Parkir Indomaret dan Pengeluaran Kecil yang Sering Lupa Dicatat Bikin Bocor Halus
Nama salah satu franchise minimarket itu tiba-tiba menjadi trending topic di media sosial kemarin. Semua gara-gara sebuah unggahan yang memperlihatkan sebuah spanduk di depan salah satu gerainya, yang menyatakan bahwa parkir Indomaret adalah gratis. Kalau ada yang minta uang parkir, pengunjung minimarket diminta untuk melaporkannya ke polisi.
Bagaimana menurutmu? Apakah kamu juga salah satu dari mereka yang gemash dengan kehadiran tukang parkir, utamanya ketika parkir Indomaret?

Parkir Indomaret dan Keuangan Kita
Terlepas dari pro dan kontra Kang Parkir Indomaret, yang menurut sebagian netizen, sering ghoib—pas kita datang enggak kelihatan, pas kita mau pergi tiba-tiba sudah nongol di belakang kita—uang parkir ini merupakan salah satu pengeluaran kecil yang kadang lolos dari catatan keuangan.
Namun, jangan salah. Misalnya kita pergi ke minimarket itu sehari satu kali, maka kita akan mengeluarkan uang Rp2.000 untuk parkir. Kalau setiap hari kita mampir ke sana untuk beli printilan ini dan itu, maka dalam satu bulan, setidaknya kita bisa menghabiskan Rp60.000. Nah, ini baru kalau sekali sehari. Kalau dalam sehari bisa 2 – 3 kali?
Lumayan juga kan?
Sebenarnya ini juga enggak masalah sih, kalau kita juga sadar akan pengeluaran yang kita lakukan ini. Sayangnya, karena cukup kecil, kita jadi lupa mencatat. Kalau yang berkonsep langganan parkir sih masih mending. Pengeluarannya terlihat dan bisa dimasukkan ke catatan rutin. Tapi, yang hanya seribu dua ribu begini, kan suka keselip. Lalu, di akhir bulan—misalnya—kita heran sendiri, mengapa pengeluaran kita masih saja gede ya?
Itu baru parkir Indomaret, belum parkir di coffee shop, kafe, resto, distro, butik, dan sebagainya. Belum lagi pengeluaran-pengeluaran kecil lainnya yang juga sama-sama enggak kerasa.
Pengeluaran kecil seperti apa sih yang enggak kerasa kita keluarkan dan selalu lupa dicatat di catatan keuangan? Ini dia beberapa di antaranya.

Pengeluaran Kecil selain Parkir Indomaret yang Selalu Lupa Dicatat
1. Ongkos kirim
Beli makanan online, bisa jadi kita mencari yang sesuai bujet. Rp30.000, misalnya. Tapi setelah di-checkout, kok jadi Rp39.000 ya? Iya, ada biaya delivery, alias ongkos kirim, masih ditambah biaya platformnya. “Hanya” Rp9.000 bedanya, tapi kalau sehari pesan makanan online 3 kali? Jadi Rp18.000 juga ya? Satu bulan berapa dong?
Belum lagi soal harganya yang memang lebih mahal sekian persen kalau sudah ada di aplikasi, dibandingkan jika kita takeaways sendiri. Pernah membandingkannya, dan ternyata selisihnya cukup lumayan juga. Ada Rp5.000 bahkan Rp10.000.
Ini juga berlaku kalau kita belanja online di marketplace. Beli barang Rp30.000, ongkos kirimnya Rp22.000. Hampir sama ya, dengan harga barangnya. Kadang sudah memilih yang bebas ongkir sih, tapi ternyata setelah dibandingkan, ternyata harga barangnya selisih juga.
2. Air mineral
Air mineral memang hanya Rp2.000 kemasan 330 ml. Pastinya ya enggak cukup kalau cuma sebotol buat sehari. Bayangkan jika kamu mesti beli 2 – 3 botol setiap hari.
Pernah ngebandingin jika kamu membawa air minum sendiri dari rumah, belum? Merebus air sendiri, atau mungkin beli galon yang besar?

3. Biaya transfer dan admin
Biaya transfer antarbank sekarang sih sudah diturunkan oleh pemerintah menjadi Rp2.500. Sebelumnya sebesar Rp6.500. Lumayan juga kalau dalam sehari kita harus transfer sana-sini, termasuk untuk topup ewallet yang ada biaya adminnya juga.
