Bagaimana Harga Saham Terbentuk, dan Apa yang Memengaruhinya?
Harga saham tentunya jadi unsur paling penting yang akan jadi pertimbangan untuk mengambil keputusan pembelian atau penjualan saham. Karena dalam harga saham inilah, perkembangan investasi kita akan bisa dinilai berkembang atau tidak.
Nah, kali ini kita akan membahas naik dan turunnya harga saham yang cukup menjadi misteri. Bukan rahasia lagi kalau salah satu yang menarik dari investasi saham adalah pergerakan harga naik maupun turun, dan hampir tidak berhenti berfluktuasi.
Tapi apa yang membuat harga saham terbentuk? Apa saja faktor-faktor yang menentukan harga salah satu surat berharga ini, terutama di pasar modal Indonesia? Cus, simak penjelasannya!
Bagaimana Harga Saham Terbentuk?
Konsepnya sama dengan pembentukan harga barang di pasar konvensional. Ya, jadi harga saham pun bergantung pada supply and demand, atau permintaan dan penawaran. Artinya, harga akan naik ketika banyak pembeli (permintaan) daripada penjual (penawaran). Sebaliknya, harga akan jatuh ketika ada lebih banyak penjual daripada pembeli.
Bursa Efek Indonesia (BEI) dari laman resmi websitenya sendiri juga menyebutkan bahwa adanya permintaan dan penawaran memang menjadi alasan terbentuknya harga saham. Tentunya banyak faktor lain lagi yang memengaruhi keduanya, salah satunya adalah kinerja perusahaan dan industri yang digeluti perusahaan tersebut.
Sementara itu, ada juga faktor makro yang memengaruhi penawaran dan permintaan, yaitu tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor nonekonomi, misalnya kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.
Jadi semakin jelas jika dianalogikan ketika penjual dan pembeli bertemu dalam sistem kemudian keduanya akan membentuk papan harga. Setelah terbentuk, transaksi jual beli saham akan terjadi, dan muncullah keuntungan yang bisa diperoleh dari saham, yaitu capital gain.
Keuntungan yang Diperoleh dari Terbentuknya Harga Saham
Capital gain adalah keuntungan yang didapatkan dari aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek. Investor dapat membeli dan segera menjual saham, kemudian keuntungannya didapatkan dari selisih antara harga beli dan harga jual.
Namun, perlu kamu ketahui saham juga memiliki risiko seperti capital loss dan risiko likuiditas. BEI menjelaskan, capital loss bisa terjadi ketika investor menjual saham perusahaan dengan harga yang lebih rendah dari harga beli.
Risiko likuidasi yang dapat terjadi jika perusahaan yang kamu beli sahamnya dinyatakan bangkrut atau dibubarkan oleh pengadilan. Namun, selama masih ada sisa dari hasil penjualan perusahaan tersebut, maka dapat dibagikan kepada pemegang saham secara proporsional.
Perlu kamu ketahui juga, bahwa ada bentuk keuntungan lain dari saham yang juga bisa didapatkan oleh investor, yaitu dividen atau pembagian keuntungan bisnis perusahaan. Nantinya, pemegang saham akan mendapatkan keuntungan dalam jangka waktu panjang, yang akan diberikan langsung oleh perusahaan saat pembagian keuntungan bersama pemegang saham lainnya.
Faktor Apa yang Memengaruhi Harga Saham?
Berikut ini beberapa faktor ekonomi dan nonekonomi yang memengaruhi penawaran dan permintaan saham.
Berita dan kinerja perusahaan
Faktor nonekonomi yang pertama dapat dilihat dari kondisi spesifik perusahaan yang dapat mempengaruhi harga saham, seperti:
- Isu tentang pendapatan dan laba, dan perkiraan penghasilan di masa mendatang
- Pengumuman dividen
- Pengenalan produk baru atau penarikan kembali produk
- PHK karyawan
- Pengambilalihan atau merger yang diantisipasi
- Perubahan manajemen
- Kesalahan atau skandal akuntansi
Kinerja industri
Sering kali, harga saham perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama akan bergerak beriringan satu sama lain. Ini karena kondisi pasar pada umumnya memengaruhi perusahaan dalam satu industri dengan cara yang sama juga. Namun terkadang bisa juga terjadi, harga saham suatu perusahaan diuntungkan oleh berita buruk yang terjadi pada pesaingnya.
