7 Mitos investasi yang Masih Banyak Orang Percaya
Masih banyak orang percaya pada mitos investasi yang salah kaprah. Enggak heran makanya, masih banyak juga orang yang maju mundur cantik untuk berinvestasi. Atau, ada sih yang bernyali untuk mulai investasi, tapi pola pikirnya enggak tepat. Alhasil, hasilnya pun tidak seperti yang diharapkan.
Yes, kesalahpahaman inilah yang menyesatkan. Yang belum mulai jadi takut, yang berani mulai salah langkah dan akibatnya malah buntung, padahal maunya untung.
Memang ya, menyelami dunia investasi tanpa dipandu oleh informasi yang akurat bisa menyebabkan keputusan yang kurang bijak. Oleh karena itu, sangat penting untuk memisahkan fakta dari fiksi dan mengatasi mitos investasi yang paling umum.
Melakukan hal ini enggak hanya membuka jalan bagi pengambilan keputusan yang lebih tepat tapi juga membantu dalam merencanakan strategi investasi yang sukses.
Table of Contents
7 Mitos Investasi yang Masih Banyak Dipercaya
Banyak dari mitos investasi berkembang dari kesalahpahaman atau informasi yang kedaluwarsa, yang pada akhirnya dapat menghambat peluang untuk mengembangkan aset.
Apa saja misalnya? Barangkali ada hal-hal di bawah ini yang kamu juga masih percaya.
1. Investasi Hanya untuk Orang Kaya
Salah satu mitos investasi yang paling umum dan menyesatkan adalah ide bahwa hanya orang kaya saja yang dapat berinvestasi.
Nah, padahal kebenarannya jauh loh. Faktanya, investasi itu terrbuka untuk semua orang, terlepas dari besarnya penghasilan atau kekayaan masing-masing. Dengan strategi yang tepat dan pemahaman tentang opsi yang tersedia, siapa pun dapat memulai perjalanan investasi, bahkan dengan modal yang relatif kecil.
Reksa dana, misalnya, adalah pilihan yang baik untuk investor pemula dengan modal kecil. Reksa dana pasar uang adalah salah satu contoh investasi dalam instrumen pasar uang yang risiko rendah berlikuiditas tinggi, seperti deposito berjangka dan surat berharga pemerintah. Bahkan bisa mulai dari Rp10.000 loh.
2. Investasi Selalu Berisiko Tinggi
Masih banyak orang yang takut berinvestasi karena risikonya yang tinggi. Ya, mitos investasi ini sebenarnya enggak sepenuhnya salah sih. Karena, faktanya, investasi itu memang selalu berisiko. Namun, tidak semuanya berisiko tinggi.
Ada juga beberapa instrumen investasi yang risikonya cukup rendah. Ya tentu saja, tingkat pengembaliannya juga sepadan juga.
Pemahaman yang akurat tentang risiko dan return, serta strategi efektif untuk mengelola risiko, dapat membantu investor meminimalkan potensi kerugian sambil memaksimalkan potensi keuntungan.
Nah, untuk mengelola risiko investasi, diversifikasi instrumen bisa menjadi adalah salah satu cara paling efektif. Dengan menyebarkan investasi di berbagai aset, kamu dapat mengurangi dampak negatif jika salah satu investasi mengalami kerugian.
3. Investasi Itu Hasilnya Lama
Mitos investasi yang menyebutkan bahwa selalu butuh waktu yang sangat lama untuk melihat hasil dari investasi juga membuat banyak orang enggan untuk memulai berinvestasi. Padahal, faktanya, kupon obligasi pemerintah itu sudah bisa didapatkan dalam satu bulan setelah installment loh. Reksa dana juga contoh instrumen yang bisa memberikan keuntungan dalam waktu relatif singkat.
So, yang perlu dipelajari adalah karakter instrumen investasi, mana yang cocok untuk jangka panjang dan mana yang cocok untuk jangka pendek. Selanjutnya, menyesuaikannya dengan tujuan keuangan.
