Pentingnya Menilai Kebutuhan sebelum Mengajukan Pinjaman Bank untuk Karyawan
Pinjaman bank untuk karyawan sering dipilih sebagai solusi keuangan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Sayangnya, pentingnya menilai kebutuhan sebelum mengajukan pinjaman sering kali terabaikan, sehingga memunculkan berbagai risiko finansial di kemudian hari.
Enggak heran makanya, banyak karyawan yang bermasalah dengan pinjaman. Bahkan masalah ini banyak diungkapkan oleh HR, tak terkecuali kepada QM Financial.
Alasan Karyawan Mengajukan Pinjaman
Alasan karyawan mengajukan pinjaman bisa bervariasi tergantung pada kebutuhan personal dan situasi pribadi mereka. Berikut adalah beberapa alasan umum mengapa banyak pengajuan pinjaman bank untuk karyawan.
Kebutuhan Darurat
Yah, namanya hidup. Sudah biasa kita akan menemui banyak situasi darurat tak terduga di luar rencana. Seharusnya, hal ini bisa diatasi dengan adanya dana darurat. Namun, ya kondisi orang bisa saja berbeda, sehingga tak semua orang memiliki dana darurat. Atau, bisa juga punya dana darurat, tetapi ternyata tidak cukup.
So, solusi pinjaman bank untuk karyawan pun menjadi opsi.
Pembelian Rumah
Alias KPR. Memang pinjaman bank untuk karyawan demi kebutuhan satu ini diperlukan. Pasalnya, enggak semua orang punya privilege berupa rezeki yang berlimpah sehingga bisa membeli rumah dengan cash keras. So, opsi untuk KPR ini merupakan salah satu cara untuk bisa punya aset properti yang terbaik.
Kredit Kendaraan
Banyak juga yang memanfaatkan pinjaman bank untuk karyawan agar dapat membeli kendaraan dengan cara mengangsur atau cicilan. Karyawan yang memiliki kendaraan pribadi akan memiliki keleluasaan dalam mobilitas sehari-hari.
Kendaraan pribadi bisa mempermudah perjalanan dari dan ke tempat kerja, dan menghemat waktu yang seharusnya dihabiskan untuk menunggu transportasi umum atau mencari alternatif transportasi lain. Karena itu, memiliki kendaraan yang bisa diandalkan kemudian menjadi kebutuhan.
Modal Usaha
Ada sebagian karyawan yang selain bekerja di kantor, mereka juga merintis usaha secara mandiri. Sementara, membangun bisnis dari awal memerlukan pembiayaan yang enggak sedikit. Pinjaman bank dapat membantu menyediakan dana yang diperlukan untuk memulai usaha, seperti menyewa tempat, membeli peralatan, dan biaya operasional.
Renovasi Rumah
Renovasi rumah juga menjadi salah satu motivasi pengajuan pinjaman bank untuk karyawan.
Salah satu hal yang bisa menjadi latar belakang kebutuhan ini muncul adalah ketika karyawan ingin memiliki rumah dengan fitur-fitur yang lebih bagus. Mungkin saat membelinya, mereka membeli rumah bekas dan bukan rumah yang baru dibangun. Seiring waktu, ada kebutuhan yang meningkat atau sekadar keinginan agar rumah menjadi lebih bagus. Maka, pengajuan pinjaman untuk renovasi rumah pun dipilih menjadi opsi.
Selain beberapa hal di atas, keinginan dan kebutuhan lainnya juga bisa menjadi alasan pengajuan pinjaman bank untuk karyawan. Misalnya seperti pengin liburan, pengin membeli barang-barang konsumtif, dan sebagainya.
Yah, memang. Berutang itu tidak dilarang. Namun, sebelum mengajukan pinjaman, ada baiknya kita menilai dengan cermat lebih dulu alasan dan kebutuhan, serta kemampuan untuk membayar kembali pinjaman tersebut.
Risiko Mengajukan Pinjaman Tanpa Menilai Kebutuhan dengan Benar
Mengajukan pinjaman bank untuk karyawan tanpa menilai kebutuhan dengan benar dapat menimbulkan berbagai risiko bagi peminjam. Berikut adalah beberapa risiko yang bisa dihadapi.