Sentimen investor
Sentimen atau kepercayaan investor dapat menyebabkan pasar naik atau turun, yang dapat menyebabkan harga saham juga naik atau turun. Arah umum yang diambil pasar saham dapat memengaruhi nilai saham:
- Bull Market – pasar saham yang kuat ketika harga naik dan kepercayaan investor tumbuh. Ini sering dikaitkan dengan pemulihan ekonomi atau ledakan ekonomi, serta optimisme investor.
- Bear Market – pasar yang lemah ketika saham harga jatuh dan kepercayaan investor memudar. Ini sering terjadi ketika ekonomi dalam resesi dan pengangguran tinggi, yang diiringi dengan kenaikan harga.
Faktor-faktor ekonomi
Suku bunga
Bank dapat menaikkan atau menurunkan suku bunga untuk menstabilkan atau merangsang perekonomian. Hal ini dikenal sebagai kebijakan moneter.
Ini juga bisa memengaruhi harga saham loh. Jika sebuah perusahaan meminjam uang untuk memperluas dan meningkatkan bisnisnya, tingkat bunga yang lebih tinggi akan memengaruhi biaya utangnya. Pastinya, hal ini lantas dapat mengurangi keuntungan perusahaan dan dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham.
Akibatnya, harga saham pun bisa terkoreksi. Saat suku bunga tinggi, investasi yang membayar bunga cenderung lebih menarik bagi investor daripada saham.
Pandangan ekonomi
Jika ekonomi diprediksi akan bertumbuh, harga saham pun bisa naik. Investor mungkin membeli lebih banyak saham, lantaran mereka akan melihat keuntungan di masa depan dan harga saham yang lebih tinggi. Namun, jika prospek ekonomi tidak pasti, investor dapat mengurangi pembelian atau mulai menjual.
Inflasi
Inflasi berarti harga konsumen yang lebih tinggi dari waktu ke waktu. Hal ini sering memperlambat penjualan dan mengurangi keuntungan. Harga yang lebih tinggi juga akan sering menyebabkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi.
Misalnya, bank dapat menaikkan suku bunga untuk memperlambat inflasi. Perubahan tersebut akan cenderung menurunkan harga saham.
Deflasi
Penurunan harga cenderung berarti keuntungan yang lebih rendah bagi perusahaan dan penurunan kegiatan ekonomi. Harga saham mungkin turun, dan investor mungkin mulai menjual saham mereka dan beralih ke investasi pendapatan tetap seperti obligasi. Suku bunga dapat diturunkan untuk mendorong orang meminjam lebih banyak. Tujuannya adalah peningkatan belanja dan kegiatan ekonomi.
Guncangan ekonomi dan politik
Perubahan di seluruh dunia dapat memengaruhi ekonomi dan harga saham. Misalnya, kenaikan biaya energi dapat menyebabkan penjualan yang lebih rendah, laba yang lebih rendah, dan harga saham yang lebih rendah. Tindakan terorisme juga dapat menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi dan penurunan harga saham. Pandemi juga.
Perubahan kebijakan ekonomi
Jika ada pemerintahan baru berkuasa, maka bisa jadi akan ada kebijakan baru. Terkadang perubahan ini dapat dilihat baik untuk bisnis, tapi bisa juga tidak. Mereka dapat menyebabkan perubahan inflasi dan suku bunga, yang pada gilirannya dapat memengaruhi harga saham.
Jadi, sudah paham ya proses terbentuknya harga saham dan faktor-faktor yang memengaruhinya? Pastikan kamu mempelajari dunia saham lebih dalam sebelum terjun berinvestasi.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 Tantangan Finansial Generasi Milenial di Era New Normal
Menjadi generasi milenial itu sungguh sesuatu. Tantangannya banyak banget. Mulai dari hal-hal yang disebabkan oleh perkembangan teknologi yang luar biasa, yang menciptakan godaan begitu banyak, hingga sekarang krisis akibat pandemi yang membuat kita harus lebih banyak memutar otak untuk mengatasi keterbatasan pergerakan yang membawa imbas ekonomi yang tak kalah besar.