Misalnya, hari ini harus transfer 5 kali—untuk bayar SPP, topup reksa dana, ke RDN, top up ewallet, bayar ini dan itu—dan semuanya beda bank. Lumayan juga kan?
Dan biaya transfer dan admin ini biasanya juga tak tercatat loh!
Nah, sebenarnya untuk pengeluaran-pengeluaran kecil ini kita pernah bahas dalam artikel Latte Factor loh. Yes, ini dia yang disebut dengan Latter Factor; pengeluaran dan kebiasaan-kebiasaan kecil yang bikin bocor halus. Ya, seperti si parkir Indomaret, air mineral, dan biaya transfer di atas.
Bahkan dari survei salah satu bank, ditemukan fakta bahwa 9 dari 10 orang Indonesia menghabiskan dana sebesar Rp900 ribu untuk Latte Factor ini setiap bulannya.
So, yuk, kendalikan lagi keuangan kita. Catat-catat lagi yang kelupaan belum dicatat, supaya enggak bengek sendiri di akhir bulan karena bocor halusnya banyak.
Yuk, belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi! Ikuti kelas-kelas finansial online QM Financial, pilih sesuai kebutuhanmu.
Follow juga Instagram QM Financial, untuk berbagai tip, informasi, dan jadwal kelas terbaru setiap bulannya, supaya nggak ketinggalan update!
5 Pos Pengeluaran Karyawan yang Sebenarnya Mubazir dan Bikin Bocor Halus
Ya ampun, punya gaji kok 25 koma 1. Gajian tanggal 25 koma di tanggal 1. Apa yang salah? Perasaan, semua sudah baik-baik saja, atur pos pengeluaran juga sudah oke. Yang wajib-wajib dulu–cicilan, investasi, operasional, iuran anggota … sebentar, iuran anggota? Iya, anggota klub hobi, membership gym, arisan …
Hmmm, ini nih. Kadang ya, sebagai karyawan, kita sudah berusaha atur cash flow sesuai dengan yang disarankan. Tapi, si bocor-bocor halus kadang teteup aja ada. Bocor halus artinya kondisi saat kita merasa enggak boros, tapi duit hilang aja gitu dari dompet.
Kalau kata Mbak Ligwina Hananto, Lead Trainer QM Financial, adanya bocor halus ini berarti menandakan kita masih belum gape mengatur cash flow. Nah lo. Berarti ayo, belajar lagi.
Untuk bisa mengatasi si bocor halus, maka kita mesti tahu dulu penyebabnya. Kalau bocor halus di ban mobil, kita mesti nyari bolongnya di mana. Kalau bocor halus di pengeluaran? Ya, berarti kita harus cari tahu, pos pengeluaran mana yang mubazir?
Sebagai karyawan, kita memang akan banyak mengeluarkan uang sehari-hari, mulai bangun pagi hingga nanti akhir hari. Masih juga ada pengeluaran bulanan hingga tahunan. Ayo, kita lihat.
5 Pos Pengeluaran Karyawan yang Mubazir
1. Membership gym
Niatnya bagus sih, pengin hidup sehat. Tapi, kalau olahraga sendirian aja, kurang asyik ah. Enakan sekalian aja jadi anggota pusat kebugaran. So, apply deh membership di gym yang oke. Ada iuran administrasi, besarnya sih variatif. Salah satu gym–dari hasil penelusuran–mematok harga Rp700.000 sebagai “mahar” pertama. Lalu, ada iuran anggota sebesar Rp300.000 setiap bulan.
Sekalian deh, membership di fasilitas kolam renangnya juga. Sekali datang sih Rp250.000. Tapi kalau pakai membership, tiap bulan Rp170.000 aja.
Tapi oh tapi, ke gym-nya cuma rajin di 4 bulan pertama aja. Setelah itu, duh, sibuk. Nggak sempat olahraga di gym. Yoga di rumah pakai Youtube, cukuplah.
Terus, membership di gym-nya gimana? Ya udah tetap iuran aja deh, siapa tahu nanti-nanti mau rajin lagi.
Duh, duh. Sungguh pos pengeluaran yang mubazir, Kakak.
