Mau Resign dari Kantor, Pertimbangkan 4 Benefit Ini!
Ada yang berencana untuk resign dari kantor dekat-dekat hari ini? Kenapa sih? Sudah nggak kondusif lagikah? Tak sesuai dengan passion? Tak cocok dengan atasan, rekan kerja, atau lingkungan kantor secara keseluruhan? Atau mungkin kamu merasa tak berkembang seperti yang kamu mau?
Memang berat ya, kalau harus mengerjakan tugas yang mungkin kamu rasa tak cocok. Tapi, apakah kamu sudah benar-benar memikirkannya masak-masak? Karena hari gini gitu loh. Mencari lowongan kerja sih mudah, tapi mendapatkan pekerjaan itu yang susah.
Apalagi kalau kamu sampai resign dari kantor tanpa mendapatkan pekerjaan baru terlebih dahulu, kamu bakalan kehilangan beberapa hal sekaligus. Misalnya, pertemanan kamu dengan rekan-rekan kerja yang mungkin sudah begitu dekat. Atau, hilang pula kesempatan promosi.
Terutama sih, kamu bakalan kehilangan 4 benefit ini begitu kamu menyerahkan surat pengunduran diri dari kantor.
Beberapa Benefit yang Harus Dipertimbangkan Ketika Resign dari Kantor
1. Gaji
Pastinya gaji adalah benefit pertama yang harus kamu pertimbangkan, jika kamu sampai resign dari kantor tempat kamu bekerja sekarang.
Terutama jika ternyata kamu resign sebelum kamu mendapatkan tempat kerja baru atau tanpa side job. Bisa dibayangkan, kamu akan harus hidup beberapa lama tanpa ada penghasilan sama sekali.
Kalau begini kondisinya, sebaiknya sebelum kamu mulai benar-benar mengajukan surat pengunduran diri, kamu harus mempersiapkan dulu dana darurat, setidaknya sejumlah 3 – 6 kali biaya pengeluaran rutinmu selama masih bekerja. Pisahkanlah dana ini dalam rekening tersendiri, agar tidak tercampur dengan yang lainnya.
2. Jaminan kesehatan
Benefit kedua yang harus kamu pertimbangkan jika sampai resign dari kantor adalah jaminan kesehatan. Misalnya sudah ada BPJS perusahaan, maka otomatis kepesertaanmu akan dinonaktifkan, jika kamu mundur atas keinginan sendiri. Berbeda dengan kehilangan pekerjaan akibat PHK, maka BPJS masih bisa berlaku sampai setidaknya 6 bulan ke depan.
Nah, jika kamu resign, berarti sekarang kamu harus sudah mengurus BPJS mandiri untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang sama.
3. Tunjangan pensiun
Nah, dana pensiun juga harus kamu pertimbangkan. Dalam artikel Setelah Resign, Ke Manakah Alokasi Dana Pensiun? ini sudah ada sedikit penjelasan mengenai alokasi dana pensiun ketika kita resign dari kantor.
Jika kantormu yang lama mengelola dana pensiunnya sendiri dengan manfaat pasti, kamu bisa ambil dengan perhitungan present value sesuai usia saat kamu resign. Untuk selanjutnya, kamu bisa alihkan ke Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), atau mulai membuat dana pensiun sendiri saja.
Yuk, baca artikel alokasi dana pensiun setelah resign di atas sampai selesai untuk mendapatkan gambarannya.
4. Fasilitas kredit
Ada beberapa perusahaan yang memberikan fasilitas kredit lunak bagi para karyawannya. Misalnya saja untuk KPR, cicilan kendaraan, bahkan ada juga kantor yang khusus menyediakan koperasi simpan pinjam untuk membantu karyawan dalam berbagai keperluan.
Jika kamu resign, tentu saja, semua fasilitas kredit ini tak akan bisa kamu nikmati lagi.
Jadi, bagaimana? Masih tetap pengin resign dari kantor? Cobalah untuk mempertimbangkan ulang, terutama terkait 4 benefit tersebut. Atau setidaknya, kita harus sudah mempunyai pekerjaan baru dulu sebelum melepaskan pekerjaan lama, dan memastikan kantor baru menyediakan semua fasilitas seperti di atas.
Tertarik mengundang QM Financial untuk memberikan program edukasi keuangan di perusahaan Anda? Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA/MIA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk info-info kelas terbaru.
-Carolina Ratri-
Freelance Bukan Untuk Semua Orang
Belakangan ini tren kerja sebagai freelancer semakin mencuat di kalangan millenials. Bayangan waktu kerja yang fleksibel tentu menarik untuk mereka yang tak ingin terikat jam kerja. Apalagi dengan tingginya tingkat kemacetan di kota besar, tentu menyenangkan kalau kita bisa bebas bekerja dari mana saja.
Tertarik menjadi freelancer? Kata Andika Rahmawati yang lebih akrab disapa Mba Akid – seorang freelancer yang saat ini berdomisili di Jogja – freelance itu bukan untuk semua orang! Nah loh. Jangan buru-buru resign sebelum kamu membekali diri dengan pengetahuan yang cukup ya. Yuk, kita simak obrolan seru dengan Mba Akid.