Sungguh sesuatu.
Karena itu, berbanggalah, generasi milenial! Jika kamu dapat melewati ujian-ujian ini, di hari depan, kamu bisa menjadi generasi tertangguh yang pernah ada. Tsah.
Sekarang, kita sudah mulai berada di fase new normal, meski masa pandemi belum juga dinyatakan berakhir. Sementara kasus positif justru bertambah banyak di luar sana, tetapi kita “dipaksa” untuk segera kembali beraktivitas demi perekonomian negara yang harus pulih. Tak pelak, hal ini pun memunculkan tantangan lagi bagi kita, terutama soal finansial. Apa saja?
5 Tantangan Finansial Bagi Generasi Milenial di Era New Normal
1. Gaya hidup yang berubah
Kondisi yang berubah harus kamu respons dengan perubahan kebiasaanmu juga. Seperti gaya hidup, misalnya.
Barangkali kamu sekarang sudah mikir-mikir lagi kalau mau jajan di sembarang tempat. Mulai pula beralih lebih banyak belanja online ketimbang ikut berdesakan di mal. Cari hiburan juga lebih banyak di online. Kalaupun harus offline, kamu akan cenderung lebih berhati-hati.
Ini perubahan yang bagus, yang mungkin tanpa sadar kamu ubah demi melakukan penyesuaian diri terhadap apa yang terjadi sekarang.
Gaya hidup yang berubah akhirnya pasti juga akan mengubah rutinitas dan kebiasaan finansialmu. Pengeluaran jelas akan berubah, lantaran ada pos yang berubah juga.
Jadi, sudahkah kamu membuat catatan pengeluaran yang baru, agar kamu dapat pola keuangan yang baru juga di masa new normal ini?
2. Dana darurat harus lebih kuat
Pelajaran terpenting yang bisa kita ambil dari krisis pandemi ini adalah kita bisa survive dengan baik ketika kita memiliki dana darurat yang kuat.
So, jangan ulangi kesalahan yang sama. Saat new normal tiba–dengan pemasukanmu yang mungkin sudah mulai pulih seperti semula–jangan sampai mengabaikan keberadaan dana darurat lagi.
Ditambah lagi, secara global, perekonomian kita belum akan segera pulih, setidaknya butuh waktu 2 – 3 tahun untuk dapat kembali seperti sebelumnya. So, perjalanan menuju pemulihan akan cukup berliku, sehingga generasi milenial perlu untuk memiliki dana darurat yang memadai sebagai bekal.
Bukan mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi pada kita sih, tetapi bukankah kita harus sedia payung sebelum hujan?
3. Investasi yang lebih strategis
Generasi milenial bisa dibilang adalah generasi investor. Pertumbuhan jumlah investor–menurut data yang ada–memang tumbuh pesat belakangan, dan didominasi oleh generasi milenial.
Nah, sekarang kamu sudah tahu, bagaimana dan seperti apa situasinya ketika krisis melanda dan akhirnya berimbas ke pasar modal dan pasar uang kita. Pelajaran yang dapat kita ambil di sini adalah untuk berinvestasi, kita juga butuh strategi yang mumpuni.
Sudah bukan waktunya lagi investasi hanya ikut-ikutan, tanpa tahu dengan jelas tujuan kita sendiri apa. Sudah bukan waktunya lagi juga tak mau bertanggung jawab untuk keputusan investasi kita sendiri.
Belajar investasi yuk, mulai dari teorinya dan kemudian praktik pelan-pelan! Generasi milenial harus bisa menjadi financial planner untuk dirinya sendiri!
4. Tantangan utang
Di masa new normal, sebaiknya kamu juga lebih bijak jika berutang, terutama utang konsumtif.
Semoga di masa pandemi kemarin, enggak ada di antara kamu yang ngos-ngosan membayar cicilan utang, lantaran pemasukan berkurang sedangkan ada tunggakan utang yang belum terbayar. Semoga pula, kamu sudah mengajukan keringanan kredit jika memang kamu terimbas oleh pandemi secara ekonomi.
