5 “Penyakit” yang Bikin Anak Muda Gagal dalam Perencanaan Keuangan
Jadi anak muda sekarang tuntutannya banyak. Betul? Dari mulai soal karier, jodoh, sampai soal perencanaan keuangan. Ya maklum sih, anak muda kan harapan bangsa. Tsah.
Iya, kok memang berat. Apalagi kalau dari si anak muda itu sendiri punya “penyakit”. Penyakit apa? Penyakit keuangan yang disebabkan oleh banyak hal. Ada yang memang literasinya kurang, atau ya karena memang merasa masih muda—masih berhak untuk senang-senang, menikmati hidup. Nanti ya dipikirkan nanti saja.
Pada akhirnya, kalau yang bersangkutan enggak sadar juga akan penyakitnya, boro-boro bisa membuat perencanaan keuangan, hidup pun hanya paycheck to paycheck. Memang tak semua gaya hidup paycheck to paycheck akibat adanya penyakit ini. Namun, yang punya penyakit berikut pada umumnya akan hidup paycheck to paycheck, terlilit utang, dan gagal dalam perencanaan keuangan untuk masa depannya sendiri.
Penyakit apa sajakah itu?
5 Penyakit yang Bikin Perencanaan Keuangan Gagal
1. Kebiasaan lapar mata
Lihat ini, beli. Lihat itu, eh lucu, beli. Belanja secara impulsif, menuruti kata hati dan keinginan, tanpa berpikir panjang.
Yang punya penyakit ini, jangankan bisa membuat perencanaan keuangan yang komprehensif. Sering sabotase tabungan sendiri malah. Uang yang dikumpulkan untuk apa, jadinya apa. Maunya cuma beli pasta gigi sama sabun, eh, pulang bawa baju, sepatu, sampai tas.
2. YOLO
You only live once. Begitu kepanjangan YOLO ini.
Sebenarnya, jargon ini digunakan untuk memotivasi agar kita tak menyia-nyiakan peluang bagus atau kesempatan emas yang datang pada kita. Sayangnya, akhir-akhir ini justru maknanya jadi bergeser.
Jadi pembenaran, bahwa hidup hanya sekali, maka kita berhak untuk bersenang-senang terus setiap waktu. Tanpa ingat menabung, tanpa sadar juga bahwa banyak risiko hidup yang harus dihadapi ke depannya. Pun, enggak sadar, bahwa masih ada masa depan yang panjang, yang seharusnya jadi kesempatan untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita. Semua karena “hari ini masih bisa hidup, maka ayo, senang-senang.”
3. FOMO
Fear of Missing Out, begitulah. Alias, enggak mau ketinggalan tren. Lihat orang-orang heboh apa, pengin ikutan.
Zamannya ramai pada liburan luar negeri, ikut liburan. Trennya beli tas branded, ikutan beli. Ramai orang-orang antre inden smartphone tercanggih, enggak lupa ikut inden juga. Zamannya orang-orang beli kripto atau NFT, tentu saja enggak mau ketinggalan.
Tujuannya satu: supaya dianggap keren dan mendapatkan pujian. Padahal, ya, enggak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Dampak dari FOMO ini bisa sangat merugikan kita loh. Yang tadinya berharap untung, tapi akhirnya buntung, tidak sadar risiko yang dihadapi, hingga bisa terjerat utang, karena pada dasarnya orang-orang FOMO juga tidak sadar akan kemampuan diri sendiri.
4. Latte Factor
Latte factor adalah pengeluaran kecil yang kita lakukan setiap hari, bahkan bisa sampai beberapa kali sehari, tetapi sayangnya kita enggak sadar bahwa ketika diakumulasikan ternyata menjadi sangat besar.
Contohnya adalah biaya ngopi setiap pagi sambil jalan ke kantor, pesan makanan online terus, biaya admin bank, parkir, dan sebagainya. Pengeluaran-pengeluaran ini sebenarnya bisa dihemat jika kita mau loh, tetapi enggak kita lakukan karena berbagai sebab.
Di QM Financial, kita mengenalnya sebagai ‘bocor halus’. Ibarat ban yang mengalami bocor halus, kita enggak menyadarinya hingga akhirnya ban benar-benar kempis bin gembos, kehilangan tekanan. Apalagi jika ditambah kita malas mencatat pengeluaran, saat itulah kita baru bertanya-tanya, ke mana ya perginya uang? Enggak terasa.
