Fenomena Kelas Menengah yang Turun Kelas: Apa yang Bisa Dipelajari?
Menurut laporan BBC Indonesia, pada 2019, Indonesia memiliki 57,33 juta penduduk kelas menengah yang berkontribusi sebesar 43,3% terhadap total konsumsi rumah tangga. Menariknya, jumlah ini menurun menjadi 48,27 juta orang pada 2023, dengan kontribusi konsumsi hanya sebesar 36,8%.
Menurut laporan terbaru, tahun ini, jumlah penduduk kelas menengah kembali turun menjadi 47,85 juta orang, yang setara dengan 17,13% dari total populasi. Padahal, diharapkan proporsi kelas menengah mencapai sekitar 70% dari total populasi pada 2045, demi bisa mendapatkan predikat negara maju.
Penurunan ini terjadi karena dampak pandemi Covid-19, menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Pandemi ini telah memengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat.
Table of Contents
Apa Sih yang Dimaksud Kelas Menengah?
Kelas menengah di Indonesia menempati posisi di antara kelas bawah dan atas. Mereka enggak sekaya sultan, tetapi di atas kertas, cukup untuk hidup layak. Sementara, berbagai laporan dan studi menawarkan parameter yang berbeda-beda untuk mendefinisikan kelas menengah, sehingga jumlahnya berkisar antara 30 juta hingga ratusan juta orang.
Merangkum dari artikel Asumsi.co, pada 2010, Asian Development Bank mendefinisikan kelas menengah di Indonesia sebagai kelompok masyarakat yang mengeluarkan US$2-20 per hari. Nah, jumlahnya ternyata mencapai 46,58% dari total populasi, atau sekitar 102,7 juta jiwa. Meski secara ekonomi dianggap aman, kelas menengah ini bukan sultan. Sebanyak 90% dari mereka menghabiskan kurang dari US$20 per hari.
Sementara itu, Global Wealth Report 2015 menggunakan parameter dari Amerika Serikat, mendefinisikan kelas menengah sebagai mereka yang memiliki kekayaan US$50.000-500.000, menghasilkan persentase hanya 4,4%.
Bank Dunia, dalam laporan “Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class” pada 2020, mengaitkan kelas menengah dengan keamanan ekonomi. Yang masuk ke kelompok ini seharusnya adalah mereka yang terbebas dari risiko kemiskinan dan mampu membeli barang-barang di luar kebutuhan dasar, seperti hiburan, kendaraan pribadi, dan asuransi kesehatan.
Nah, kalau menurut definisi Bank Dunia, kelas menengah di Indonesia diukur dari pengeluaran bulanan sebesar Rp1,2 juta hingga Rp6 juta. Diperkirakan ada 52 juta orang yang masuk dalam kategori ini, atau sekitar 1 dari 5 penduduk Indonesia. Meskipun jumlah ini tumbuh sekitar 10% per tahun, pertumbuhan ini masih lebih lambat dibandingkan beberapa negara Asia lainnya.
Namun, batas bawah Rp1,2 juta itu dianggap rendah. Bahkan, UMP Jawa Tengah yang terendah di Indonesia masih di atas angka tersebut, yaitu Rp1,7 juta.
Survei menunjukkan bahwa hanya 1% dari kelas menengah yang menghabiskan lebih dari US$38 per hari, atau Rp6 juta per bulan. Makanan masih menjadi kebutuhan utama dengan porsi besar dalam pengeluaran mereka, mencapai 44% pada kelompok MC1 dan kurang dari 30% pada MC2.
Selain itu, meski menjadi bagian dari kelas menengah, banyak dari mereka yang belum mendapatkan akses sanitasi layak, air bersih, dan kualitas hunian yang baik. Menurut Bank Dunia, hanya 11% dari kelas menengah yang kebutuhan non-moneternya terpenuhi.
Pertanyaannya, jika kelas menengah saja hidup pas-pasan, bagaimana dengan kondisi kelas di bawahnya?
Baca juga: Kiat Mengatur Keuangan untuk Menghadapi Krisis
Pelajaran Keuangan yang Bisa Diambil dari Fenomena Menurunnya Kelas Menengah
Fenomena menurunnya kelas menengah memberikan banyak pelajaran penting tentang manajemen keuangan. Dari situasi ini, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk memperkuat stabilitas finansial dan menghadapi tantangan ekonomi. Berikut adalah pelajaran keuangan yang bisa dipetik dari fenomena ini.
Pentingnya Dana Darurat
Situasi tak terduga seperti pandemi dapat mengguncang stabilitas keuangan secara drastis. Dana darurat berperan penting dalam menghadapi krisis ini agar kita enggak harus mengorbankan kebutuhan dasar.