Over-leverage
Meminjam lebih dari yang kita butuhkan dapat menyebabkan “over-leverage”. Hal ini kemudian mengakibatkan kita memiliki lebih banyak utang daripada yang mampu untuk dibayar kembali. Akibatnya bisa diduga kan? Yes, cash flow akan kacau.
Bunga dan Biaya Tambahan
Semakin besar jumlah pinjaman, semakin besar pula bunga yang harus dibayar. Jika kita meminjam lebih dari yang dibutuhkan, sementara ada bunga, kita pun akan diwajibkan untuk juga membayar bunga atas uang yang sebenarnya enggak kita perlukan. Pastinya, hal ini akan menambah beban keuangan, tetapi jadinya mubazir.
Tambahan Denda
Jika kita tidak menilai kebutuhan dengan cermat dan tepat, peluangnya kita akan mengalami kesulitan membayar cicilan bulanan, yang dapat menyebabkan keterlambatan pembayaran. Nah, hal ini akan semakin berat jika ada denda terhadap keterlambatan.
Dampak pada Skor Kredit
Keterlambatan pembayaran dan default (gagal bayar) dapat berdampak buruk pada skor kredit kita. Nah, hal ini pernah dibahas lo, terkait permasalahan skor kredit yang memengaruhi karier. Kalau di artikel sebelumnya dijelaskan bahwa skor kredit bisa memengaruhi lamaran kerja, bukan tak mungkin hal ini juga bisa terjadi pada karyawan yang sudah bekerja di perusahaan beberapa lama.
Hal ini akan semakin runyam kalau kemudian utang tersebut memengaruhi suasana dan kondisi di kantor, dan mengganggu kenyamanan rekan kerja yang lain.
So, intinya, mengajukan pinjaman bank untuk karyawan adalah keputusan finansial besar. Adalah sangat penting untuk menilai kebutuhan dengan benar, memahami syarat dan ketentuan pinjaman, dan memastikan bahwa kita memiliki rencana yang solid untuk membayar kembali pinjaman tersebut.
Langkah-langkah untuk Menilai Kebutuhan Pinjaman Bank untuk Karyawan dengan Benar
Menilai kebutuhan pinjaman dengan benar sangat penting agar kita tidak terjebak dalam masalah keuangan di kemudian hari. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menilai kebutuhan pinjaman dengan benar.
Tentukan Tujuan Pinjaman
Enggak cuma saat mau berinvestasi pertanyaan “Tujuan lo apa?” muncul. Pertanyaan ini sebaiknya juga ditanyakan pada diri sendiri, ketika hendak mengajukan pinjaman bank untuk karyawan.
Tujuan kamu apa, kok memerlukan pinjaman? Apakah untuk pembelian rumah? Untuk membayar keperluan darurat? Untuk kredit kendaraan? Atau, ada kebutuhan lain?
Tak hanya berhenti di sini, kamu juga harus memastikan, bahwa tidak ada sumber lain lagi yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut selain mengajukan pinjaman.
Buat Daftar Detail Kebutuhan
Catat rincian semua biaya yang akan kamu hadapi. Misalnya, jika kamu meminjam untuk renovasi rumah, buat daftar kebutuhan keseluruhan, mulai dari kebutuhan bahan bangunan, upah tukang, dan biaya tambahan lainnya jika ada.
Dengan anggaran yang detail, nantinya kamu akan lebih mudah menentukan berapa kebutuhan pinjaman yang kamu perlukan, dan kamu pun enggak over leveraging.
Buat Rencana Keuangan
Sebaiknya diingat, bahwa kita mengajukan pinjaman bukan karena alasan tidak punya uang. Justru, kita mengajukan pinjaman ketika kita yakin kita punya uang, untuk mengembalikan pinjaman tersebut nantinya. Ingat ya, berani utang berarti berani bayar.
So, tentukan berapa banyak pendapatan kamu setiap bulan, dan alokasikan maksimal 30% dari penghasilan tersebut untuk cicilan.