4. Investasi Saham = Judi
Mitos investasi bahwa berinvestasi di pasar saham sama dengan judi adalah salah satu persepsi yang paling keliru tentang dunia investasi. Persepsi ini dapat menghambat banyak orang dari mengambil keuntungan dari peluang untuk membangun aset, terutama melalui pasar saham.
Padahal ada perbedaan yang sangat besar di antara keduanya.
Judi dilakukan dengan harapan mendapatkan keuntungan cepat dari suatu kejadian yang hasilnya sangat tidak pasti. Hasil yang diperoleh tergantung pada keberuntungan. Judi memiliki risiko yang sanagt tinggi dan tanpa kemungkinan pengelolaan risiko.
Sementara itu, berinvestasi di pasar saham bertujuan untuk membangun aset secara bertahap melalui pertumbuhan nilai perusahaan dan reinvestasi dividen. Keputusan untuk berinvestasi dibuat berdasarkan analisis yang dalam tentang kinerja perusahaan, kondisi industri, dan ekonomi secara keseluruhan. Meskipun sama-sama berisiko, investasi saham menawarkan kesempatan untuk mengelola risiko tersebut melalui diversifikasi portofolio, analisis fundamental dan teknis, serta strategi jangka panjang.
5. Investasi Emas Selalu Aman
Memilih emas sebagai instrumen investasi itu sama sekali enggak salah. Bagus malahan. Namun, jika menganggap emas itu enggak pernah rugi, paling aman, selalu untung, nah … itu yang mesti diluruskan.
Faktanya, seperti semua bentuk investasi, emas juga memiliki risiko dan ketidakpastian. Harga emas sering kali juga berfluktuasi, yang merupakan reaksi terhadap perubahan kondisi ekonomi global, seperti inflasi, nilai tukar mata uang, dan suku bunga. Misalnya, emas cenderung naik saat inflasi meningkat karena dianggap sebagai lindung nilai terhadap penurunan daya beli.
Dalam masa ketidakpastian politik atau ekonomi, orang akan ke aset yang dianggap aman seperti emas, yang kemudian akan meningkatkan harganya. Namun, ketika kondisi stabil, minat terhadap emas bisa berkurang, menyebabkan penurunan harga.
Belum lagi, emas itu punya selisih harga jual terhadap harga beli ketika kita hendak menjualnya kembali dalam waktu dekat.
6. Mengikuti Saran Investasi dari Para Ahli Pasti Akan Menguntungkan
Memang sebagai pemula, ada baiknya kita belajar dari orang yang lebih berpengalaman atau yang lebih ahli. Namun, kamu perlu ingat, bahwa kondisi dan kemampuan setiap orang itu berbeda.
Tidak pernah ada jaminan bahwa saran orang lain itu—meskipun mereka dinilai lebih ahli atau lebih berpengalaman—akan selalu menguntungkan. Adalah sangat penting bagi setiap investor untuk melakukan riset sendiri terhadap instrumen investasi potensialnya, bahkan ketika mempertimbangkan saran dari para ahli.
Setiap investor memiliki situasi keuangan, toleransi risiko, dan tujuan investasi yang unik. Saran yang mungkin cocok untuk satu investor bisa tidak sesuai untuk yang lain. Melakukan penelitian sendiri membantu menyesuaikan saran dengan kebutuhan dan tujuan keuangan pribadi kamu.
7. Jangan Berinvestasi saat Sedang Turun
Ada yang percaya mitos investasi, bahwa ketika pasar sedang turun, itu adalah waktu terburuk untuk berinvestasi. Padahal, kondisi pasar yang menurun justru berpeluang berinvestasi dengan potensi keuntungan jangka panjang.
Konsep “membeli di saat murah” adalah strategi ketika investor mencari untuk memanfaatkan penurunan harga untuk membeli aset berkualitas dengan harga diskon.
