Ramai Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Kekerasan Finansial, Keduanya Perkara yang Serius!
Lagi ramai soal kekerasan dalam rumah tangga alias KDRT kayaknya ya?
Yang paling heboh sih ya soal seorang selebriti yang melaporkan suaminya ke polisi karena melakukan KDRT lantaran isu orang ketiga. Padahal baru saja punya anak bayi. Sungguh prihatin mendengar ceritanya, jika memang itu benar. Apalagi semakin ke sini, ditambah juga dengan adanya dugaan terjadi juga masalah finansial dalam rumah tangga selebriti tersebut.
Konon, si suami menghabiskan uang hasil kerja keras istri untuk berbagai kemewahan. Sempat juga dibagikan visual ketika suami beli kapal, dan katanya sang istrilah yang akan membayar cicilannya.
Tahukah kamu, bahwa kekerasan finansial yang terjadi antara suami dengan istri juga merupakan satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga lo. Coba yuk, kita bahas dalam artikel kali ini.
Kekerasan Finansial Termasuk Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
Selama ini, kita mengetahui bahwa kalau ada kasus kekerasan dalam rumah tangga terjadi, itu adalah kekerasan fisik, verbal, ataupun mental. Kalau kekerasan dalam rumah tangga secara fisik biasanya terjadi pemukulan atau hal yang menyakiti fisik lainnya. Kekerasan verbal terjadi ketika keluar kata-kata yang merendahkan, menghina, dan sejenisnya. Sementara kekerasan mental biasanya terjadi ketika terjadi intimidasi, ditutup akses sosialnya, atau sejenisnya.
Nah, ternyata tak hanya itu. Salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang juga harus diwaspadai lainnya adalah kekerasan finansial.
Apa Itu Kekerasan Finansial?
Kekerasan finansial adalah salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban, dengan cara mengontrol penuh dan mengintimidasi korban dalam hal finansial.
Dijelaskan dalam salah satu artikel Verywell Mind, bahwa 99% kasus kekerasan dalam rumah tangga melibatkan juga kekerasan finansial. Sementara secara keseluruhan, bentuk kekerasan finansial ini bisa beragam.
Sering kali, kekerasan finansial terjadi ketika salah satu pasangan tidak memiliki sumber penghasilan sendiri, yang akhirnya membuatnya harus tunduk dan patuh pada yang lain—yang memiliki penghasilan dan menanggung hidupnya. Nah, yang memiliki penghasilan ini jadi merasa superior, dan kemudian berlaku semena-mena terhadap pasangannya.
Sayangnya, kadang kekerasan dalam rumah tangga seperti ini tidak banyak muncul di permukaan. Apalagi kalau korbannya enggak speak up, diam saja, karena adanya intimidasi, doktrin, ataupun ancaman dari pelakunya, meskipun cirinya mudah dikenali.
Tapi sering juga terjadi, ketika salah satu pasangan tidak berpenghasilan, tetapi ia memanfaatkan pasangannya untuk bekerja keras untuk keperluannya, di luar batas atau kemampuan pasangannya tersebut.
Apa pun bentuknya, kekerasan dalam bentuk apa pun tidak dapat dibenarkan. Karena itu, edukasi dan share awareness sangat dibutuhkan, agar masyarakat tahu seperti apa bentuk kekerasan itu, sehingga bisa membantu ke depannya jika ada korban. Selanjutnya, tentu saja, upaya pencegahan harus dilakukan.
Ciri Kekerasan Finansial dalam Rumah Tangga
Ada beberapa ciri yang sangat ‘obvious’ kalau terjadi kekerasan dalam rumah tangga dalam hal finansial. Di antaranya:
1. Adanya upaya eksploitasi
Yang terjadi di sini misalnya pemanfaatan aset untuk kepentingan salah satu orang, tanpa persetujuan pasangannya. Seperti mengambil uang atau kartu kredit tanpa izin, meminjam uang atas nama korban, termasuk ambil cicilan atas nama pasangan tanpa persetujuan.
2. Mengontrol sumber daya uang
Misalnya seperti membatasi pasangan untuk membuat rencana dan mengambil keputusan keuangan yang dalam lingkup rumah tangga, bahkan untuk dirinya sendiri. Biasanya pelaku kekerasan finansial akan membuat anggaran atau menentukan bujet tanpa berdiskusi. Bahkan, pelaku tak segan-segan meminta laporan pertanggungjawaban lengkap pada korban atas pengeluaran uang yang dilakukan.