2. TV kabel
Maunya sih cari hiburan. Tapi yang bisa di rumah saja. TV kabel jadi pilihan. Tapi … hmmm. Kok channel-channelnya kurang oke ya? Upgrade layanan ah, biar dapat channel yang nayangin film-film box office.
Tapi, akhirnya apa yang terjadi? Lebih banyak nonton Youtube atau Netflix. Akhir pekan? Nonton di bioskop dong, sama teman-teman.
Nonton TV kabelnya kapan?
Padahal pos pengeluaran langganan TV kabel tiap bulannya ini lumayan juga lo. Bisa sampai sekian ratus ribu kan? Iya sih, memang sekalian dengan fasilitas wifi internet yang kenceng. Tapi kalau memang enggak butuh TV kabel, coba cari informasi, apakah kita bisa langganan internetnya aja, terus Youtube-an aja atau Netflix-an aja.
3. Langganan bulanan
Langganan bulanan apa? Majalah? Koran? Aplikasi musik online?
Kalau seumpama nih, baca-baca online saja, kira-kira cukup enggak? Banyak majalah dan koran punya versi online-nya kan? Yang berlangganan ada sih, tapi yang bisa dibaca gratisan juga banyak. Tinggal kita saja yang harus bijak memilih bacaan–yang sebenarnya harus kita lakukan baik ketika membaca media offline maupun online.
Selain itu, pos pengeluaran berlangganan aplikasi musik online juga sepenting itukah? Pilihannya adalah, kalau kita enggak berlangganan, maka akan ada beberapa iklan lewat. Kalau misalkan iklan nggak terasa mengganggu, sepertinya pilihan untuk dengarkan secara gratis aja, nggak masalah kan?
Berlangganan majalah bisa jadi sekian ratus ribu per bulan. Berlangganan aplikasi musik beberapa puluh ribu. Nah, kalau kedua pos pengeluaran yang tak perlu ini dikurangi, lumayan banget kan buat beli reksa dana?
4. Beli boba, kopi kekinian, atau air mineral
Berangkat ke kantor, pilihannya ada dua: beli boba atau beli kopsus alias kopi susu ya? Kemarin sudah menikmati boba, hari ini kayaknya pilihan jatuh ke segelas plastik kopi susu. Oh, jangan lupa juga beli air mineral di minimarket terdekat, kan harus memenuhi kebutuhan tubuh akan air sebanyak 8 gelas sehari, bukan?
Well, coba deh. Beli tumbler yang bagus, lalu bikin kopi sendiri di rumah dan bawa ke kantor. Air mineral juga bisa bawa sendiri dari rumah kan? Beli galon–kalau nggak malah bisa rebus air sendiri dari PAM, lalu isi tumbler yang lain.
Pos pengeluaran untuk boba, kopsus dan air mineral pun bisa dicoret dari anggaran.
5. Belanja di supermarket
Supermarket–apalagi yang berada di dalam mal–memang menyimpan kenyamanan buat belanja. Makanya, banyak yang lebih hepi kalau belanja di supermarket.
Tapi, suasana yang nyaman ini juga costly pada pos pengeluaran lo, karena harga-harga di supermarket tentunya lebih mahal ketimbang harga barang di pasar tradisional. Selisihnya lumayan, satu barang bisa ada selisih harga antara Rp3.000 hingga belasan ribu, dikalikan dengan jumlah barangnya jadi berapa? Pernah nggak menghitung selisih ini?
Pasar tradisional dewasa ini banyak dibangun pemerintah lo. Tak lagi berkesan becek dan jorok, bahkan ada yang bangunannya sudah mirip pusat perbelanjaan. Minus AC saja barangkali, tapi untuk selisih harga yang bisa menyelamatkan pos pengeluaran, ya mengapa nggak belanja aja di pasar tradisional?
Nah, apakah beberapa pos pengeluaran di atas masih ada dalam anggaran bulan ini? Kalau iya, yuk, diatur lagi, supaya bulan depan bisa dikurangi.
Yuk, gabung di kelas-kelas finansial online QM Financial. Sila WA ke 0811 1500 688 (NITA). Jangan lupa follow juga Instagram QM Financial untuk berbagai info dan tip keuangan yang praktis.