Cara Menentukan Tarif Freelance yang Bukan Harga Teman
“Eh, aku butuh desain nih. Bisa bikinin logo usahaku gak? Berapa tarif freelance kamu? Harga teman dong!”
Sounds familiar, ya kan?
Merintis karier sebagai freelancer memang sangat menantang. Selain harus menyiapkan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar, kamu juga harus paham bagaimana caranya menentukan tarif freelance yang pas. Kalau kemahalan, (calon) klien kabur. Kalau terlalu murah, kredibilitas juga dipertaruhkan, belum lagi kalau jadi kerja sosial.
Tarif ini memang sensitif. Ibarat gaji, perhitungannya rumit.
Table of Contents
Faktor Penentu Tarif Freelance
Memang enggak pernah ada standar berapa tarif freelance yang ada di Indonesia. Pasalnya, area kerja freelancer sendiri juga sangat luas, dan sangat subjektif, sehingga akan sulit jika harus dibuat standar. Karena itu, kamu sebagai freelancer harus tahu kualitas dirimu sendiri agar dapat menentukan tarif yang paling pas.
Bagi yang belum punya pengalaman, mengestimasi harga jual diri sendiri itu ternyata jauh lebih sulit. Berikut beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan saat kamu harus menentukan tarif untuk setiap pekerjaan freelance yang akan kamu lakukan.
1. Keahlian dan Pengalaman
Semakin tinggi keahlian dan pengalaman kamu, semakin tinggi tarif freelance yang bisa kamu tetapkan. Profesional yang memiliki keterampilan khusus atau punya niche spesifik biasanya dapat meminta tarif yang lebih tinggi.
Baca juga: Tip Atur Uang buat Freelancer Pemula
2. Biaya Hidup
Bekerja—apa pun profesinya—pastinya bertujuan agar memperoleh imbalan yang bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jadi, sesuaikan tarifmu dengan biaya hidup di lokasimu. Ini mencakup segalanya dari sewa, makanan, asuransi, hingga pengeluaran sehari-hari lainnya.
Tetapkan jumlah yang akan menjadi target kamu. Dari sini, kamu akan mendapatkan gambaran, berapa rerata tarif freelance yang ingin kamu terima.
3. Biaya Operasional
Jangan lupa untuk memasukkan biaya operasional dalam tarifmu, termasuk biaya perangkat lunak yang diperlukan, hardware, pemasaran, hingga perhitungan pajak.
4. Pasar dan Permintaan
Pahami pasar tempat kamu akan “menjual diri”. Jika banyak permintaan untuk layananmu tetapi sedikit penyedia, kamu bisa menaikkan tarif. Lakukan riset pasar untuk mengetahui tarif freelance rata-rata di industri atau niche kamu. Salah satu tempat yang bisa memberimu informasi seputar pasar ini adalah di marketplace freelancer. Biasanya di platform marketplace tersebut akan tercantum, seberapa banyak job yang ditawarkan, yang bisa dibandingkan dengan jumlah freelancer yang bidding.
Kamu juga bisa sekaligus riset fee per pekerjaan, yang biasanya juga tercantum baik sebagai paket freelance yang ditawarkan pengelola, ataupun dipasang oleh masing-masing freelancer. Situs seperti Upwork, Fastwork, atau Projects.co.id adalah beberapa platform yang bisa kamu riset.
5. Waktu dan Usaha
Hitung berapa banyak waktu yang akan dihabiskan untuk setiap proyek, termasuk persiapan, pelaksanaan, dan revisi. Pastikan tarifmu mencerminkan semua usaha ini.
Salah satu caranya adalah dengan memperhitungkan tarif berdasarkan waktu pengerjaan. Misalnya, per jam atau per hari. Namun, tarif per jam atau per hari ini sebenarnya kurang oke buat kamu yang sudah punya skill tinggi. Pasalnya, semakin tinggi skill kamu di bidang yang kamu tekuni, maka waktu untuk menyelesaikan tugas itu juga akan semakin singkat. Maka, tarif per jam mungkin justru akan merugikanmu.
Nah, pertimbangan-pertimbangan seperti ini juga perlu kamu pikirkan ketika kamu menghitung tarif freelance.
6. Jenis Layanan
Jenis layanan yang kamu tawarkan juga memengaruhi tarif. Proyek yang lebih kompleks atau memerlukan keahlian khusus biasanya memungkinkan tarif yang lebih tinggi.
Misalnya, kamu adalah desainer konten Instagram. Selain menawarkan desain, kamu juga menawarkan untuk monitoring dan menjawab pesan-pesan follower. Pastinya pekerjaan tambahan ini juga harus diperhitungkan tarifnya.
