Tren #KaburAjaDulu: Apakah Pindah ke Luar Negeri Benar-Benar Lebih Menguntungkan Secara Finansial?
Belakangan, tren kabur aja dulu ramai dibahas di media sosial. Banyak anak muda merasa tinggal di Indonesia makin sulit, terutama soal ekonomi dan pekerjaan. Gaji kecil, harga barang naik, dan biaya hidup makin tinggi bikin banyak orang kepikiran buat pindah ke luar negeri. Harapannya, bisa dapat gaji lebih besar, hidup lebih nyaman, dan masa depan lebih terjamin.
Tapi, apakah benar pindah ke luar negeri selalu lebih menguntungkan? Jangan-jangan hanya sekadar rumput tetangga lebih hijau?
Memang, di luar sana, gaji mungkin lebih tinggi, fasilitas juga bagus, dan peluang karier lebih luas. Tapi, ada banyak faktor yang juga perlu dipertimbangkan, dan justru luput dari perhatian.
So, sebelum buru-buru ikut tren kabur aja dulu, penting untuk melihat gambaran besarnya. Pindah ke luar negeri bukan sekadar soal gaji, tapi juga ada ina inu yang kudu dipikirkan.
Table of Contents
Ina dan Inu tentang Kabur Aja Dulu ke Luar Negeri

Sebelum ikut tren kabur aja dulu, penting untuk melihat apa saja keuntungan dan tantangan finansial yang bisa didapat dengan pindah ke luar negeri. Apa saja?
1. Gaji Lebih Besar
Tren kabur aja dulu dan pindah ke luar negeri sepertinya memang didorong oleh fakta bahwa gaji bekerja di luar sana lebih besar. Negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Singapura memang terkenal dengan standar gaji yang tinggi.
Apalagi buat mereka yang bekerja di bidang IT, kesehatan, atau teknik. Profesi seperti software engineer, perawat, atau insinyur bisa mendapat bayaran yang jauh lebih besar dibandingkan di Indonesia.
Pastinya sih hal ini menggiurkan, terutama kalau dikonversi ke rupiah. Bisa terlihat jauh lebih besar dari pendapatan di dalam negeri.
Baca juga: Ada Tawaran Pindah Kerja, Apa yang Harus Dipertimbangkan?
2. Stabil
Gaji di luar negeri bukan cuma lebih besar, tapi juga lebih stabil. Mata uang seperti dolar AS (USD), euro (EUR), atau dolar Singapura (SGD) punya nilai yang lebih kuat dibanding rupiah. Artinya, uang yang didapat dari bekerja di luar negeri bisa bertahan lebih lama.
Misalnya, gaji dalam dolar tetap punya daya beli yang baik meskipun inflasi terjadi. Sementara di Indonesia, nilai rupiah bisa naik turun dan harga barang sering ikut berubah. Dengan mata uang yang lebih stabil, penghasilan jadi lebih aman, terutama kalau punya rencana investasi atau simpanan jangka panjang.
Sisi lainnya, kalau masih punya keluarga di Indonesia dan sering kirim uang ke kampung halaman, nilai tukar bisa jadi keuntungan. Uang yang dikirim bisa lebih besar saat dikonversi ke rupiah. Namun, kalau harus membayar biaya hidup di negara asal, tetap perlu hati-hati dalam mengatur keuangan.
3. Lebih Banyak Peluang
Kabur aja dulu ke luar negeri juga dianggap bisa membuka lebih banyak peluang. Negara maju punya banyak industri besar yang terus berkembang. Perusahaan-perusahaannya sering mencari tenaga kerja dengan keterampilan khusus. Terutama di bidang teknologi, kesehatan, keuangan, dan teknik.
Jenjang karier juga lebih jelas. Di banyak negara, sistem kerja lebih terstruktur. Karyawan bisa tahu jalur promosi yang tersedia dan apa saja yang harus dilakukan untuk naik jabatan. Kalau kerja keras dan punya keterampilan yang dibutuhkan, peluang naik gaji dan mendapatkan posisi lebih tinggi cukup terbuka.
