5 Alasan Orang Membuat Perjanjian Pranikah
Di Indonesia, perjanjian pranikah–atau yang sering disebut dengan prenup–memang hanya dibuat oleh kalangan tertentu. Bahkan ada kesan, bahwa perjanjian ini dibuat oleh orang kaya saja. Atau, ada pula kesan bahwa dengan membuat perjanjian pranikah, maka kita pun menyiapkan diri untuk bercerai. Padahal seharusnya bukan itu yang menjadi tujuan dalam pernikahan, bukan?
Karena itu, perjanjian pranikah jadi hal yang aneh di sini, bahkan tabu. Pamali, baru menikah kok sudah mikirin cerai. Begitu kira-kira.
Namun, ada sisi lain dari perjanjian pranikah yang tak banyak diketahui. Perjanjian ini dibuat justru untuk melindungi pasangan maupun anak-anak jika ada hal buruk yang terjadi dalam pernikahan. Tentu saja, di sini bukan berarti kita mengharapkan hal terburuk terjadi. Tetapi, balik lagi ke mazhab: mempersiapkan yang terbaik dan bersiap untuk yang terburuk.
Prinsip ini sudah kita pahami ketika kita hendak membeli asuransi. Nah, di perjanjian pranikah ini juga pada prinsipnya sama: perlindungan.
Apa Perlunya atau Pentingnya Perjanjian Pranikah?
Pada umumnya, orang-orang yang membuat perjanjian sebelum pernikahan punya alasan sebagai berikut:
1.Memisahkan harta
Ada Undang-Undang yang mengatur bahwa harta yang didapatkan oleh pasangan suami istri setelah menikah akan menjadi milik berdua, yang kemudian disebut dengan harta gana-gini.
Mau nggak mau, kita lantas melihat fakta, bahwa hal inilah yang sering menjadi pertikaian antara pasangan ketika mereka hendak berpisah. Karena panjangnya pertikaian dalam hal ini, malah bisa menimbulkan dampak yang semakin buruk pada perpisahan itu sendiri.
Dengan adanya prenup ini, masing-masing pasangan dapat memisahkan harta mereka sehingga tidak akan menjadi beban ketika memang pernikahan tak dapat dipertahankan lagi.
2.Menjamin harta waris
Perjanjian pranikah juga bisa menjadi acuan untuk memisahkan harga peninggalan alias warisan. Jika misalnya ke depannya ada beberapa kali pernikahan, maka akan jelas pemisahan harta untuk masing-masing ahli waris.
Hal ini sesuai dengan yang sudah diatur dalam UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, yang menyebutkan bahwa harta bawaan masing-masing pasangan–yang diperoleh dengan cara apa pun–akan tetap menjadi milik masing-masing jika tidak ditentukan lain. Dengan adanya perjanjian ini, maka kita juga akan bisa menjamin bahwa tidak ada pemindahan kepemilikan pada harta bawaan tersebut, sehingga tetap menjadi milik keluarga masing-masing.
3.Membebaskan dari kewajiban ikut membayar utang pasangan
Perlu dipahami, bahwa harta bersama tak hanya meliputi harta bergerak ataupun yang tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada. Harta bersama juga mencakup seluruh utang yang dibuat oleh masing-masing pasangan.
Hal ini juga sudah diatur dalam UU Perkawinan pasal 35 jo, KUHPerdata pasal 121. Di dalamnya termasuk adalah utang yang dibuat setelah maupun sebelum terjadi pernikahan. Kalau kita menikah dengan seseorang yang ternyata punya utang banyak, maka hal tersebut akan menjadi beban tanggung jawab kita juga untuk melunasinya.
Dengan adanya perjanjian ini, utang pasangan tidak harus menjadi beban kita juga, karena selain harta yang dipisah, utang juga dapat dipisahkan.
4.Melindungi dari kepentingan bisnis
Sebagian orang membuat perjanjian pranikah demi kepentingan bisnis. Bisnis juga bisa dianggap sebagai bentuk “harta”, apalagi jika bisnis dibangun ketika sudah dalam ikatan pernikahan.
Misalnya, salah satu pasangan berutang pada pihak lain untuk keperluan bisnis, maka pasangannya tidak boleh “diganggu” selama penagihan pengembalian dana terjadi. Jika suatu kali knocks on wood bisnis tak bisa diteruskan, dan masih menyisakan utang, maka pasangan juga bisa terlindungi kepentingannya karena memiliki harta terpisah dari pemilik bisnis–yang notabene adalah pasangannya sendiri.
Dalam hal ini, juga termasuk soal adanya laba, atau bertambahnya harta kekayaan dari bisnis, maka pasangan pun dapat ikut menikmati. Tetapi, dengan perjanjian pranikah, masing-masing dapat mengatur kondisinya sesuai kebutuhan. Dengan begini, manajemen bisnis akan lebih fleksibel. Ketika pernikahan tidak dapat dilanjutkan, maka siapa pun yang berstatus sebagai pemilik bisnis dapat melanjutkan usahanya atau mengganti mitra ataupun sebaliknya, sesuai kesepakatan.
5.Menjaga kondisi finansial jika terjadi perpisahan
Perjanjian pranikah ini akan dapat menjadi pegangan bagi pihak istri, jika suatu kali terjadi perpisahan. Dalam perjanjian ini, seorang istri dapat meminta suami untuk tetap menafkahi keluarga–terutama anak-anaknya–meskipun secara agama maupun hukum, mereka sudah berpisah.
Masa depan anak akan tetap terjamin, seperti rencana semula dan tidak perlu pula dikorbankan. Apalagi jika selama berumah tangga, istri tidak bekerja. Akan butuh waktu bagi istri untuk bisa mandiri lagi. Jika ia mendapatkan hak asuh anak, maka hal ini akan menjadi beban keuangan tersendiri yang cukup berat untuknya.
Jika semua sudah diatur dalam prenup, maka istri akan lebih mudah dan fokus untuk berusaha mandiri, misalnya dengan bekerja lagi ataupun berbisnis.
Bagaimana denganmu? Apakah kamu juga membuat perjanjian pranikah?
Stay tuned di akun Instagram QM Financial untuk berbagai update dan info seputar keuangan, agar kita lebih bijak dalam mengambil keputusan penting untuk hidup kita ke depan.