Next, di masa new normal, generasi milenial seharusnya sudah lebih bijak jika ingin berutang. Sekali lagi, pastikan kamu bisa membayarnya. Ingat ya, perjalanan perekonomian ke depan mungkin akan lebih berliku untuk sampai pulih sebenar-benarnya.
5. Anggaran kesehatan lebih besar
Kamu akan butuh anggaran kesehatan yang lebih besar di masa new normal ini. Kamu butuh nutrisi yang lebih baik, dan juga berbagai hal lain yang bisa membantumu untuk memastikan kesehatan tubuhmu dalam kondisi baik.
Di era new normal, generasi milenial tak hanya semakin aware akan pentingnya kesehatan fisik, tetapi semakin memperhatikan pula kesehatan mental mereka. So, tentunya ada hal-hal yang harus dilakukan untuk memastikan keduanya menjadi lebih baik ke depannya.
Dan, ini tentu saja butuh biaya. Persiapkan dengan baik, tambah anggaran kalau perlu. Kamu bisa mempertimbangkan untuk naik kelas asuransi kesehatan, plus membeli asuransi jiwa juga. Sesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaanmu yang sudah berubah.
Bagaimana, generasi milenial? Siapkah kamu menghadapi era new normal yang segera datang, dengan segala tantangannya?
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
5 Perbedaan Pasar Modal dan Pasar Uang yang Harus Diketahui
Sudah semakin banyak orang yang paham, bahwa selain menabung, investasi adalah opsi terbaik untuk bisa membantu kita untuk mewujudkan tujuan keuangan. Tinggal disesuaikan saja instrumennya, mau di pasar modal atau pasar uang. Tapi, apa sebenarnya perbedaan pasar modal dan pasar uang ini?
Perbedaan karakter keduanya ini sebaiknya memang dipahami, agar kita mengerti bagaimana memanfaatkannya seoptimal mungkin. Karena ketidaksesuaian instrumen dan kebutuhan bisa membuat tujuan keuangan yang sudah direncanakan menjadi enggak tercapai juga.
Jadi, apa perbedaan pasar modal dan pasar uang yang paling prinsip? Yuk, kita cari tahu.
Perbedaan Pasar Modal dan Pasar Uang
1. Pengertian dan tempat aktivitas
Pasar modal adalah tempat terjadinya transaksi instrumen keuangan; tempat bertemunya penerbit surat berharga dengan para investor. Pasar modal biasa disebut juga pasar saham dan bursa efek.
Pasar modal di Indonesia sebelumnya ada 2, yaitu Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Namun, sekarang hanya ada satu, yaitu Bursa Efek Indonesia, dan berkedudukan di Jakarta.
Pasar uang adalah suatu aktivitas transaksi komoditi berupa sekuritas keuangan yang berjangka waktu pendek, kurang dari satu tahun.
Berbeda dengan pasar modal yang dilakukan di Bursa Efek Indonesia, pasar uang tidak butuh tempat fisik untuk melakukannya, karena semua transaksi dilakukan secara virtual.
2. Instrumen
Perbedaan pasar modal dan pasar uang berikutnya yang paling mendasar adalah instrumen yang menjadi komoditi. Keduanya sangat berbeda.
Instrumen yang diperjualbelikan di pasar modal antara lain:
- Saham, yaitu surat berharga yang menjadi bukti kepemilikan seseorang atas suatu perusahaan.
- Obligasi, yaitu surat utang satu pihak kepada investor, dengan masa jatuh tempo lebih dari 1 tahun.
- Reksa dana, utamanya reksa dana saham dan reksa dana campuran.
- Derivatif, yaitu surat berharga turunan dari saham dan obligasi.
Sedangkan, produk keuangan yang menjadi komoditi di pasar uang adalah:
- Surat berharga pasar uang, yaitu surat utang nasabah pada bank dengan jangka waktu jatuh tempo kurang dari 1 tahun.
- Sertifikat Bank Indonesia, yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
- Sertifikat deposito, yang mirip dengan deposito simpanan tetapi tanpa nama pemilik sehingga bisa diperjualbelikan.