Selain itu, lingkungan kerja di luar negeri juga cenderung bisa menghargai keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi. Banyak perusahaan juga memberikan fasilitas tambahan seperti asuransi kesehatan dan cuti tahunan yang layak. Ini bisa membuat pekerjaan terasa lebih nyaman dan terjamin.
Tapi tentu saja, semua itu tetap tergantung pada bidang pekerjaan dan negara tujuan. Ada tempat yang menawarkan kesempatan besar, ada juga yang persaingannya sangat ketat. Makanya, sebelum memutuskan pindah, penting untuk riset dulu tentang industri dan prospek kerja di negara yang dituju.

4. Fasilitas yang Lebih Baik
Salah satu hal yang jadi pertimbangan besar kalau mau kabur aja dulu untuk bekerja di luar negeri adalah fasilitas dan kesejahteraan yang ditawarkan relatif lebih baik. Banyak negara maju punya sistem jaminan sosial yang kuat. Warga dan pekerja di sana bisa mendapatkan perlindungan finansial, terutama dalam hal kesehatan, pendidikan, dan tunjangan sosial.
Layanan kesehatan juga jadi poin penting. Di beberapa negara, biaya rumah sakit dan obat-obatan bahkan ditanggung pemerintah dari puluhan persen sampai gratis tis. Selain itu, sistem kesehatan yang lebih baik juga berarti akses ke dokter dan rumah sakit yang lebih berkualitas.
Sektor pendidikan juga banyak mendapat subsidi dari pemerintah. Ada sekolah dan universitas yang menawarkan biaya lebih murah atau bahkan gratis untuk warganya. Bagi yang punya anak atau ingin melanjutkan pendidikan, ini bisa mengurangi beban finansial jangka panjang.
Nah, masalahnya, banyak di antara fasilitas tersebut yang diberikan untuk warga negara atau penduduk tetap. So, kamu sebagai pekerja asing yang bisa jadi harus memenuhi syarat tertentu dulu untuk menikmatinya.
5. Biaya Hidup Sebanding dengan Gaji
Nah, mau kabur aja dulu karena gaji di luar lebih besar? Kalau iya, kamu juga kudu memperhitungkan soal biaya hidup.
Kota-kota besar seperti London, New York, dan Sydney terkenal dengan harga sewa yang mahal. Cari apartemen di lokasi strategis bisa menguras kantong. Bahkan, untuk kamar kecil di pusat kota, harga sewanya bisa jauh lebih tinggi dibandingkan rumah di Indonesia.
Belanja kebutuhan pokok juga lebih mahal. Makanan, transportasi, dan tagihan listrik atau air bisa menghabiskan sebagian besar gaji. Transportasi umum memang lebih nyaman, tapi tarifnya juga lebih tinggi. So, mau kabur aja dulu, ya kudu menghitung semua pengeluaran dengan cermat dulu.
6. Pajak Tinggi
Selain sewa, pajak juga jadi beban yang harus diperhitungkan. Banyak negara menerapkan pajak penghasilan yang cukup besar. Semakin tinggi gaji, semakin besar potongan pajaknya.
Di banyak negara maju, pajak penghasilan bisa mencapai 30-50% dari gaji. Jadi, meskipun angka gaji kelihatannya besar, jumlah uang yang benar-benar masuk ke rekening bisa jauh lebih kecil setelah dipotong pajak. Meskipun ya manfaatnya kembali ke warga, dengan bagusnya dan lengkapnya fasilitas dari pemerintah.
Sistem pajak di luar negeri juga lebih ketat. Semua penghasilan tercatat dan langsung dipotong sebelum gaji diterima. Enggak ada cerita gaji utuh dulu baru bayar pajak belakangan. Kalau nggak paham cara kerja pajak di negara tujuan, bisa jadi kaget saat melihat jumlah bersih yang diterima setiap bulan.
