Cerdas Belanja Diskon Akhir Tahun, Jangan Melakukan Kesalahan Ini!
Apa yang paling ditunggu di akhir tahun selain liburan? Yes, promo dan diskon akhir tahun!
Banyak gerai, toko, baik offline maupun online heboh menawarkan potongan harga di saat akhir tahun seperti ini. Kita, sebagai pelanggan, pastinya ya akan menyambut dengan bahagia dan gegap gempita. Alasan yang sering dipakai adalah, “Kapan lagi ada diskon begini?”
Padahal ya, sepanjang tahun—setiap bulan, setiap tanggal kembar—kita selalu diberi kesempatan untuk belanja dengan harga murah. Iya kan? Nggak cuma diskon akhir tahun saja kan, kesempatan kita buat belanja dengan potongan harga begini?
Ya, begitulah. Pasalnya memang diskon akhir tahun tuh menggiurkan. Pas banget kalau kita juga baru saja dapat bonus akhir tahun. Wow! Makin menjadi-jadi deh nafsu belanjanya.
Nah, saat itulah banyak kesalahan yang kita lakukan, yang bisa membahayakan cash flow. Kesalahan seperti apa?
Belanja Diskon Akhir Tahun, Jangan Lakukan Kesalahan Ini!
Lapar mata
Kita memang enggak bisa memungkiri kan, kalau kita sering belanja secara impulsif. Enggak diskon saja disikat, apalagi pas momen diskon akhir tahun. Pasti semua yang pengin diembat. Keinginan membeli muncul begitu saja, saat kita melihat barangnya—atau bahkan cuma foto barangnya!
Tak disiplin dengan anggaran yang sudah dibuat
Hayo, siapa nih, yang sering bikin anggaran sendiri, tapi ya akhirnya disabotase sendiri? Anggaran yang dibuat sih sudah rapi, tapi di lapangan, kenyataannya berbeda. Teori enggak sama dengan praktik!
Itu tandanya kamu enggak tahan menghadapi godaan. Bakalan bahaya kalau kamu belanja diskon akhir tahun seperti ini. Bakalan kalap!
Enggak tega permintaan yang disayang
Misalnya, seperti pasangan, atau yang paling sering: anak. Ini kerap terjadi pada orang tua pada anak, atau om tante ke keponakannya. Hal ini terjadi karena rasa sayang yang begitu besar, sehingga orang dewasa sering membeli ini itu. Padahal ya anaknya sendiri kadang malah nggak pengin.
Atau, kalau anaknya pengin, ya kita yang enggak tega untuk menolak. Jika ini yang terjadi, ada baiknya anak juga diajarkan bagaimana membedakan keinginan dan kebutuhan. Perlahan-lahan, pasti ia akan memiliki kebiasaan belanja yang sehat. Ayah dan ibu harus kompak dalam hal ini. Jangan sampai ibu melarang belanja, eh si ayah malah belanja banyak.
Gengsi
Ini bisa jadi beberapa alasan sih. Di antaranya:
- Membeli karena enggak mau kalah dari teman. Sebenarnya sih enggak pengin beli dan enggak butuh juga. Tapi kok kayaknya jadi alienated gitu ya, di sirkel? Apalagi di WAG, wah, kayak dicuekin nih. Akhirnya … bisa ditebak deh.
- Membeli karena tidak enak. Misalnya, kamu sudah tanya-tanya mendetail ke admin atau ke pramuniaga. Eh, kalau enggak jadi beli kan enggak enak ya? Apalagi belanja kosmetik, sudah sampai tahap coba-coba produknya. Padahal niatnya di awal sih enggak mau beli sekarang, kan hanya mau sekadar window shopping? Tapi jadi enggak enak ya, kalau enggak beli?
- Membeli demi solidaritas. Misalnya dress code buat kumpul-kumpul reunian atau dengan keluarga di akhir tahun nanti. Nah, jadi harus keluar uang lagi buat beli seragam atau setidaknya baju yang sesuai dengan dress code. Pasalnya, juga enggak punya yang sesuai sih.
Nah, kamu sering melakukan yang mana nih? Coba kenali dirimu sendiri, dan cobalah untuk menghindari perasaan-perasaan di atas kalau kamu pengin belanja diskon akhir tahun nanti.
Terpengaruh penawaran
Korban iklan, katanya, atau penawaran. Misalnya saja, membeli satu produk akan dapat voucher makan gratis di restoran X untuk satu orang. Karena tergiur, kita pun membeli. Sayangnya, kita malahan harus membayar lebih banyak karena vouchernya hanya untuk satu orang, sementara kita datang sepasukan bareng keluarga.