Hai Mba Akid, cerita dong tentang latar belakang Mba Akid!
Hai hai! Saya adalah lulusan Teknik Informatika yang sebenarnya tidak ingin bekerja di bidang IT. Hahaha. Dari kecil saya suka menulis, tapi saat itu karier sebagai penulis tampak kurang menjanjikan. Saya pun memilih jurusan IT yang secara praktis terlihat lebih bisa menghasilkan uang, dan menulis saya jadikan hobi.
Selama 9 tahun bekerja kantoran, saya sempat beberapa kali berganti bidang. Awalnya saya bekerja di bagian technical support, kemudian beralih ke desain website, kemudian sedikit demi sedikit mulai geser ke konten website. Posisi kerja saya di beberapa tahun terakhir saya ngantor ada di bawah divisi Marketing Communication, dari situ saya juga jadi belajar banyak soal komunikasi. Perjalanan inilah yang membawa saya kembali ke menulis. Ternyata saya harus mengambil jalan memutar untuk akhirnya bisa menghasilkan uang dari menulis.
Kenapa akhirnya Mba Akid memutuskan menjadi freelancer?
Ide awal tidak bekerja kantoran itu dari pergaulan. Saya punya beberapa kawan dekat yang awalnya menginspirasi saya untuk bekerja tanpa ngantor. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, saya juga mulai melihat adanya kesempatan. Kala itu freelancing dan remote working mulai happening. Saya merasa skill yang saya punya sebenarnya bisa ‘dijual’ di luar tanpa harus kerja kantoran. Tapi ini keputusan saya untuk akhirnya jadi freelancer tidak terjadi seketika. Butuh 2-3 tahun bagi saya untuk menyiapkan diri, memantapkan ide, memperbanyak portofolio, dan memperkuat koneksi.
Biasanya dari mana Mba Akid mendapatkan project?
Ada banyak portal online yang bisa digunakan untuk mencari project, misalnya freelancer.com. Tapi saya merasa kurang cocok di situ, karena persaingannya berat dan terutama kita tidak mengenal klien. Saya pribadi lebih banyak mengandalkan koneksi yang sudah saya kumpulkan selama bekerja kantoran. Selain itu saya juga memanfaatkan LinkedIn dan website pencari kerja formal seperti jobsdb dan jobstreet yang biasanya juga menjadi platform bagi perusahaan yang mencari pekerja freelance/remote. Soal pemilihan klien, saya lebih suka investasi tenaga dan waktu di perusahaan/brand besar karena kalau sudah cocok, kerjasamanya punya potensi untuk jadi jangka panjang. Saya juga lebih suka menjaga hubungan dekat dengan klien yang sudah ada daripada tebar jala mencari klien baru, dengan harapan, loyalitas seperti ini juga akan memudahkan saya dapat proyek lagi dari klien tersebut.
Project apa saja yang diambil?
Saat ini saya lebih fokus ke literasi, seperti penerjemahan teks, utamanya dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Selain itu saya juga mengedit artikel, menulis artikel featured, serta menerjemahkan konten digital seperti website dan email. Saya juga menangani end to end social media project mulai dari strategi, monitoring, hingga evaluasi.
Apa sih plus minusnya jadi freelancer dibanding karyawan kantor?
Ada dua pembeda utama, yaitu penghasilan dan waktu. Saat jadi karyawan, saya punya penghasilan rutin. Arus keuangan bisa diprediksi dan lebih mudah menata kehidupan. Minusnya, saya tidak punya kebebasan waktu karena harus mengikuti jam kerja kantor. Sebaliknya, saat menjadi freelancer, saya punya kebebasan untuk mengatur waktu kerja sendiri. Mewah banget rasanya. Minusnya, terjadi ketidakteraturan pendapatan. Fleksibitas waktu bagi freelancer bisa jadi pisau bermata ganda. Jadi harus pintar-pintar mengatur waktu dan uang.
Sederhananya, kerja kantoran itu relatif banyak duit tapi gak punya waktu buat jalan-jalan. Ibaratnya, saat jadi karyawan kita sebenarnya sedang menggadaikan waktu. Harus berada di kantor saat jam kerja, baik itu saat load kerja sedang banyak atau malah magabut (makan gaji buta). Bagi saya gaji adalah uang gadai waktu. Padahal waktu adalah aset yang paling berharga, gak bisa diulang atau diputar balik. Karena itulah saya memilih menjadi freelancer.
Fleksibitas waktu freelancer bisa jadi pisau bermata ganda, maksudnya gimana?
Freelance bukan buat semua orang. Freelancer harus punya disiplin tinggi. Kebebasan waktu yang dimiliki bisa jadi boomerang. Ada kalanya santai tapi ada juga masa-masa gak punya waktu bebas sama sekali karena kerja rodi mengejar deadline.
Dengan penghasilan yang gak pasti, gimana caranya mengatur keuangan ala freelancer?