7. Biaya Lain-Lain
Selain dari sisi pekerjaan, ada banyak biaya yang harus dikeluarkan sebelum benar-benar bisa menetap di sana kalau kamu mau kabur aja dulu ke luar negeri. Mulai dari pengurusan visa, tiket pesawat, tempat tinggal awal, sampai legalisasi dokumen. Semua itu butuh dana yang enggak sedikit.
Visa kerja atau izin tinggal biasanya punya biaya sendiri. Belum lagi, beberapa negara meminta bukti keuangan sebelum memberikan izin masuk. Artinya, kamu harus punya tabungan cukup sebelum berangkat.
Setelah sampai di negara tujuan, tantangan belum selesai. Akomodasi awal sering jadi pengeluaran terbesar. Jika belum punya pekerjaan tetap, harus siap membayar tempat tinggal dengan dana pribadi. Biaya makan dan transportasi juga harus diperhitungkan, karena harga di negara maju biasanya lebih tinggi dibandingkan Indonesia.

8. Adaptasi
Culture shock bisa jadi tantangan yang cukup berat kalau kamu mau kabur aja dulu ke luar negeri. Cara orang berbicara, bersikap, atau bekerja bisa sangat berbeda dengan di Indonesia. Kalau enggak siap, kamu bisa merasa terasing dan kesulitan membangun koneksi sosial.
Aturan kerja juga sering jadi kejutan. Di beberapa negara, budaya kerja lebih disiplin dan terstruktur. Ada yang menuntut ketepatan waktu, komunikasi yang jelas, atau sistem kerja yang lebih individual. Kalau terbiasa dengan gaya kerja yang lebih santai, perubahan ini bisa bikin stres.
Sistem sosial pun berbeda. Di Indonesia, ada budaya gotong royong dan kehangatan dalam pergaulan. Di luar negeri, banyak orang lebih mandiri dan menjaga batasan pribadi. Enggak semua orang terbuka untuk ngobrol santai atau bergaul dengan rekan kerja di luar kantor. Ini bisa bikin rasa kesepian muncul, terutama di awal masa tinggal.
Kesulitan adaptasi ini bisa berdampak pada keuangan. Kalau belum terbiasa dengan sistem kerja, bisa sulit mendapat promosi atau mempertahankan pekerjaan. So, selain persiapan finansial, kesiapan mental juga sangat penting sebelum memutuskan untuk kabur aja dulu ke luar negeri.
Baca juga: Kenapa Gaji Kecil sementara Orang Lain Bisa Bergaji Besar?
Kabur aja dulu ke luar negeri bisa lebih menguntungkan secara finansial jika mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi dan bisa beradaptasi dengan baik. Namun, jika biaya hidup lebih tinggi dari pendapatan atau kesulitan mendapatkan pekerjaan stabil, ya, agak berat juga. Di sisi lain, jika rencana ini dilakukan untuk mencari peluang dan pengalaman, ya tak ada salahnya dicoba.
Yang penting, kamu harus punya perencanaan matang kalau mau ikut tren kabur aja dulu ini, dan melakukan riset mendalam agar tak gegabah dalam mengambil keputusan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Budaya Pengelolaan Keuangan dari Warga 7 Negara Dunia yang Bisa Dipelajari
Pernah penasaran enggak, gimana orang-orang di luar sana—di luar Indonesia, maksudnya—mengelola keuangannya? Pasalnya, kita tahu dong pasti, bahwa basic budaya itu sedikit banyak memengaruhi cara pengelolaan keuangan pribadi orang tersebut. Bisa jadi karena ada tradisi tertentu, atau kondisi sosialnya, atau bahkan kondisi alam di mana orang tinggal, yang memengaruhi cara mengelola uang masing-masing.
