Penny Wise Dollar Foolish: Kesalahan Kebiasaan Keuangan Generasi Masa Kini
Pernah mendengar tentang penny wise dollar foolish? Mungkin belum ya? Tapi istilah ini sebenarnya sungguh related lo dengan kondisi banyak dari kita, terutama sih yang masih belum mengenal cara mengelola keuangan dengan baik.
Penny Wise Dollar Foolish: Apa Itu?
Penny wise dollar foolish, kadang disebut juga penny wise dollar stupid, atau penny wise pound foolish untuk orang-orang yang hidup di Inggris—mungkin kita juga bisa menyebut penny wise rupiah foolish. Ini adalah istilah untuk menyebut upaya kita untuk menghemat recehan, tetapi malah boros lebih banyak.
Nah, rings the bell kan?
Contohnya seperti apa tuh? Yuk, kita lihat. Barangkali dengan contoh, kamu akan lebih mengerti. Pasalnya, kondisi penny wise dollar foolish ini lazim banget dijumpai di mana-mana, mungkin kita juga sering melakukannya meskipun kita sudah cukup lama belajar keuangan.
Contoh Situasi Penny Wise Dollar Foolish
1. Berburu diskon atau harga yang lebih murah
Sering kali kita pengin mendapatkan barang dengan harga yang murah. Ya, ini hal yang wajar sih. Ke mana-mana barang diskon, yang lebih murah, promo, selalu diburu. Tapi, ada kalanya harga yang lebih murah enggak “murah” beneran.
Misalnya saja, kita pergi ke toko yang jauh banget, demi bisa mendapatkan diskon. Atau misalnya, datang ke suatu kafe, karena ada promo lebih murah di situ, padahal jaraknya puluhan kilometer. Iya memang, kita bisa mendapatkan barang yang lebih murah, tetapi BBM dan waktu serta energi kita jadi terbuang lebih banyak.
Atau, sering kali kita keluar masuk toko satu dan banyak toko lain hanya untuk membandingkan harga, mana yang lebih murah. Memang sih, ketika bisa mendapatkan harga yang paling miring itu, kita bahagia. Tapi, tak lama kemudian, kita masuk ke kafe atau food court, dan order makan yang berlebihan. Padahal, kalau kita tidak terlalu membuang energi keluar masuk toko, kita bisa segera mendapatkan apa yang kita mau, dan pulang. Makan siang saja di rumah.
2. Beli kemasan besar
Kadang kala memang ada penawaran barang dalam kemasan besar, yang kalau kita hitung-hitung ternyata jatuhnya lebih murah. Karena “terasa” lebih murah, makanya kita lebih memilihnya ketimbang membeli kemasan-kemasan kecil.
Tetapi, membeli kemasan besar ini tak selamanya menguntungkan. Apalagi kalau sebenarnya barang tersebut hanya kita perlukan dalam jumlah yang sedikit saja. Kalau misalnya seperti minyak atau tepung atau bahan lain yang sering kita gunakan sehari-hari, kemasan besar bisa jadi lebih ekonomis. Namun, untuk barang tertentu, bisa jadi kemasan kecil lebih efisien.
Misalnya, sering kita mendapat tawaran untuk memperbesar ukuran pesanan kopi atau paket makanan. Sebenarnya kita cukup order kopi cup kecil, atau mungkin satu dus donat isi 6. Tetapi, karena selisihnya sedikit saja untuk upsize, kita jadi order ukuran yang lebih besar. Jadi beli kopi cup besar deh—yang kemudian malah tersisa. Atau, jadi beli donat isi 12 deh, padahal 6 saja sebenarnya sudah cukup. Enam donat sisa malah jadi harus masuk kulkas atau malah terbuang, karena udah pada enek.
3. Memilih premi asuransi yang murah
Dalam memilih asuransi, banyak orang mendasarkan pertimbangannya pada premi yang murah. Padahal bisa jadi, premi yang murah cakupan perlindungannya juga minim, atau uang pertanggungannya juga kecil.
Misalnya, memilih asuransi jiwa dengan premi Rp1 juta saja per tahun. Memang murah sih, jadi ringan iurannya. Tetapi uang pertanggungannya “hanya” Rp100 juta. Cukupkah uang pertanggungan itu nanti dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kita, jika benar-benar ada risiko keuangan terjadi?
Pertimbangan untuk memilih asuransi jiwa seharusnya berorientasi pada kebutuhan. Meskipun, memang, untuk memperhitungkan hal ini, seseorang harus mempertimbangkan kemampuan finansialnya. Premi Rp1 juta pastinya jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Namun bukan berarti semata-mata hanya karena premi murah saja.
4. Memilih barang murah berkualitas rendah
Atas nama berhemat, kita sering lebih memilih barang yang murah. Padahal, kualitasnya rendah. Alhasil, barang tersebut malah lebih cepat rusak, yang berarti kita harus segera membeli yang baru lagi.
Alih-alih fokus pada harganya, akan lebih baik fokus pada kualitasnya. Memang banyak orang bilang, ada harga, ada rupa. Artinya, bahwa ada harga, kualitas pun terjamin. Tapi sebenarnya enggak selalu gitu juga loh. Ada kok, barang berkualitas dengan harga yang sepadan. Yang seperti inilah yang seharusnya kita cari.
5. Nggak mau mengeluarkan uang untuk belajar, tapi berinvestasi jutaan tanpa analisis
Kondisi penny wise dollar foolish yang terakhir ini juga sering kita jumpai. Atau, jangan-jangan pernah terjadi juga pada kita? Duh, semoga enggak sih.
Ada begitu banyak kesempatan untuk belajar, tetapi sayangnya, kita sayang mengeluarkan uang. Tapi, begitu ada iming-iming investasi nggak jelas yang terlihat menggiurkan, malah tak segan mengeluarkan uang berjuta-juta. Ternyata, investasinya bodong. Duh, menangys deh.
Atau, sayang menyisihkan waktu untuk belajar dengan benar, tapi ikut-ikutan saja apa kata orang yang lagi hype. Padahal, apa yang cocok dilakukan orang, belum tentu cocok untuk diri kita. Akibatnya, alih-alih untung, malah buntung.
Yes, begitu banyak kondisi penny wise dollar foolish—atau recehan wise rupiah foolish—yang kita lakukan sampai hari ini kan? Mungkin kamu juga melakukan hal lain yang serupa juga hari ini.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!