FOPO (Fear of Other People’s Opinion) dan Masalah Keuangan yang Muncul Karenanya
Meet a new term: FOPO. Apakah FOPO saudaranya FOMO? Iya, mungkin saja, karena FOPO merupakan singkatan dari Fear of Other People’s Opinion. Kayak apa itu FOPO?
Pernah nggak sih, kamu merasa was-was terus mikirin apa kata orang? Nah, bisa jadi kamu punya namanya FOPO ini, alias “Fear of Other People’s Opinions” atau “takut sama omongan orang”. Bayangin aja, kalau kamu punya sindrom ini, maka bisa jadi kamu susah hidup tenang gara-gara terus mikirin omongan orang lain.
Adalah pakar psikologi dari UGM, Ibu T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D. yang memaparkan fenomena FOPO ini. Menurut beliau, FOPO ini sudah jadi hal yang biasa di Indonesia. Bahkan, belakangan ini tampaknya makin banyak orang yang ngerasain hal ini, lho.
Maraknya pemakaian media sosial juga jadi salah satu faktor yang bikin orang-orang jadi mudah ngerasain FOPO. Pasalnya, lewat media sosial, apa yang orang lain pikirin tentang kita jadi lebih gampang terlihat. Bahkan, orang yang dari dulu sudah sering cemas soal omongan orang lain, jadi makin khawatir gara-gara media sosial ini.
Nah, ternyata, FOPO dan keuangan ini juga berhubungan lo. Ya, kayak FOMO yang punya imbas ke mana-mana, termasuk di dalamnya keuangan. Kok bisa? Iya, karena suka cemas soal omongan orang lain, akhirnya finansial ikut kena efek. Apa saja tanda-tandanya?
Tanda-Tanda Keuangan Terpengaruh karena FOPO (Fear of Other People’s Opinion)
1. Boros karena gaya
Fear of Other People’s Opinion bisa membuat seseorang merasa harus terus ngikutin tren supaya dilihat hebat atau keren oleh orang lain. Maksudnya gimana?
Nah, misalnya nih, beli smartphone terbaru padahal smartphone lamanya masih bagus dan berfungsi dengan lancar. Tapi karena takut dibilang kuno atau nggak gaul, akhirnya dia beli juga.
Atau contoh lain, temen-temennya pada pakai baju branded semua, dia pun merasa harus beli baju-baju branded juga biar nggak dibilang murahan. Padahal sebenarnya uangnya mungkin nggak cukup, atau bisa dipakai untuk hal lain yang lebih penting.
Intinya, karena Fear of Other People’s Opinion, orang jadi mengeluarkan uang bukan karena dia butuh atau karena penting, tapi karena dia takut dikomentari atau dinilai orang lain. Padahal, sebenarnya belanja atau mengeluarkan uang itu seharusnya berdasarkan apa yang kita butuhkan. Betul? Bukan karena tekanan orang lain.
Nah, kebiasaan boros karena gaya hidup ini bisa bikin uang jadi cepat habis dan bisa bikin masalah finansial jangka panjang loh. Makanya, penting banget buat kita belajar gimana caranya mengelola keuangan dengan bijak, dan nggak perlulah terlalu memikirkan apa kata orang. Pasalnya, financial is personal. Apa yang cocok buat orang lain, belum tentu cocok buat kita sendiri.
Percaya deh, yang penting itu bukan merek atau harga barangnya, tapi gimana kita bisa hidup nyaman dan bahagia dengan apa yang kita punya.
2. Sulit bilang ‘nggak’
Fear of Other People’s Opinion juga bikin seseorang jadi sulit banget buat menolak permintaan orang lain. Misalnya nih, temennya minta pinjam uang, padahal dia sendiri lagi pas-pasan. Tapi gara-gara takut dibilang nggak peduli atau pelit, akhirnya dia pinjamkan uang juga.
Atau bisa juga misalnya, keluarganya minta dibelikan barang mahal. Padahal, dia sendiri sebenarnya uangnya nggak, dan bahkan mungkin harus berutang dulu buat membeli barang tersebut. Tapi, karena nggak mau dikatain nggak sayang keluarga atau nggak berbakti, akhirnya dibelikan juga.
Intinya, orang yang susah bilang ‘nggak’ ini biasanya takut banget sama pendapat orang lain tentang dirinya. Jadi, meskipun sebenarnya dia nggak mampu atau nggak mau, dia tetap aja melakukan hal tersebut buat menghindari omongan buruk dari orang lain.
Yah, namanya keluarga ya memang prioritas. Tapi kalau dibiarkan tanpa kendali, kebiasaan ini bisa bikin keuangan jadi enggak sehat. Bahkan bisa bikin terjerat utang!
Makanya, penting banget buat belajar cara bilang ‘nggak’ dengan bijak dan nggak perlu takut sama apa kata orang. Ingat, yang paling penting itu adalah kebutuhan dan kenyamanan kamu adalah prioritas.