7. Kompetisi
Analisis apa yang ditawarkan oleh pesaing kamu dan tarif apa yang mereka terapkan. Bisa jadi, ada fasilitas atau hal lain yang bisa kamu tawarkan, yang dapat memberikan nilai tambah jika dibandingkan dengan pesaing tersebut.
Yang harus diingat, dalam menentukan tarif, kamu tidak harus menjadi yang termurah, tetapi penting untuk tetap kompetitif.
8. Fleksibilitas dan Urgensi
Cermati proyek yang ditawarkan. Jika proyeknya sekira akan membebani lebih banyak sumber daya atau mengharuskanmu mengorbankan proyek lain atau waktu pribadi untuk memenuhi tenggat yang ketat, maka tarif kamu bisa disesuaikan.
Proyek dengan tenggat waktu yang mendesak umumnya akan menuntut kerja lembur atau menyesuaikan jadwal kerja secara signifikan. Dalam kasus seperti ini, menaikkan tarif dapat membantu menutupi biaya operasional tambahan dan risiko potensial seperti kelelahan atau gangguan terhadap alur kerja reguler.
Selain itu, ketika klien membutuhkan tingkat fleksibilitas yang tinggi, seperti kemampuan untuk menangani permintaan atau perubahan mendadak, menetapkan tarif yang lebih tinggi mencerminkan tingkat layanan premium yang kamu berikan.
Kesimpulan
Memastikan penetapan tarif freelance yang pas memang bergantung pada banyak faktor. Memiliki pengalaman dan keahlian tertentu akan memudahkan dalam menetapkan tarif yang sesuai. Seiring berkembangnya keahlian, biasanya tarif yang diminta juga bisa diusahakan untuk meningkat. Jangan lagi kasih harga teman, karena teman yang baik justru seharusnya mendukung bisnis teman yang lainnya.
Bagi yang baru memulai karier freelance, penting untuk fokus pada pembelajaran dan pengembangan keterampilan secara berkelanjutan. Mencari peluang freelance yang sesuai dengan tingkat keahlian saat ini merupakan langkah awal yang baik. Dengan begitu, kamu dapat membangun portofolio sekaligus jaringan yang kuat. Pastinya juga sambil secara bertahap meningkatkan kemampuan untuk menangani proyek yang lebih besar dan lebih kompleks.
Melalui proses ini, pengalaman yang bertambah akan membuka lebih banyak peluang untuk menetapkan tarif yang lebih tinggi berdasarkan kualitas dan kecepatan kerja yang dapat ditawarkan. So, secara bertahap, menjadi lebih mudah untuk memahami dan mengikuti dinamika pasar freelance.
Yang terakhir tetapi tak kalah penting, belajar keuangan untuk mengelola penghasilanmu sebagai freelancer sedini mungkin. Karena, lagi-lagi, penghasilan sebesar apa pun tidak akan memberikan manfaat yang optimal kalau kamu tidak dapat mengelolanya dengan bijak.
Baca juga: Freelance Bukan Untuk Semua Orang
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Freelance Bukan Untuk Semua Orang
Belakangan ini tren kerja sebagai freelancer semakin mencuat di kalangan millenials. Bayangan waktu kerja yang fleksibel tentu menarik untuk mereka yang tak ingin terikat jam kerja. Apalagi dengan tingginya tingkat kemacetan di kota besar, tentu menyenangkan kalau kita bisa bebas bekerja dari mana saja.
Tertarik menjadi freelancer? Kata Andika Rahmawati yang lebih akrab disapa Mba Akid – seorang freelancer yang saat ini berdomisili di Jogja – freelance itu bukan untuk semua orang! Nah loh. Jangan buru-buru resign sebelum kamu membekali diri dengan pengetahuan yang cukup ya. Yuk, kita simak obrolan seru dengan Mba Akid.
Hai Mba Akid, cerita dong tentang latar belakang Mba Akid!
Hai hai! Saya adalah lulusan Teknik Informatika yang sebenarnya tidak ingin bekerja di bidang IT. Hahaha. Dari kecil saya suka menulis, tapi saat itu karier sebagai penulis tampak kurang menjanjikan. Saya pun memilih jurusan IT yang secara praktis terlihat lebih bisa menghasilkan uang, dan menulis saya jadikan hobi.
Selama 9 tahun bekerja kantoran, saya sempat beberapa kali berganti bidang. Awalnya saya bekerja di bagian technical support, kemudian beralih ke desain website, kemudian sedikit demi sedikit mulai geser ke konten website. Posisi kerja saya di beberapa tahun terakhir saya ngantor ada di bawah divisi Marketing Communication, dari situ saya juga jadi belajar banyak soal komunikasi. Perjalanan inilah yang membawa saya kembali ke menulis. Ternyata saya harus mengambil jalan memutar untuk akhirnya bisa menghasilkan uang dari menulis.
