Bijak Punya Penghasilan Tinggi: Flexing No, More Sharing Yes!
Baru saja ramai di media sosial, seseorang yang punya penghasilan tinggi, sembari menyebutkan penghasilannya, mengaku mencari jodoh.
Apakah berhasil? Hmmm, sepertinya belum terlihat sih hilalnya. Tetapi justru yang kemudian ramai adalah muncul pertanyaan-pertanyaan dari pihak lain yang mengaku bekerja di perusahaan yang bersangkutan, dan hanya digaji kecil.
Netijen yang budiman pun lantas ramai membahas, bagaimana bisa ia punya penghasilan tinggi, tetapi karyawannya dibiarkan digaji kecil? Yang lain yang juga menarik, akun Ditjen Pajak juga nimbrung, mempertanyakan apakah pajaknya sudah dibayar sesuai peraturan.
Yha, niatnya cari jodoh dengan “iming-iming” penghasilan tinggi, malah jadi melebar ke mana-mana deh. Bisa aja netijen +62 ini menggoreng isu.
Lepas daripada itu, akhir-akhir ini memang semakin banyak orang yang flexing penghasilan tinggi ya? Pasti semua juga menyadari hal ini kan? Sayangnya, enggak semua berbuah baik. Malahan ada yang harus berurusan dengan hukum. Duh duh duh.
So, barangkali kamu juga termasuk dari mereka yang punya penghasilan tinggi. Disyukuri sudah pasti, dikelola dengan baik … ya jelas dong! Seharusnya urusan penghasilan tinggi ini tidak serumit penghasilan pas-pasan. Tapi, nyatanya ya, masih banyak yang belum bijak. Betul nggak?
Bijak Punya Penghasilan Tinggi
1. Pertahankan gaya hidup
Rata-rata, begitu penghasilan naik, maka gaya hidup juga akan meningkat. Itu hal yang lazim terjadi pada kita. Gaji naik, penghasilan tinggi, tiba-tiba juga punya “kebutuhan” lebih banyak. Standar hidup ikut naik.
Sebenarnya ya enggak apa-apa sih, tapi apakah memang perlu? Kalau misalnya, standar hidup enggak perlu dinaikkan, bisakah tetap nyaman?
Terkadang memang di situ sih “jebakan”-nya. Kadang kita sendiri juga yang membuat seolah-olah tampak urgent. Padahal ya, enggak juga. Di sinilah pentingnya kita memiliki sikap bijak dalam mengelola penghasilan, baik penghasilan tinggi maupun pas-pasan.
2. Hindari flexing berlebihan
Memang lagi tren flexing ke mana-mana. Bahkan cari jodoh pun sambil flexing. Padahal biasanya yang dipakai sebagai flexing adalah acara jalan-jalan ke luar negeri.
Bukan dilarang kok. Boleh saja, tapi akan lebih baik jika tak berlebihan. Prof. Rhenald Kasali dalam sebuah interview di YouTube juga pernah menyinggung mengenai fenomena ini. Menurutnya, flexing orang-orang zaman sekarang lebih ke arah signaling, yang ada kaitannya dengan marketing. Mereka melakukannya untuk tujuan tertentu, terutama untuk dinilai sukses dan berhasil, sehingga orang lain akan mengikuti jejak mereka. Sayangnya, semakin ke sini, fenomena flexing akhirnya malah menjadi bumerang bagi sebagian orang.
Rhenald Kasali juga sempat mengungkapkan, bahwa orang-orang yang benar-benar kaya justru akan cenderung memilih diam, ketimbang memamerkan harta mereka. Ada banyak alasan tertentu di baliknya. Salah satunya soal empati, apalagi di masa-masa krisis.
So, ada baiknya memang untuk tidak berlebihan. Kita harus mengingat bahwa tidak semua orang memiliki penghasilan tinggi. Jika tidak bijak dalam bersikap, bisa jadi flexing malah berujung backfire seperti yang terjadi di beberapa kasus.
3. Lebih banyak berbagi
Yes, tentu saja akan lebih baik—ketimbang flexing berlebihan—kita lebih banyak berbagi. Berbagi dengan tulus, bukan berbagi untuk memperlihatkan bahwa kita berlebih.
Banyak orang yang tidak seberuntung kita, dan kita wajib membantu mereka sebagai bagian dari jiwa sosial kita. Jika kita memang punya lebih, mengapa tak dibagi, ya kan? Senang bareng-bareng tentu akan lebih baik.
So, jika memang ada, buatlah pos berbagi yang lebih banyak. Kita diberi rezeki lebih banyak, pasti salah satu tujuannya juga agar bisa menjadi jalan rezeki bagi orang lain. Setuju?
4. Perbesar porsi investasi
Selain perbesar porsi berbagi, kamu juga bisa perbesar porsi investasi. Mau coba beli kripto, mumpung lagi ngehype? Beli NFT? Boleh saja, tapi pastikan pakai uang ‘dingin’, yang memang tidak dialokasikan ke kebutuhan penting dan esensial.
Semakin besar porsi investasi pastinya akan membuat peluang tercapainya tujuan finansial yang lebih cepat. Dan siapa yang diuntungkan? Ya, kamu sendiri pastinya.
5. Jangan lupa bayar pajak
Jangan lupa dengan kewajibanmu ya. Mulai dari bayar cicilan, jika ada, dan tentu saja, pajak. Jika kamu punya penghasilan tinggi, maka kamu adalah salah satu dari tulang punggung negara untuk bisa membantu membangun berbagai fasilitas negara ini.
Hindari untuk memberikan laporan pajak palsu, karena jika akhirnya terbongkar, kamu juga yang akan mengalami kerugian.
So, penghasilan tinggi ya harus disyukuri. Salah satu cara mensyukuri adalah dengan memiliki sikap bijak dalam pengelolaannya. Ada baiknya nominal penghasilan untuk tidak diumbar di ruang publik, termasuk media sosial, karena ada banyak hal yang bisa jadi ancaman. Salah satunya, peluang penipuan bisa saja datang padamu. Namun, jika kamu berpendapat bahwa penghasilan bukan merupakan rahasia, maka itu adalah hak kamu, asalkan kamu siap dengan segala konsekuensinya.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!