Reksadana has been a very popular topic with our Radioshow Financial Clinic (just in case you haven’t tuned in, listen to 87.6 Hard Rock FM every Thursday morning 7-8A M).
Seperti juga cerita hari ini, banyak sekali Hard Rockers yang SMS dan bertanya apa sih sebetulnya yang harus dilakukan dengan reksadana.
Pertama-tama, kita jawab dulu pertanyaan yang mungkin sudah mengganggu banyak orang : Kenapa sih harus investasi di Reksadana?
Seseorang yang sangat saya hormati pernah berpesan begini, “Wina untuk investasi, yang pasti-pasti saja dulu.”
Artinya, kalau mau investasi harus betul-betul mengerti risk/return yang terkandung di dalamnya. Di sinilah filosofi ’tujuan lo apa’ mulai terbentuk. Dengan mengetahui tujuan finansial yang jelas, kita jadi tahu apakah kita perlu menabung atau harus berinvestasi.
Sederhananya begini.
Tujuan finansial:
- Berlibur sekeluarga tahun depan dengan Rp 12 juta
- Pensiun 10 tahun lagi dengan Rp 2 Milyar
Kalau sekarang sudah punya Rp 12 juta, untuk dipakai berlibur tahun depan, ya sudah saja, jangan masuk ke reksadana. Karena dana yang dibutuhkan sudah ada jadi gak perlu growth lagi.
Kalau sekarang sudah punya Rp 2 Milyar, untuk dipakai pensiun, ya sudah jangan masuk ke reksadana. Karena dana yang dibutuhkan sudah ada jadi gak perlu growth lagi. Untuk gue pribadi, sayang amat ya Rp 2 Milyar cuma di deposito ya, tapi balik lagi ke tujuan nya.
Ceritanya adalah, kalau untuk pensiun itu kita menabung Rp 1 juta per bulan, selama 10 tahun dana pensiun yang terkumpul hanya jadi : Rp 120 juta! Jauh sekali dari kebutuhan pensiun yang Rp 2 Milyar! Daripada pensiun dengan Rp 120 juta, then we take the risk. Berinvestasi dalam sebuah produk yang dapat menghasilkan target return tertentu, inilah investasi di Reksadana.
Seorang financial planner bertugas untuk menghitung secara matematis berapa target return yang harus dicapai selama 10 tahun dengan sejumlah uang tertentu agar mencapai Rp 2 Milyar tersebut.
Dengan cara seperti ini, seharusnya tidak ada lagi ’penabung’ yang ingin ikut-ikut berinvestasi di reksadana dan caranya seperti ingus keluar masuk hehe. Gak ada yang ngelarang juga kok. Silahkan aja, I just don’t want to endorse that kind of behaviour. Kalau emang mengerti resiko spekulasinya, sok atuh. But here at QM Financial, we don’t entertain speculative investors. Semuanya harus dengan tujuan yang jelas, jadi mengambil resiko pun harus diperhitungkan apakah memang perlu demi mencapai return yang diinginkan.
Jadi, jangan pernah sekali-sekali bertanya lagi seperti ini : gue mau investasi yang aman, reksadana yang mana ya?
Hmmmph… gak ada investasi yang aman. Simpan uang di tabungan aja ada resikonya kok. In my case, I’ll spend it! Hehehe… Tinggal perlu ambil resiko sebesar apa sih?
Buat gue logikanya sederhana sekali, gue gak mau pensiun hanya dengan Rp 100-300 juta. Gue gak tahu penghasilan keluarga gue ini akan meningkat seperti apa setiap tahunnya. Gue juga gak yakin kita masih bisa cut down on our expenses yang serba sok yuppies ini. So I’ll take the risk!
Kalau investasi di reksadana saham itu gagal gimana dong? Start again… iya emang sekejam itu… start lagi terus kenapa?
Belum ngerti resikonya juga? Jangan berani-berani masuk ke reksadana. Nabung aja dulu… selama ini nabung aja susah kan? It’s boring, but it’s better than nothing.
Ehem, dapat salam dari dana darurat!!!
Yes Yes Yes, everytime you invest for your pension fund in reksadana, YOU BETTER CONTINUOUSLY INCREASE YOUR EMERGENCY FUND!
Gimana, masih bertanya-tanya lagi tentang Reksadana? Tenang… the sky is the limit! I’m sure there are kazillion questions waiting out there about Reksadana.
Finance Should Be Practical!
Ligwina Hananto