Kenapa akhirnya Mba Akid memutuskan menjadi freelancer?
Ide awal tidak bekerja kantoran itu dari pergaulan. Saya punya beberapa kawan dekat yang awalnya menginspirasi saya untuk bekerja tanpa ngantor. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, saya juga mulai melihat adanya kesempatan. Kala itu freelancing dan remote working mulai happening. Saya merasa skill yang saya punya sebenarnya bisa ‘dijual’ di luar tanpa harus kerja kantoran. Tapi ini keputusan saya untuk akhirnya jadi freelancer tidak terjadi seketika. Butuh 2-3 tahun bagi saya untuk menyiapkan diri, memantapkan ide, memperbanyak portofolio, dan memperkuat koneksi.
Biasanya dari mana Mba Akid mendapatkan project?
Ada banyak portal online yang bisa digunakan untuk mencari project, misalnya freelancer.com. Tapi saya merasa kurang cocok di situ, karena persaingannya berat dan terutama kita tidak mengenal klien. Saya pribadi lebih banyak mengandalkan koneksi yang sudah saya kumpulkan selama bekerja kantoran. Selain itu saya juga memanfaatkan LinkedIn dan website pencari kerja formal seperti jobsdb dan jobstreet yang biasanya juga menjadi platform bagi perusahaan yang mencari pekerja freelance/remote. Soal pemilihan klien, saya lebih suka investasi tenaga dan waktu di perusahaan/brand besar karena kalau sudah cocok, kerjasamanya punya potensi untuk jadi jangka panjang. Saya juga lebih suka menjaga hubungan dekat dengan klien yang sudah ada daripada tebar jala mencari klien baru, dengan harapan, loyalitas seperti ini juga akan memudahkan saya dapat proyek lagi dari klien tersebut.
Project apa saja yang diambil?
Saat ini saya lebih fokus ke literasi, seperti penerjemahan teks, utamanya dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Selain itu saya juga mengedit artikel, menulis artikel featured, serta menerjemahkan konten digital seperti website dan email. Saya juga menangani end to end social media project mulai dari strategi, monitoring, hingga evaluasi.
Apa sih plus minusnya jadi freelancer dibanding karyawan kantor?
Ada dua pembeda utama, yaitu penghasilan dan waktu. Saat jadi karyawan, saya punya penghasilan rutin. Arus keuangan bisa diprediksi dan lebih mudah menata kehidupan. Minusnya, saya tidak punya kebebasan waktu karena harus mengikuti jam kerja kantor. Sebaliknya, saat menjadi freelancer, saya punya kebebasan untuk mengatur waktu kerja sendiri. Mewah banget rasanya. Minusnya, terjadi ketidakteraturan pendapatan. Fleksibitas waktu bagi freelancer bisa jadi pisau bermata ganda. Jadi harus pintar-pintar mengatur waktu dan uang.
Sederhananya, kerja kantoran itu relatif banyak duit tapi gak punya waktu buat jalan-jalan. Ibaratnya, saat jadi karyawan kita sebenarnya sedang menggadaikan waktu. Harus berada di kantor saat jam kerja, baik itu saat load kerja sedang banyak atau malah magabut (makan gaji buta). Bagi saya gaji adalah uang gadai waktu. Padahal waktu adalah aset yang paling berharga, gak bisa diulang atau diputar balik. Karena itulah saya memilih menjadi freelancer.
Fleksibitas waktu freelancer bisa jadi pisau bermata ganda, maksudnya gimana?
Freelance bukan buat semua orang. Freelancer harus punya disiplin tinggi. Kebebasan waktu yang dimiliki bisa jadi boomerang. Ada kalanya santai tapi ada juga masa-masa gak punya waktu bebas sama sekali karena kerja rodi mengejar deadline.
Dengan penghasilan yang gak pasti, gimana caranya mengatur keuangan ala freelancer?
Faktor paling penting adalah kontrol diri. Jangan merasa kaya kalau invoice cair! Hahaha. Saya selalu berasumsi bulan depan gak dapat uang agar bisa lebih menahan diri.