Dengan dana cadangan yang memadai, kita dapat menangani pengeluaran mendadak seperti biaya medis atau kehilangan pekerjaan, dengan tetap memastikan kebutuhan utama tetap terpenuhi. Dana darurat memberi kita perlindungan finansial dan ketenangan pikiran di masa-masa sulit.
Diversifikasi Pendapatan
Mengandalkan satu sumber pendapatan bisa menjadi risiko besar dalam menjaga kestabilan finansial. Dengan memiliki lebih dari satu sumber penghasilan, kita bisa mengurangi dampak negatif jika terjadi kehilangan atau penurunan pendapatan utama.
Diversifikasi ini bisa dilakukan dengan memiliki pekerjaan sampingan, investasi, atau membuka usaha kecil. Dengan cara ini, kita lebih siap menghadapi berbagai situasi ekonomi dan mempertahankan kestabilan finansial. Diversifikasi penghasilan memberikan keamanan tambahan dan fleksibilitas dalam mengelola keuangan.
Perencanaan Keuangan Jangka Panjang
Merencanakan keuangan jangka panjang sangat penting untuk mencapai keamanan finansial. Mulailah dengan punya tabungan—meskipun bukan nominal yang ideal, seenggaknya harus punya dulu. Syukur-syukur bisa punya investasi investasi yang strategis juga, yang dapat memberikan perlindungan dan stabilitas finansial di masa depan.
Dengan perencanaan yang tepat, kita bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi tak terduga seperti krisis ekonomi atau pengeluaran darurat. Jadi, enggak perlu turun kelas kalau ada krisis.
Perencanaan jangka panjang juga membantu memastikan bahwa tujuan keuangan, seperti pendidikan anak atau dana pensiun, dapat tercapai dengan lebih efektif. Keamanan finansial yang didapatkan dari perencanaan ini memberikan ketenangan pikiran dan kesiapan untuk menghadapi berbagai kondisi ekonomi.
Hidup Hemat dan Bijak
Mengelola pengeluaran dengan bijak adalah kunci untuk menjaga kesehatan finansial. Penting untuk mengetahui prioritas, seperti kebutuhan pokok dan tabungan, serta menghindari pengeluaran yang tidak perlu. Dengan cara ini, keuangan bisa tetap stabil dan terhindar dari utang.
Hidup hemat bukan berarti menekan semua keinginan, tetapi lebih kepada membuat keputusan keuangan yang cerdas dan terencana. Dengan begitu, kita bisa menabung lebih banyak, berinvestasi, dan menikmati kehidupan tanpa tekanan finansial yang berlebihan.
Hemat dan bijak dalam pengeluaran membantu mencapai tujuan finansial jangka panjang dan memberikan ketenangan pikiran.
Edukasi Keuangan
Memahami konsep dasar keuangan adalah langkah penting untuk membuat keputusan keuangan yang tepat. Pengetahuan tentang pengelolaan utang, investasi, dan perencanaan pensiun dapat membantu mengatur keuangan dengan lebih baik.
Dengan edukasi keuangan yang memadai, kita dapat menghindari jebakan utang, memilih investasi yang menguntungkan, dan merencanakan pensiun dengan bijak. Pemahaman ini enggak hanya meningkatkan kemampuan finansial tetapi juga memberikan rasa percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi ekonomi.
Edukasi keuangan membantu mencapai keamanan finansial yang lebih stabil dan masa depan yang lebih cerah.
Baca juga: Jokowi: Rakyat Harus Lebih Banyak Belanja – Begini Cara Belanja Hemat tanpa Kalang Kabut
Fenomena penurunan kelas menengah memberikan banyak pelajaran berharga. Memastikan adanya dana darurat, diversifikasi pendapatan, perencanaan keuangan jangka panjang, hidup hemat dan bijak, serta edukasi keuangan adalah langkah penting yang harus diterapkan. Dengan memahami dan menerapkan pelajaran ini, stabilitas finansial dapat lebih terjaga di masa depan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Jangan Takut Resesi 2023, Ini Bukti Kita Selalu Survive!
Resesi 2023 diramalkan datang! TBL! TBL! TBL!
Tenang, tenang. Memang ya, yang namanya berita buruk itu gampang banget buat viral. Langsung deh diributkan di mana-mana. Termasuk soal resesi 2023 yang bakal mengglobal dan sudah mulai terlihat tanda-tandanya menyerang sejumlah negara maju.