Pertimbangkan Jangka Waktu Pinjaman
Pertimbangkan berapa lama kamu bisa menanggung beban pinjaman ini.
Pinjaman jangka pendek umumnya aan memiliki cicilan yang lebih tinggi tetapi bisa selesai lebih cepat. Sedangkan, pinjaman jangka panjang mungkin memiliki cicilan yang lebih rendah tetapi kamu juga akan berada dalam kewajiban yang lebih lama.
Berhubung kondisi yang berbeda, kamu pasti punya pertimbangan yang berbeda juga, yang harus disesuaikan dengan kemampuanmu.
Pertimbangkan Suku Bunga
Suku bunga akan memengaruhi jumlah total yang harus dibayar kembali. So, cari tahu apakah suku bunga itu tetap atau variabel. Cek juga, apakah bunga yang tetap atau variabel ini akan memengaruhi pembayaran cicilanmu ke depannya. Kamu boleh meminta ilustrasi dari bank sehingga mendapatkan gambaran yang lebih baik.
Bandingkan Penawaran dari Beberapa Bank atau Lembaga Keuangan
Tak perlu terburu-buru menerima tawaran pertama yang kamu terima. Bandingkan suku bunga, biaya, dan syarat lainnya dari beberapa penyedia pinjaman untuk mendapatkan kesepakatan terbaik.
Pada dasarnya, mengajukan pinjaman bank untuk karyawan ini sama prinsipnya dengan saat kita membeli barang. Kita boleh membandingkan, mana yang lebih menguntungkan dari semua penawaran itu.
Jangan lupa, sebelum menandatangani perjanjian pinjaman, pastikan kamu telah membaca dan memahami semua syarat dan ketentuan, termasuk biaya atau sanksi jika kamu membayar lebih awal atau terlambat.
So, adalah penting untuk benar-benar memahami dan menilai kebutuhan finansial sebelum mengajukan pinjaman bank untuk karyawan ini. Baik itu untuk membeli kendaraan, modal usaha, atau renovasi rumah, langkah ini tidak hanya akan membantu dalam merencanakan dan mengelola pinjaman dengan lebih efisien, tetapi juga dalam membangun fondasi finansial yang sehat.
Selain itu, dengan evaluasi kebutuhan yang tepat, karyawan dapat menghindari risiko over-leverage dan kesulitan finansial yang mungkin timbul di kemudian hari. Oleh karena itu, sebelum mengambil langkah besar ini, luangkan waktu untuk merenungkan, merencanakan, dan mempersiapkan diri dengan baik, sehingga pinjaman yang diambil benar-benar bisa menjadi beban yang menguntungkan, bukan beban yang memberatkan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Kenali 6 Jenis Risiko Investasi yang Harus Dikelola untuk Hasil Optimal
Sudah tahu kan, kalau investasi itu akan selalu ada risikonya. Mulai dari deposito, obligasi, reksa dana, saham, bahkan emas dan instrumen lainnya akan selalu memiliki risiko investasi masing-masing.
Apa sih yang dimaksud dengan risiko investasi ini?
Kalau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, risiko artinya adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Nah, dalam investasi, maknanya tidak jauh berbeda. Risiko dalam investasi bisa diartikan sebagai hal yang terjadi tidak sesuai dengan harapan, yang bisa menimbulkan kerugian pada investor.
Di dunia investasi, kita mengenal adanya prinsip high risk, high return. Arti dari prinsip ini adalah bahwa semakin besar imbal yang berpotensi didapatkan dari suatu instrumen investasi, maka akan semakin tinggi juga risiko yang harus dikelola.
So, kalau memang berniat berinvestasi, mengenali risiko adalah hal pertama yang penting untuk dilakukan lebih dulu. Karena, dengan mengenali risiko terlebih dulu, kamu bisa memilih instrumen yang paling tepat untuk melayani kebutuhanmu mencapai tujuan finansial, juga memudahkanmu untuk menyesuaikan dengan kemampuan finansialmu.
Investasi akan lebih efektif dan hasilnya akan optimal dengan menyelaraskan hal-hal tersebut.