Seru banget pasti, kalau kita bisa tahu bagaimana cara pengelolaan keuangan mereka masing-masing. Siapa tahu, bisa belajar hal baru, iya nggak sih?
Table of Contents
Budaya dan Kebiasaan Pengelolaan Keuangan dari 7 Warga Negara di Dunia
Budaya dan kebiasaan itu berkaitan erat. Termasuk dalam hal pengelolaan keuangan. So, dari hasil penelusuran ke beberapa sumber, warga dari beberapa negara ternyata punya kebiasaan pengelolaan keuangan yang khas dan menarik lo. Yuk, coba kita lihat.

1. Jepang: Menabung sebagai Kebiasaan Inti
Di Jepang, kebiasaan menabung telah menjadi bagian inti dari budaya mereka, yang mewakili nilai-nilai seperti kehati-hatian dan perencanaan untuk masa depan.
Masyarakat Jepang sudah memulai kebiasaan ini sejak usia muda, dengan tujuan untuk mengumpulkan tabungan yang dapat digunakan dalam situasi darurat atau untuk investasi jangka panjang.
Kebiasaan pengelolaan keuangan dengan menabung ini enggak hanya menunjukkan sikap bertanggung jawab terhadap keuangan pribadi, tetapi juga mencerminkan filosofi hidup yang lebih luas yang menghargai kesederhanaan dan kehidupan yang bebas dari utang. Dengan mengutamakan pengeluaran yang bijaksana dan menghindari pemborosan, masyarakat Jepang menunjukkan komitmen mereka terhadap stabilitas finansial dan kesejahteraan jangka panjang, baik secara individu maupun sebagai komunitas.
2. Amerika Serikat: Fokus pada Investasi dan Kredit
Di Amerika Serikat, orang-orang punya kecenderungan kuat dalam hal penggunaan kredit dan partisipasi aktif dalam pasar saham.
Penggunaan kredit, baik melalui kartu kredit maupun pinjaman, dianggap sebagai alat yang vital dalam membangun dan memelihara skor kredit, yang berperan penting dalam ekonomi Amerika.
Di sisi lain, investasi di pasar saham enggak cuma dilihat sebagai cara untuk mengamankan masa depan finansial tetapi juga sebagai sarana untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi negara.
Dengan adanya berbagai sumber daya dan platform yang memudahkan akses ke pasar saham, semakin banyak orang Amerika yang melihat investasi sebagai cara untuk meningkatkan kekayaan pribadi mereka. Budaya ini menggambarkan sebuah masyarakat yang berani mengambil risiko dan inovatif dalam pengelolaan keuangan, selalu mencari peluang untuk tumbuh secara finansial melalui berbagai bentuk investasi.
3. India: Emas sebagai Investasi dan Simbol Status
Di India, emas memegang posisi yang sangat khusus dan multifaset dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Lebih dari sekadar investasi yang aman, emas dianggap sebagai simbol kemakmuran, status, dan bagian tak terpisahkan dari banyak tradisi budaya.
Keluarga di India umumnya memiliki dan mengakumulasi emas sebagai instrumen atau aset jangka panjang. Mereka memanfaatkannya sebagai pengaman terhadap ketidakpastian ekonomi dan inflasi.
Selain itu, emas memiliki peran penting dalam berbagai upacara dan perayaan, terutama dalam pernikahan. Pemberian perhiasan emas enggak cuma dianggap sebagai hadiah, tetapi juga sebagai simbol berkah dan keinginan baik.
Investasi dalam emas di India enggak terbatas pada perhiasan. Emas batangan dan yang berbentuk koin juga sama populernya.

4. Jerman: Kecenderungan untuk Menghindari Utang
Orang Jerman terkenal memiliki disiplin yang kuat, nyaris sama dengan orang Jepang dalam hal pengelolaan keuangan. Masyarakat Jerman secara umum dikenal memiliki kecenderungan untuk menghindari utang, menunjukkan preferensi yang jelas untuk hidup sesuai dengan kemampuan finansial mereka.
