PPN 12%: Berkenalan dengan PPN dan Apa Pengaruhnya
PPN 12% telah menjadi topik hangat dalam beberapa waktu terakhir, terutama menjelang penerapannya pada 2025. PPN, atau Pajak Pertambahan Nilai, ini dikenakan pada barang dan jasa yang dikonsumsi di dalam negeri.
Sebagai bagian dari reformasi perpajakan, kenaikan tarif ini pastinya membawa dampak. Dampaknya bisa beragam, baik bagi konsumen maupun perekonomian secara keseluruhan.
Kenaikan tarif PPN 12% enggak hanya memengaruhi harga barang dan jasa, tetapi juga berdampak pada pola konsumsi dan daya beli masyarakat. Kamu sedikit banyak juga pasti akan merasakan efeknya nanti. Ada yang enggak setuju dengan kenaikan ini?
Well, kamu perlu tahu dan paham juga tentang PPN ini. Apalagi kalau kamu sebenarnya enggak setuju dan bertanya-tanya, kenapa sih harus ada kenaikan PPN 12%? Nah, kamu kudu paham apa dan kenapa ada PPN ini. Supaya kamu bisa tidak setuju tetapi dengan alasan yang kuat. Jauh-jauh deh enggak setuju, tapi enggak paham artinya apa.
Table of Contents
Apa Artinya PPN 12%?
Pajak Pertambahan Nilai alias PPN adalah pajak yang diberlakukan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa tertentu yang dikenai pajak. PPN menjadi bagian penting dalam sistem perpajakan Indonesia karena mencakup berbagai sektor ekonomi. Pajak ini diterapkan mulai dari tahap produksi hingga ketika barang tersebut sampai ke tangan kita.
PPN memang dibebankan kepada konsumen akhir, saat melakukan pembelian barang atau jasa kena pajak dalam harga yang dibayarkan. So, bisa dibilang PPN bersifat tak langsung, karena meski yang bayar pajak kita sebagai pembeli, tetapi pembayaran akan dilakukan oleh penjualnya.
Mudahnya begini. Penjual yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pihak yang harus memungut PPN dari pembeli, menyetorkan pajak tersebut kepada negara, dan melaporkannya secara berkala. Kewajiban ini bertujuan untuk memastikan penerimaan pajak negara berjalan sesuai aturan dan jadi lebih transparan.
Nah, terus kenapa sih perlu ada pajak ini? Apa manfaatnya memang sekadar buat negara saja?
Baca juga: Pajak Natura: Pengertian, Contoh, dan Cara Menghitungnya yang Perlu Diketahui
Fungsi PPN
PPN ini memang merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Namun, pajak ini enggak hanya buat negara saja loh. Ada juga manfaatnya untuk masyarakat.
1. Fungsi Fiskal
PPN berfungsi sebagai salah satu sumber utama pendapatan negara. Pajak ini berperan besar dalam membiayai berbagai kebutuhan nasional.
Dana yang terkumpul dari PPN digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, meningkatkan kualitas pendidikan, menyediakan layanan kesehatan, dan kebutuhan lainnya yang menunjang kemajuan negara.
2. Fungsi Regulasi
PPN juga berfungsi sebagai alat pengendalian konsumsi masyarakat. Pemerintah bisa menetapkan tarif PPN yang berbeda untuk jenis barang atau jasa tertentu.
Langkah ini bertujuan untuk mendorong atau mengurangi konsumsi sesuai kebutuhan. Sebagai contoh, tarif PPN lebih tinggi sering dikenakan pada barang mewah. Sementara itu, barang kebutuhan pokok cenderung dikenakan tarif lebih rendah atau bahkan bebas PPN.
3. Fungsi Stabilitas
PPN membantu menjaga stabilitas perekonomian melalui pengendalian inflasi. Kebijakan tarif PPN dapat digunakan untuk menyesuaikan harga barang dan jasa agar tetap stabil. Stabilitas harga ini sangat penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung kelangsungan ekonomi.