Jadi, yuk, kita lihat risiko investasi apa saja yang perlu dipahami.
6 Jenis Risiko Investasi
Risiko Suku Bunga
Risiko suku bunga adalah risiko yang terjadi akibat meningkatnya suku bunga di pasaran, yang kemudian memengaruhi pendapatan atau imbal investasi.
Terutama yang terkena dampak terbesar di sini adalah instrumen obligasi atau surat utang, ataupun instrumen lain yang portofolionya didominasi oleh obligasi atau surat utang. Reksa dana pendapatan tetap, misalnya.
Karena umumnya ketika suku bunga meningkat, maka harga obligasi berbunga akan menurun, dan begitu pula sebaliknya.
Risiko Pasar
Risiko pasar terjadi ketika ada fluktuasi atau naik turunnya nilai investasi akibat ada pergerakan sentimen pasar. Perubahan sentimen pasar ini bisa disebabkan oleh banyak hal, mulai dari munculnya kebijakan-kebijakan baru, isu-isu ekonomi, sosial, hingga politik, dan berbagai hal lainnya.
Risiko jenis ini biasanya ada dalam instrumen pasar keuangan, seperti saham ataupun obligasi, dan sering disebut juga sebagai systematic risk atau risiko sistematik lantaran tidak bisa dihindari. Setiap investor akan terdampak, hingga bisa saja harus mengalami capital loss alias kerugian modal.
Contoh risiko pasar ini misalnya ketika perang Rusia dan Ukraina pecah tempo hari, otomatis pasar modal bereaksi dan anjlok nilainya. Hal ini bisa terjadi karena para investor menjadi berkurang kepercayaannya bahwa ekonomi akan baik-baik saja, sehingga mereka beramai-ramai memindahkan aset ke instrumen yang lebih rendah risiko, seperti emas.
Nah, masalahnya, kadang kita sering ikut panik saat hal seperti ini terjadi, hingga membuat kita ikut buru-buru menjual instrumen yang ada dalam portofolio lantaran takut rugi lebih banyak. Padahal, sebenarnya kondisi seperti ini tidak akan terjadi secara terus menerus.
Risiko Inflasi
Risiko investasi ini sering disebut juga sebagai risiko daya beli, yang akan membuat nilai kas dari portofolio saat ini enggak akan bernilai sama di masa depan karena adanya perubahan daya beli akibat inflasi.
Sebagai akibatnya, nilai investasi di masa depan akan turun, seiring tingkat inflasi yang terjadi. Hal ini terjadi jika kamu
Contoh, misalnya kamu memiliki cash di tabungan Rp10 juta. Dengan tingkat inflasi—asumsikanlah—sebesar 3.5% per tahun, maka kamu akan kehilangan nilai Rp350 ribu setiap tahunnya akibat inflasi ini.
Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko yang muncul karena ada pihak yang tak dapat menyelesaikan kewajiban pembayarannya.
Risiko ini terjadi misalnya pada instrumen surat utang. Ketika pihak peminjam dana tidak dapat mengembalikan pinjaman sesuai kesepakatan saat jatuh tempo, maka pihak pemberi pinjaman mendapatkan risiko likuiditas ini.
Risiko Nilai Tukar Uang
Risiko investasi ini muncul akibat adanya perubahan kurs mata uang domestik terhadap mata uang asing. Sering disebut juga dnegan exchange rate risk, atau currency risk.
Misalnya, kamu hendak membeli instrumen investasi yang perdagangannya menggunakan mata uang US Dollar. Di saat yang sama, kurs rupiah terhadap dolar ternyata melemah, sehingga kamu pun harus mengeluarkan uang lebih banyak daripada seharusnya untuk dapat membeli instrumen tersebut.
Risiko Negara
Risiko investasi juga bisa timbul akibat hal-hal yang terjadi dalam suatu negara, bisa jadi karena ada isu politik, perubahan kebijakan, dan lain sebagainya.
Contoh misalnya saja, kamu berinvestasi di sebuah pasar modal negara lain. Karena satu dan lain hal, kebijakan diubah oleh pemerintah setempat yang dapat memengaruhi nilai investasimu; bisa menurun atau malah hilang juga.