- Juga ada produk lain, mulai dari Bank’s Acceptance, Call Money, dan lain sebagainya.
So, kamu sudah punya yang mana saja dari banyak produk di atas?
3. Jangka waktu
Seperti dalam pengertiannya, perbedaan pasar modal dan pasar uang juga meliputi jangka waktu jatuh tempo produk keuangan yang menjadi komoditi masing-masing.
Pasar modal dimanfaatkan untuk mengembangkan dana investor untuk jangka waktu yang cenderung panjang, di atas satu tahun. Biasanya dana yang didapatkan dari pasar modal digunakan untuk ekspansi usaha, penambahan modal kerja, pembelian alat, dan sebagainya.
Pasar uang dimanfaatkan oleh para investor untuk mengembangkan dana dalam jangka waktu pendek, kurang dari 1 tahun. Biasanya memang para investor memanfaatkan pasar uang demi mendapatkan keuntungan dari investasi yang pendek-pendek, begitu juga dengan para peminjam dana, biasanya juga ingin memanfaatkan demi mendapatkan dana yang pergerakannya cepat.
4. Imbal dan risiko
Perbedaan pasar modal dan pasar uang yang utama juga meliput keuntungan atau return dan risiko yang harus dihadapi.
Keuntungan yang didapat dari pasar modal biasanya lebih besar ketimbang return yang didapat dari pasar uang. Hal ini ada kaitannya juga dengan jangka waktu jatuh temponya yang memang cenderung lebih panjang. Kalau besarannya sih, tergantung pada pergerakan pasar saat itu.
Risiko investasi di pasar modal–karena return-nya juga lebih besar–lebih besar daripada pasar uang. Ada peluang untuk mengalami capital loss, wanprestasi, hingga likuidasi.
Sedangkan, return pasar uang memang tidak sebesar jika kita berinvestasi di instrumen pasar modal, tetapi risikonya enggak terlalu besar juga. Return dan risiko ini memang berbanding lurus; ketika return besar, maka risiko sudah pasti lebih besar juga.
Tidak pernah ada risiko kecil tapi untungnya besar dalam waktu singkat. Kalau ada yang menawarkan investasi seperti ini, sudah pasti itu bodong.
5. Pelaku
Karakteristik berbeda, instrumen berbeda, sudah pasti pelakunya juga menjadi salah satu perbedaan pasar modal dan pasar uang yang paling mendasar. Terutama otoritasnya
Di pasar modal, otoritas tertinggi dijabat oleh Otoritas Jasa Keuangan, yang berpartner dengan Bursa Efek Indonesia, yang bertanggung jawab atas semua regulasi, kontrol, hingga administrasi setiap kegiatan yang terjadi di lantai bursa.
Di pasar uang, otoritas tertinggi ada pada Bank Indonesia, yang memiliki wewenang membuat izin, mengatur, mengembangkan, dan mengawasi setiap aktivitas yang terjadi.
Itu dia beberapa perbedaan pasar modal dan pasar uang yang paling mendasar, yang perlu diketahui sebelum kamu benar-benar terjun di dunia investasi.
Semoga bisa memberimu sedikit pengetahuan tambahan ya!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Haruskah Mengubah Tujuan Keuangan Jangka Panjang di Tengah Pandemi COVID-19?
Paruh pertama 2020 sudah terlewati, dan kita masih berada di tengah pandemi COVID-19. Sudah pasti, ini jauh dari rencana kita. Resolusi tahun baru yang kita buat di akhir tahun 2019 menuju tahun 2020 kemarin, apa kabar? Termasuk yang soal keuangan. Pasti banyak tujuan keuangan jangka panjang dan pendek yang harus disesuaikan nih.
Bisa dibilang, pandemi ini tak hanya mengubah cara dan kebiasaan hidup kita hari ini saja, tetapi bisa dibilang, akan memengaruhi masa depan kita juga. Ya, gimana enggak, taruh saja soal investasi untuk tujuan keuangan jangka panjang. Yang sudah menaruh dana pensiun di instrumen saham, misalnya, harus menghadapi masalah portofolio investasi yang perkembangannya kurang menyenangkan.