Naiknya PPN12%
Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan PPN 12% ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang menetapkan kenaikan tarif PPN secara bertahap: 11% pada April 2022 dan 12% pada Januari 2025.
Kenaikan tarif PPN 12% bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan naiknya penerimaan negara, diharapkan berbagai program pembangunan seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan bisa dibiayai dengan baik.
Langkah ini juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri dan menyesuaikan tarif PPN Indonesia dengan standar internasional. Dikutip dari situs DJKN, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa rata-rata tarif PPN global, termasuk negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), berada di kisaran 15%.
Dampak Kenaikan PPN pada Keuangan Pribadi
Yah, kalau hal tersebut sudah menjadi kebijakan pemerintah, kita hanya bisa mematuhi. Mari berharap, agar manfaatnya bisa dikembalikan pada rakyat secara penuh. Sementara itu, kita harus mulai bersiap menghadapi efek atas naiknya PPN 12% ini. Apa saja efeknya?
1. Kenaikan Harga Barang dan Jasa
Kenaikan PPN 12% akan meningkatkan harga barang dan jasa, terutama pada kebutuhan sehari-hari yang engga mendapatkan fasilitas bebas pajak. Daya beli kita bisa menurun karena pengeluaran menjadi lebih besar.
2. Inflasi yang Berpotensi Meningkat
Dengan harga barang dan jasa yang naik, inflasi juga berpotensi meningkat. Hal ini akan memengaruhi biaya hidup dan memaksa penyesuaian anggaran rumah tangga.
3. Pengurangan Tabungan atau Investasi
Pengeluaran yang lebih besar dapat mengurangi alokasi untuk tabungan dan investasi. Prioritas kebutuhan pokok cenderung meningkat dibandingkan pengeluaran untuk tujuan keuangan jangka panjang.
4. Dampak pada Kelompok Berpenghasilan Rendah
Masyarakat dengan pendapatan rendah akan lebih terdampak karena porsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok cenderung lebih besar dibandingkan kelompok berpenghasilan tinggi.
Langkah yang Bisa Dilakukan untuk Menghadapi Dampak Naiknya PPN 12%
Sudah tahu apa saja yang bisa terjadi akibat kenaikan PPN 12%, berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan.
1. Menyusun Anggaran yang Lebih Ketat
Prioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan utama. Kurangi pengeluaran untuk hal-hal yang tidak mendesak atau konsumtif.
2. Mencari Alternatif Lebih Murah
Gunakan barang atau jasa dengan harga lebih terjangkau tanpa mengorbankan kualitas. Misalnya, memilih merek lokal atau mengurangi pembelian barang mewah.
3. Meningkatkan Pendapatan
Cari sumber penghasilan tambahan seperti pekerjaan sampingan, usaha kecil, atau investasi dengan risiko yang sesuai. Pendapatan tambahan dapat membantu menutupi kenaikan biaya hidup.
4. Berhemat pada Kebutuhan Sekunder
Kurangi pengeluaran untuk gaya hidup yang tidak penting, seperti hiburan mewah atau liburan mahal. Fokus pada pengeluaran yang memberi nilai lebih pada kehidupan sehari-hari.
5. Menabung dan Berinvestasi Lebih Bijak
Meskipun ada tekanan finansial, tetap sisihkan dana untuk tabungan atau investasi. Pilih instrumen investasi dengan risiko rendah, seperti emas atau reksa dana pasar uang, untuk melindungi nilai uang dari inflasi.
6. Mengikuti Informasi Kebijakan Pemerintah
Pantau kebijakan fiskal yang berlaku, termasuk subsidi atau insentif yang mungkin diberikan pemerintah untuk membantu meringankan beban masyarakat akibat kenaikan PPN.
Penerapan PPN 12% di tahun 2025 nanti pasti akan membawa dampak signifikan terhadap kehidupan sehari-hari kita. Namun, kalau memang sudah ditetapkan, ya kita mau gimana lagi selain mematuhinya?