Karena itu, ada baiknya, jika kamu memang berminat untuk berinvestasi di negara lain, kamu melakukan riset mendalam terlebih dulu terkait kondisi negara yang bersangkutan untuk meminimalkan risiko investasi ini.
Nah, sekarang kamu sudah tahu apa saja risiko investasi yang bisa terjadi, dan bagaimana bisa memengaruhi nilai investasi kamu. Yang tidak termasuk dalam 6 jenis di atas juga masih ada, terutama yang datang dari diri kita sendiri. Misalnya, kita suka menyabotase bujet investasi. Nah, itu bisa jadi risiko investasi yang cukup besar loh!
So, yuk, belajar keuangan dulu sebelum benar-benar berinvestasi! Agar kamu tahu cara paling efektif mengelola risiko—terutama yang berasal dari diri kita sendiri.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Sri Mulyani: Generasi Muda Akan Sulit Membeli Rumah di Tahun 2022 ke Depan
Di tengah berbagai situasi ekonomi belakangan, tampaknya generasi muda Indonesia akan semakin sulit untuk bisa membeli rumah.
Hal tersebut diungkapkan sendiri oleh Ibu Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, dalam satu kesempatan. Hal ini terkait dengan adanya tren kenaikan suku bunga acuan yang dimulai oleh The Fed secara agresif belakangan ini, dan direncanakan masih akan terjadi hingga akhir tahun 2022 nanti.
Saat ini, Bank Indonesia diketahui masih berusaha menahan suku bunga acuannya, tetapi peluang untuk naik akan tetap ada, mengingat kondisi yang semakin berkembang dewasa ini.
Benarkah Akan Sulit untuk Membeli Rumah Impian?
Impitan kebutuhan ekonomi ditambah dengan harga berbagai kebutuhan yang meningkat dan suku bunga yang semakin tinggi membuat milenial semakin jauh dari impian untuk memiliki rumah sendiri. Padahal, sepertinya segala upaya program bantuan sudah diberikan oleh pemerintah untuk meringankan beban, dari mulai memberikan subsidi selisih bunga hingga pengadaan rumah subsidi.
Tetapi, tampaknya beban yang berat belum terangkat. Apalagi dengan kondisi kebanyakan generasi milenial juga merupakan sandwich generation, yang tak hanya harus menghidupi diri sendiri tetapi juga harus membiayai hidup orang tua atau keluarga besarnya.
Beberapa Hal yang Membuat Milenial Sulit untuk Membeli Rumah
Dalam penelusuran ke beberapa media, berhasil dikumpulkan beberapa alasan mengapa milenial dan generasi muda Indonesia sulit untuk membeli rumah. Yuk, dikepoin!
1. Kesulitan mengumpulkan DP
Salah satu alasan mengapa terasa sulit untuk membeli rumah, termasuk dengan cara kredit adalah harus menyiapkan down payment alias DP yang terhitung juga sangat besar. Besaran DP biasanya memang ada di kisaran 10% hingga 20%. Jadi, misalnya, untuk membeli rumah Rp500 juta, maka DP yang harus disediakan setidaknya adalah Rp100.000.000.
So, dengan besaran DP ini, banyak milenial mengeluh, bukannya enggak pengin beli rumah, tapi ketika mencoba menabung DP, saat DP sudah terkumpul, ternyata harganya juga sudah naik.
Memang ada opsi DP 0%, tetapi dengan DP seringan ini maka sudah bisa dipastikan, cicilannya akan semakin besar.
2. Skema fixed dan floating rate
Selain masalah besarnya DP, suku bunga yang tinggi juga membuat cicilan KPR setiap bulannya akan terasa sangat berat.
Perlu diketahui, bahwa rata-rata bank yang memiliki program KPR akan menawarkan 2 skema besaran bunga, yakni fixed dan floating rate. Memang bisa berbeda di setiap bank karena tergantung dengan kebijakannya, tetapi kebanyakan menawarkan fixed rate selama 2 tahun. Setelah itu, akan berlaku floating rate dengan mengikuti perkembangan suku bunga di pasar.