5. Tarsok Tarsok
Tarsok tarsok alias bentar besok bentar besok. Artinya, hobi menunda. Istilah keren zaman now: procrastinating. Menunda mulai belajar keuangan, menunda mulai membuat perencanaan keuangan, menunda berinvestasi, dan sebagainya.
Kadang hal ini kita lakukan karena kita enggak tahu cara memulainya, atau justru merasa takut kalau nantinya gagal. Padahal, kalau kita gagal merencanakan, maka saat itu pula kita berencana untuk gagal loh. Jika kita menunda perencanaan, maka kita tidak akan pernah memulai apa pun.
Agar Tak Gagal dalam Perencanaan Keuangan
Gagal dalam perencanaan keuangan bisa cukup fatal akibatnya. Pasalnya, dalam sebuah perencanaan keuangan, biasanya akan terangkum berbagai cita-cita, tujuan hidup, bahkan janji pada diri sendiri untuk memberikan kualitas yang baik pada hidup kita sendiri.
Mumpung masih berstatus anak muda, akan lebih baik jika kita berpikiran jauh ke depan, karena apa yang akan kita dapatkan di masa depan nanti merupakan hasil dari apa yang kita rencanakan sekarang.
Mulai sekarang
Yuk, jangan menunda lagi. Apa yang bisa kamu lakukan sekarang, sekecil apa pun itu, bisa mengubah masa depanmu nanti. Mulai belajar keuangan, mulai membuat rencana keuangan.
Enggak perlu terlalu jauh, kamu bisa mulai dari langkah-langkah kecil dulu. Misalnya, tahu dulu prinsip dasar dari Blueprint of The Money, lalu tahu ciri keuangan yang sehat. Dengan begitu, kamu bisa memperbaiki dulu kondisinya, baru kemudian belajar lagi langkah-langkah berikutnya.
Kamu bisa belajar di FCOS QM Financial, karena sudah disusun sedemikian rupa secara berjenjang, sehingga kamu akan merasa dituntut step by step sesuai kondisi dan kemampuan.
Yang penting, mulai dulu sekarang.
Pengendalian diri
Kalau melihat sebagian besar “penyakit” di atas, akar masalah terbesarnya sebenarnya cuma satu: pengendalian diri.
Belanja impulsif, pengin senang-senang saja di masa sekarang, nggak mau ketinggalan tren, mengeluarkan uang sedikit demi sedikit setiap hari, semua itu berkaitan dengan kemampuan kita dalam mengendalikan diri sendiri.
Dengan adanya perencanaan keuangan, kamu akan punya kontrol mengenai apa yang perlu diprioritaskan dan yang bisa ditunda. Bisa jadi, kamu memiliki penyakit-penyakit di atas karena kamu tidak punya perencanaan keuangan yang baik. Jadi bener kan, bahwa kamu merencanakan untuk gagal?
Disiplin
Kalau sudah punya rencana keuangan, maka selanjutnya yang kamu perlukan adalah disiplin diri. Ini adalah koentji agar semua rencana bisa diwujudkan dengan sukses.
Nah, gimana? Pengin sembuh kan, dari segala penyakit di atas? GWS ya!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Parkir Indomaret dan Pengeluaran Kecil yang Sering Lupa Dicatat Bikin Bocor Halus
Nama salah satu franchise minimarket itu tiba-tiba menjadi trending topic di media sosial kemarin. Semua gara-gara sebuah unggahan yang memperlihatkan sebuah spanduk di depan salah satu gerainya, yang menyatakan bahwa parkir Indomaret adalah gratis. Kalau ada yang minta uang parkir, pengunjung minimarket diminta untuk melaporkannya ke polisi.
Bagaimana menurutmu? Apakah kamu juga salah satu dari mereka yang gemash dengan kehadiran tukang parkir, utamanya ketika parkir Indomaret?
Parkir Indomaret dan Keuangan Kita
Terlepas dari pro dan kontra Kang Parkir Indomaret, yang menurut sebagian netizen, sering ghoib—pas kita datang enggak kelihatan, pas kita mau pergi tiba-tiba sudah nongol di belakang kita—uang parkir ini merupakan salah satu pengeluaran kecil yang kadang lolos dari catatan keuangan.