Memahami mekanisme dan dampaknya membantu menghadapi perubahan ini dengan lebih siap. Kita memang harus bisa terus beradaptasi untuk menjaga kestabilan keuangan di tengah kondisi yang terus berkembang.
Baca juga: NIK Jadi NPWP, Ini Artinya, dan Yuk, Kelola Keuangan Agar Bisa Bayar Pajak Tepat Waktu!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Bisnis Jastip Beyond Borders: Potensi, Etika, dan Legalitas
Bisnis jastip, alias jasa titip, menjadi semakin populer di Indonesia belakangan ini. Terutama karena memudahkan kita mendapatkan berbagai barang kebutuhan yang sulit dijangkau. Misalnya saja barang-barang produksi luar negeri, dengan harga yang lebih murah.
Belakangan, bisnis yang dibilang menguntungkan ini semakin sering disorot lantaran disebut berpotensi merugikan negara jika tidak dijalankan dengan benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini terutama terkait dengan pajak impor yang seharusnya dibayar untuk memasukkan barang-barang dari luar negeri ke Indonesia, yang jika tidak dibayar dapat menyebabkan kerugian besar bagi negara.
Nah, ini memang jadi hal yang sensitif ya, kalau sudah menyinggung soal pajak. Perlu banget kesadaran dan kepatuhan yang lebih baik dari para pelaku bisnis jastip untuk memastikan bahwa bisnis ini dijalankan dengan etika dan kepatuhan yang tinggi terhadap peraturan dan hukum yang berlaku.
Yuk, kita bahas!
Apa Itu Bisnis Jastip?
Jastip adalah singkatan dari “jasa titip”. Sejarahnya panjang, bermula dari kebutuhan manusia untuk memperoleh barang-barang yang sulit didapatkan di sekitar tempat tinggal mereka.
Memang ada beberapa jenis produk yang hanya dapat ditemukan di daerah tertentu, dan tak ada di daerah lain. Untuk mendapatkannya, ada beberapa cara yang sering dilakukan. Salah satunya adalah meminta bantuan orang lain, kayak kerabat atau kenalan, yang kebetulan tinggal di daerah tersebut untuk membelikan dan kemudian mengirimkannya.
Sekarang, orang biasa belanja produk dari berbagai negara. Cara yang sama lantas dilakukan oleh beberapa orang yang ingin mendapatkan berbagai produk dari tempat-tempat di luar jangkauan. Mereka meminta bantuan pada siapa saja yang melakukan perjalanan ke negara tertentu untuk membelikan berbagai barang yang hanya bisa dibeli di negara tersebut. Hanya saja, sekarang dikomersilkan.
Sementara, bagi “yang dititipin”, ibaratnya sambil menyelam, minum air; sambil jalan-jalan, jalankan bisnis. Hasilnya lumayan, kalau beruntung bisa jadi agenda jalan-jalannya gratis karena modal tertutup oleh hasil dari bisnis jastip ini. Barang-barang yang biasanya ditawarkan adalah makanan, kosmetik, berbagai jenis baju, aksesoris, sampai tas.
Cara Kerja Bisnis Jastip
Dalam bisnis jastip, orang yang ‘nitip’ untuk dibelikan produk dari luar negeri biasanya membayar harga barang dan biaya jasa titip kepada orang yang membantu membelikan dan mengirimkan barang tersebut. Harganya tentu saja lebih murah daripada jika harus membeli dari toko atau sejenisnya yang ada perhitungan pajak impornya.
Bisnis jastip pun jadi solusi bagi orang yang ingin membeli produk dari luar negeri dengan harga yang lebih terjangkau atau yang sulit didapatkan.
Nah, masalah kemudian muncul. Karena, pada dasarnya, setiap pembelian barang dari luar negeri, termasuk melalui bisnis jastip, termasuk ke dalam transaksi impor. Oleh karena itu, pajak impor yang berlaku seharusnya juga diperhitungkan dan dibayarkan oleh penerima barang alias mereka yang “nitip”. Pajak impor ini dapat berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Masuk, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), atau pajak lain yang ditetapkan oleh pemerintah.