Memang ada skema KPR syariah, yang memungkinkan nasabah membayar bunga tetap hingga lunas. Tetapi, cicilannya tetap dianggap terlalu besar.
3. Rumah subsidi kurang memenuhi standar
So, pemerintah bukannya menutup mata juga dengan kesulitan yang harus dihadapi oleh sebagian besar masyarakat ini. Ada banyak program bantuan dibuat, demi meringankan beban, terutama mereka yang berpenghasilan pas-pasan untuk bisa membeli rumah. Salah satunya dengan penyediaan rumah bersubsidi.
Namun, hasil dari penelusuran berbagai sumber, rumah subsidi ternyata banyak yang belum bisa memenuhi harapan masyarakat. Ada beberapa alasan, di antaranya:
- Sering kali yang terjadi, lokasi rumah subsidi terlalu jauh dari tempat kerja, sehingga butuh tambahan biaya lebih banyak untuk transportasi. Setelah dihitung-hitung, malah jadi beberapa kali lipat pengeluaran.
- Banyak yang merasa, kualitas rumah subsidi jauh di bawah kualitas rumah komersial. Banyakk terjadi, ketika sudah mulai dihuni, beberapa bagian rusak dan harus diperbaiki.
- Biaya renovasi rumah subsidi juga akhirnya menghabiskan anggaran. Mulai dari menutup dapur, membuat sumur, sampai memperbaiki bagian rumah yang lain.
So, kalau bisa mendapatkan rumah subsidi, milenial tetap harus punya dana untuk tambahan ini.
4. Penghasilan tidak tetap
Skema penghasilan dari para milenial sendiri juga bergeser akhir-akhir ini. Banyak dari mereka yang lebih memilih untuk merintis usaha sendiri, alih-alih bekerja di perusahaan. Memang ada banyak hal lebih positif yang ditawarkan oleh upaya bisnis atau usaha sendiri ini. Tetapi, pastinya, ada juga trade off-nya.
Salah satunya, dengan penghasilan yang tidak tetap, kebanyakan pengajuan KPR ke bank akan ditolak.
Memang ada sekian banyak syarat yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkan KPR. Salah satunya adalah penghasilan. Bank sendiri menerapkan hal ini sebagai satu upaya manajemen risiko kredit, sehingga mereka harus menetapkan cicilan maksimal 30% dari penghasilan debitur. So, misalnya kamu memilih rumah yang cicilan KPRnya Rp5 juta per bulan, maka penghasilanmu setidaknya harus Rp15 juta per bulan.
Nah, ini akan terasa berat bagi milenial yang masih merintis usaha, atau mereka yang bekerja dan berpenghasilan tidak tetap.
5. Masih terdesak kebutuhan lain
Nah, alasan kelima sulitnya milenial untuk membeli rumah ini sudah sempat disinggung sebelumnya, yaitu terkait dengan statusnya sebagai sandwich generation.
Apalagi dengan potensi kenaikan inflasi yang bisa terjadi ke depannya, harga berbagai kebutuhan juga diprediksi dapat naik sewaktu-waktu tanpa ampun. Belum lagi berbagai keperluan mendesak lain yang juga butuh dibuat rencana keuangan yang matang. Seperti misalnya kebutuhan dana pendidikan anak, dana pensiun, dan sebagainya.
Jadi, bagaimana? Apakah ada alasanmu yang membuat berat untuk memiliki atau membeli rumah seperti di atas? Atau, ada alasan lain?
Memang ya, kondisi kadang terasa begitu berat. Pengin punya rumah sendiri, kok ada saja hambatannya. Bahkan ada “ancaman” yang semakin besar juga di depan. Lalu, kita bisa apa?
Gabung yuk, di kelas finansial online QM Financial! Banyak pilihan kelasnya, yang bisa kamu pilih sesuai kebutuhan. Termasuk, ada juga loh, kelas Dana Rumah Pertama yang bisa bantu kamu membuat rencana keuangan realistis untuk membeli rumah meskipun kondisi sedang berat. Faktanya, ada kok solusi untuk setiap masalah yang ada. Tentu saja, harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing. Sila cek dulu ketersediaan kelasnya ya.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Apa Itu Kredit Tanpa Agunan? Simak Penjelasan Lengkapnya Dulu!
