Durian Runtuh
My Driver got 100 mio!
Yup, bener. Ga bohong! Hebat banget ya?
I personally shocked when I heard that news. Is it true?
Wah jangan-jangan, kalau supir gw udah jadi milliarder, dia minta berhenti kerja lagi. Waduh mana udah hampir 4 tahun dia bareng gw. Susah pula cari supir yang cocok, pinter, jujur. Pak Fauzan is the best driver ever for me.
Jadi kejadiannya, sekitar 6 bulan yang lalu.
Mertuanya jual rumah di belakang Wisma Metropolitan, Sudirman.
Wuii keren kan? Rumah supir gw di dalem kota, rumah gw nun jauh di luar kota, kebalik hahaha ….
Jadi dulu, tahun-tahun pertama dia jadi supir gw, gw atau suami akan nyetir sendiri dari rumah sampe ke kantor suami di gedung Sampoerna. Nah, Fauzan untuk ngirit ongkos tinggal jalan kaki dari rumahnya ke kantor suami gw. Jadi intinya supir hanya gw pake untuk keliling-keliling di dalam kota doang. Pulang-pergi, gw nyetir sendiri. Basically I love to drive, so I don’t mind at all. Dan kalo di mobil berduaan ama suami, rasanya lebih enak, bisa bebas ngobrol. Ketimbang ada supir yang akan ikut dengerin obrolan kita.
Hanya banyak orang bingung, trus ngapain punya supir. Enak banget supir nya, hanya kerja di dalam kota doang. Well, buat gw itu aja udah ngebantu banyak. Karena kalo udah mepet jadwal ketemuan ama klien, terus harus cari-cari parkir, bisa telat, bisa gila. Lagian ga make sense aja, kalo dia harus bolak-balik, abisin uang untuk datang ke rumah gw, subuh- subuh, anterin lagi kita ke deket rumahnya, terus pulang harus begitu juga. Dia punya tiga anak , kayaknya waktu dia lebih berharga untuk bisa main sama anak-anaknya dulu, daripada macet- macetan di jalan. Well, harusnya bisa aja sih gw cari supir yang rumahnya deket ama rumah gw. Beres kan? Tapi udah cari-cari, ga nemu. Jodohnya sama Fauzan, dan rumah nya di tengah kota. Ya sudah lah, gw jalanin.
Hampir 2,5 tahun kejadian ini berlangsung. Sampai akhirnya rumah mertua harus dijual, karena di daerah itu, udah banyak dibangun apartemen dan perkantoran. Jadi rumah mertua Fauzan makin kepepet dan jadi banjir. Pokoknya, mereka dipaksa jual rumah deh supaya pembangunan bisa terus berlanjut. Akhirnya itu rumah dijual dengan harga 2,8M. Dibagi-bagilah sama anak-anaknya. Nah, Fauzan dan istrinya dapat bagian 100jt.
Gw udah wanti-wanti bilang ama dia, “ayo Ibu bikinin PLAN deh. For FREE,” demi jaga uang-nya jangan abis seketika.
Fauzan semangat, “Iya Bu, ok”.
Gw ama Fauzan udah mulai ngobrol uangnya mau dipakai buat apa aja.
Beli rumah max 75jt, sisanya buat biaya sekolah ketiga anak-anaknya.
Gw udah bilang, beli emas Logam Mulia, beli reksa dana, dll tapi belum ada sebulan sejak uang itu diterima, ternyata istrinya udah kasih DP untuk pembangunan rumah di daerah Bojong dan harga rumah itu 70jt.
Oh, aman masih sesuai budget yang kemaren gw obrolin sama Fauzan. Tapi masalahnya ini bukan beli rumah jadi, tapi bangun rumah. Langsung gw deg-degan!
Yang namanya bangun rumah, ga mungkin akan sesuai bujet, pasti lewat. Bener aja! Ujung-ujungnya Fauzan keluar uang total untuk bangun rumah itu plus isi-nya adalah 110jt. Nombok aja! Duh, jadi gw yang pusing! Padahal gw udah semangat mau coba itung-in rencana keuangan keluarga Fauzan yang udah punya tiga anak ini. Buyar deh ..