Tapi, untunglah, ini adalah tujuan keuangan jangka panjang, sehingga kita masih bisa optimis. Lagi pula, banyak pakar menjamin, bahwa di tahun 2022, pandemi ini sudah benar-benar bisa dikendalikan, dan pasar serta ekonomi akan bertumbuh positif lagi. Fingers crossed!
Jadi, perlukah kita mengubah rencana dan tujuan keuangan jangka panjang, menengah, dan pendek, sehubungan dengan “berubahnya” kondisi pasar instrumen investasi?
Mari kita lihat.
Apa Kabar Tujuan Keuangan Jangka Panjang di Masa Pandemi?
Tujuan keuangan jangka panjang adalah tujuan atau mimpi yang ingin kita capai minimal 10 tahun mendatang. Biasanya yang termasuk dalam tujuan keuangan jangka panjang ini adalah dana pensiun.
Kamu perlu ingat, bahwa gejolak dan fluktuasi akan selalu ada di pasar modal, karena itu seharusnya kamu enggak usah terlalu khawatir. Kamu bisa melihat sejarah statistiknya, bahwa gejolak pasar modal itu juga sering banget terjadi di tahun-tahun terdahulu. Tahun 1998 dan 2008 kita juga pernah mengalami penurunan ekonomi yang sangat signifikan. But yet, kita berhasil melaluinya dengan baik.
So, kita harus optimis, bahwa krisis ekonomi akibat pandemi ini juga akan terlewati dengan baik.
Jadi, tetap tenang adalah kunci. Apalagi jika kamu punya keranjang telur di banyak tempat, dan juga dana daruratmu aman. Tujuan keuangan jangka panjang akan baik-baik saja. Kamu bisa memilih untuk menunggu atau melanjutkan investasimu, tapi ingat, gunakan dana yang memang ditujukan untuk investasi, bukan dana kebutuhan hidup sehari-hari ya.
Sesuaikan Tujuan Jangka Keuangan Pendek
Yang harus kamu pantau dengan ketat justru adalah tujuan keuangan jangka pendek dan menengah. Bagaimaa kondisinya saat ini? Apakah masih sesuai dengan rencana?
Jika memang perkembangannya kurang sesuai dengan harapan, maka kamu harus segera memikirkan alternatif solusinya.
Misalnya saja, dana liburan. Hmmm, tampaknya kita tidak akan bisa jalan-jalan ke Jepang, Korea, dan Eropa dalam waktu dekat kan ya? Nah, kamu bisa tetap menyimpannya di tujuan keuangan yang sama–dana liburan–atau kamu bisa mengalihkannya untuk memperkuat jaring pengamanmu di dana darurat. Toh, kamu bisa membuatnya lagi tahun depan, mungkin, ketika kondisi memang benar-benar sudah memungkinkan.
Contoh lain, dana pendidikan anak yang mungkin paling jauh 5 tahun lagi akan dipakai. Masihkah perlu dipertahankan di instrumen dengan risiko tinggi? Ataukah, harus dipindahkan?
Sesuaikan semuanya dengan kebutuhanmu ya.
Susun Ulang Prioritas
Kebutuhan akan selalu lebih besar daripada kemampuan. Hal ini selalu berlaku di situasi apa pun, baik ketika ekonomi sedang baik-baik saja, ataupun di kondisi sulit seperti sekarang.
Jadi perubahan kondisi harus kita respons dengan penyesuaian prioritas juga. Salah satu yang harus diprioritaskan ulang di saat-saat seperti ini adalah dana darurat. Pastikan bahwa sudah benar-benar aman.
Lalu susun prioritas di tujuan keuangan jangka pendek, karena the new normal akan membatasi kita di hal-hal tertentu. Tujuan keuangan jangka panjang juga harus dipastikan aman ya, seperti di poin pertama.
Ubah Gaya Hidup dan Kebiasaan yang Kurang Pas
Pandemi COVID-19 memberi kita banyak pelajaran, termasuk pelajaran keuangan.
Ada yang merasa nyesel karena malas membangun dana darurat, dan sekarang ketika harus kehilangan penghasilan jadi kelabakan? Ada yang merasa nyesel, kenapa menunggak iuran BPJS Kesehatan, dan sekarang harus terikat utang karena butuh biaya pengobatan?