Faktor paling penting adalah kontrol diri. Jangan merasa kaya kalau invoice cair! Hahaha. Saya selalu berasumsi bulan depan gak dapat uang agar bisa lebih menahan diri.
Sebagai freelancer saya menyiapkan Dana Darurat untuk hidup aman selama 6 bulan ke depan. Saya punya istilah khusus, namanya ambang minimal kekhawatiran (AMK). Selama tabungan saya masih berada di atas AMK, saya tidak memaksakan diri mencari project, sedapatnya saja. Saya tidak takut menolak kerjaan kalau memang gak bisa handle. Kalau dipaksakan akan berpengaruh ke kualitas hasil kerja. Dampaknya panjang. Saya tidak mau menggadaikan waktu lagi untuk uang. Kalau uang di tabungan sudah menyentuh AMK, baru deh saya rajin cari project baru.
Untuk menjaga kestabilan pemasukan saya mencari project beli putus. Project ini tipikalnya bernilai besar dalam jangka waktu pendek. Uangnya saya gunakan untuk tabungan, investasi, dan dana liburan. Untuk uang bulanan, saya mencari dari project rutin seperti social media management bulanan. Namun kini saya mengurangi pekerjaan media sosial karena mengurangi level kewarasan. Hahaha.
Saya punya dua macam rekening: tabungan dan operasional. Semua uang yang diterima masuk ke rekening tabungan. Setiap bulan saya mentransfer sejumlah uang ke rekening operasional sebagai ‘gaji bulanan’. Kalau uang di rekening operasional menipis, berarti saya lagi bokek, gak boleh ambil uang di tabungan. :)
Freelancer biasanya kerja di coworking space atau coffee shop. Biaya operasionalnya mahal dong?
Nggak. Karena saat menentukan harga jual jasa, semua biaya produksi seharusnya sudah diperhitungkan, termasuk untuk listrik, internet, makanan dan minuman selama kerja. Saya seringkali menggunakan hourly rate. Ini memudahkan saya untuk melihat apakah bulan ini saya sudah cukup menghabiskan sumber daya untuk suatu project.
Awalnya saya lebih ketat mengatur biaya operasional, sekarang sudah jauh lebih santai. Gak pelit-pelit banget. Saya sebut ini biaya untuk menjaga kewarasan. Bisa gila kalau kerjanya sendirian terus di kos J
Soal proteksi gimana Mba?
Sejak masih jadi karyawan saya sudah melindungi diri dengan membeli asuransi kesehatan swasta sendiri, jadi saat freelance tinggal dilanjutkan. Triggernya saya pernah sakit parah sehingga harus opname cukup lama. Asuransi dari kantor ternyata tidak cukup untuk menutup semua biaya. Jadi sisanya harus saya tanggung sendiri. Rasanya tertohok karena merasa sudah kerja capek-capek mengumpulkan uang, eh malah uangnya habis karena bayar biaya rumah sakit.
Nah! Ini yang kadang freelancer lupa. Waktu jadi karyawan, asuransi kesehatan ditanggung oleh kantor. Pas jadi freelancer, kita harus menyiapkan asuransi kesehatan sendiri. Freelancer itu kalau gak kerja gak dapat uang. Gak mau kan tabungannya habis untuk membayar rumah sakit? Minimal punya BPJS Kesehatan lah. Jangan dilihat mahalnya karena sekarang banyak juga yang terjangkau. Premi bisa mulai dibawah Rp100.000 per bulan kok.
Menurut Mba Akid apa aja yang harus disiapkan seseorang yang ingin melepas status karyawan dan menjadi freelancer?
Saya tidak menyarankan orang masuk dunia freelance tanpa senjata. Minimal dia harus punya tabungan untuk 6 bulan ke depan. Sebelum jadi freelancer, bikin plan dulu skill apa yang mau dijual. Dari situ baru bisa bergerak mengumpulkan portofolio dan menguatkan network. Kalau modalnya belum kuat, sabar dulu ya :)
Kamu tertarik menjadi freelancer? Yuk siapkan amunisi berupa Dana Darurat minimal selama 6 bulan, asuransi kesehatan yang cukup, skill yang mumpuni, portofolio yang menarik, dan network yang kuat. Selamat mengumpulkan senjata!
Fransisca Emi
***
Sekali Lagi Tentang Dana Darurat!
Iya, Dana Darurat! Pasti sudah dengar berkali-kali, ya? Mungkin bosan mendengarnya, tapi Dana Darurat ini adalah salah satu yang paling basic dan wajib hukumnya dalam perencanaan keuangan.
1-2-3 Memilih Asuransi Kesehatan
Anda first-jobber atau baru saja menikah/hamil? Atau mungkin ada momen signifikan lain yang membuat Anda terpikir tentang Asuransi Kesehatan?
(more…)
Buat Apa Punya Dana Darurat?
“Kalau udah punya penghasilan sendiri, jangan boros-boros. Uangnya ditabung, dikumpulin sedikit-sedikit, disimpan di deposito atau dibelikan emas, biar kalau kenapa-kenapa, kamu punya pegangan.”