Kids N Money adalah topik yang sangat saya sukai.
Isinya cerita bagaimana saya dan anak-anak berinteraksi dengan uang.
Biasanya topik ini saya bahas melalui akun twitter @mrshananto. Serba ringan dan tidak berbau keuangan. Lebih banyak cerita tentang keluarga saja. Sampai suatu hari, saya kedatangan tamu. Mereka adalah pasangan muda, belum berusia 40 tahun. Sebut saja Toni dan Vika (bukan nama sebenarnya). Mereka memiliki 1 orang anak laki-laki berusia 14 tahun. Saat datang berkonsultasi, Toni dan Vika sama-sama membahas betapa pentingnya punya rumah.
Saya penasaran. Jika memang rumah mendapat prioritas tinggi dalam keuangan mereka, kenapa belum juga punya rumah? Rasio keuangan hasil pemeriksaan Quick Check Up menunjukkan keuangan mereka sehat. Keluarga ini tidak memiliki cicilan utang. Mereka pun melakukan investasi rutin dalam produk reksadana secara rutin.
Wina : Apa sih alasan belum punya rumahnya?
Toni : Gak ada aja untuk nabung buat DP nya Win.
Wina : Tapi kan investasi rutin untuk Reksadana ini ada.
Vika : Itu untuk dana darurat, dana pendidikan, dana pensiun.
Wina : Memangnya gak bisa ditambah lagi nabung atau investasinya?
Vika : udah ngepas semua Win.
Toni : Iya ya kok nabungnya dikit. Perasaan kita juga gak boros-boros amat kok.
Wina : Coba kita periksa lagi ya. Planner di QM suka menyebut ini ‘bocor halus’. Nabung dikit tapi gak ketahuan borosnya di mana.
Cuplikan convo ini adalah diskusi antara saya dengan salah satu pasangan yang datang berkonsultasi. Saya sudah mendapatkan ijin untuk membahas kisah mereka karena merasa nilai cerita ini terlalu penting untuk tidak disebarluaskan – tentu saja nama dan identitas mereka disamarkan.
Setelah memeriksa pengeluaran lebih teliti lagi, barulah Toni mengaku kalau ia sering sekali lepas kendali jika berurusan dengan anak tunggal mereka. Anak tunggal ini laki-laki sudah berusia remaja dan punya prioritas sangat tinggi pada gaya dan pertemanan. Toni termasuk orang yang sangat permisif pada semua permintaan anak mereka. Vika dan Toni pun sering bertengkar karena mereka berdua tidak konsisten pada keputusan pengeluaran yang diminta anak.
Contohnya. Apa pun yang diminta anak, Toni serta merta membelikan. Mulai gadget hingga pakaian dan sepatu bermerek. Tidak ada kata ‘tidak’ untuk seanak tunggal. Urusan berlibur pun menjadi keharusan untuk bisa ke luar negeri. Ada atau tidak dananya, Toni selalu mengikuti keinginan anak. Selain itu, setiap minggu mereka ke mall hingga 3 kali. Belum termasuk akhir pekan. Setiap kali ke mall bisa dipastikan akan membeli sesuatu plus tentu saja makan di restoran. Saya tidak melarang sebuah keluarga ke mall untuk makan atau membeli kesukaan mereka. Tapi frekuensi bisa diturunkan dan menyimpan lebih banyak demi prioritas yang maha penting seperti sebuah rumah lho.
Hitungan saya, sebetulnya Toni dan Vika masih punya Rp2juta / bulan untuk disisihkan sebagai DP rumah. Rp2 juta x 12 bulan x 3 tahun = Rp 72juta. Ini belum termasuk bonus dan THR yang masih bisa tabungkan. Total target Rp150 juta dalam 3 tahun seharusnya masih bisa.
Di akhir sesi konsultasi, Toni setengah berteriak karena tidak percaya, “HAH? Jadi kita gak punya rumah karena terlalu memanjakan anak?”
Jadi… Kids N Money sekarang bukan sekadar topik ringan untuk tersenyum bersama anak-anak. Saat kita menunjukkan kebiasaan keuangan yang buruk pada anak, anak akan meniru. Saat kita mengabaikan cara mengajarkan uang pada anak, keuangan keluarga yang jadi taruhannya. Ayo segera dipikirkan, pelajaran tentang uang seperti apa yang ingin Anda berikan pada anak minggu ini!
Tidak ada solusi instan untuk Toni dan Vika. Hidup boros sudah jadi kebiasaan. Perlu latihan – lengkap bersama anak. Solusi terdekat untuk Toni dan Vika, saya memberikan PR. Saya meminta mereka pergi ke mall dengan anak semata wayang mereka. Lalu saya minta mereka memiliki anggaran dan berdiskusi bertiga tentang bagaimana mereka akan menghabiskan anggaran terbatas itu selama berada di mall.
Belajar tentang uang itu bukan berarti jadi kikir. Belajar tentang uang itu juga berarti belajar mengambil keputusan bersama. Dan ini demi masa depan mereka: sebuah rumah.
Artikel terkait:
1 Comment
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
[…] Jangan sampai kamu Nggak Punya Rumah Karena Memanjakan Anak lho! […]