Bisa juga si pelaku mendominasi pemakaian sumber daya uang; menggunakannya untuk kebutuhannya sendiri, atau kalau si korban menggunakan uang, maka si pelaku akan menginterogasinya.
3. Mengisolasi korban
Salah satu contohnya adalah ketika salah satu pasangan memaksa agar pasangannya berhenti bekerja dengan berbagai alasan. Bahkan, ada kejadian ketika si pelaku membuat korbannya diberhentikan dari pekerjaan dengan segala macam cara.
Sesudah itu, pelaku pun memaksa korban untuk hanya berada di rumah dengan berbagai tugas, dan tidak memperbolehkannya memiliki penghasilan sendiri tanpa persetujuan.
Bisa juga terjadi, ketika pelaku tidak memperbolehkan korban untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, dan hanya diminta untuk mencari uang terus.
4. Memanipulasi
Ciri kekerasan finansial lainnya yang sering terjadi adalah membatasi finansial si korban. Pelaku memang memberikan uang atas nama nafkah, tetapi jumlahnya tidak sebanding dengan kebutuhan hidup. Jika uang habis dengan cepat, korban akan dianggap tidak becus mengelola keuangan.
Atau bisa juga dalam bentuk lain. Misalnya, si pelaku meminta uang si korban. Dan, kalau korban tidak mau memberi, si pelaku lantas playing victim—membuat korban merasa bersalah, menuduh korban tidak mencintainya, dan sebagainya.
Apa pun alasannya, itu semua manipulasi belaka—hanya merupakan upaya si pelaku agar keinginannya dituruti oleh korban.
5. Adanya ancaman
Intinya, di setiap hal, akan ada pemaksaan, manipulasi, dan ancaman terhadap korban. Dalam hal finansial, biasanya yang akan dijadikan ancaman adalah pemutusan pemberian nafkah. Dengan demikian, si korban akan menuruti apa kata si pelaku.
Dampak bagi Korban Kekerasan Finansial
Korban kekerasan finansial—seperti halnya korban kekerasan dalam rumah tangga lainnya—sudah pasti akan merasakan dampak yang fatal.
Apalagi sebenarnya ciri kekerasan dalam rumah tangga itu sebenarnya cukup mudah dikenali. Namun, adanya normalisasi terhadap apa yang dilakukan oleh pelaku sering membuat masyarakat menjadi takut untuk turut campur apalagi membantu korban. Korban pun menjadi denial, dan menganggap apa yang dialami merupakan hal yang wajar menimpa dirinya.
Secara mental, fisik, dan spiritual, jelas tidak akan baik.
Dalam jangka pendek, bisa jadi akan terjadi luka fisik dan mental. Sementara dalam jangka panjang, ancaman depresi akan menghantui. Untuk bisa meninggalkan pelaku, biasanya juga akan sulit dilakukan oleh korban. Terutama jika kekerasannya dalam bentuk menutup akses finansial; membuatnya berhenti bekerja sehingga tidak produktif lagi. Akan sulit bagi seseorang untuk bisa menghasilkan uang lagi jika sebelumnya dipaksa berhenti bekerja.
Apakah Ada Cara untuk Mencegah Kekerasan Finansial?
Ada. Salah satunya adalah membuat perjanjian pranikah. Bicarakan term & condition seperti apa yang diinginkan setelah nanti menikah. Termasuk—yang sangat penting untuk didiskusikan—adalah masalah finansial.
Jika memang tidak berniat untuk membuat perjanjian pranikah, setidaknya sudah ada kesepakatan di awal, mengenai bagaimana hidup yang ingin dijalani nanti setelah menikah. Bicarakan setidaknya mengenai peran masing-masing nantinya setelah menikah. Ungkapkan juga mengenai kondisi sekarang yang sedang dijalani; apakah sedang punya utang yang besar, ada tanggungan ini itu, berapa pengeluaran bulanan, bahkan sampai gaji kalau memang sudah benar-benar menuju serius.
Terbuka dengan pasangan secara finansial, dan satu sama lain harus berkomitmen. Dua hal ini harus dipertahankan hingga setelah menikah dan bertahun-tahun sesudahnya.
Menikah memang merupakan kompromi antara dua orang. It takes two to tango, siapa pun tidak bisa sendirian untuk membangun keluarga idaman.
Semoga ke depannya tidak ada lagi kasus serupa yang dialami oleh selebriti kesayangan Indonesia ini ya.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!