Salah satu contoh paling terkenal dari seorang investor yang berhasil mengambil keuntungan dari kondisi pasar yang tidak stabil adalah Warren Buffett, CEO dari Berkshire Hathaway. Selama krisis keuangan global 2008, ketika kepanikan melanda pasar dan banyak investor menarik dana, Buffett melihat peluang. Dia berinvestasi miliaran dolar ke perusahaan seperti Goldman Sachs dan General Electric.
Strategi ini terbukti menghasilkan return yang signifikan untuk Berkshire Hathaway saat pasar pulih. Ya enggak heran sih, Buffett dikenal dengan filosofinya bahwa takut ketika orang lain serakah, dan serakah ketika orang lain takut.
Sampai di sini, kita tahu ya, bahwa mitos investasi sering membentuk hambatan psikologis yang enggak perlu. Memecahkannya bukan hanya membuka jalan menuju keputusan yang lebih informasi, tetapi juga ke arah pertumbuhan finansial yang berkelanjutan.
Mitos investasi mana yang masih mengganggumu sampai sekarang?
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Saham Adalah Judi? Cek Kebenarannya Yuk!
Meskipun data jumlah investor pasar modal bertambah hingga lebih dari 50% menurut data Bursa Efek Indonesia, tetapi ternyata masih banyak yang menganggap bahwa saham adalah judi.
Benarkah saham adalah judi? Apakah kamu juga salah satu yang beranggapan begitu? Bisa jadi, hal ini juga yang membuatmu masih saja ragu untuk melakukan investasi terutama pada saham.
Yuk, coba simak penjelasan berikut, apakah benar saham adalah judi. Semoga dengan begini, pemahamanmu tentang saham akan lebih baik.
Awal Munculnya Persepsi Saham Adalah Judi
Pastinya, semua juga ada sebabnya. Begitu juga dengan anggapan ini, dan sepertinya sih hanya sejauh kesalahpahaman saja.
Beberapa hal yang ada pada saham, yang bisa disalahpersepsikan dengan judi adalah:
1. Tidak adanya pertukaran barang fisik
Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, jual beli saham pun dilakukan dengan teknologi. Penyelesaiannya juga dilakukan melalui sistem pemindahbukuan, yang prinsipnya sama persis dengan transfer dana antarbank yang sering kamu lakukan.
Lalu, dengan adanya perpindahan dana ini, maka saham pun dipertukarkan. Kepemilikannya dibuktikan dengan pencatatan di perusahaan sekuritas.
Zaman dulu, ketika kita membeli saham, kita masih akan mendapatkan sertifikat efek fisik. Ada cetakannya, mirip ijazah sekolah. Sekarang, ada di rekening efek pada KSEI. Tidak ada lagi bentuk fisik. Karena itu, hal ini sering disalahkaprahkan, bahwa saham adalah judi, karena kita tak pernah “memegang” barang yang kita beli. Tidak ada wujudnya.
2. Banyaknya orang bertransaksi saham seperti judi
Hal ini juga banyak terjadi sekarang. Masih ingat kan, kasus orang-orang demam saham di awal pandemi, yang membuat mereka memborong saham-saham tertentu yang tengah diisukan hangat, dengan menggunakan dana hasil gadai BPKB, dana titipan arisan orang lain, bahkan dana hasil pinjol.
Tanpa melakukan analisis, mereka pun membeli saham yang “katanya” bakalan memberi keuntungan banyak dalam waktu singkat.
Lalu, hasilnya? Bisa kita lihat sendiri kan?
Hal inilah yang semakin meyakinkan anggapan bahwa saham adalah judi. Padahal ya, enggak gitu mainnya.
Judi biasanya dilakukan dengan spekulasi, tanpa analisis, hanya feeling, dan keberuntungan. Investasi dilakukan harus dengan dasar pengetahuan dan pemahaman yang cukup. Dalam investasi, ada rencana dan strategi, juga sistem, yang memengaruhi.