Yah, jadi pengeluaran ekstra kan? Padahal bisa dicegah lo!
Kadang ya dalam voucher itu ada syarat dan ketentuannya. Misalnya, hanya belanja produk A. Padahal untuk bisa memakai produk A ini, kamu harus punya juga produk B. Nah, jadi harus beli produk B deh. Atau, voucher gratis makan, tapi enggak termasuk minumnya—yang bisa jadi jatuhnya malah lebih mahal.
Selain penawaran, promosi kartu kredit kadang juga bisa menjebak. Misalnya, diskon berlaku untuk nominal tertentu. Terpaksa jadi belanja lagi supaya dapat reward-nya kan? Iya, kelihatannya memang tampak lebih mudah belanja dengan kartu kredit. Namun, ingat. Belanja dengan kartu kredit itu artinya utang. Begitu juga dengan paylater. Sementara, apakah kamu ingat 3 syarat utang sehat? Lalu, apakah belanja diskon akhir tahun bisa memenuhhi 3 syarat sehat tersebut?
Nah, itu dia beberapa kesalahan yang sering kita lakukan kalau kita berbelanja saat sedang musim diskon, termasuk diskon akhir tahun. Ingat-ingat ya, supaya kamu jangan melakukan kesalahan yang sama lagi tahun ini.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 “Penyakit” yang Bikin Anak Muda Gagal dalam Perencanaan Keuangan
Jadi anak muda sekarang tuntutannya banyak. Betul? Dari mulai soal karier, jodoh, sampai soal perencanaan keuangan. Ya maklum sih, anak muda kan harapan bangsa. Tsah.
Iya, kok memang berat. Apalagi kalau dari si anak muda itu sendiri punya “penyakit”. Penyakit apa? Penyakit keuangan yang disebabkan oleh banyak hal. Ada yang memang literasinya kurang, atau ya karena memang merasa masih muda—masih berhak untuk senang-senang, menikmati hidup. Nanti ya dipikirkan nanti saja.
Pada akhirnya, kalau yang bersangkutan enggak sadar juga akan penyakitnya, boro-boro bisa membuat perencanaan keuangan, hidup pun hanya paycheck to paycheck. Memang tak semua gaya hidup paycheck to paycheck akibat adanya penyakit ini. Namun, yang punya penyakit berikut pada umumnya akan hidup paycheck to paycheck, terlilit utang, dan gagal dalam perencanaan keuangan untuk masa depannya sendiri.
Penyakit apa sajakah itu?
5 Penyakit yang Bikin Perencanaan Keuangan Gagal
1. Kebiasaan lapar mata
Lihat ini, beli. Lihat itu, eh lucu, beli. Belanja secara impulsif, menuruti kata hati dan keinginan, tanpa berpikir panjang.
Yang punya penyakit ini, jangankan bisa membuat perencanaan keuangan yang komprehensif. Sering sabotase tabungan sendiri malah. Uang yang dikumpulkan untuk apa, jadinya apa. Maunya cuma beli pasta gigi sama sabun, eh, pulang bawa baju, sepatu, sampai tas.
2. YOLO
You only live once. Begitu kepanjangan YOLO ini.
Sebenarnya, jargon ini digunakan untuk memotivasi agar kita tak menyia-nyiakan peluang bagus atau kesempatan emas yang datang pada kita. Sayangnya, akhir-akhir ini justru maknanya jadi bergeser.
Jadi pembenaran, bahwa hidup hanya sekali, maka kita berhak untuk bersenang-senang terus setiap waktu. Tanpa ingat menabung, tanpa sadar juga bahwa banyak risiko hidup yang harus dihadapi ke depannya. Pun, enggak sadar, bahwa masih ada masa depan yang panjang, yang seharusnya jadi kesempatan untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita. Semua karena “hari ini masih bisa hidup, maka ayo, senang-senang.”
3. FOMO
Fear of Missing Out, begitulah. Alias, enggak mau ketinggalan tren. Lihat orang-orang heboh apa, pengin ikutan.
Zamannya ramai pada liburan luar negeri, ikut liburan. Trennya beli tas branded, ikutan beli. Ramai orang-orang antre inden smartphone tercanggih, enggak lupa ikut inden juga. Zamannya orang-orang beli kripto atau NFT, tentu saja enggak mau ketinggalan.
