Siapa di antara kalian yang sudah menonton film “Kartini” besutan Hanung Brahmantyo?
Kalau sudah, nilai-nilai apa yang kamu dapatkan dari seorang Kartini selain tentang emansipasi wanita, feminisme dan kesetaraan gender?
Menurut saya, film ini juga mengajarkan hal sederhana yaitu mengatakan apa yang menjadi keinginannya. Masih ingat bagaimana Kartini mengajukan 3 syarat saat dia akan dinikahi oleh Bupati Rembang?
Faktanya, berbicara terbuka mengenai keuangan bersama pasangan masih menjadi momok bagi beberapa perempuan yang saya temui di dalam kehidupan saya.
Sebelum menikah, adakah di antara kalian yang membahas perihal keuangan apabila telah menikah nanti? Berapa banyak dari kalian yang tahu besaran penghasilan pasangan masing-masing?
Padahal, mengetahui dari mana sumber nafkah dan berapa besarnya penghasilan pasangan dapat menjadi faktor penting untuk menghindari konflik, lho!
Setiap rumah tangga memiliki caranya sendiri. Misalnya, membagi porsi tanggung jawab keuangan menjadi dua hal besar, yaitu urusan rumah tangga-anak dan urusan cicilan KPR/kendaraan. Urusan rumah tangga-anak menjadi tanggung jawab finansial istri, sedangkan cicilan KPR/kendaraan menjadi tanggung jawab finansial suami. Tidak ada yang salah dengan alokasi seperti ini apabila masing-masing tahu berapa besar kemampuan masing-masing.
Seorang teman suami saya kaget, karena ternyata istrinya memiliki hutang kartu kredit sampai ratusan juta karena si istri merasa enggan memberitahu kalau kemampuan penghasilannya terbatas untuk urusan rumah tangga dan anak. Tentu saja sang suami kaget luar biasa karena selama ini si istri terlihat baik-baik saja.
Ada juga teman perempuan saya yang impulsive buyer. Saat stres, dengan mudah ia menggunakan kartu kreditnya untuk berbelanja. Akhirnya, tentu saja utang kartu kredit menumpuk. Dia merasa bersalah karena tidak bisa menabung, merasa kalau penghasilannya sangat pas-pasan. Di lain sisi, dia juga tidak tahu apakah suaminya memiliki tabungan atau tidak. Jangankan mengetahui kekayaan si suami, berapa besarnya penghasilan suaminya saja dia tidak punya petunjuk sama sekali!
Menyedihkan, dan juga membahayakan. Bayangkan apabila anak mereka akan masuk sekolah dan keduanya tidak menyiapkan Dana Pendidikan sama sekali karena keduanya berasumsi bahwa pasangannya sudah menabung untuk jangka panjang.
Maka berdiskusi terbuka mengenai keuangan keluarga amatlah penting!
Lalu, bagaimana cara memulai bicara dengan pasangan mengenai hal sensitif ini?
Berikut tips sederhana yang dapat dilakukan:
- Mimpi. Bicaralah mengenai mimpi kalian kepada pasangan masing-masing. Tanyakan juga apa mimpi pasangan. Untuk mencapai mimpi, tentu ada hal yang perlu dilakukan agar mimpi tersebut tercapai, kan?
- Masa depan anak. Saya yakin setiap orangtua menginginkan hal terbaik untuk anak-anaknya. Mulai dari gizi terbaik, pola pengasuhan, pelayanan kesehatan, dan yang sangat penting, pendidikan. Biaya pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga tinggi, jumlahnya tidak sedikit, lho! Jelas harus disiapkan sedini mungkin.
- Masa tua. Kenyataan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang menjadi generasi sandwich memang menyedihkan. Seharusnya mata rantai ini bisa dipatahkan, apabila Anda dan saya mempersiapkan keuangan dengan baik, sehingga tetap bisa hidup layak saat sudah tidak bekerja.
Ada satu kalimat dari buku Sabtu Bersama Bapak yang ditulis oleh Adhitya Mulya seperti ini:
“Waktu dulu kita jadi anak, kita gak nyusahin orangtua. Nanti kita sudah tua, kita gak nyusahin anak.”
Jadi, masih ragu untuk bicara keuangan dengan pasangan? Yuk, gandengan tangan untuk kebahagiaan bersama, dimulai dari bicara tentang keuangan!
Selamat bergandengan tangan!
Honey JT / Social Media & Marketing