7 Tanda Keuangan Keluarga Tidak Sehat
Senang deh, akhirnya banyak yang semakin sadar pentingnya merencanakan keuangan–terutama keuangan keluarga–untuk kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Tapi, bagaimana kalau kondisi keuangan keluarga tidak sehat?
Yep, sebelum beranjak ke mana-mana, sebaiknya memang kita harus memastikan dulu bahwa kondisi keuangan keluarga kita sehat. Kalau ternyata kondisi keuangan keluarga tidak sehat, ya susah juga untuk bisa mewujudkan rencana-rencana keuangan kita kan?
Kadang kondisi keuangan keluarga tidak sehat ini justru (sengaja) diabaikan. Entahlah kenapa–mungkin supaya terlihat baik-baik saja, sama seperti orang lain? Atau, mungkin enggak tahu cara mengatasinya bagaimana?
Tapi, apa pun penyebabnya, kita memang mesti sadar dulu, jika ada kondisi yang kurang sehat pada keuangan keluarga kita. Lalu, segera ambil tindakan untuk memperbaikinya satu per satu. Setelah kondisinya membaik, maka selanjutnya kita akan lebih mudah merencanakan segala hal untuk keluarga. Betul?
Jadi, apa saja tanda keuangan keluarga tidak sehat?
1. Enggak punya catatan keuangan
Padahal catatan keuangan ini penting, untuk melihat seberapa lancar cash flow kita sehari-hari, hingga bisa dianalisis dan dievaluasi secara berkala. Bisa ketahuan nih di sini, kalau keuangan keluarga tidak sehat.
Kalau catatan keuangan keluarga saja tidak punya, lalu dari mana kita bisa mengetahui, seberapa banyak kita sudah mengeluarkan uang dan seberapa banyak kita sudah bisa menabung?
Jangan-jangan, karena terlalu asyik mengeluarkan uang untuk keperluan ini itu, ternyata posisi neraca keuangan kita negatif. Aduh! Makin enggak sehat deh!
Jadi, ayo, miliki dulu catatan keuangan keluarga–mau ditulis di buku tulis biasa boleh, di aplikasi smartphone oke, atau mau pakai software semacam Excel juga bisa. Pilihlah yang paling nyaman.
2. Porsi utang lebih dari 30% penghasilan, dan didominasi oleh utang konsumtif
Dari catatan keuangan keluarga di poin pertama, kita bisa tahu posisi porsi utang kita. Amati, apakah cicilannya masih dalam batas 30% penghasilan bulanan?
Jika masih di bawah batas 30%, cermati lagi, apakah utang-utang tersebut adalah utang produktif–yang artinya aset yang didapatkan dari utang merupakan aset yang dapat memberikan nilai tambah pada diri kita sendiri? Ataukah, mostly merupakan barang-barang konsumtif, yang dibeli karena takut nggak ngehits atau kekinian?
Kalau masih lebih banyak konsumtifnya, nah, ini berarti keuangan keluarga tidak sehat. Ada baiknya dievaluasi lagi deh. Lalu, cari jalan untuk segera dilunasi.
3. Nggak bisa menabung
Berapakah proporsi menabung saat ini? Apakah sudah minimal 10% dari penghasilan bulanan? Kalau belum, berarti ada yang harus diperbaiki.
10% merupakan angka minimal porsi menabung setiap bulannya demi keuangan keluarga yang sehat. Seharusnya sih, angka persentase ini aman. Bahkan untuk yang bergaji UMR pun seharusnya tetap punya tabungan.
Kalau enggak bisa menabung, jelas menunjukkan keuangan keluarga tidak sehat. Coba cermati dari catatan keuangan. Ke mana saja perginya uang? Jangan-jangan keluarga kamu juga enggak tahu uangnya buat apa saja.
4. Nggak punya tujuan keuangan
Kalau enggak bisa menabung, maka besar kemungkinan tujuan keuangan akan sulit dicapai. Atau, malahan enggak bisa menabung karena enggak punya tujuan keuangan?
Hati-hati lo. Kalau kita enggak punya tujuan keuangan, maka itu jadi salah satu sebab utama keuangan keluarga tidak sehat. Jadi, nanti kalau tiba waktunya harus menyekolahkan anak, misalnya, kita jadi kelabakan mencari biaya. Ujung-ujungnya, berutang.
Atau, enggak punya dana pensiun. Wah, nanti kalau sudah berada di masa pensiun, dari mana kita hidup? Menggantungkan diri pada anak-anak kita, dan menjadikan mereka sebagai sandwich generation?