Sebagai freelancer saya menyiapkan Dana Darurat untuk hidup aman selama 6 bulan ke depan. Saya punya istilah khusus, namanya ambang minimal kekhawatiran (AMK). Selama tabungan saya masih berada di atas AMK, saya tidak memaksakan diri mencari project, sedapatnya saja. Saya tidak takut menolak kerjaan kalau memang gak bisa handle. Kalau dipaksakan akan berpengaruh ke kualitas hasil kerja. Dampaknya panjang. Saya tidak mau menggadaikan waktu lagi untuk uang. Kalau uang di tabungan sudah menyentuh AMK, baru deh saya rajin cari project baru.
Untuk menjaga kestabilan pemasukan saya mencari project beli putus. Project ini tipikalnya bernilai besar dalam jangka waktu pendek. Uangnya saya gunakan untuk tabungan, investasi, dan dana liburan. Untuk uang bulanan, saya mencari dari project rutin seperti social media management bulanan. Namun kini saya mengurangi pekerjaan media sosial karena mengurangi level kewarasan. Hahaha.
Saya punya dua macam rekening: tabungan dan operasional. Semua uang yang diterima masuk ke rekening tabungan. Setiap bulan saya mentransfer sejumlah uang ke rekening operasional sebagai ‘gaji bulanan’. Kalau uang di rekening operasional menipis, berarti saya lagi bokek, gak boleh ambil uang di tabungan. :)
Freelancer biasanya kerja di coworking space atau coffee shop. Biaya operasionalnya mahal dong?
Nggak. Karena saat menentukan harga jual jasa, semua biaya produksi seharusnya sudah diperhitungkan, termasuk untuk listrik, internet, makanan dan minuman selama kerja. Saya seringkali menggunakan hourly rate. Ini memudahkan saya untuk melihat apakah bulan ini saya sudah cukup menghabiskan sumber daya untuk suatu project.
Awalnya saya lebih ketat mengatur biaya operasional, sekarang sudah jauh lebih santai. Gak pelit-pelit banget. Saya sebut ini biaya untuk menjaga kewarasan. Bisa gila kalau kerjanya sendirian terus di kos J
Soal proteksi gimana Mba?
Sejak masih jadi karyawan saya sudah melindungi diri dengan membeli asuransi kesehatan swasta sendiri, jadi saat freelance tinggal dilanjutkan. Triggernya saya pernah sakit parah sehingga harus opname cukup lama. Asuransi dari kantor ternyata tidak cukup untuk menutup semua biaya. Jadi sisanya harus saya tanggung sendiri. Rasanya tertohok karena merasa sudah kerja capek-capek mengumpulkan uang, eh malah uangnya habis karena bayar biaya rumah sakit.
Nah! Ini yang kadang freelancer lupa. Waktu jadi karyawan, asuransi kesehatan ditanggung oleh kantor. Pas jadi freelancer, kita harus menyiapkan asuransi kesehatan sendiri. Freelancer itu kalau gak kerja gak dapat uang. Gak mau kan tabungannya habis untuk membayar rumah sakit? Minimal punya BPJS Kesehatan lah. Jangan dilihat mahalnya karena sekarang banyak juga yang terjangkau. Premi bisa mulai dibawah Rp100.000 per bulan kok.
Menurut Mba Akid apa aja yang harus disiapkan seseorang yang ingin melepas status karyawan dan menjadi freelancer?
Saya tidak menyarankan orang masuk dunia freelance tanpa senjata. Minimal dia harus punya tabungan untuk 6 bulan ke depan. Sebelum jadi freelancer, bikin plan dulu skill apa yang mau dijual. Dari situ baru bisa bergerak mengumpulkan portofolio dan menguatkan network. Kalau modalnya belum kuat, sabar dulu ya :)
Kamu tertarik menjadi freelancer? Yuk siapkan amunisi berupa Dana Darurat minimal selama 6 bulan, asuransi kesehatan yang cukup, skill yang mumpuni, portofolio yang menarik, dan network yang kuat. Selamat mengumpulkan senjata!
Fransisca Emi
***
Tahukah Kamu Betapa Pentingnya (Belajar) Menghasilkan Uang?
Kamu sedang berada dalam tahapan hidup yang mana?
Ternyata, di tahapan hidup apa pun, belajar menghasilkan uang merupakan hal penting. Mulai dari fresh graduate, ibu rumah tangga, keluarga mapan, hingga pensiunan. Tak ada kata berhenti untuk terus belajar menghasilkan uang.
#FinClic Q&A tentang Pengaturan Keuangan Freelancer
Hari ini kita #FinClic untuk Freelancer ya! QnA! Punya pertanyaan apa tentang atur keuangan Freelancer?
#FinClic 23 Februari 2015: Mengatur Rencana Pensiun untuk Non Karyawan
#FinClic akan bahas Dana Pensiun. Ada usul ini dari Mbak @WilitaPutrinda : usul bahas retirement planning for non employee dong :-)