Tujuannya satu: supaya dianggap keren dan mendapatkan pujian. Padahal, ya, enggak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Dampak dari FOMO ini bisa sangat merugikan kita loh. Yang tadinya berharap untung, tapi akhirnya buntung, tidak sadar risiko yang dihadapi, hingga bisa terjerat utang, karena pada dasarnya orang-orang FOMO juga tidak sadar akan kemampuan diri sendiri.
4. Latte Factor
Latte factor adalah pengeluaran kecil yang kita lakukan setiap hari, bahkan bisa sampai beberapa kali sehari, tetapi sayangnya kita enggak sadar bahwa ketika diakumulasikan ternyata menjadi sangat besar.
Contohnya adalah biaya ngopi setiap pagi sambil jalan ke kantor, pesan makanan online terus, biaya admin bank, parkir, dan sebagainya. Pengeluaran-pengeluaran ini sebenarnya bisa dihemat jika kita mau loh, tetapi enggak kita lakukan karena berbagai sebab.
Di QM Financial, kita mengenalnya sebagai ‘bocor halus’. Ibarat ban yang mengalami bocor halus, kita enggak menyadarinya hingga akhirnya ban benar-benar kempis bin gembos, kehilangan tekanan. Apalagi jika ditambah kita malas mencatat pengeluaran, saat itulah kita baru bertanya-tanya, ke mana ya perginya uang? Enggak terasa.
5. Tarsok Tarsok
Tarsok tarsok alias bentar besok bentar besok. Artinya, hobi menunda. Istilah keren zaman now: procrastinating. Menunda mulai belajar keuangan, menunda mulai membuat perencanaan keuangan, menunda berinvestasi, dan sebagainya.
Kadang hal ini kita lakukan karena kita enggak tahu cara memulainya, atau justru merasa takut kalau nantinya gagal. Padahal, kalau kita gagal merencanakan, maka saat itu pula kita berencana untuk gagal loh. Jika kita menunda perencanaan, maka kita tidak akan pernah memulai apa pun.
Agar Tak Gagal dalam Perencanaan Keuangan
Gagal dalam perencanaan keuangan bisa cukup fatal akibatnya. Pasalnya, dalam sebuah perencanaan keuangan, biasanya akan terangkum berbagai cita-cita, tujuan hidup, bahkan janji pada diri sendiri untuk memberikan kualitas yang baik pada hidup kita sendiri.
Mumpung masih berstatus anak muda, akan lebih baik jika kita berpikiran jauh ke depan, karena apa yang akan kita dapatkan di masa depan nanti merupakan hasil dari apa yang kita rencanakan sekarang.
Mulai sekarang
Yuk, jangan menunda lagi. Apa yang bisa kamu lakukan sekarang, sekecil apa pun itu, bisa mengubah masa depanmu nanti. Mulai belajar keuangan, mulai membuat rencana keuangan.
Enggak perlu terlalu jauh, kamu bisa mulai dari langkah-langkah kecil dulu. Misalnya, tahu dulu prinsip dasar dari Blueprint of The Money, lalu tahu ciri keuangan yang sehat. Dengan begitu, kamu bisa memperbaiki dulu kondisinya, baru kemudian belajar lagi langkah-langkah berikutnya.
Kamu bisa belajar di FCOS QM Financial, karena sudah disusun sedemikian rupa secara berjenjang, sehingga kamu akan merasa dituntut step by step sesuai kondisi dan kemampuan.
Yang penting, mulai dulu sekarang.
Pengendalian diri
Kalau melihat sebagian besar “penyakit” di atas, akar masalah terbesarnya sebenarnya cuma satu: pengendalian diri.
Belanja impulsif, pengin senang-senang saja di masa sekarang, nggak mau ketinggalan tren, mengeluarkan uang sedikit demi sedikit setiap hari, semua itu berkaitan dengan kemampuan kita dalam mengendalikan diri sendiri.
Dengan adanya perencanaan keuangan, kamu akan punya kontrol mengenai apa yang perlu diprioritaskan dan yang bisa ditunda. Bisa jadi, kamu memiliki penyakit-penyakit di atas karena kamu tidak punya perencanaan keuangan yang baik. Jadi bener kan, bahwa kamu merencanakan untuk gagal?
Disiplin
Kalau sudah punya rencana keuangan, maka selanjutnya yang kamu perlukan adalah disiplin diri. Ini adalah koentji agar semua rencana bisa diwujudkan dengan sukses.
Nah, gimana? Pengin sembuh kan, dari segala penyakit di atas? GWS ya!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!