So, menelusuri dari berbagai sumber yang ada, di Indonesia, penerima barang yang membeli melalui bisnis jastip sebenarnya diwajibkan untuk membayar PPN sebesar 10% dari nilai barang yang diimpor. Meskipun, ada beberapa pengecualian untuk beberapa jenis produk tertentu, seperti produk makanan, obat-obatan, dan barang medis. Selain itu, pajak tambahan seperti bea masuk dan PPnBM juga harus dibayar jika nilai total pembelian melebihi batas tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.
Nah, jika tidak membayar pajak sesuai ketentuan, penerima barang dapat dikenakan sanksi atau denda yang cukup besar. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk menggunakan jasa titip untuk membeli barang dari luar negeri, penting untuk memperhitungkan biaya pajak dan denda yang mungkin timbul.
Inilah yang menjadi permasalahan sekarang. Lalu, bagaimana? Apakah bisnis jastip akan dilarang, seperti halnya thrift shop?
Menjalankan Bisnis yang Legal
So, bukan maksudnya “mematikan rezeki”, tetapi perlu dipahami bahwa adalah penting bagi kita untuk bisa menjalankan bisnis dengan beretika dan legal. Penginnya tentu saja, setiap usaha yang kita lakukan untuk bisa mendapatkan penghasilan adalah dari cara yang baik, tidak merugikan pihak mana pun. Betul? Pada akhirnya, penghasilan yang didapatkan nantinya juga akan menjadi berkah.
So, ada baiknya kita juga mengupayakan untuk bisa memenuhi kewajiban sebagai warga negara yang baik, saat mencoba usaha untuk bisa mendapatkan penghasilan. Karena sekarang hal ini masih dalam diskusi oleh regulator—sambil menunggu keputusan yang terbaik—ada baiknya kita juga mencoba beberapa hal yang bisa kita upayakan sendiri agar bisnis jastip berjalan dengan lancar dan baik.
Berikut beberapa tip untuk menjadi pelaku bisnis jastip yang beretika.
Berikan informasi yang jujur dan transparan
Pastikan untuk memberikan informasi yang jujur dan transparan mengenai produk yang ditawarkan, harga, biaya pengiriman, serta aturan impor dan pajak yang berlaku. Jangan menyembunyikan informasi atau memberikan informasi yang menyesatkan kepada pelanggan.
Berikan pelayanan yang ramah dan responsif
Berikan pelayanan yang ramah dan responsif kepada pelanggan, baik melalui media sosial, chat, atau email. Pastikan untuk memberikan informasi yang jelas dan membantu pelanggan dalam menyelesaikan masalah yang mungkin timbul.
Tetapkan kebijakan pengembalian barang yang jelas
Tetapkan kebijakan pengembalian barang yang jelas dan terbuka kepada pelanggan. Pastikan pelanggan memahami syarat dan ketentuan pengembalian barang sehingga mereka dapat memutuskan dengan bijak sebelum melakukan pembelian.
Lindungi privasi pelanggan
Lindungi privasi pelanggan dengan tidak membagikan informasi pelanggan kepada pihak lain tanpa persetujuan pelanggan. Pastikan juga untuk memproteksi data pelanggan dari penyalahgunaan atau pencurian data.
Hindari praktik penipuan atau manipulasi harga
Hindari praktik penipuan atau manipulasi harga, seperti menaikkan harga barang secara tidak wajar atau mengirimkan barang yang rusak atau tidak sesuai dengan deskripsi. Pastikan untuk menjaga integritas bisnis jastip yang kamu jalankan dengan memberikan pelayanan yang jujur dan adil kepada pelanggan.
Ikuti aturan yang berlaku
Jangan berbisnis dengan barang-barang ilegal atau terlarang, seperti narkoba, senjata, atau barang-barang bajakan. Pastikan bahwa bisnis jastip kamu tidak melanggar hukum atau aturan yang berlaku.
