Alo StenJi dan Wina.
Makasih buat info investasi via reksadananya, mata gue jd terbuka nih.
1. Mengenai reksadana, saat ini memang menjadi prospek yg bagus karena bebas pajak. Tp mungkinkah satu saat reksadana akan dikenai pajak oleh pemerintah?
2. Wina, sebagai analis reksadana yg handal, gue minta saran. Lebih baik mana (utk prospek jangka panjang: 15-20 tahun), beli reksadana yg sudah mapan/lama (NABnya sudah tinggi, misal: danareksa mawar, Schroder Dana Prestasi Plus) atau beli yg masih baru (Manulife Dana Saham?) dengan asumsi NAB murah dan berharap bisa naik sendiri seirng waktu yg panjang itu.
3. Cara ngitung returnnya (manual aja deh kalo kalkulatornya belum jadi) gmn sih? Persentase returnnya rata2 aja Win.
4. Fee dikutip saat pembelian atau penjualan (redeem) aja? Kalo pembelian kena fee, bagaimana kalo kita top up? bisa kena fee bulanan dong?
Makasih ya.
Poetra (Jakarta)
calon investor RDS ketengan.
Jawaban :
Halo Poetra,
Langsung jawab ya.
1. Saat ini pajak reksadana sudah termasuk di dalam NAB/unit (pajak yang berlaku dalam transaksi saham, bunga deposito atau bunga obligasi). Suatu hari returnnya pun tentu akan kena pajak lain lagi. Tapi saat ini setahu saya, para pengelola reksadana masih bernegosiasi agar pasar reksadana yang masih ’bayi’ ini mendapat perlindungan dari pajak yang terlalu banyak. Kasian kan baru belajar jalan udah dijegal hehehe. Tapi kalau return reksadana dipajakin – ada positifnya juga, investor yang senang keluar masuk kayak ingus akan males masuk ke reksadana. Jadi seleksi alam gitu lho, kita-kita yang memang serius mau investasi untuk jangka panjang jadi gak terganggu sama yang sibuk keluar masuk.
2. Reksadana yang masuk daftar rekomendasi produk di QM Financial biasanya adalah reksadana yang sudah berusia > 3 tahun (kecuali reksadana syariah). Kita mau cari yang paling stabil. Jadi saat market lagi naik atau turun, reksadana ini juga hasilnya gak loncat-loncat terlalu jauh. Nah historical returnnya baru bisa kelihatan kalau usia reksadananya sudah di atas 3 tahun – walaupun tidak menjamin performa masa depan, tapi paling gak bisa kelihatan pola kerja nya.
Logika selanjutnya begini. Ayo membandingkan dua reksadana saham dengan komposisi portofolio yang hampir sama. Reksadana ABC dengan NAB/unit sebesar Rp 10.000 dibandingkan dengan Reksadana DEF dengan NAB/unit sebesar Rp 5.000.
Misalnya pasar saham naik 20% hari ini, kedua reksadana ini juga sama-sama naik 20%. Maka NAB/unit Reksadana ABC akan menjadi Rp 12.000. Sementara NAB/unit Reksadana DEF akan menjadi Rp 6.000.
Kalau saya sama-sama punya Rp 1.000.000 di ABC dan di DEF maka uang saya akan tumbuh seperti ini.
NAB/unit Kemarin | NAB/unit Hari ini | |
ABC | Rp10.000 x 100unit = Rp1.000.000 | Rp12.000 x 100unit = Rp1.200.000 |
DEF | Rp5.000 x 200unit = Rp1.000.000 | Rp6000 x 200unit = Rp 1.200.000 |
Sama aja kan hasilnya?
Jangan terkecoh bahwa Rp 10.000 naik jadi Rp 12.000. Padahal kenaikan Rp 2.000 dari Rp 10.000 itu kan secara persentase sama aja dengan kenaikan Rp 1.000 dari Rp 5.000.
Jadi NAB/unit itu gak berpengaruh besar pada saat memilih reksadana. Yang penting adalah komposisi portofolio reksadana tersebut, historical returnnya (bukan untuk menjamin masa depan, tetapi untuk melihat pola) dan siapa MI nya.
3. Cara ngitung return? Kenapa pusing-pusing musti ngitung? Bisa lihat dari perkembangan NAB/unitnya kan? Masih ribet juga, bisa lihat juga return monthly, yearly dan year on year di Koran Bisnis Indonesia, Koran Tempo atau di www.infovesta.com
4. Fee untuk transaksi reksadana ada 3 : subscription (pembelian), redemption (penjualan) dan switching (kalau mau tuker dari satu jenis ke jenis lain). Tetapi kalau memang mau jadi investor ketengan (istilah lo kan? Heheheh), ada juga kok reksadana yang gak ada subscription fee nya (no load fund). Paling-paling ada redemption fee kalau dicairkan < 1 tahun. Padahal kita mau pake reksadananya untuk investasi > 3 tahun semua kan?
Seneng banget pertanyaan lo pinter-pinter begini :) Pastikan lo punya TUJUAN! Kalau ini memang untuk dana pensiun, gak usah pusing ketika market lagi jeblok naik turun seperti sekarang. Toh uangnya mau dipakai masih lama. Toh kalau kita gak investasikan, uang ini cuma habis untuk jajan. Artinya kalau lo investasi, ada risiko nilai uangnya berkurang. Tapi kalau lo gak investasi, ada risiko lo gak punya apa-apa juga. Gampang kan?
Selamat mencoba ya
Wina