3. Investasi asal-asalan
Fear of Other People’s Opinion juga bisa berupa kalau dengar teman atau siapa pun lagi ikutan investasi apa, dia ikut-ikut juga, meskipun tanpa ngerti apa-apa. Misalnya nih, ada teman yang bilang, “Bro, aku dapat keuntungan dari beli Bitcoin, nih!” Tanpa pikir panjang, dia langsung beli juga, padahal dia belum paham, apa itu Bitcoin.
Atau bisa jadi teman atau dia lihat media sosial ramai tentang investasi saham atau properti, bahkan yang sudah terlihat mencurigakan sekalipun, tanpa pikir panjang juga ikut beli saham atau properti juga. Padahal ya, belum paham betul gimana cara kerjanya.
Nah, orang yang kayak gini biasanya nggak mau dikatain nggak gaul atau ketinggalan zaman, jadi ikut-ikut investasi tanpa pikir panjang.
Ini sebenarnya cukup berbahaya. Pasalnya, investasi itu nggak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu pengetahuan dan perhitungan yang matang. Jika asal ikut-ikut tanpa paham, bisa-bisa uang kamu malah ludes dan kamu rugi besar.
Jadi, sebelum ikutan investasi, penting buat belajar dan pahami dulu apa itu investasi dan bagaimana cara kerjanya. Jangan terbawa arus dan ikut-ikutan orang lain. Ingat, investasi itu bukan soal gengsi, tapi soal bagaimana kita bisa mengelola uang kita dengan baik dan menghasilkan lebih banyak lagi untuk berbagai tujuan finansial.
4. Stres mikirin duit melulu
Kalau mengalami FOPO alias Fear of Other People’s Opinion, maka kamu selalu merasa was-was dan cemas mikirin duit. Misalnya, kamu nggak berani beli barang yang kamu butuhkan atau yang kamu suka karena takut orang lain bilang kamu boros. Atau, kamu merasa harus selalu ikutin gaya hidup sirkel pertemanan yang mewah, padahal duit sebenarnya enggak cukup.
Akibatnya, kamu jadi selalu cemas dan stres mikirin duit. Stres sampai-sampai jadi susah tidur, susah makan, bahkan bisa jadi susah buat fokus kerja atau belajar. Intinya, kehidupanmu jadi nggak tenang dan selalu dipenuhi kekhawatiran soal duit.
Yah, memang sih, uang itu penting, tapi jangan sampai bikin kamu stres atau mengorbankan kesehatan dan kebahagiaanmu. Di sinilah pentingnya keterampilan mengelola keuangan. Jadi, penting banget kan, buat belajar cara mengelola uang dengan bijak? Juga belajar cara mengabaikan omongan orang lain. Ingat, yang penting itu adalah bagaimana kamu bisa hidup nyaman dan bahagia, bukan gimana orang lain pandang kamu.
So, intinya, FOPO, si “Fear of Other People’s Opinion” atau “takut omongan orang” ini memang bisa bikin hidupmu jadi ribet, terutama soal urusan keuangan.
Tapi, jangan khawatir. Kamu nggak sendirian dan ada cara buat atasi ini, kok. Salah satunya, dengan belajar lebih dalam tentang pengelolaan keuangan.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
Penny Wise Dollar Foolish: Kesalahan Kebiasaan Keuangan Generasi Masa Kini
Pernah mendengar tentang penny wise dollar foolish? Mungkin belum ya? Tapi istilah ini sebenarnya sungguh related lo dengan kondisi banyak dari kita, terutama sih yang masih belum mengenal cara mengelola keuangan dengan baik.
Penny Wise Dollar Foolish: Apa Itu?
Penny wise dollar foolish, kadang disebut juga penny wise dollar stupid, atau penny wise pound foolish untuk orang-orang yang hidup di Inggris—mungkin kita juga bisa menyebut penny wise rupiah foolish. Ini adalah istilah untuk menyebut upaya kita untuk menghemat recehan, tetapi malah boros lebih banyak.
Nah, rings the bell kan?
Contohnya seperti apa tuh? Yuk, kita lihat. Barangkali dengan contoh, kamu akan lebih mengerti. Pasalnya, kondisi penny wise dollar foolish ini lazim banget dijumpai di mana-mana, mungkin kita juga sering melakukannya meskipun kita sudah cukup lama belajar keuangan.
Contoh Situasi Penny Wise Dollar Foolish
1. Berburu diskon atau harga yang lebih murah
Sering kali kita pengin mendapatkan barang dengan harga yang murah. Ya, ini hal yang wajar sih. Ke mana-mana barang diskon, yang lebih murah, promo, selalu diburu. Tapi, ada kalanya harga yang lebih murah enggak “murah” beneran.
