Artikel ini terinspirasi oleh kasus yang masuk saat siaran di Hardrock FM beberapa minggu lalu. Sebutlah Nina (bukan nama sebenarnya) curhat mengenai kebingungannya pasca perusahaan papanya ditutup karena bangkrut. Selain kehilangan mata pencaharian, papanya (55 tahun) kini sedang dirawat di rumah sakit karena serangan jantung. Usut punya usut, sakitnya karena beliau punya beban utang. Nina, otomatis saat ini menjadi tumpuan bagi keluarganya. Dengan penghasilan bulanan Rp6juta, Nina benar-benar bingung harus bagaimana membaginya. Pada satu sisi dia ingin bahkan harus menyokong papanya secara keuangan, tapi disisi lain ia juga harus mulai mempersiapkan tujuan finansial untuk dirinya sendiri. Apalagi, Bagus, adik Nina yang masih duduk di bangku SMA juga masih perlu support agar bisa mandiri.
Bagi Nina-Nina lain diluar sana, semoga tips berikut ini dapat membantu:
Pertama, cari tahu adakah aset yang dapat dijual. Misal, mobil, motor, tanah, televisi, lemari atau apapun yang bisa diuangkan kemudian jual. Tanyakan juga, apakah mereka menerima uang pesangon dari kantor. Gunakan uang ini untuk melunasi utang. Utang akan menjadi beban untuk cashflow bulanan. Dengan melunasi utang ini, Nina akan lebih fokus untuk menata uangnya untuk tujuan finansial lain yang tak kalah penting dibawah ini. Bagaimana jika tidak tersisa aset yang dapat dijual? Nina perlu menyisihkan maksimal 30% dari gaji bulanannya untuk mencicil utang tersebut. Jika Nina punya penghasilan tahunan seperti bonus atau THR, dapat dialokasikan sebagian untuk melunasi utang ini.
Kedua, belilah asuransi kesehatan untuk orangtua. Biaya kesehatan mahal jika kita menanggungnya sendiri. Untuk itu, alihkan sebagian risiko ini kepada perusahaan asuransi dengan cara membayar premi tahunannya. Bayangkan, kita harus merogoh kocek Rp15juta untuk sebuah operasi usus buntu atau demam berdarah saja. Dengan membeli asuransi kesehatan, biaya tersebut akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Belilah asuransi kesehatan murni, tanpa embel-embel investasi. Asuransi yang murni selain murah juga manfaatnya lebih optimal. Berikut ini gambaran premi asuransi kesehatan per tahun untuk setiap jenjang usia dan fasilitas kamar per malam.
Usia |
Rp350ribu/malam |
Rp500ribu/malam |
Rp750ribu/malam |
Rp1juta/malam |
25 |
2,400,000 |
3,200,000 |
3,600,000 |
4,500,000 |
30 |
2,500,000 |
3,400,000 |
3,900,000 |
4,800,000 |
35 |
2,800,000 |
3,700,000 |
4,300,000 |
5,400,000 |
50 |
4,200,000 |
5,500,000 |
6,500,000 |
8,200,000 |
60 |
6,900,000 |
9,100,000 |
10,800,000 |
12,700,000 |
Alternatif lain untuk menyiasati biaya kesehatan orangtua, Nina bisa membuat dana kesehatan. Dana ini ditempatkan ke dalam produk yang relatif aman dan likuid seperti tabungan, deposito atau logam mulia.
Ketiga, sisihkan segera dana pendidikan anak (dalam kasus ini, dana pendidikan SMA dan S1 Bagus). Dana ini akan digunakan dalam jangka pendek dan memiliki tenggat waktu. Jika tidak dipenuhi, Bagus terancam tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Nina perlu menghitung, seberapa besar biaya sekolah SMA Bagus (SPP bulanan) serta biaya masuk kuliahnya (Uang Pangkal dan biaya semesternya). Amankan segera dana pendidikan ini dalam bentuk tabungan, deposito, logam mulia atau reksadana pasar uang.
Keempat, buatlah dana darurat untuk orangtua. Dana darurat diperlukan untuk keperluan yang sifatnya emergency. Minimal, dana darurat dimiliki sebesar 4x pengeluaran bulanan dalam bentuk tabungan, deposito, logam mulia, atau reksadana pasar uang.
Kelima, jika memungkinkan, alokasikan untuk dana bisnis. Nina perlu mencari bentuk usaha yang dapat memberikan pendapatan rutin bagi orangtua agar mereka juga dapat memenuhi keperluannya. Pilhlah bentuk usaha yang risikonya relatif kecil mengingat profil mereka yang sudah memasuki masa pensiun adalah konservatif. Misal, karena hobi mama Nina membuat kue kering, beliau bisa memulai bisnis kecil-kecilan dan memasarkannya secara online. Dengan begitu, ongkos produksi bisa ditekan karena kue hanya akan dibuat jika ada pesanan masuk. Atau, bisa juga Nina membuatkan mereka toko kelontong kecil-kecilan, misalnya. Galilah hobi mereka lebih dalam agar bisa menemukan peluang bisnis yang enak untuk ditekuni dan bisa menghasilkan tambahan penghasilan.
Duuhhh… kebayang, banyak sekali yang harus Nina kerjakan untuk menyokong orangtuanya yang baru memasuki masa pensiun itu. Tidak hanya moril, tapi juga materiil. Lalu untuk Nina sendiri, apa saja yang perlu disiapkan agar Nina tidak mengalami apa yang dialami oleh ortunya, yaitu pensiun dalam keadaan bangkrut dan tidak punya bekal?
Simak di artikel selanjutnya ya! Don’t miss it!
Eka Agustina | Planner |@clarisa2005
Artikel terkait:
1 Comment
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
[…] Masih ingat kisah Nina pada artikel sebelumnya? Bagi yang belum membaca, sila klik tautan ini […]