5. Rasio likuiditas aset kurang dari 6 x penghasilan
Salah satu indikator kesehatan keuangan adalah rasio likuiditas aset adalah minimal 6 x penghasilan bulanan. Jadi, berapakah aset lancar kita–uang tabungan, reksa dana pasar uang, deposito, dan sebagainya–itu yang bisa dengan segera dicairkan kalau ada kondisi darurat? Apakah bisa mencapai 6 x penghasilan?
Kalau enggak, ya berarti keuangan keluarga tidak sehat. Coba cek lagi, apa saja yang bisa dialihkan menjadi aset lancar ya.
6. Nggak punya proteksi
Kenapa enggak punya proteksi? Apakah merasa tidak butuh, ataukah karena sebab lain?
Tanda keuangan keluarga tidak sehat terlihat saat sang pencari nafkah dalam keluarga tiba-tiba *knocks on wood* terkena musibah–apa pun itu bentuknya–dan kemudian kondisi keluarga jadi oleng karena kehabisan uang.
Padahal ya, namanya musibah. Dia enggak pernah mengenal situasi, cuaca, dan kondisi. Mau datang, ya datang saja tanpa diundang. Kapan pun bisa terjadi.
Jika kita sampai tidak punya proteksi–dengan alasan apa pun–maka itu berarti kita membahayakan keluarga kita. Jadi, ayo, dicermati. Enggak harus semua segera di-cover, prioritaskan dulu yang penting.
7. Saling merahasiakan hal keuangan dengan pasangan
Nah, ini nih. Sekian lama sudah hidup berdua, kok masih saja saling merahasiakan kondisi keuangan masing-masing? Tapi, hal ini bisa saja terjadi.
Yah, balik lagi sih. Semua kembali ke niat dan komitmen masing-masing. Seharusnya saluran komunikasi pasangan suami istri–terutama soal keuangan–sudah mulai dibuka lebar sejak masih pengantin baru. Seharusnya, tidak ada rahasia keuangan di antara berdua.
Tapi, yah, kondisi memang bisa saja berbeda. Namun, rahasia seperti ini bisa memperparah kondisi keuangan keluarga tidak sehat.
So, please, no rahasia. Yang belanja melebihi bujet, coba deh bilang. Yang punya utang tambahan, coba juga untuk sharing. Kan, niat membangun keluarganya berdua, ada masalah juga sebaiknya dihadapi berdua.
Nah, jadi, mana saja tanda keuangan keluarga tidak sehat yang masih terjadi sampai sekarang? Beresin dulu, yuk!
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.
9 Istilah Keuangan Pribadi Paling Sederhana yang Harus Dipahami
Susah juga, kalau mau mengelola keuangan tapi belum paham betul apa saja yang dibahas. Bener nggak? Mau baca tip segala macam, tapi beberapa istilah keuangan pribadi enggak paham artinya. Ya bhay saja deh akhirnya.
Pemahaman memang menjadi hal pertama yang harus dicapai lebih dulu. Kalau kita paham betul dengan apa yang kita baca, dan juga apa yang kita omongkan, biasanya sih ya lebih mudah memahami hal-hal lainnya juga.
Banyak istilah keuangan pribadi yang masih terdengar asing di telinga, tapi sudah mencoba belajar investasi, akhirnya ketemulah beberapa istilah dalam saham yang lebih rumit … ya bakalan susah juga.
So, ayo belajar dari yang paling basic dulu, yaitu memahami beberapa istilah keuangan pribadi yang bakalan paling sering kamu temui–terutama sih, kalau kamu suka baca-baca artikel di situs ini ataupun follow akun Instagram QM Financial.
Kamu bakalan banyak menemukan istilah keuangan pribadi berikut ini.
1. Pengeluaran
Dalam laporan keuangan pribadi, pengeluaran berarti adalah uang-uang yang kita belanjakan untuk berbagai keperluan.
Di QM Financial, kita membagi pengeluaran dalam 5 pos:
- Cicilan/utang, yaitu uang yang digunakan untuk mencicil atau membayar kembali utang yang kita lakukan. Misalnya cicilan KPR, cicilan kartu kredit, dan sebagainya.
- Investasi/tabungan, yaitu sejumlah uang yang kita sisihkan untuk disimpan–biar enggak ikut terbelanjakan demi tujuan tertentu. Kadang tak hanya menabung, kita juga berinvestasi, yaitu menanam uang di suatu tempat agar bisa berkembang atau menguntungkan.
- Pengeluaran rutin, yaitu uang-uang yang kita belanjakan untuk keperluan rutin, seperti listrik, groceries, dan sebagainya.
- Dana sosial, adalah uang-uang yang dikeluarkan demi tujuan sosial, seperti zakat, donasi, dan sebagainya.