Gw ngomel, “kenapa sih ga ngobrol dulu ama istri? Kan uang 100jt ga akan bisa didapat lagi dalam waktu dekat.” Emang masih ada rumah Engkongnya? Kan ga ada, itu rumah satu-satunya! Fauzan cuman bisa nunduk, “Yahh gimana Bu, soalnya itu uang istri. Jadi saya juga ga bisa banyak ikut campur. Soalnya yang nawarin bangun rumah itu saudara nya, dan istri ingin banget punya rumah di daerah situ. Dekat sama saudara-saudaranya.”
Gw merasa bersalah, kenapa ga maksa ketemu sama istri atau nelepon dia untuk jelasin sama bantu atur keuangannya. Itu kan kerjaan gw sehari-hari.
Jadi nasi udah jadi bubur .. uang 100 juta ilang udah, menguap, tanpa bekas. Sama sekali. Sediiihhhhh deh! Buat seorang supir seperti Fauzan, uang itu kan gede banget pasti, bahkan untuk gw sekali pun!
Fauzan dan keluarga, alhamdulilah at least udah punya rumah sendiri. Tapi untuk kehidupan sehari-hari dan keperluan anak anaknya sekolah, tetap back to basic. Hanya bergantung sama gaji bulanannya aja.
Kenapa gw tiba-tiba pengen nulis ini, soalnya baru kemaren Fauzan mau pinjam uang, padahal baru empat hari lalu gw kasih gaji bulanannya dan bonus lebih buat dia pada bulan ini. Nah, gw bingung. Kok uangnya udah abis aja? Ngapain aja? Akhirnya gw minta dia untuk tulis pengeluaran sehari-harinya. Gw pengen tahu lari kemana aja itu gaji. Gw ga mau gampang minjemin duit tanpa alasan yang jelas. Akhirnya dia dateng dengan catatannya, ternyata bulan ini gara-gara dapet gaji lebih gede dari biasa, istrinya lgs bayar uang PAUD untuk anak keduanya, terus ibu mertua sakit, istrinya sakit.
Jadilah uang bulan ini menguap cepet banget. Ehmm …
At the end of the day everyone’s struggling with their money and expenses.
Kalau aja uang 100juta itu dimanfaatin dengan benar, mungkin sedikit bisa membantu kesejahteraan keluarga Fauzan.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa jadi pelajaran buat kita semua, kalau tiba-tiba dapat uang kaget, bonus/warisan/dll jangan langsung berasa jadi orang super kaya dan kalap belanja ya …
Rencanain dengan benar, mau buat apa aja, dan kalau bisa jangan hanya diskusi sama pasangan doang, tapi juga sama orang lain, yang kepala-nya lebih dingin untuk bisa bantu buat PLAN dari uang kaget itu, tanpa ada emosi yang involved.
Fitri Noeriman | Planner/Head of Sales | @v3noeriman
Financial PLAN Could prevent POLIGAMI
Hahahaha judulnya provokatif abis ya
Well, it’s just my opinion, it’s not tested or proved yet
Kalau mau percaya boleh
Ga percaya juga ga apa-apa
Kenapa gw punya opini gila ini?
Berdasarkan pengalaman pribadi dari orang-orang yang gw temuin sebenernya.
Pengalaman 1
Sekitar 4 tahun yang lalu, gw meeting sama salah seorang HRD di perusahaan besar. Dia cerita kalau para pegawai pabriknya, selama ini selalu dapet gaji dan uang lembur. Uang lemburnya bahkan bisa lebih gede dari gajinya. Jadi mereka selalu merasa hidup berkecukupan. Karena berasa punya uang lebih, maka para pegawai ini banyak yang menyalahgunakan kelebihan uangnya. Ada yang cicil motor, cicil TV, cicil barang-barang elektronik, plus yang paling parah adalah nambah istri! Ck ck ck … apakah semua laki-laki klo dikasi rejeki lebih jadi mikir yang aneh-aneh ya? Masa iya, mereka nambah istri dari kelebihan uang lemburan? Tahun 2008 waktu krisis ekonomi terjadi, mereka STOP dapat uang lemburan karena jumlah produksi berkurang drastis. Apa yang terjadi? HRD-nya pusing tujuh keliling, karena tiba-tiba didatangi oleh banyak istri muda dari para pegawai pabrik ini. Mereka (istri kedua, ketiga dan keempat ini) nanya dan minta pertanggungjawaban karena ga dikasi uang bulanan lagi semenjak uang lembur hilang. Nah berarti benar, para istri tambahan ini ternyata memang dihidupi dari tambahan uang lembur. Sebenernya uang lemburan ini udah salah banget dipakai buat cicil barang, karena nanti kalau ga bisa bayar akan dikejar-kejar sama debt collector. Eh yang lebih parah, nambah istri. Ya, yang ngejar istri plus anak-anaknya dong. Lebih galak dari debt collector mana pun. OMG!
