#QMInterview Syita Sophiaan, Amaya Wedding Organizer.
Halo QM readers! Siapa yang ingin memiliki bisnis, cukup sabar, suka hal detil, dan ingin membantu mewujudkan impian orang lain? Jika ya, mungkin bisnis wedding organizer (WO) cocok untuk dijalani!
Ternyata memulai bisnis ini tak perlu modal awal yang berarti, asal mau bekerja keras untuk membangun reputasi yang baik.
Simak #QMInterview dengan Syita Sophiaan, pemilik Amaya Wedding Organizer untuk tips lebih lanjut, ya!
Perjalanan Awal Bisnis Amaya
Semasa kuliah, Syita sering bekerja sebagai freelancer di beberapa WO dan EO (event organizer). Namun, bisnisnya sendiri baru mulai berdiri pada akhir 2010, saat seorang sahabat merekomendasikannya pada teman yang akan menikah dan membutuhkan WO, namun tidak memiliki anggaran.
Syita dengan senang hati menggratiskan jasanya, sang klien puas dan Amaya pun memiliki portofolio pertamanya. Saat itu, ia hanya berbekal mobil milik orangtua, laptop pribadi sejak kuliah dan sekotak kartu nama atas nama pribadi. Belum ada brand Amaya, belum ada seragam, dan kru awal yang membantu adalah sahabat-sahabatnya sendiri.
Klien pertama yang puas ini pun dengan senang hati mempromosikan Syita ke teman-temannya. Dua project setelahnya, barulah Amaya mulai terbentuk lebih profesional.
“Di project ketiga, kami dipercaya menangani grand wedding dari putri salah satu petinggi BUMN. Jumlah tamu yang banyak dan lokasi grand ballroom membuat saya merasa perlu memiliki seragam supaya mudah dikenali. Saat itu pula, saya memilih nama Amaya sebagai brand, mulai membuat kartu nama dengan brand tersebut, serta membuat seragam.”
Setelah itu, bisnis Amaya terus berkembang dari satu klien ke klien lainnya melalui kekuatan word-of-mouth, walau tentu tantangannya semakin banyak. Kompetisi semakin ketat dengan nama-nama baru yang terus bermunculan. Amaya dapat bertahan dengan mengedepankan sentuhan personal pada klien. Syita juga fokus menangani satu pernikahan per hari dan turun langsung menangani semua kliennya.
Menurut Syita, saat ini jasa WO diperlukan karena memang sudah tidak realistis untuk mengharapkan keluarga besar ikut terlibat terlalu detil dalam pernikahan, mulai dari persiapan hingga ke hari-H. Belum lagi, kesibukan yang luar biasa dan lalu lintas yang macet di mana-mana. Jauh lebih praktis untuk menyerahkan penyelenggaraan acara penting ini pada tenaga profesional, yang memang lebih mengerti seluk-beluknya dan berpengalaman.
Atau seperti istilah Syita, “We’re here to save your time, energy, and to keep you sane :)”
Manajemen Waktu
Pekerja di wedding industry memiliki ritme kerja yang berbeda dengan orang kebanyakan. Akhir pekan justru berarti hari-hari kerja yang padat dan hectic, sementara hari lainnya lebih senggang, walau tetap saja sering pontang-panting memenuhi kebutuhan klien. Demikian pula dengan jam kerja. Syita justru lebih sering bertemu klien after office hours. Ada pula masa-masa paling sibuk, yaitu setelah Idul Fitri, setelah Idul Adha, dan Desember-Januari, di mana banyak klien memilih untuk melangsungkan pernikahan.
Saat ditanya, bagaimana membagi waktu dengan syuting iklan dan ikut wedding conference, ia menjawab:
“Pekerjaan utamanya tetap sebagai wedding planner, maka mayoritas waktu tersita ke sana. Kalau ikut wedding conference dan syuting iklan itu benar-benar selingan aja sih. Intermezzo di tengah stressnya melayani bridezillas, hehe…”
Suka Duka sebagai Wedding Organizer
Menurut Syita, salah satu yang paling berharga adalah keluarga dan sahabat-sahabat baru yang didapatkan dari pekerjaan ini. Pendekatan personal yang dilakukan membuat hubungan mereka lebih dari sekadar relasi profesional antara vendor dan klien. Hal ini sangat membantu hidup Syita tetap balance, karena kesibukan bekerja di akhir pekan membuatnya jarang memiliki waktu sosialisasi dengan teman-teman.
Selain itu, Syita sangat senang saat menerima thank you gift setelah selesai membantu pernikahan klien.
“Di luar professional fee yang sudah disepakati, ternyata klien juga rela mengeluarkan biaya lebih untuk membeli special gift dan meluangkan waktu untuk menulis thank you card yang sangat manis. Rasanya semua kelelahan selama bekerja langsung hilang, deh!”
Tentunya ada juga pengalaman yang kurang menyenangkan, salah satunya adalah saat barang berharga klien hilang. Amaya wajib mengganti dengan nilai yang sangat besar untuk ukuran UKM.
“Padahal, kesalahan tersebut bukan sepenuhnya dibuat oleh crew kami, juga ada peranan keluarga yang lengah. Tapi di bisnis jasa, rule nomor satu adalah klien tidak pernah salah. Mau sekuat apapun argumen kami, pengantin tidak akan mau menyalahkan keluarganya dan lebih memilih menyalahkan vendor. Kasus ini benar-benar menjatuhkan semangat saya dan bahkan membuat saya terpikir untuk mundur saja dan menutup Amaya.”
Untungnya, Syita bangkit kembali dan terus memegang prinsipnya, “..bekerja dengan hati, Insya Allah, rezeki pun akan mengikuti.”
Terakhir, untuk kamu yang sedang mempersiapkan pernikahan, ternyata Syita punya pesan penting, lho!
A wedding is just a party. Daripada memusatkan seluruh pikiran, waktu, dan tenaga untuk pesta yang hanya berlangsung sekitar 4 jam, ada hal yang sebaiknya tidak disepelekan yaitu marriage planning.
Yang kedua, pernikahan di Indonesia itu tidak hanya menyatukan dua individu, tapi menyatukan dua keluarga besar. Artinya, wedding planning ini tidak hanya mengakomodir dua kepala, tapi bisa belasan hingga puluhan kepala yang harus didengarkan. Drama menyiapkan pernikaha pasti ada, tapi dengan komunikasi yang tepat, pasti akan ada jalan tengahnya yang menjadi win-win solution untuk semua pihak yang terlibat. Good luck!
Nah, demikian cerita Syita yang sukses dengan bisnis Wedding Organizer-nya. Tertarik dengan pendekatan personal dari Syita untuk menangani persiapan pernikahanmu? Silakan langsung cek info di www.amayawedding.com (IG: amayawedding) atau kontak Syita di IG/twitter @missyita ya!
Risma Prismayani / Sales & Marketing, FDV Wulansari / QM Planner
Artikel terkait:
Risma Prismayani
Related Posts
1 Comment
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
I would like to thank you for the efforts you’ve put in writing this blog.