Seberapa sering kamu mendapat tawaran kredit tanpa agunan? Atau, jangan-jangan malah kamu sudah menjadi debitur?
Punya banyak mau sepertinya memang jadi sifat naturalnya manusia. Seiring waktu, maunya juga bertambah banyak. Kebutuhan meningkat, seiring perubahan kondisi. Belum lagi ada inflasi yang kadang juga ikut bertingkah. Kebutuhan manusia memang tak pernah ada habisnya, sayangnya kadang hal ini tidak disertai dengan sumber daya yang mencukupi.
Boro-boro ikut meningkat seiring bertambah banyaknya kebutuhan. Cukup saja kadang juga jauh.
Di situlah kemudian muncul “kebutuhan” untuk berutang. Salah satu bentuk utang yang sering ditawarkan oleh penyedia jasa layanan keuangan adalah kredit tanpa agunan.
Banyak yang menyebutkan, bahwa produk pinjaman tanpa agunan ini memiliki banyak keunggulan. Nah, utang memang tidak dilarang. Namun, sebelum kamu benar-benar mengajukan pinjaman dana pada kredit tanpa agunan, ada baiknya kamu pahami dulu cara kerja produk ini. Mengapa? Supaya—kalau memang dibutuhkan—kamu bisa mengelolanya dengan bijak, sehingga manfaat bisa optimal tanpa harus terjerumus menjadi utang yang menjerat.
Apa Itu Kredit Tanpa Agunan?
Kredit, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur. Sedangkan agunan adalah jaminan. Dengan demikian, bisa disimpulkan dengan cukup mudah, bahwa kredit tanpa agunan adalah produk pemberian pinjaman dana yang skema pengembaliannya dengan cara diangsur atau dicicil, tanpa memerlukan jaminan.
Kredit Tanpa Agunan, atau KTA, umumnya dimanfaatkan untuk pengajuan kredit demi memenuhi berbagai kebutuhan nonproduktif. Misalnya, untuk membiayai liburan, renovasi rumah, membeli berbagai macam barang, dan sebagainya.
Lembaga pembiayaan, misalnya seperti bank, biasanya memberikan pinjaman dengan kisaran Rp5 juta hingga ratusan juta rupiah, dengan tenor 3 hingga 5 tahun. Memang tenornya pendek, karena memang melayani berbagai kebutuhan jangka pendek. Tidak seperti kredit kepemilikan rumah, alias KPR, yang bisa sampai puluhan tahun.
Kelebihan Kredit Tanpa Agunan
Kredit Tanpa Agunan—seperti namanya—ditawarkan bagi nasabah yang tidak memiliki aset untuk dijadikan sebagai agunan atau jaminan. Memang di situlah kelebihan produk ini. Syaratnya lebih ringan, di antaranya:
- Tidak butuh jaminan atau agunan
- Proses pencairannya relatif lebih cepat, maksimal 14 hari kerja
- Prosedurnya juga gampang, enggak panjang seperti KPR
- Beberapa bank punya produk bundling KTA dan asuransi
- Pencairan bisa langsung ambil tunai, atau via transfer
Nah, seperti biasa, kalau ada hal yang mudah, pasti juga ada trade off-nya. Ini normal. Begitu juga dengan KTA ini. Beberapa hal yang bisa “menyulitkan” dalam KTA:
- Suku bunga relatif tinggi
- Jika KTA adalah produk dari bank, maka biasanya ada syarat wajib memiliki kartu kredit lebih dulu
- Tenor pendek, biasanya maksimal hanya 5 tahun
- Plafon jumlah pinjaman juga rendah, tidak bisa sampai ratusan juta seperti halnya kredit dengan agunan
- Ada denda yang besar jika kita terlambat mengangsur, atau mengalami gagal bayar
Nah, kalau kamu memang merasa membutuhkan, ya tidak ada larangan untuk ambil Kredit Tanpa Agunan ini. Faktanya, banyak orang bisa juga memanfaatkannya dengan baik, dan akhirnya bisa menjadi leverage alias daya ungkit agar bisa mencapai hal-hal yang di luar jangkauan.