Begitu juga jika nantinya ada kebijakan pemerintah yang muncul terkait aturan menjalankan bisnis jastip. Terutama soal pajak. Ada baiknya, kamu mengikuti aturan yang ditetapkan tersebut.
Nah, dengan mengikuti beberapa tip di atas, kamu pun dapat menjadi pelaku bisnis jastip yang beretika dan dapat dipercaya oleh pelanggan, pun tetap patuh terhadap peraturan yang ada. Selain itu, menjaga etika bisnis yang baik juga dapat membantu membangun reputasi bisnis yang positif dan mendapatkan lebih banyak pelanggan dalam jangka panjang.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
PPN Naik Jadi 11% di 1 April 2022, Bagaimana Harus Disikapi?
Tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN naik 1 April 2022 kemarin. Banyak yang menilai, bahwa keputusan pemerintah ini keluar sungguh tidak pada saat yang tepat, ketika sedang banyak masalah ekonomi terjadi di negara ini. Meski demikian, dari pihak Kementerian Keuangan berpendapat, bahwa kondisi masih terkendali, dan inflasi masih dalam batas kewajaran seperti yang diprediksikan.
Tetapi, dari penelusuran, beberapa harga kebutuhan sudah mulai merangkak naik. Pun sudah banyak layanan penting yang sudah mengumumkan kenaikan tarif dan harga barang per 1 April 2022.
Apa Itu PPN?
Pajak Pertambahan Nilai, atau PPN, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah atas transaksi jual beli barang dan jasa wajib pajak pribadi atau badan yang sudah ditetapkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Aturan ini sudah dituangkan dalan UU Nomor 6 Tahun 1983, yang menetapkan besaran PPN adalah 10%. Aturan turunan yang terbit menyebutkan bahwa besaran pajak ini diubah menjadi minimal 5% dan maksimal 10%. Kemudian, terbitlah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan oleh presiden pada 29 Oktober 2021, yang merevisi UU Nomor 6 Tahun 1983 tersebut. Revisinya ada pada besaran PPN, menjadi 11% pada April 2022, dan dilanjut dengan kenaikan tarif PPN 12% nanti pada Januari 2025.
Ini adalah yang pertama kalinya terjadi, PPN naik sejak era orde baru.
PPN bisa dikatakan sebagai pajak tak langsung. Ini artinya yang berkewajiban menyetor PPN adalah mereka yang menjual barang dan jasa, meskipun sebenarnya yang dibebani adalah end user atau pelanggan akhir yang menggunakan barang atau jasa tersebut.
Meski demikian, dari sisi pemerintah, keputusan untuk menaikkan tarif pajak pastinya sudah melalui banyak pertimbangan. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, tarif PPN rata-rata negara yang tergabung dalam OECD adalah 15%. Karena itu, pemerintah berpandangan bahwa keputusan PPN naik ini masih sangat normal. Lagi pula, pajak memang merupakan sumber income utama untuk pemerintah yang sedang giat-giatnya membangun kembali perekonomian yang terpuruk. Karena masyarakat Indonesia dinilai mampu, makanya pajak digencarkan; dikumpulkan untuk di-“kembali”-kan pada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas.
PPN Naik, Ini Daftar Barang Kebutuhan yang Harganya Melesat
Kabar buruknya untuk kita, PPN naik di tengah melesatnya harga bahan pokok menjelang bulan puasa, kelangkaan minyak goreng, kenaikan harga kedelai, dan berbagai masalah ekonomi lainnya, yang masih belum selesai pasca pandemi COVID-19.
Berikut daftar barang dan jasa yang sudah pasti akan disesuaikan harganya:
1. Harga bahan bakar
Pertamax dipantau sudah naik menjadi Rp12.500 hingga Rp12.750 per liternya. Pertalite menjadi bahan bakar bersubsidi, bisa dibeli dengan harga Rp7.650 per liter. Namun, dari penelusuran, sejumlah wilayah mengalami kelangkaan Pertalite.
