pada tingkat inflasi tinggi.
Sejak pengumuman pertama The Fed menaikkan suku bunga acuan ini, pasar saham dan kripto pun bereaksi. Kebijakan ini akhirnya cukup memengaruhi pasar aset agresif seperti kripto. Tekanannya begitu kuat, hingga harga bitcoin pun drastis merosot sebesar 70% hingga hari terakhir kemarin menurut data Coinmarketcap.
2. Prediksi Resesi
Dengan adanya kenaikan suku bunga, pinjaman dan pengeluaran negara diharapkan bisa melambat, sehingga memperlambat juga laju peredaran uang. Dengan demikian, inflasi pun bisa terkendali. Meski demikian, hal ini berdampak pula pada sektor sosial, ketika akhirnya lapangan pekerjaan pun berkurang. Ini artinya, akan ada potensi perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi juga.
Dengan demikian, banyak pihak lantas meramalkan akan datangnya resesi. Kekhawatiran inilah yang kemudian membuat lemah pasar, baik pasar saham maupun kripto.
Karena publik khawatir resesi, sehingga mereka akan lebih memilih untuk menyimpan dana secara cash ketimbang menyimpan dalam bentuk instrumen investasi. Apalagi dalam instrumen agresif seperti kripto.
3. Rusia dan Ukraina
Konflik antara Rusia dan Ukraina diprediksi akan menjadi konflik panjang yang baru. Akibatnya, Bank Dunia pun pesimis resesi dapat dicegah.
Perang yang terjadi antara dua negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin dan Volodymyr Zelenskyy ini membawa dampak krisis pangan dan energi. Kenaikan harga komoditas yang signifikan menjadi dampak terjelas dan paling langsung dari perang ini.
Sejak hari pertama serangan Rusia, pasar sudah panik. Terjadi aksi penjualan massal aset risiko tinggi seperti saham dan kripto. Harga mata uang kripto ambrol. Sementara, instrumen dan komoditas safe haven, seperti emas dan minyak, melonjak naik.
4. Stablecoin Crash
Stablecoin kripto adalah jenis mata uang kripto yang bernilai sama dengan mata uang fiat, karena didukung oleh aset riil, seperti mata uang fiat itu sendiri—dolar AS, yen Jepang, Euro, dan sebagainya—emas, atau yang lainnya.
UST, stablecoin milik Terra, mengalami depeg, alias penurunan nilai yang menjadikannya tidak memiliki nilai yang sama lagi dengan dolar AS sebagai support-nya. Yang seharusnya 1 dibanding 1, malah jadi 1 UST = 0.06 dolar AS. Akibatnya, token LUNA sebagai stabiliser UST mengalami hiperinflasi. Harga mata uang kripto LUNA lantas jatuh nyaris 100%. Efek domino pun tak terbendung, dengan dikeluarkannya LUNA dari berbagai listing bursa kripto.
Hal ini cukup mengagetkan, mengingat LUNA adalah salah satu token dalam top 10 list kapitalisasi kripto terbesar di Coinmarketcap. Aset LUNA sebesar 41 miliar dolar AS langsung menguap dalam 24 jam, hingga hanya 500 juta dolar AS. Untuk mengatasi dampak hiperinflasi LUNA, pihak pengembang melepas aset cadangan berupa 80 ribu bitcoin—yang kemudian mengakibatkan harga bitcoin—dan kemudian menggeret harga mata uang kripto lainnya—juga jatuh bebas.
5. Celcius Network
Celsius Network merupakan perusahaan yang menyediakan layanan keuangan terdesentralisasi—mirip dengan perbankan—khusus untuk cryptocurrency. Mereka memberikan pinjaman kripto, memfasilitasi investasi, dan pembayaran ala dompet digital tetapi khusus kripto.
Pada pertengahan Juni 2022 yang lalu, pengelola Celsius menghentikan seluruh layanan yang ada, dengan alasan pasar kripto sedang mengalami kondisi ekstrem yang membahayakan. Demi mematuhi skema manajemen risiko dan bentuk tanggung jawab pada komunitas, pengelola harus mengambil langkah ini.
Tak pelak, koin CEL pun ikut anjlok. Banyak investor mengkhawatirkan solvabilitas perusahaan tersebut.
Harga Mata Uang Kripto Jatuh Bukan yang Pertama Kalinya
Pada awal 2018, bitcoin juga pernah anjlok sebesar 69%, dari USD 19.700 menjadi USD 6.155 hanya dalam waktu 7 minggu. Dampaknya, banyak orang yang semakin percaya bahwa cryptocurrency tak lebih dari sekadar scam alias penipuan finansial seperti pada umumnya. Namun nyatanya, cryptocurrency bertahan dan malah berkembang di circa 2020 – 2021.
Kali ini, harga mata uang kripto kembali mengalami bear market. Mungkin memang lebih besar anjloknya, tetapi sistem jaringan blockchain kini lebih matang. Dengan demikian, ke depannya bisa jadi “mendapat untung besar dengan cepat” tidak lagi menjadi motivasi investor untuk membeli kripto, tetapi mereka akan lebih tertarik akan masa depan perkembangan dunia virtual.
Seperti yang sudah kamu ketahui, sudah banyak orang membeli properti virtual untuk investasi. Facebook sudah beralih rupa menjadi Meta demi mengembangkan metaverse. Ada banyak orang menggemari NFT. Apalagi nantinya Twitter, Instagram, dan Spotify juga akan mengintegrasikan NFT dalam ekosistem mereka. Microsoft dan Apple juga sudah mulai mengembangkan Web3. Begitu juga dengan berbagai brand besar dunia, mulai dari Louis Vuitton, Adidas, Nike, Warner Bros dan masih banyak yang lain, juga mulai beralih ke Web3.
Jadi, mungkin ini memang waktunya harga mata uang kripto jatuh, untuk kemudian nanti akan rebound dan lebih baik. Bagaimana dengan kamu? Tertarik dan penasaran untuk melihat bagaimana akhirnya nanti? Boleh-boleh saja, kalau kamu pengin berinvestasi pada instrumen risiko ekstrem seperti ini. Namun, jangan lupa untuk melakukan riset secara mendalam, menyeluruh, dan komprehensif ya. Ingat, bahwa setiap uang yang kamu gunakan adalah tanggung jawab kamu secara pribadi.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!