6 Jenis Pajak di Indonesia yang Penting untuk Diketahui
Sebagai warga negara (yang baik), kita tentu tak lepas dari kewajiban untuk membayar pajak. Memang, dalam kehidupan bernegara, pajak merupakan salah satu pemasukan yang menjadi tulang punggung pendapatan negara. Termasuk di Indonesia.
Untuk apa sih kita harus membayar pajak? Ya, pastinya kan kita ingin negara kita bertumbuh dan berkembang. Nantinya, kita sendiri juga yang akan merasakan manfaatnya. Makanya, sebagai warga negara yang baik, kita harus taat pajak.
So, ada baiknya juga kita, sebagai wajib pajak, juga tahu jenis-jenis pajak yang ada di Indonesia. So far, mungkin hanya beberapa saja yang kita tahu ya? Biasanya kita familier dengan jenis pajak yang bersinggungan langsung dengan kehidupan kita sehari-hari. Yang masuk ke dalam pengeluaran tahunan, iya kan? Yang enggak, ya kurang paham.
Ya enggak apa-apa sih, cukup tahu yang memang jadi kewajiban kita saja itu juga sudah baik. Tapi, kalau bisa tahu beberapa jenis pajak yang lain, enggak ada salahnya juga bukan?
Jadi, mari kita lihat beberapa jenis pajak yang ada di Indonesia. Sekilas saja, tapi ada perlunya kamu paham.
Pajak sebenarnya dibagi ke dalam dua kategori, berdasarkan pengelolanya. Yaitu pajak pusat, yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP), dan pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah–yang kemudian dibagi lagi menjadi pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota, yang administrasinya dipegang oleh Dinas Pendapatan Daerah.
Nah, mari kita lihat satu per satu.
Pajak Pusat
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan–atau PPh–adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan, baik perseorangan maupun instansi dan badan usaha. Ternyata, jenis pajak penghasilan ini juga banyak, enggak cuma Pajak Penghasilan pribadi doang yang dilaporkan setiap Maret itu lo!
Apa saja? Coba simak deh:
- PPh pasal 15: mengatur pajak penghasilan pelayaran, maskapai, asuransi asing, pengeboran minyak, dan perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan infrastruktur negara.
- PPh pasal 21: mengatur pajak pribadi yang berupa gaji, upah, hadiah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dalam bentuk apa pun yang berkaitan dengan pekerjaan.
- PPh pasal 22: mengatur pajak perdagangan barang.
- PPh pasal 23: mengatur pajak penghasilan atas modal, hadiah, atau hal lain, selain yang tercakup dalam PPh pasal 21.
- PPh pasal 24: mengatur wajib pajak yang mempergunakan hak pajaknya di luar negeri, agar tidak terjadi pajak ganda.
- PPh pasal 26: mengatur pajak yang dibebankan pada wajib pajak yang memiliki penghasilan di luar negeri, tetapi bukan badan usaha tetap.
Hmmm, banyak ya? Pajak mana yang terbebankan pada kamu? PPh pasal 21-kah?
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak yang dikenakan pada setiap jenis barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
Gampangannya begini, PPN biasanya dibebankan pada konsumen terakhir terhadap barang atau jasa yang dibelinya tetapi tidak secara langsung, melainkan dibayarkan melalui pedagang atau pengedar barang tersebut. Baru dari pedagang disetorkan pada Dirjen Pajak. Istilahnya mereka ini adalah Pengusaha Kena Pajak.
Di Indonesia, PPN ini besarnya adalah 10% untuk barang yang diperdagangkan dalam negeri, dan 0% untuk ekspor.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Selain PPN, juga ada jenis Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini nih, yang dibebankan dalam kegiatan perdagangan dalam negeri.
Kriteria barang mewahnya seperti apa? Di antaranya:
- Barang yang hanya bisa dibeli oleh kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi
- Barang yang hanya dikonsumsi oleh kelompok orang tertentu.
- Barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
- Barang yang dibeli demi status atau gengsi
- Barang yang dapat mengganggu kesehatan atau moral masyarakat.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, yang sudah diubah beberapa kali dan terakhir menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Jenis pajak barang mewah ini diatur dan dihitung bersama dengan PPN, karena tidak bisa lepas dari Pajak Pertambahan Nilai itu sendiri.
4. Materai
Jenis pajak keempat yang diatur oleh Dirjen Pajak adalah bea materai. Biasanya ini dikenakan pada kita yang sedang mengurus surat-surat atau perjanjian yang bernilai tertentu. Ini adalah pajak atas pemanfaatan dokumen.