2. Pulsa dan kuota
Sejumlah operator provider pulsa dan kuota internet di Indonesia sudah menyebarluaskan pengumuman bahwa ada kenaikan harga sejak diumumkannya PPN naik.
Tak hanya operator seluler, provider internet rumahan juga sudah mensinyalkan adanya kenaikan harga langganan April ini.
Duh, padahal anak-anak juga masih kadang harus belajar daring di sebagian wilayah, belum bisa 100% PTM.
3. Barang kebutuhan lain
Mulai dari barang-barang perlengkapan pribadi, seperti sepatu, tas, baju, hingga harga properti, kendaraan, dan barang elektronik juga akan segera naik.
Namun, ada juga beberapa produk yang bukan termasuk barang kena pajak. Apa saja?
- Makanan dan minuman yang disajikan di warung, rumah makan, restoran, hotel, dan sejenisnya. Termasuk katering
- Uang, emas batangan, surat berharga, yang menjadi cadangan devisa negara
- Jasa keagamaan
- Sewa kamar perhotelan
- Parkir
- Barang kebutuhan pokok: beras, jagung, sagu, garam, daging, telur, buah, susu, sayur, kedelai, dan sejenisnya.
Meski bebas PPN, tetapi sebagian dari barang dan jasa di atas masuk ke dalam objek pajak dan retribusi daerah.
Apa yang Bisa Kita Lakukan dengan Keuangan Kita Saat PPN Naik?
PPN naik sudah pasti akan mengerek harga-harga kebutuhan. Meskipun ada yang bukan menjadi objek pajak yang kena efek naiknya tarif PPN, tetapi bisa ditebak dan hampir dipastikan, akan kena efek juga nantinya.
Tidak bisa tidak, kita mesti mengatur ulang keuangan agar tetap survive meski PPN naik. Apa yang bisa dilakukan?
1. Lakukan financial checkup
Mari kita cek dulu kondisi finansial kita. Untuk bisa mencari solusi atas berbagai masalah ekonomi akibat PPN naik, kita harus tahu dengan pasti, sampai seberapa efek perubahan ini bisa mengubah pola pengeluaran rutin kita.
So, cek keseimbangan dan rasio keuangan yang ada sekarang. Apakah penghasilan kita masih cukup lancar? Apakah pengeluaran masih terkendali? Berapa banyak kita masih bisa menabung? Bagaimana rasio utang kita?
Dapatkan gambaran secara detail kondisi keuangan, sebelum mencari solusi terbaik.
2. Atur ulang prioritas
Setelah tahu gambaran kondisi, mari kita atur ulang prioritas. Bisa jadi akan banyak yang berubah, karena mungkin harus mengurangi banyak keinginan, agar kebutuhan pokok bisa dipenuhi dengan baik. Apalagi buat yang sudah berkeluarga ya, mesti cerdas banget nih, bikin alokasinya.
Pastinya kita pengin kondisi yang ideal: kebutuhan terpenuhi, dan kita juga dengan senang hati dan bahagia menjalani hari-hari. Kalau cermat dan teliti, pasti kamu bisa menemukan celah-celah yang bisa diakali.
3. Gunakan substitusi
Yuk, turunkan “standar” dulu. Yang tadinya kalau beli beras grade A, sekarang diganti dulu jadi grade B. Yang tadinya beli produk impor demi kualitas, banyak juga loh, produksi dalam negeri yang kualitasnya enggak kalah.
Ingat, penghematan di satu pos bisa jadi akan menolong pos yang lain. Biar katanya beras nggak kena PPN naik, tapi mungkin dengan menghemat beras kita jadi bisa beli kuota buat belajar daringnya anak-anak.
Jadi memang kudu cermat dan lincah mencari pengganti dan membuat subsidi silang untuk berbagai keperluan.