Pengalaman 2
Pengalaman ini gue denger dari team QM Financial yang pergi ke daerah Pangalengan. Mereka datang ke sana untuk melakukan financial check up untuk berbagai level karyawan sebuah perusahaan. Yang menarik adalah level satpam. Karena ternyata gaji mereka di daerah sekecil Pangalengan tergolong gede. Setaralah sama gaji management trainee di bank swasta Jakarta. Gede dong! Tapi ya itu dia, lagi-lagi masalah muncul karena merasa punya uang banyak. Mereka dipandang sangat tinggi oleh orang-orang di sekitar sana. Ibaratnya jadi kumbang desa deh: semua perempuan di sana mimpi buat dijadiin istri sama bapak-bapak satpam bergaji gede ini. Kejadian deh, para satpam ini rata-rata punya istri lebih dari 1. Jadi sebenarnya yang salah sapa ya? Laki-laki atau perempuan? Laki-laki seringkali jadi lupa daratan kalo punya uang, sibuk cari istri tambahan. Tapi masalahnya perempuan juga suka ga mikir panjang, selama laki-lakinya punya uang banyak, keliatan kaya, dimadu ga jadi masalah. Hemhhhh …. Pada saat melakukan financial check up, ya otomatis dengan kondisi gaji yang seharusnya terbilang gede, tetep aja kurang karena bapak satpam harus menghidupi 3 keluarga. Istri-istrinya ga ada yang bekerja. Anak terus membesar, seiring anak tumbuh, maka biaya pun akan terus membengkak. Padahal kalo aja si bapak hanya punya istri 1, pasti keluarga inti si bapak akan bisa hidup nyaman, tercukupi, tenang dan aman.
Pengalaman 3
Ini pengalaman temen gw. Ada salah satu bos di perusahaannya bertampang keren, posisi oke, gaji pasti oke banget juga. Usia belum tua-tua banget, yah umur menginjak 40 tahunanlah. Ternyata si bos punya selingkuhan di kantor. Perempuan umur 30-an, yang belum nikah dengan gaji dan karir yang udah ok, tipikal cewek high maintanance dan akhirnya kayanya agak susah untuk cari calon suami yang ga kaya. Jadilah perempuan ini jadi selingkungan jangka panjang si bapak bos. Dari awal selingkuh doang, semua berlanjut dan.. confirmed, dia akhirnya jadi istri kedua bapak bos. Dikasih mobil keren, dikasi apartemen dan uang bulanan. Yang kurang cuma waktu bareng sama suaminya plus status. Tapi sepertinya itu pun ga jadi masalah.
Dari pengalaman-pengalaman dan cerita yang gw dapet itulah gw berkesimpulan kalo uang itu selalu jadi godaan terbesar buat semua orang. Laki-laki kalau udah pegang uang lebih dikit, dana kenakalannya jadi lebih besar, dari awalnya hanya dipakai buat hobi, lama-lama coba hobi nakal yang lain. Kalau aja, pasangan suami istri punya rencana keuangan yang jelas dan udah kebayang dan ngitung mimpi indah mereka berdua, kayaknya poligami bisa dicegah. Kayaknya ya … walaupun inti dari semua sebenarnya iman, akhlak dan niat hehe.