Ya sudah, enggak perlu terlalu lama bapernya. Sekarang segera bangun, duduk di kursi, menghadap ke meja, dan susun rencana. Ubah kebiasaan dan gaya hidup yang menurutmu kurang pas kemarin; bagaimana supaya bisa lebih hemat, dan bisa memperbesar rasio menabungmu. Gaya hidup yang mana yang harus kamu ubah, sesuaikan, dan gaya hidup mana yang bisa kamu teruskan.
Kamu sendiri yang bisa memutuskan ya.
Selalu Kembali ke #TujuanLoApa
Jadi, mau apa pun kondisinya, mau tujuan keuangan jangka panjang maupun jangka pendek, selalu kembali ke #TujuanLoApa.
Ketika tujuan keuangan harus disesuaikan, tanyakan lagi pada diri sendiri, “Tujuannya mau ke mana sih?”, baru mundur ke garis start (masa sekarang). Tarik horizon waktunya, hitung kebutuhannya.
Begitu juga ketika mengevaluasi satu tujuan keuangan apakah sudah sesuai dengan rencana, kembalilah lagi ke #TujuanLoApa yang sudah ditentukan di awal. Baru cek kondisi sekarang, dan kemudian cek apakah masih dalam horizon waktu yang sudah ditentukan di awal.
Jika ya, kamu bisa teruskan. Jika tidak, maka kamu bisa segera mencari alternatif solusi.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
Review Dana Pendidikan Anak di Tengah Pandemi COVID-19
Curhatan para orang tua semakin sering terdengar akhir-akhir ini. Sudah susah payah membangun dana pendidikan anak dalam instrumen investasi berimbal tinggi (yang pastinya juga berisiko tinggi) tapi harus menghadapi kenyataan pahit, lantaran hasil investasinya kurang menggembirakan.
Enggak heran sih, karena pasar saham kan terkena imbas pandemi COVID-19 sehingga nilai-nilai saham pun anjlok drastis. Duh, pengin nangys.
Terus, gimana dong? Enggak mungkin kan, kita menunda pendidikan anak ‘hanya’ karena investasinya belum mencapai target? Masa iya, anak ditunda masuk sekolah ke tahun depan, atau malah 5 tahun lagi? Enggak mungkin banget kan ya?
So, inilah saatnya kita melakukan review terhadap dana pendidikan anak; apakah masih mungkin diteruskan, atau harus diambil langkah solutif agar target tetap tercapai? Yuk, kita bahas.
5 Langkah Review Dana Pendidikan Anak
1. Ricek kebutuhan
Langkah pertama adalah review kembali kebutuhan kita. Sebenarnya, apa sih yang kita butuhkan untuk memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anak kita?
Sebenarnya, siapa sih yang membutuhkan pendidikan? Anak-anak kita, tentunya. Namun, untuk usia sedini mereka, mereka pastinya masih kesulitan untuk menentukan kebutuhannya sendiri. Karena itu, orang tua, sebagai pihak terdekat, membantu mereka untuk mengenali kebutuhan tersebut. Jadi, bertolaklah dari kebutuhan anak-anak, bukan kebutuhan orang tua ya.
Dari sini, kita lantas bisa mengidentifikasi, mana yang dibutuhkan oleh anak, sehingga pendidikan akan lebih efektif untuk mereka. Ini bukan soal apa yang menjadi keinginan orang tua. Orang tua bertugas untuk membantu anak mengenali diri sendiri, mendampingi, dan memfasilitasi.
Dari titik inilah, kita lantas bisa memutuskan, pendidikan seperti apa yang dibutuhkan oleh anak, sesuai minat dan karakter mereka.
2. Cek posisi sekarang
Selanjutnya, yuk, lakukan cek kondisi keuangan kita.
Dana pendidikan anak yang sudah kita buat tersebar di instrumen apa saja? Kalau terkena imbas dari anjloknya pasar modal dan kondisi ekonomi, seberapa besarkah kerugiannya? Lalu, hitung berapa kekurangan yang harus ditutup untuk mencapai target dana pendidikan anak, dengan kondisi yang sekarang? Masih punya waktu berapa lama untuk menutup kekurangan ini?