4. Amankan dana darurat
Dana darurat akan jadi penting banget nih, di kala krisis akibat PPN naik seperti ini. Jadi, jangan sampai lupa, untuk menjaga dana darurat agar tetap aman ya. Dipakai boleh, apalagi demi memenuhi kebutuhan yang mendesak. Tapi, harus komitmen pada diri sendiri, untuk segera menggantinya.
5. Tambah penghasilan
Untuk mengatasi kebutuhan yang meningkat, memang ada 2 solusi yang bisa dilakukan: menekan pengeluaran dan/atau menambah penghasilan.
So, kalau upaya-upaya mengatur kembali pengeluaran-pengeluaran seperti yang di atas sudah dilakukan, dan masih merasa kesulitan keuangan, sekarang saatnya untuk mencari akal demi tambahan penghasilan. Coba cek di sekitarmu, apakah ada yang bisa dikaryakan? Adakah keahlian atau minat yang bisa dibisniskan? Kalau ada, segera eksekusi sekarang, jangan tunda lagi.
Tawarkan jasa atau produkmu ke orang-orang di sekitar; tetangga, keluarga, dan teman-temanmu. Kemudian, pikirkan cara untuk bisa menjualnya secara online untuk menambah jangkauan. Atur waktu dengan baik, ya.
Ya, ke depannya memang mungkin akan lebih berat dengan PPN naik seperti ini. Tapi, hal ini terjadi pada semua orang, karena semua juga akan merasakan dampaknya. So, hang in there! Dan tetap percaya serta optimis, bahwa kesulitan pasti bisa dihadapi dan dicari solusinya. Semua kembali pada kondisi masing-masing.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
6 Jenis Pajak di Indonesia yang Penting untuk Diketahui
Sebagai warga negara (yang baik), kita tentu tak lepas dari kewajiban untuk membayar pajak. Memang, dalam kehidupan bernegara, pajak merupakan salah satu pemasukan yang menjadi tulang punggung pendapatan negara. Termasuk di Indonesia.
Untuk apa sih kita harus membayar pajak? Ya, pastinya kan kita ingin negara kita bertumbuh dan berkembang. Nantinya, kita sendiri juga yang akan merasakan manfaatnya. Makanya, sebagai warga negara yang baik, kita harus taat pajak.
So, ada baiknya juga kita, sebagai wajib pajak, juga tahu jenis-jenis pajak yang ada di Indonesia. So far, mungkin hanya beberapa saja yang kita tahu ya? Biasanya kita familier dengan jenis pajak yang bersinggungan langsung dengan kehidupan kita sehari-hari. Yang masuk ke dalam pengeluaran tahunan, iya kan? Yang enggak, ya kurang paham.
Ya enggak apa-apa sih, cukup tahu yang memang jadi kewajiban kita saja itu juga sudah baik. Tapi, kalau bisa tahu beberapa jenis pajak yang lain, enggak ada salahnya juga bukan?
Jadi, mari kita lihat beberapa jenis pajak yang ada di Indonesia. Sekilas saja, tapi ada perlunya kamu paham.
Pajak sebenarnya dibagi ke dalam dua kategori, berdasarkan pengelolanya. Yaitu pajak pusat, yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP), dan pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah–yang kemudian dibagi lagi menjadi pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota, yang administrasinya dipegang oleh Dinas Pendapatan Daerah.
Nah, mari kita lihat satu per satu.
Pajak Pusat
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan–atau PPh–adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan, baik perseorangan maupun instansi dan badan usaha. Ternyata, jenis pajak penghasilan ini juga banyak, enggak cuma Pajak Penghasilan pribadi doang yang dilaporkan setiap Maret itu lo!
Apa saja? Coba simak deh:
- PPh pasal 15: mengatur pajak penghasilan pelayaran, maskapai, asuransi asing, pengeboran minyak, dan perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan infrastruktur negara.
- PPh pasal 21: mengatur pajak pribadi yang berupa gaji, upah, hadiah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dalam bentuk apa pun yang berkaitan dengan pekerjaan.