Kamu juga bisa, tetapi wajib hati-hati. Pasalnya, jika tidak memahami cara kerjanya atau tidak mampu mengelola utang dengan baik dan bijak, alih-alih jadi daya ungkit, utang KTA justru bisa menenggelamkanmu dalam gunung utang yang tak bertepi. Tsah.
Lalu gimana dong?
Perhatikan Hal Ini Sebelum Mengambil Kredit Tanpa Agunan
1. Pahami 3 syarat utang sehat
Sudah tahu kan 3 syarat utang sehat?
- Tujuannya jelas, untuk apa utang?
- Periode yang cocok, jangka waktu penggunaan harus lebih lama dibanding jangka waktu pinjaman.
- Mampu bayar kembali
So, mau ambil Kredit Tanpa Agunan? Cek, untuk apa utangnya? Ada hal yang jelas dibutuhkan, dan tidak bisa memanfaatkan pos dana yang lain, dan juga tidak mungkin untuk menabung dulu? Apakah nanti durasi penggunaan atau pemanfaatannya lebih panjang daripada tenor pinjaman? Nantinya, bisa mengangsur dengan dana dari sumber yang mana?
Jika semua pertanyaan tersebut bisa dijawab, maka mau ambil KTA, ya silakan saja.
2. Perhatikan syarat KTA
Perhatikan syarat Kredit Tanpa Agunan yang ditentukan oleh pihak pemberi pinjaman. Bisa jadi berbeda satu sama lain, tetapi syarat umum di antaranya adalah:
- Warga negara Indonesia, berusia minimal 21 tahun, memiliki identitas diri yang resmi
- Menyediakan bukti penghasilan ataupun slip gaji terakhir. Atau surat izin usaha atau praktik untuk yang profesional
- Memiliki rekening bank dan/atau kartu kredit di bank yang bersangkutan
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP
Silakan cek di lembaga pembiayaan terkait mengenai syarat lengkapnya ya. Penuhi semua syaratnya, jangan sampai ada yang ketinggalan.
3. Lakukan simulasi
Umumnya, pihak bank atau lembaga pembiayaan memiliki kalkulator simulasi pinjaman yang bisa kita manfaatkan untuk melihat, seperti apa gambaran pengembalian dengan cicilan nantinya.
Manfaatkan fasilitas atau fitur ini, agar kamu semakin mudah menyusun rencana pengembalian pnjaman.
4. Pinjam sesuai kebutuhan, bukan keinginan
Pinjamlah sesuai kebutuhan. Karena itu, perhitungkanlah dengan cermat.
Pinjamlah pada lembaga resmi yang sudah terdaftar dan diawasi oleh pemerintah. Kamu bisa meminjam ke bank, ataupun ke fintech pinjaman online. Untuk yang terakhir, pastikan fintech yang bersangkutan sudah terdaftar dan/atau memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan.
Jangan pernah meminjam dari mereka yang berada di luar wewenang pemerintah. Kalau ada apa-apa, urusannya panjang dan melebar ke mana-mana.
5. Miliki dana darurat dan asuransi yang memadai
Utang adalah suatu aktivitas yang penuh risiko. Karena itu, adalah penting bagi kamu untuk memastikan bahwa kamu memiliki jaring pengaman keuangan yang cukup, terdiri atas dana darurat dan asuransi.
Pastikan dana daruratmu minimal sudah 3 kali pengeluaran rutin bulanan. Pastikan juga kamu sudah memiliki asuransi wajib, yaitu asuransi kesehatan, dan bila perlu ditambah dengan asuransi jiwa.
Nah, itu dia sekilas gambaran tentang Kredit Tanpa Agunan. Semoga bisa menambah gambaran mengenai skema pinjamannya ya. Yang terpenting, selalu pastikan bahwa kamu mampu membayarnya kembali sesuai kesepakatan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!