Misalnya saja, kita pergi ke toko yang jauh banget, demi bisa mendapatkan diskon. Atau misalnya, datang ke suatu kafe, karena ada promo lebih murah di situ, padahal jaraknya puluhan kilometer. Iya memang, kita bisa mendapatkan barang yang lebih murah, tetapi BBM dan waktu serta energi kita jadi terbuang lebih banyak.
Atau, sering kali kita keluar masuk toko satu dan banyak toko lain hanya untuk membandingkan harga, mana yang lebih murah. Memang sih, ketika bisa mendapatkan harga yang paling miring itu, kita bahagia. Tapi, tak lama kemudian, kita masuk ke kafe atau food court, dan order makan yang berlebihan. Padahal, kalau kita tidak terlalu membuang energi keluar masuk toko, kita bisa segera mendapatkan apa yang kita mau, dan pulang. Makan siang saja di rumah.
2. Beli kemasan besar
Kadang kala memang ada penawaran barang dalam kemasan besar, yang kalau kita hitung-hitung ternyata jatuhnya lebih murah. Karena “terasa” lebih murah, makanya kita lebih memilihnya ketimbang membeli kemasan-kemasan kecil.
Tetapi, membeli kemasan besar ini tak selamanya menguntungkan. Apalagi kalau sebenarnya barang tersebut hanya kita perlukan dalam jumlah yang sedikit saja. Kalau misalnya seperti minyak atau tepung atau bahan lain yang sering kita gunakan sehari-hari, kemasan besar bisa jadi lebih ekonomis. Namun, untuk barang tertentu, bisa jadi kemasan kecil lebih efisien.
Misalnya, sering kita mendapat tawaran untuk memperbesar ukuran pesanan kopi atau paket makanan. Sebenarnya kita cukup order kopi cup kecil, atau mungkin satu dus donat isi 6. Tetapi, karena selisihnya sedikit saja untuk upsize, kita jadi order ukuran yang lebih besar. Jadi beli kopi cup besar deh—yang kemudian malah tersisa. Atau, jadi beli donat isi 12 deh, padahal 6 saja sebenarnya sudah cukup. Enam donat sisa malah jadi harus masuk kulkas atau malah terbuang, karena udah pada enek.
3. Memilih premi asuransi yang murah
Dalam memilih asuransi, banyak orang mendasarkan pertimbangannya pada premi yang murah. Padahal bisa jadi, premi yang murah cakupan perlindungannya juga minim, atau uang pertanggungannya juga kecil.
Misalnya, memilih asuransi jiwa dengan premi Rp1 juta saja per tahun. Memang murah sih, jadi ringan iurannya. Tetapi uang pertanggungannya “hanya” Rp100 juta. Cukupkah uang pertanggungan itu nanti dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kita, jika benar-benar ada risiko keuangan terjadi?
Pertimbangan untuk memilih asuransi jiwa seharusnya berorientasi pada kebutuhan. Meskipun, memang, untuk memperhitungkan hal ini, seseorang harus mempertimbangkan kemampuan finansialnya. Premi Rp1 juta pastinya jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Namun bukan berarti semata-mata hanya karena premi murah saja.
4. Memilih barang murah berkualitas rendah
Atas nama berhemat, kita sering lebih memilih barang yang murah. Padahal, kualitasnya rendah. Alhasil, barang tersebut malah lebih cepat rusak, yang berarti kita harus segera membeli yang baru lagi.
Alih-alih fokus pada harganya, akan lebih baik fokus pada kualitasnya. Memang banyak orang bilang, ada harga, ada rupa. Artinya, bahwa ada harga, kualitas pun terjamin. Tapi sebenarnya enggak selalu gitu juga loh. Ada kok, barang berkualitas dengan harga yang sepadan. Yang seperti inilah yang seharusnya kita cari.
5. Nggak mau mengeluarkan uang untuk belajar, tapi berinvestasi jutaan tanpa analisis
Kondisi penny wise dollar foolish yang terakhir ini juga sering kita jumpai. Atau, jangan-jangan pernah terjadi juga pada kita? Duh, semoga enggak sih.
Ada begitu banyak kesempatan untuk belajar, tetapi sayangnya, kita sayang mengeluarkan uang. Tapi, begitu ada iming-iming investasi nggak jelas yang terlihat menggiurkan, malah tak segan mengeluarkan uang berjuta-juta. Ternyata, investasinya bodong. Duh, menangys deh.
Atau, sayang menyisihkan waktu untuk belajar dengan benar, tapi ikut-ikutan saja apa kata orang yang lagi hype. Padahal, apa yang cocok dilakukan orang, belum tentu cocok untuk diri kita. Akibatnya, alih-alih untung, malah buntung.
Yes, begitu banyak kondisi penny wise dollar foolish—atau recehan wise rupiah foolish—yang kita lakukan sampai hari ini kan? Mungkin kamu juga melakukan hal lain yang serupa juga hari ini.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!