Tapi at least dari kacamata gw sebagai seorang financial planner, start dari uang aja dulu karena seringkali uang jadi masalah. Uang sedikit jadi masalah: rumah tangga jadi berantem, bisa juga jadi cerai. Uang banyak: jadi masalah juga, karena merasa kaya, pakai mobil mentereng, dilirik ama cewek cantik yg lebih muda, langsung deh bablas. Kalau punya PLAN, orang ga akan merasa kaya deh! Ini karena angka-angka masa depan yang masih nun jauh di sana akan langsung keliatan. Pasti efeknya kebalikannya: merasa miskin. Hihihi. Mulai dari menentukan tujuan hidup berkeluarga, hitung semua kebutuhan pendidikan anak, biaya nikah anak, biaya pensiun, dan biaya-biaya lain, akhirnya uang langsung diplot di tempatnya masing-masing. Ga akan ada tuh, perasaan bingung ngabisin uang buat apa, trus akhirnya jadi iseng ga jelas. Jadi para ibu-ibu, yuk ajak suami-suami ya bikin PLAN supaya pada pingsan liat angkanya dan mikir bahwa istri 1 plus anak aja udah berat. Haha. Dengan begitu, mudah-mudahan jadi ga kepikirian untuk nambah keluarga baru. Hahaha.
Fitri Noeriman | Planner/Head of Sales | @v3noeriman
Mal vs Piknik
Ma, ke mal yuk!
Zaira, ke Kebun Raya Bogor yuk, kita piknik!
Dulu di Bandung, gw ga suka yang namanya mal. Rasanya mahal, ribet harus dandan kalau mau pergi ke mal, AC, dingin, ga seru! Tapi sejak pindah ke Jakarta, akhirnya give up. Apalagi punya newborn baby, rasanya nyaman banget klo pergi ke mal. Adem, ga sepanas udara di luar, toilet bersih, ada ruangan untuk ibu dan anak, bisa menyusui dengan tenang. Mal is giving me a new meaning. Dari yang awalnya ga suka, jadi ketagihan. Waktu Zaira baru lahir banget, ya bawaannya pergi ke mal. Anak happy, ibunya juga happy. Yang ga happy hanya bapaknya doang hehe.
Sejalan waktu, lama-lama Zaira makin gede. Dari sejak dia di dalem perut gw, lahir, gede, mainnya ke mal melulu. Akhirnya Zaira jatuh cinta ama mal. Gw yang mulai stres. Ko jadi gini ya? Kenapa anak gw jadi anak mal? Ga mau main kotor-kotoran, gerah-gerahan. Pengennya nge-mal, ngadem, makan di resto. Kalau dibandingin ama jaman gw kecil, ya jauhhh banget. Tapi ga bisa semua dibandingin ama jaman dulu, jaman udah berubah. Gw ga mau langsung mendadak cabut semena-mena, kasi larangan no more mal, toh gw juga yang salah. Gw yang bikin Zaira jadi begini. If it’s my mistake, then I must fix it.
Gimana caranya?
Ngajakin piknik… emang sih awalnya Zaira ga excited. Denger kata piknik aja udah aneh, orang ga pernah diajakin sebelumnya. Gw mulai ngajak Zaira piknik sekitar dia umur 2,5 tahun. Rasanya umur itu udah pas, udah ga terlalu ringkih, udah bisa lari-lari. Inget tempat pertama piknik kita: Kebun Raya Bogor. Bawa bekel, bawa bola, bawa tikar. Awalnya, Zaira ga mau tuh disuruh buka sepatu trus lari-lari telanjang kaki di atas rumput. Dia bilang: kotor Ma …. duhhhh anak kota banget deh. Akhirnya gw-lah ama suami yg kasi contoh duluan. Plus para mba yang semangat juga ngasih contoh. Pelan-pelan akhirnya Zaira mau juga. Pas udah capek, kita baring-baring, liat awan sama pohon, angin semilir, duhhh nikmat banget. Jauh deh ama dingin nya mal.
Sampai dengan sekarang, kita masih piknik. Sebulan yang lalu, kita piknik ke Ragunan. Seru juga! Selama ini hanya piknik sekeluarga inti doang. Pengen nya nanti ngajak semua tim di kantor ama keluarga plus anak-anak nya buat piknik rame-rame. Karena sebenernya di balik piknik, ada hal yang bisa kita pelajari: lebih mencintai alam, tempat bermain yg lebih sehat, udara tanpa polusi, makan makanan bekel yang lebih sehat, plus lebih murah, makin membuat erat hubungan keluarga.
Mumpung lagi musim liburan, piknik yuk!
Fitri Noeriman | Planner/Head of Sales | @v3noeriman