Namun, jangan salah. Misalnya kita pergi ke minimarket itu sehari satu kali, maka kita akan mengeluarkan uang Rp2.000 untuk parkir. Kalau setiap hari kita mampir ke sana untuk beli printilan ini dan itu, maka dalam satu bulan, setidaknya kita bisa menghabiskan Rp60.000. Nah, ini baru kalau sekali sehari. Kalau dalam sehari bisa 2 – 3 kali?
Lumayan juga kan?
Sebenarnya ini juga enggak masalah sih, kalau kita juga sadar akan pengeluaran yang kita lakukan ini. Sayangnya, karena cukup kecil, kita jadi lupa mencatat. Kalau yang berkonsep langganan parkir sih masih mending. Pengeluarannya terlihat dan bisa dimasukkan ke catatan rutin. Tapi, yang hanya seribu dua ribu begini, kan suka keselip. Lalu, di akhir bulan—misalnya—kita heran sendiri, mengapa pengeluaran kita masih saja gede ya?
Itu baru parkir Indomaret, belum parkir di coffee shop, kafe, resto, distro, butik, dan sebagainya. Belum lagi pengeluaran-pengeluaran kecil lainnya yang juga sama-sama enggak kerasa.
Pengeluaran kecil seperti apa sih yang enggak kerasa kita keluarkan dan selalu lupa dicatat di catatan keuangan? Ini dia beberapa di antaranya.
Pengeluaran Kecil selain Parkir Indomaret yang Selalu Lupa Dicatat
1. Ongkos kirim
Beli makanan online, bisa jadi kita mencari yang sesuai bujet. Rp30.000, misalnya. Tapi setelah di-checkout, kok jadi Rp39.000 ya? Iya, ada biaya delivery, alias ongkos kirim, masih ditambah biaya platformnya. “Hanya” Rp9.000 bedanya, tapi kalau sehari pesan makanan online 3 kali? Jadi Rp18.000 juga ya? Satu bulan berapa dong?
Belum lagi soal harganya yang memang lebih mahal sekian persen kalau sudah ada di aplikasi, dibandingkan jika kita takeaways sendiri. Pernah membandingkannya, dan ternyata selisihnya cukup lumayan juga. Ada Rp5.000 bahkan Rp10.000.
Ini juga berlaku kalau kita belanja online di marketplace. Beli barang Rp30.000, ongkos kirimnya Rp22.000. Hampir sama ya, dengan harga barangnya. Kadang sudah memilih yang bebas ongkir sih, tapi ternyata setelah dibandingkan, ternyata harga barangnya selisih juga.
2. Air mineral
Air mineral memang hanya Rp2.000 kemasan 330 ml. Pastinya ya enggak cukup kalau cuma sebotol buat sehari. Bayangkan jika kamu mesti beli 2 – 3 botol setiap hari.
Pernah ngebandingin jika kamu membawa air minum sendiri dari rumah, belum? Merebus air sendiri, atau mungkin beli galon yang besar?
3. Biaya transfer dan admin
Biaya transfer antarbank sekarang sih sudah diturunkan oleh pemerintah menjadi Rp2.500. Sebelumnya sebesar Rp6.500. Lumayan juga kalau dalam sehari kita harus transfer sana-sini, termasuk untuk topup ewallet yang ada biaya adminnya juga.
Misalnya, hari ini harus transfer 5 kali—untuk bayar SPP, topup reksa dana, ke RDN, top up ewallet, bayar ini dan itu—dan semuanya beda bank. Lumayan juga kan?
Dan biaya transfer dan admin ini biasanya juga tak tercatat loh!
Nah, sebenarnya untuk pengeluaran-pengeluaran kecil ini kita pernah bahas dalam artikel Latte Factor loh. Yes, ini dia yang disebut dengan Latter Factor; pengeluaran dan kebiasaan-kebiasaan kecil yang bikin bocor halus. Ya, seperti si parkir Indomaret, air mineral, dan biaya transfer di atas.
Bahkan dari survei salah satu bank, ditemukan fakta bahwa 9 dari 10 orang Indonesia menghabiskan dana sebesar Rp900 ribu untuk Latte Factor ini setiap bulannya.
So, yuk, kendalikan lagi keuangan kita. Catat-catat lagi yang kelupaan belum dicatat, supaya enggak bengek sendiri di akhir bulan karena bocor halusnya banyak.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!