Resesi ekonomi adalah terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi selama 2 kuartal berturut-turut dalam sebuah negara. Hal ini lantas berdampak pada aktivitas ekonomi keseluruhan, meliputi aktivitas industri dan perdagangan dalam negara tersebut. Resesi bisa dikatakan tak akan bisa dihindari karena merupakan bagian dalam sebuah siklus, dan hal ini sangat lumrah terjadi di negara mana pun.
Sejarah mengatakan, kita sudah berkali-kali mengalami resesi, tak hanya resesi 2023 yang “baru” diramalkan datang. Tapi, herannya, kenapa semua orang tampak panik betul menghadapi pemberitaan ini? Bahkan, kalau kamu membaca artikel ini, itu artinya kamu sudah pernah survive di salah satu resesi lo!
Sebagai bukti kita selalu survive, coba kita lihat beberapa sejarah mundurnya perekonomian yang pernah terjadi di dunia sebelum resesi 2023 diprediksikan datang.
Resesi Ekonomi yang Pernah Terjadi dan Terbesar
Krisis 1772
Tahun 1772, dunia pernah dilanda Krisis Kredit, atau The Credit Crisis, yang bermula di London. Saat itu, Kerajaan Inggris mengumpulkan aset dengan mengambil kepemilikan wilayah kolonialnya, yang kemudian disambut dengan antusiasme yang berlebihan dari bank-bank di Inggris. Hal ini lantas memicu mereka melakukan ekspansi kredit besar-besaran.
Kepanikan terjadi ketika ada pihak yang mendadak kabur ke luar negeri untuk menghindari pembayaran utang yang jumlahnya sangat besar. Para kreditur mulai menarik uang tunai secara masif dari bank. Hal ini juga menyebar ke Skotlandia, Belanda, dan seluruh koloni Inggris Amerika. Krisis ini menjadi pemicu terjadinya Revolusi Amerika.
Depresi Besar 1930-an
The Great Depression, yang terjadi antara 1929 hingga 1939, dikatakan sebagai bencana ekonomi terburuk abad 20, yang diawali dengan kehancuran Wall Street. Di puncak krisis tahun 1933, Amerika Serikat memecahkan rekor untuk tingkat pengangguran yang melonjak hampir 25%.
Krisis Minyak 1973
Dipicu oleh gerakan protes terhadap Amerika Serikat yang dianggap berpihak secara politik terhadap Israel, negara-negara anggota OPEC dari wilayah Arab menghentikan ekspor minyak ke AS dan negara sekutunya. Hal ini lantas memicu terjadinya lonjakan harga sumber energi, inflasi tinggi, dan stagnasi ekonomi.
Sepertinya, kasus ini mirip ya, dengan kasus yang sekarang terjadi ketika banyak negara di Benua Eropa dan Amerika tak bisa mendapatkan pasokan minyak dan gas dari Rusia.
Krisis Asia 1997
Diawali dari Thailand, dan menyebar dengan cepat ke negara lain di Asia, yang disebabkan oleh berlebihannya aliran modal spekulatif dari negara maju ke Asia Timur. Utang membengkak, dan pemerintah Thailand mengubah nilai tukar mata uangnya terhadap US Dollar.
Investor asing pun bereaksi cukup keras, sehingga menarik sebagian besar dana investasinya. IMF harus bekerja tanpa henti bertahun-tahun untuk memulihkan kondisi ini.
Mungkin sebagian dari kamu sempat mengalami dan menjadi saksi terjadinya resesi ini.
Krisis 2007-2008
Dipicu oleh pecahnya housing bubble di Amerika Serikat sehingga membuat bangkrut Lehman Brothers—salah satu bank investasi terbesar di dunia—yang kemudian berimbas runtuhnya juga lembaga keuangan dan bisnis terutama yang berkaitan langsung dengan properti.
Meski demikian, secara mengejutkan, ekonomi Indonesia justru bertumbuh 6% saat resesi ekonomi 2008 ini terjadi.
Tetap Tenang jika Resesi 2023 Benar Terjadi
Semua orang pastinya pengin hidup itu baik-baik saja. Tetapi faktanya, ekonomi tetap akan naik turun sesuai siklusnya.
Baru saja kemarin kita semua bisa survive dari resesi ekonomi akibat pandemi COVID-19 yang menyebabkan kita mengalami kelumpuhan selama 1 tahun penuh, dan 2 tahun berikutnya juga belum pulih benar. Tapi, setidaknya, kita bisa melewatinya hingga saat ini kan?
Ke depannya, memang masih banyak tantangan ekonomi yang akan datang secara beruntun. Perang Rusia dan Ukraina yang disinyalir menjadi salah satu pemicu krisis yang terjadi sekarang, ditambah lagi dengan ancaman perubahan iklim, menjadi beberapa hal yang diprediksi menyebabkan peluang terjadinya resesi 2023.