Judi dilakukan demi mencari untung besar dalam waktu singkat. Dalam investasi saham, tidak pernah ada rumus “untung besar, waktu singkat”. Yang ada adalah hight risk, high return. Agresivitas instrumen dilawan dengan horizon waktu yang panjang.
Judi itu mengharap keuntungan secara instan, sedangkan investasi saham butuh waktu untuk bisa menghasilkan keuntungan.
Agar Kamu Tak Berinvestasi Saham Seperti Berjudi
So, bisa dibilang, bahwa memang bisa saja saham adalah judi, jika kamu melakukannya seperti sedang berjudi. Misalnya berspekulasi, mengharap hasil instan, hanya ikut-ikutan orang tanpa melakukan riset dan analisis sendiri.
Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 juga menyebutkan, bahwa investasi saham dapat dianggap sesuai perintah agama, jika membeli saham syariah dan tidak melakukan transaksi yang dilarang sesuai ajaran agama, yaitu transaksi spekulatif.
Jadi, bagaimana supaya kamu bisa berinvestasi saham dengan benar, dan bukan berjudi?
1. Beli saham syariah
Di Bursa Efek Indonesia, ada loh saham-saham syariah yang bisa kamu pilih. Ada 2 jenis saham syariah:
- Saham yang dinyatakan memenuhi kriteria syariah berdasar atas peraturan OJK Nomor 35/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
- Saham yang didaftarkan sebagai saham syariah oleh emiten yang bersangkutan, dengan berpedoman pada peraturan OJK no. 17/POJK.04/2015.
Ada 4 indeks saham syariah yang bisa kamu lihat-lihat, yaitu Indeks Syariah Saham Indonesia, Jakarta Islamic Index, Jakarta Islamic Index 70, dan IDX-MES BUMN 17. Kamu bisa mencari informasi lebih banyak tentang indeks-indeks saham ini di website Bursa Efek Indonesia langsung.
2. Lakukan riset dan analisis
Lakukan riset dan analisis setiap kali kamu hendak membeli dan menjual saham. Karena memang begitulah cara kerja investasi saham, dan yang tak membuat saham adalah judi.
Ada 2 teknik analisis yang bisa kamu lakukan, yaitu:
- Analisis fundamental, yang berfokus pada penggalian informasi seputar perusahaan penerbit saham, mulai dari laporan keuangannya, perkembangan bisnisnya, hingga kecenderungan pasar terhadap sektornya.
- Analisis teknikal, yang berfokus pada data historis harga saham yang ada di bursa.
Keduanya memiliki fungsinya sendiri-sendiri, yang bisa kamu terapkan sesuai kebutuhan dan tujuan investasimu.
3. Pakai dana yang halal dan sudah dialokasikan untuk investasi
Pakai dana yang halal untuk berinvestasi saham, bukan uang ‘panas’ apalagi yang sebenarnya akan kamu pakai untuk memenuhi kebutuhan dan kewajiban.
Alokasi dana investasi dalam rencana keuangan biasanya ideal pada 10% dari penghasilan rutin. Tentu angka ini bukan angka mutlak. Artinya, kamu bisa mengaturnya sesuai kondisi dan kemampuanmu.
4. Kelola risiko dengan baik
Kelola risiko dengan melakukan diversifikasi instrumen investasi seperlunya, sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan profil risiko yang kamu miliki.
Dengan demikian, jika terjadi apa-apa yang tidak diinginkan, tidak semua instrumen akan kena dampak. Ada instrumen lain yang bisa tetap menjadi pelindung aset.
Nah, gimana? Apakah kamu masih menganggap bahwa saham adalah judi setelah membaca artikel ini sampai di sini? Semoga tidak ya.
Cari tahu lebih banyak tentang saham dan juga berbagai instrumen investasi lainnya ya.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!