Lakukan check up dana pendidikan anak secara menyeluruh, termasuk memperhitungkan dengan kondisi penghasilan kita yang sekarang.
Iya, kemungkinan bikin hati keder ya, kekurangannya. Tapi, percaya deh, tahu secara pasti akan lebih membuat hati tenang, karena kita lantas bisa berpikir mencari solusinya, ketimbang enggak tahu sama sekali kondisinya. Betul?
Kalau misalnya, posisi investasi dana pendidikan anak sekarang sangat tidak menguntungkan, coba cek dana darurat dan aset lancar yang lain. Pertimbangkan dengan saksama, jika misalnya cut loss investasi saham–katakanlah selama ini berinvestasi di saham–dan kemudian ditambah dengan dana darurat dan aset lancar lainnya, apakah bisa dipergunakan untuk menutup kekurangannya?
Cek juga alternatif-alternatif solusi yang lain.
3. Ubah target
Dengan mengetahui kebutuhan dan juga posisi investasi untuk dana pendidikan anak secara pasti, kita lantas bisa kembali mereview target.
Jika memang memungkinkan dan juga mengingat akan kemampuan, barangkali kita bisa mengubah target sekolah untuk anak-anak.
Misalnya, yang tadinya pengin banget menyekolahkan anak di sekolah berstandar internasional, mungkin bisa dipertimbangkan ulang. Apa sih yang dicari di sekolah berstandar internasional itu? Mungkin enggak fasilitas yang sama bisa diperoleh di sekolah lain yang lebih terjangkau biayanya?
Atau, mungkin kita bisa mencari alternatif sekolah dengan biaya terjangkau, dan kemudian mencari tambahan? Misalnya, sekolah A diincar, karena ada ekstrakurikuler bahasa Mandarin yang terkenal bagusnya. Mungkinkah kita mencarikan kursus bahasa Mandarin khusus anak-anak di luar, agar bisa “mengurangi” biaya sekolahnya? Dengan mencari kursus di luar, kita juga bisa memiliki fleksibilitas lo, kalau misalnya si kecil ternyata enggak terlalu berminat terhadap kursusnya. Kita bisa saja berhenti dan mencari alternatif lain lagi.
Ingat, anak-anak kadang masih suka berubah-ubah minat. Akan lebih baik, jika ia tidak dipaksa mengikuti pendidikan–baik formal maupun informal–jika memang ia kurang berminat.
Balik lagi kan, ke poin pertama? Kebutuhan si kecil apa? Bedakan kebutuhannya dengan keinginan kita sebagai orang tua.
4. Sesuaikan instrumen dan diversifikasi
Jika investasimu masih punya jangka waktu yang cukup, misalnya 5 tahun lagi, dana pendidikan anak ini baru dibutuhkan, maka no worries, kamu masih tetap bisa melanjutkannya. Tetap optimislah bahwa kondisi akan membaik sesegera mungkin.
Sementara itu lakukan review lagi. Pertimbangkan, apakah instrumennya memang sudah sesuai? Perlukah dipindahkan ke instrumen lain yang enggak terlalu volatile alias lebih aman? Perlu didiversifikasi ke instrumen lainkah? Atau sektor lain?
5. Fokus pada esensi pendidikan anak
Langkah terakhir ini semacam penegasan kembali dari poin ketiga di atas. Jangan memutuskan hanya karena gengsi atau sekadar status sosial. Kita dan anak-anaklah yang akan menjalani kehidupan ke depannya kan? Orang lain bahkan tak akan ikut mendonasikan dana untuk pendidikan anak kita loh!
Kebutuhan kita berbeda, prioritas hidup pun berbeda, dan setiap orang memiliki linimasa yang berbeda. Satu sama lain enggak bisa dibandingkan karena masing-masing punya perjuangan sendiri-sendiri.
So, akan lebih baik kalau kita belajar mengelola keuangan kita sendiri dan keluarga deh. Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi, agar tujuan keuanganmu bisa tercapai, termasuk dalam menyiapkan dana pendidikan anak. Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.