Konsep ini juga tercermin dalam kebiasaan sehari-hari mereka yang cenderung menghindari hal-hal seperti belanja impulsif. Mereka lebih memprioritaskan nilai dan ketahanan suatu barang, ketimbang beli harga murah tapi mudah rusak.
Fokus pada tabungan juga sangat menonjol, dengan banyaknya orang Jerman memilih untuk menabung secara konsisten untuk masa depan, daripada menghabiskan uang untuk kepuasan jangka pendek.
Mentalitas ini mencerminkan nilai-nilai seperti ketanggungan, ketelitian, dan perencanaan jangka panjang, yang telah menjadi bagian penting dari budaya Jerman.
5. Tiongkok: Menabung untuk Masa Depan
Di China, konsep menabung uang enggak sekadar kebiasaan, tetapi merupakan sebuah tradisi yang berakar kuat.
Menabung sering kali dilihat sebagai cara paling efektif untuk memastikan keamanan finansial di masa depan. Prinsip ini sudah diajarkan dari generasi ke generasi.
Menabung bagi orang Tiongkok adalah tanggung jawab sosial dan keluarga. Ada pemahaman, bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk merawat anggota keluarga yang lebih tua. Jadi, menabung dianggap penting demi memenuhi tanggung jawab ini, memastikan bahwa ada sumber daya yang cukup untuk menyokong kehidupan keluarga, terutama pada masa pensiun orang tua.
Praktik ini mencerminkan nilai-nilai konfusianisme tentang penghormatan dan perawatan terhadap orang tua. Dengan demikian, dalam konteks ini, menabung tak hanya dilihat sebagai keputusan finansial yang bijak, tetapi juga sebagai ekspresi cinta dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga.
6. Brasil: Kegembiraan dan Kehidupan Sosial
Budaya Brasil dikenal dengan semangat komunitasnya. Mereka cenderung selalu bersemangat, hangat, dan punya jiwa sosial tinggi.
Di negara ini, pentingnya menjalin hubungan sosial dan merayakan kehidupan tercermin dalam cara pengelolaan keuangan penduduknya. Mereka umumnya spontan dan fleksibel dalam pengeluaran, dengan menekankan pentingnya menikmati momen sekarang, dan banyak berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan budaya. Mulai dari pertemuan keluarga yang besar, pesta jalanan, hingga acara-acara musik dan tari yang meriah.
Dalam banyak keluarga Brasil, kebiasaan menabung dan pengelolaan anggaran yang bijaksana tetap menjadi prioritas. Keseimbangan antara menikmati kehidupan dan bertanggung jawab secara finansial merupakan bagian dari etos masyarakat Brasil.

7. Swedia: Investasi dalam Kesejahteraan Sosial
Swedia, dikenal sebagai salah satu negara dengan sistem kesejahteraan sosial yang paling maju di dunia. Warga negara ini umumnya paham, bahwa pajak tinggi merupakan trade-off terhadap sarana untuk mendanai layanan sosial yang luas dan inklusif.
Pendekatan ini mencerminkan nilai-nilai kolektif dan komitmen terhadap kesejahteraan bersama. Mereka melihat bahwa kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial yang berkualitas merupakan hak dasar setiap warga.
Warga Swedia memandang penting setiap anggota masyarakat, termasuk anak-anak, orang tua, dan mereka yang membutuhkan perawatan khusus. Karena itu, ada berbagai program dan inisiatif yang didanai oleh pajak.
Di Swedia, orang percaya bahwa kesejahteraan adalah tanggung jawab bersama masyarakat. Secara bersama inilah, mereka punya standar kualitas hidup yang tinggi dan rasa keamanan sosial yang kuat.
Setiap negara dan budayanya menawarkan perspektif yang unik terhadap pengelolaan keuangan pribadi, mencerminkan nilai, sejarah, dan kondisi ekonomi masing-masing.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Hmmm …
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!