Sebelum bercerita, saya mau memperkenalkan tokoh sentral dalam tulisan ini, Thoriq, anak usia 5 tahun, TK B, siap masuk SD, anak yang cerdas, menyenangkan, mudah bosan dan gak berhenti ngomong.
Dan inilah cerita saya ….
Juni 2012, saya dan Riza (suami) memutuskan untuk hidup mandiri, sebagai #kelasmenengahngehe. Kami memilih rumah di daerah Selatan untuk menetap, bukan..bukan Jakarta Selatan.. tapi di Tangerang Selatan, Bintaro persisnya J. Dan keriwehan pun terjadi termasuk mencari sekolah Thoriq yang baru.
Di Bintaro, pilihan sekolah banyak banget, international, national plus, swasta atau negeri unggulan. Mulai dari yang menjanjikan mencetak anak kreatif, mandiri, berprestasi sampai gemar belajar dan berbudi pekerti luhur.
Awal-awal sih bingung sendiri, mana ya yang bagus..tapi pada akhirnya saya sampai pada satu kesimpulan seperti, “manusia sekolah juga gak ada yang sempurna (halaahh…)”. Tapi sebagai orangtua yang bertanggungjawab ekplorasi atas pilihan itu wajib dilakukan..gak cuma milih sekolah karena si jeng A bilang bagus, si Mamah bilang OK atau yang lebih parah, pencitraan.
Dan dari pengalaman saya, minimal ada 3 hal yang harus diperhatikan sebelum memilih sekolah:
Pertama, pastikan orangtua tahu karakter anak. Pengalaman saya, karakter anak akan sangat mempegaruhi gaya belajarnya dan bagaimana dia ingin diajar. Seperti anak saya Thoriq, bukan anak yang bisa belajar satu arah, hanya mendengarkan guru saja. Thoriq adalah tipe anak yang banyak bertanya dan akan terus bertanya sampai dia puas mendapatkan sebuah jawaban yang masuk akal. Dengan karakter seperti ini, akan kasihan bagi Thoriq bila saya memaksakan dia masuk sekolah yang gak beri peluang untuk mengeksplorasi lebih lanjut. Artinya jumlah murid dan guru di kelas menjadi salah satu concern kami dalam memilih sekolah. Karena terus terang dibanding nilai di atas kertas, kami lebih ingin Thoriq menikmati proses belajarnya.
Kedua, hayuk orangtua datang ke sekolah yang diminati. Sediakan waktu untuk obeservasi, diskusi dengan gurunya. Saya sempat berdiskusi bersama ketua pembuat kurikulum di salah satu sekolah yang didatangi supaya mendapatkan gambaran lengkap tentang suasana kelas serta proses belajar mengajarnya. Saya selalu datang ke sekolah yang dipilih justru bukan pada saat Open House agar lebih fokus dan melihat aura keseharian di sekolah itu. Entah valid atau tidak, berdasarkan hasil observasi dan pendapat pribadi, semakin sekolah yakin dengan value-nya semakin sedikit spanduk dan iklannya :)
Ketiga, hitung dana pendidikan sekaligus mengukur kemampuan finansial. Saya senang sekali dengan kalimat Ligwina Hananto soal pendidikan, “jangan sampai uang menjadi penghalang antara anak dan cita-citanya”. Artinya dalem banget buat saya. Awalnya saya mengartikan kalimat ini dengan pengertian yang sempit, pokoknya Thoriq harus masuk sekolah di TB Simatupang itu titik (ehm bukan yang biru..sebelahnya.. iyaaa yang orange ;) ). Saya jatuh hati dengan konsep pengajaran mereka dan yakin Thoriq cocok dengan konsep seperti ini. Tapi saya lupa, “Siapa Gue?” sampai mau menyekolahkan Thoriq di sekolah dengan uang pangkal Rp60juta.. kalau saya paksakan, apakah yakin dengan kelanjutannya? Bagaimana nanti dengan Khalid dan Tsuraya (hahaha nama calon adik Thoriq) apa bisa mendapatkan kenyamanan bersekolah yang sama?
Maka saya mengerti makna dari kalimat itu, bahwa tanggung jawab kita sebagai orangtua terhadap pendidikan anak tidak hanya saat ini, tidak hanya satu jenjang, perjalanan masih panjang. Untuk Thoriq, masih ada SMP, SMA dan Universitas. Saya harus pastikan Thoriq mendapatkan yang terbaik sesuai kemampuan sebagai orangtua, tanpa dipaksakan.
Dengan alasan itu juga, walaupun Thoriq masih berumur 5 tahun, saya sudah mulai cari tahu uang pangkal SMP, SMA dan Universitas yang dicita-citakan untuknya.
Lebaykah? Tidak jawabannya, karena jumlah nilai uang pangkal yang diperlukan nantinya fantastis! Untuk biaya kuliah di fakultas kedokteran universitas swasta Jakarta, nilai yang harus kami persiapkan pada saat Thoriq berumur 17 tahun adalah Rp1,8M.
Bagaimana cara menyiapkan Dana Pendidikan sebegitu besarnya? Sulitkah? Jawabannya bisa YA bila dipersiapkan setahun sebelum Thoriq mulai kuliah, atau MUDAH bila dipersiapkan mulai dari sekarang dengan mekanisme regular investment.
Mampu investasi bulanannya? MAMPU!
Memang Thoriq cita-citanya pasti jadi dokter? Gak tau juga sih, tapi menurut saya, stop questioning start investing!
Ini bentuk tanggung jawab kami, tidak akan membiarkan uang jadi penghalang cita-cita Thoriq (juga Khalid dan Tsuraya nantinya..teteup)
Selamat berburu dan enjoy the process!
Nadiah Said |Sales Division |@nadiahbawazier
Artikel terkait:
1 Comment
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
[…] artikel terkait bisa dibaca di sini […]