Ketentuannya:
- Untuk surat-surat penting seperti surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan yang dibuat untuk membuktikan suatu perbuatan atau kondisi yang bersifat perdata, bea materainya Rp6.000
- Untuk surat-surat dan akta-akta notaris dan Pembuat Akta Tanah, bea materainya Rp6.000
- Surat yang memuat jumlah uang, kalau nilainya kurang dari Rp250.000 tidak ada bea materai, antara Rp250.000 – Rp1.000.000 dikenakan bea materai Rp3.000, dan di atas Rp1.000.000 ada bea materai Rp6.000.
5. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan yang dikelola oleh Dirjen Pajak pusat adalah pajak untuk perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan untuk bangunan di pedesaan dan perkotaan dikelola oleh pemerintah daerah, sehingga masuk ke pajak daerah.
Hal ini mulai berlaku sejak tahun 2014 yang lalu, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Pajak Daerah
1. Pajak Provinsi
Pajak Provinsi adalah jenis pajak yang dikelola oleh pemerinta provinsi, meliputi Pajak Kendaraan–termasuk di dalamnya adalah pajak kendaraan bermotor tahunan, 5 tahunan, bea balik nama, dan sebagainya–Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.
2. Pajak Kabupaten/Kota
Pajak Kabupaten/Kota merupakan jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah tingkat II, yaitu kabupaten atau kota. Berupa pajak hotel, hiburan, restoran, reklame, parkir, air tanah, dan sebagainya.
Nah, banyak kan jenis pajak yang ada di Indonesia? Sebagian besar kamu pasti juga sudah familier ya?
Mau belajar lebih jauh tentang pajak? QM Financial juga menyediakan beberapa kelas terkait pajak lo! Cek jadwal kelas-kelas finansial online QM Financial, lalu pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned juga di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
9 Jenis Pengeluaran Tahunan Keluarga
Selain pengeluaran bulanan rutin, keluarga juga biasanya membutuhkan banyak hal yang harus dipenuhi secara tahunan. Karena itu, adalah penting bagi kita untuk juga membuat anggaran untuk pengeluaran tahunan ini.
Kadang, lupa aja soalnya. Dipikir sudah rapi anggaran keuangan bulanannya, tapi eh, pas jatuh tempo salah satu pos pengeluaran tahunan ternyata jumlahnya lumayan juga. Kaget sendiri.
Kayak pengalaman salah seorang teman. Anaknya sudah mulai masuk kuliah tahun kemarin, sekitar September. Tentunya, sudah mengeluarkan biaya besar untuk membayar tetek-bengek, termasuk SPP semester satu. Karena terbiasa membayar SPP bulanan di SD, SMP, dan SMA, beliau lupa kalau kuliah dibayar per semester. Saat semester ganjil berganti semester genap, kelabakan deh. Kaget dengan jumlahnya. Lupa, kalau harus membayar SPP semesteran.
Nah, jadi, apa saja pengeluaran tahunan yang biasanya menjadi kebutuhan keluarga? Yuk, lihat satu per satu. Kamu boleh menambahi juga, kalau ada yang lain di kolom komen nanti ya.
9 Jenis Pengeluaran Tahunan yang Harus Dipersiapkan
1. Bayar kontrakan
Buat kamu yang masih mengontrak rumah, ada yang harus bayar kontrakan secara tahunan. Ada juga yang per dua tahunan, bulanan juga ada.
Jadi,kalau kamu termasuk mereka yang harus bayar setahun sekali, jangan lupa nih dianggarkan sebagai pengeluaran tahunan ya. Lumayan juga nih, kalau sampai lupa nganggarin pos pengeluaran yang satu ini.
2. Kurban
Berkurban menjadi sunah bagi umat muslim saat Iduladha. Enggak wajib, tapi kalau kamu mampu, mengapa enggak kurban?
Nah, ayo, niatkan untuk bisa berkurban setiap tahun. Caranya ya dianggarkan dalam pengeluaran tahunan. Mulailah untuk menabung dalam satu tahun, sehingga berkurban tak lagi menjadi berat. So, selepas Iduladha tahun ini, kamu sebaiknya segera buat rencana dan menabung untuk bisa berkurban di Iduladha yang akan datang.
Coba simak beberapa tip merencanakan kurban dari QM Financial ini ya. Sudah cukup lengkap ditulis.