- Lifestyle, adalah uang yang dibelanjakan untuk kebutuhan tersier, yang penting nggak penting, yang kadang hanya untuk memenuhi keinginan alih-alih kebutuhan.
2. Pendapatan
Pendapatan atau pemasukan atau penghasilan adalah uang atau materi yang kita dapatkan sebagai hasil usaha atau jerih payah kita.
Kalau karyawan ada gaji, untuk freelancer ada fee. Kalau pebisnis? Gaji juga, dari bisnisnya. Kalau investor, dari capital gain ataupun dari deviden.
3. Kekayaan bersih
Istilah keuangan pribadi yang ketiga ini berarti adalah selisih dari pendapatan keseluruhan plus aset, kemudian dikurangi dengan pengeluaran, termasuk posisi utang.
Nilai kekayaan bersih inilah yang akan menentukan apakah kita punya kondisi keuangan yang sehat atau enggak. Kalau hasilnya positif, maka kita punya arus keuangan yang sehat karena berarti pendapatan dan aset kita lebih besar daripada pengeluaran plus utang. Tapi, kalau negatif, berarti kondisi keuangan kita kurang sehat sehingga harus segera dicari cara untuk memperbaikinya.
4. Financial check up
Financial check up merupakan istilah keuangan pribadi yang berarti hal-hal yang kita lakukan dalam rangka cek kondisi kesehatan keuangan kita.
Dalam financial check up, kita akan mengecek status harta serta utang yang kita miliki, yang kemudian hasil data tersebut kita olah menjadi neraca dan arus kas.
Financial check up ini biasanya dilakukan setahun sekali–meski kalaupun lebih sering itu juga bagus. Kita bisa melakukannya sembari membuat review laporan keuangan akhir tahun, atau pada saat kita hendak membuat laporan SPT sebagai wajib pajak.
5. Neraca
Kamu pasti enggak terlalu asing juga dengan istilah keuangan pribadi yang kelima ini, karena sering disebut kalau kita lagi ngomongin soal keuangan di mana pun.
Neraca di sini bukan berarti timbangan, tetapi catatan perbandingan untung rugi, utang piutang, pemasukan dan pengeluaran, dan sebagainya (sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia). Neraca inilah hasil dari financial checkup yang kita lakukan, yang menampakkan posisi kekayaan bersih kita yang kemudian bisa menunjukkan kondisi kesehatan keuangan kita.
6. Bocor halus
Istilah ‘bocor halus’ mungkin banyak kamu dengar kalau kamu lagi ngobrol sama trainer-trainer QM Financial saja ya? Inilah istilah yang kami gunakan untuk menyebut sejumlah uang yang enggak ketahuan rimbanya, ngilang gitu aja dari dompet atau tabungan kita tanpa tercatat atau termonitor.
Tahu-tahu duit berkurang aja.
“Saudara” dari bocor halus adalah bocor ambyar, yaitu istilah untuk menyebut arus kas keluar yang tak terkendali.
7. Aset
Masih menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aset berarti:
- sesuatu yang mempunyai nilai tukar
- modal; kekayaan
Aset (aktif) ada beberapa macam yang bisa dijadikan sebagai andalan finansial, yaitu surat berharga, properti, dan bisnis. Dengan memiliki aset aktif, kamu akan mempunyai pendapatan pasif. Biasanya orang-orang membangun aset aktif ini demi menjamin masa pensiun mereka, masa ketika mereka tidak produktif lagi menghasilkan uang.
Sudahkah kamu mempunyai aset aktif milikmu sendiri sekarang?
8. Likuiditas
Kalau dalam istilah keuangan pribadi, likuiditas berarti adalah kemampuan kita untuk membayar utang yang sekarang sedang kita miliki tepat pada waktunya.
9. Inflasi
Istilah keuangan pribadi kesembilan ini akan sering kita dengar terutama kalau lagi bahas mengenai berbagai tujuan finansial jangka panjang, seperti dana pendidikan anak, dana pensiun, juga dana kepemilikan rumah.
Inflasi adalah kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang.
Lagi-lagi ini menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ya.
Inflasi merupakan hal yang pasti terjadi di setiap negara di dunia–termasuk Indonesia. So, inflasi memang harus selalu diperhitungkan, terutama jika kamu sedang merencanakan masa depanmu.
Sebenarnya masih banyak istilah keuangan pribadi lain yang seharusnya ikut dijelaskan di sini, tapi akan jadi panjang banget. So, mungkin kita akan sambung lagi di artikel yang lain ya.
Semoga bisa sedikit membantumu saat belajar mengelola keuangan pribadimu.
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.