Namun ingat, bahwa ekonomi dan kondisi keuangan dunia memang menjadi penggerak utama, tetapi hal itu bisa terjadi jika semua orang ikut ambil bagian menjadi pendorongnya. Jika resesi diramalkan terjadi, maka bisa jadi memang benar-benar akan terjadi kalau kita “mengizinkannya”. Jika kita semua bekerja sama untuk mengarahkan ekonomi ke arah yang lebih baik, bisa jadi resesi 2023 hanya tinggal wacana.
Jadi, ayo, bareng-bareng kita berusaha supaya resesi 2023 tak perlu terjadi. Setidaknya, kita minimalkan efeknya pada keuangan kita masing-masing. Beberapa hal berikut sudah sering disarankan untuk dilakukan, ada baiknya kita ingat kembali:
- Jaga cash flow agar tetap lancar dan positif, bisa dengan penghematan dan menambah penghasilan sampingan.
- Kurangi utang baru, fokus pada utang yang sedang berjalan. Lebih baik tunda dulu utang konsumtif.
- Amankan dana darurat dan asuransi sebagai jaring pengaman keuangan
- Tetap belanja, karena belanja rumah tangga adalah tulang punggung perekonomian negara. Kalau berhenti belanja, justru kita akan benar-benar masuk ke jurang resesi 2023. Belilah kebutuhan di warung-warung tetangga atau pasar tradisional. Mari saling menghidupkan.
- Tetap berinvestasi sesuai rencana dan kemampuan. Analisis dengan bijak instrumen yang dipergunakan, dan review secara berkala.
2023 gelap? Bisa jadi, tapi mari kita anggap lagi mati listrik. Nyalakan lilin dulu, taruh gadget masing-masing, dan yuk, saling berinteraksi dan membantu. Kita tunggu sampai listrik menyala lagi, dan dunia pun jadi terang kembali.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Resesi Ekonomi Global Mengancam di 2023: Apa yang Harus Kita Lakukan?
Upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi yang dilakukan sejak tahun 2021 ternyata harus menemui perkembangan yang cukup suram sampai dengan hari ini. Resesi ekonomi global akhirnya diprediksi datang di tahun 2023.
Bak efek domino, satu hal memicu hal lain dan kemudian memberikan dampak pada masalah yang lain lagi, dunia akhirnya berada di ambang krisis. Apalagi saat artikel ini ditulis, The Fed telah kembali menaikkan suku bunga acuannya hingga 0.75%, menjadi 3.00% – 3.25%. Angka ini adalah yang tertinggi sejak 2008.
Efek Domino Resesi Ekonomi Global: Perang, Krisis Pangan, Krisis Energi, dan Inflasi
Inflasi yang naik tak terkendali disebut menjadi penyebab mengapa bank sentral AS menaikkan suku bunga ini.
Sementara, sejumlah bank sentral negara lain di dunia juga sudah menaikkan bunga acuannya. Di antaranya:
- Bank sentral Kanada menaikkan suku bunga acuan dari 0.5% menjadi 1%, akibat inflasi negara tersebut melonjak ke 5.7%, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak, gas, dan bahan makanan efek perang Ukraina dan Rusia.
- Bank sentral Sri Lanka juga menaikkan suku bunga acuan menjadi 14.5%, demi menjaga rupee yang amblas 35% satu bulan terakhir. Efeknya pasokan bahan makanan menipis di negara tersebut, sementara warganya juga harus melalui hari-hari tanpa listrik hingga berhari-hari.
- Bank sentral Korea Selatan meningkatkan suku bunga acuannya dari 1.25% menjadi 1.5%, untuk mengatasi laju inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga komoditas yang masih merupakan buntut dampak perang Rusia dan Ukraina.
Bank Dunia akhirnya juga menurunkan prediksinya atas pertumbuhan ekonomi dunia, dari 6.1% menjadi “hanya” 3.2%, akibat adanya penurunan daya beli rumah tangga dan kebijakan moneter AS yang lebih ketat. Ditambah lagi masalah ekonomi yang juga melanda Tiongkok akibat pembatasan pandemi yang berkepanjangan dan krisis properti yang seakan tak berujung. Eropa pun masih dan diprediksi akan terus terkena imbas langsung dari perang Ukraina dan Rusia.
Karena itu, Bank Dunia memperkirakan perlambatan pertumbuhan ekonomi hanya akan maksimal 2.9% saja di tahun 2023 nanti.