3. THR untuk para pekerja di rumah
Selain kita sendiri yang menerima tunjangan hari raya, alias THR, kalau di rumah ada pekerja rumah tangga–mulai dari ART, babysitter, tukang kebun, sopir, dan sebagainya–jangan lupa juga untuk membayarkan THR pada mereka.
Besarnya tentu saja tergantung kesepakatan kita dengan mereka. Biasanya sih ya minimal satu kali gaji pokok. Ingat lo, pemberi kerja yang tidak memberikan hak THR pada pekerjanya bisa diancam hukuman penjara dan denda lo!
Lagi pula, senang kan, berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang sudah membantu kita sehari-hari itu? Jadi, siapkan dalam anggaran pengeluaran tahunan ya.
4. Kebutuhan hari raya
Selain THR, ada juga kebutuhan hari raya yang bakalan bikin pengeluaran tahunan jadi lebih banyak.
Buat yang muslim, biasanya sudah dimulai di bulan puasa, dan kemudian lanjut ke Lebaran. Untuk yang nasrani, biasanya anggaran akan lebih banyak di akhir tahun. Natalan.
Meski sudah berusaha mengendalikan pengeluaran, tapi ya tetep saja harus siap dengan dana ekstra. Karena, ya, memang kebutuhannya jadi lebih banyak. Apalagi kalau merencanakan untuk mudik.
5. Pajak-pajak
Kemarin baru saja menerima tagihan Pajak Bumi dan Bangunan, dan ternyata tahun ini ada kenaikan. Konon, NJOP disesuaikan, semakin mendekati harga riil tanah bangunan yang kita tempati.
Untungnya, sudah sempat mendengar rumor sejak akhir tahun lalu, jadi bisa siap-siap deh. Masih September sih jatuh temponya, jadi masih bisa menabung dulu beberapa bulan.
Kalau enggak siap ya shock juga. Apalagi buat yang rumahnya di pinggir jalan. Katanya kenaikannya bisa sampai 4 kali lipat.
Juga pajak kendaraan. Jangan lupa dibayar setahun sekali ya. Harus jadi wajib pajak yang taat sebagai warga negara yang baik.
Jadi, pajak-pajak ini harus diperhitungkan dalam pengeluaran tahunan juga. Jangan sampai lupa.
6. Premi asuransi
Premi asuransi jiwa biasanya juga ditagihkan setahun sekali. Jadi, jangan lupa juga untuk memasukkannya ke dalam anggaran pengeluaran tahunan.
Asuransi ini penting lo, jadi jangan sampai alpa untuk bayar.
7. Keperluan tahun ajaran baru
Nanti di bulan Juni-Juli juga jangan lupa untuk menyiapkan anggaran untuk kebutuhan sekolah. Jangan sampai kaget sendiri melihat berbagai keperluan yang harus diurus.
Tahun kemarin, saya sendiri juga cukup kaget. Baru sadar kalau butuh seragam sekolah baru. Geli juga sih, karena seragam lama itu saya beli saat anak baru masuk kelas 1. Dan, sekarang anaknya sudah kelas 5 SD. Kasihan banget lihat roknya sudah cukup mini. Yaiyalah, lupa kalau anak itu tambah gede. Akhirnya langsung beli 4 setelan seragam. Habisnya ya lumayan juga ya.
Juga iuran tahunan sekolah, jika ada, jangan sampai lupa dimasukkan dalam anggaran pengeluaran tahunan ya.
8. Membership
Membership gym atau apa pun yang ditagihkan setiap tahun, juga harus masuk ke dalam list pengeluaran tahunan.
Sebelumnya, coba dicek lagi. Apakah kita masih bisa aktif menjadi anggota? Jangan sampai anggaran membership ini malah jadi pengeluaran yang mubazir ya.
9. Liburan
Liburan itu harus dianggarkan. Saya sendiri punya agenda liburan setahun sekali bareng keluarga. Memang sengaja, hanya setahun sekali. Biar bisa sampai puas, dan nabungnya juga cukup.
Makanya, agenda ini juga masuk ke dalam anggaran pengeluaran tahunan. Jadi, enggak ada liburan pakai utang. Malahan kadang, pulang masih nyisa. Lumayan, buat agenda liburan berikutnya.
Nah, bagaimana dengan kamu? Punya daftar pengeluaran tahunan yang belum disebutkan di atas? Boleh lo, kalau mau share di kolom komen. Ditunggu ya!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.