- PPh pasal 22: mengatur pajak perdagangan barang.
- PPh pasal 23: mengatur pajak penghasilan atas modal, hadiah, atau hal lain, selain yang tercakup dalam PPh pasal 21.
- PPh pasal 24: mengatur wajib pajak yang mempergunakan hak pajaknya di luar negeri, agar tidak terjadi pajak ganda.
- PPh pasal 26: mengatur pajak yang dibebankan pada wajib pajak yang memiliki penghasilan di luar negeri, tetapi bukan badan usaha tetap.
Hmmm, banyak ya? Pajak mana yang terbebankan pada kamu? PPh pasal 21-kah?
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak yang dikenakan pada setiap jenis barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
Gampangannya begini, PPN biasanya dibebankan pada konsumen terakhir terhadap barang atau jasa yang dibelinya tetapi tidak secara langsung, melainkan dibayarkan melalui pedagang atau pengedar barang tersebut. Baru dari pedagang disetorkan pada Dirjen Pajak. Istilahnya mereka ini adalah Pengusaha Kena Pajak.
Di Indonesia, PPN ini besarnya adalah 10% untuk barang yang diperdagangkan dalam negeri, dan 0% untuk ekspor.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Selain PPN, juga ada jenis Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini nih, yang dibebankan dalam kegiatan perdagangan dalam negeri.
Kriteria barang mewahnya seperti apa? Di antaranya:
- Barang yang hanya bisa dibeli oleh kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi
- Barang yang hanya dikonsumsi oleh kelompok orang tertentu.
- Barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
- Barang yang dibeli demi status atau gengsi
- Barang yang dapat mengganggu kesehatan atau moral masyarakat.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, yang sudah diubah beberapa kali dan terakhir menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Jenis pajak barang mewah ini diatur dan dihitung bersama dengan PPN, karena tidak bisa lepas dari Pajak Pertambahan Nilai itu sendiri.
4. Materai
Jenis pajak keempat yang diatur oleh Dirjen Pajak adalah bea materai. Biasanya ini dikenakan pada kita yang sedang mengurus surat-surat atau perjanjian yang bernilai tertentu. Ini adalah pajak atas pemanfaatan dokumen.
Ketentuannya:
- Untuk surat-surat penting seperti surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan yang dibuat untuk membuktikan suatu perbuatan atau kondisi yang bersifat perdata, bea materainya Rp6.000
- Untuk surat-surat dan akta-akta notaris dan Pembuat Akta Tanah, bea materainya Rp6.000
- Surat yang memuat jumlah uang, kalau nilainya kurang dari Rp250.000 tidak ada bea materai, antara Rp250.000 – Rp1.000.000 dikenakan bea materai Rp3.000, dan di atas Rp1.000.000 ada bea materai Rp6.000.
5. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan yang dikelola oleh Dirjen Pajak pusat adalah pajak untuk perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan untuk bangunan di pedesaan dan perkotaan dikelola oleh pemerintah daerah, sehingga masuk ke pajak daerah.
Hal ini mulai berlaku sejak tahun 2014 yang lalu, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Pajak Daerah
1. Pajak Provinsi
Pajak Provinsi adalah jenis pajak yang dikelola oleh pemerinta provinsi, meliputi Pajak Kendaraan–termasuk di dalamnya adalah pajak kendaraan bermotor tahunan, 5 tahunan, bea balik nama, dan sebagainya–Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.
2. Pajak Kabupaten/Kota
Pajak Kabupaten/Kota merupakan jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah tingkat II, yaitu kabupaten atau kota. Berupa pajak hotel, hiburan, restoran, reklame, parkir, air tanah, dan sebagainya.
Nah, banyak kan jenis pajak yang ada di Indonesia? Sebagian besar kamu pasti juga sudah familier ya?
Mau belajar lebih jauh tentang pajak? QM Financial juga menyediakan beberapa kelas terkait pajak lo! Cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial, lalu pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned juga di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.