Efek Resesi Ekonomi 2023 yang Bisa Terjadi pada Indonesia
Kalau secara global, kita akan diprediksi masuk ke resesi ekonomi, lantas efek apa yang akan kita alami atau rasakan di Indonesia?
Perlu kamu tahu, bahwa kalau dunia mengalami resesi ekonomi itu belum pasti juga sampai ke Indonesia. Mungkin ada efek, tetapi bisa saja tidak terlalu dalam. Saat diserang pandemi tahun 2020, kita juga mengalami resesi ekonomi, tetapi malah termasuk salah satu negara yang bisa bangkit lebih dulu.
So, prediksi resesi ekonomi ini baik banget jika pengin kamu ikuti beritanya, tetapi hal seperti ini ada di luar kendali kita. Akan lebih baik, jika kita fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan sebagai individu untuk menghadapi prediksi ini, yaitu beradaptasi dengan kondisi.
Berikut beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk siap menghadapi kemungkinan buruk, apa pun itu.
Bersiap Menghadapi Kemungkinan Buruk
1. Atur cash flow
Cash flow adalah kunci segala situasi. Apa pun kondisinya, jika kita bisa menjaga agar cash flow tetap positif, maka sebenarnya, katakanlah, 80% masalah sudah teratasi.
So, mau ada resesi ekonomi atau tidak, cash flow harus tetap positif. Dan, kamu pasti sudah hafal betul step by step menjaga cash flow tetap positif:
- Lakukan financial checkup, cari di mana celah yang bisa diperbaiki
- Jaga pengeluaran agar tetap hemat, tetapi tidak pelit.
- Tetap belanja tapi lakukan dengan bijak, karena belanja rumah tangga dan pribadi merupakan tulang punggung perekonomian kita.
- Tambah penghasilan, mulai dari fokus supaya naik gaji, atau lakukan side hustle ataupun berbisnis sampingan.
Jadi, ingat ya, prinsipnya. Apa pun kondisinya, jaga cash flow tetap positif, apa pun caranya. Kalau negatif, hentikan dulu investasi, belanja yang tak perlu, restrukturisasi cicilan, dan lakukan berbagai upaya untuk mengembalikan dulu cash flow ke positif. Baru kemudian kamu bisa menentukan anggaran lagi.
2. Tetap menabung dan berinvestasi
Yes, tetap menabung dan berinvestasi, dengan catatan cash flow sudah positif.
Fokus tujuan menabung dan investasi sudah bukan lagi yang serbacuan atau yang bisa instan bikin kaya, tetapi yang bisa melayani kebutuhan kamu dan sesuai dengan kondisi terkini. Ingat, bahwa kemampuan finansialmu mungkin juga akan menurun jika terjadi krisis. So, ada baiknya disesuaikan.
Belanja jangan halu, investasi jangan asal.
3. Pastikan punya dana darurat
Dana darurat lagi-lagi akan jadi pos yang sangat penting ke depannya. So, ayo dicek, bagaimana kondisinya saat ini. Mungkin mumpung masih ada waktu, ada baiknya kamu bersiap. Bisa saja kamu turunkan prioritas keinginan lain, agar dana yang kamu punya bisa dialihkan ke dana darurat dulu sekarang.
So, nanti kalau benar-benar resesi ekonomi datang sesuai prediksi, dana daruratmu sudah lumayan memadai.
4. Tunda pembelian besar yang belum mendesak
Misalnya kalau kamu pengin ganti kendaraan, atau berencana untuk merenovasi rumah yang bersifat dekorasi, ataupun berbagai keinginan lain yang butuh dana yang besar, tundalah dulu jika memang tidak terlalu mendesak.
Pasalnya, dalam kondisi yang serba tidak pasti ini, kita harus menyesuaikan prioritas lagi. Lebih baik fokus dulu pada berbagai kebutuhan esensial. Mengapa? Ya, seperti yang sudah dijabarkan di poin pertama di atas: untuk menjaga cash flow tetap positif dan stabil.
5. Berhati-hati mengambil cicilan
Utang akan menjadi beban yang cukup berat kalau kita harus menghadapi krisis keuangan. So, akan lebih baik jika kamu mulai berhati-hati jika ingin mengambil cicilan di saat sekarang. Mulai dari kartu kredit, paylater, dan berbagai kemudahan pinjaman itu harus mulai diwaspadai.
Ingat prinsipnya kan: jaga cash flow positif, dan lebih baik fokus ke kebutuhan esensial lebih dulu.
Nah, itu dia beberapa hal yang bisa kita lakukan agar tetap survive melewati krisis atau resesi ekonomi yang diprediksikan datang. Yok bisa yok!
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!