“Iya, kalau beli reksadana murah Met, Rp200.000 aja udah bisa kok. Masa iya pas nanti elo udah kerja, uang segitu nggak ada?”
Itu perkataan salah seorang teman kuliah saya sekitar 5 tahun yang lalu. Saat itu memang reksadana bukan hal yang umum untuk mahasiswa seperti kami, meskipun secara teori sudah paham. Saya pribadi, saat itu belum tertarik dengan reksadana. Saya dan beberapa teman bahkan “bingung” dengan salah seorang dari kami, keluar masuk counter salah satu Manajer Investasi (MI) lokal yang memang disediakan oleh fakultas.
Namun setelah hampir 3 tahun bekerja di QM, saya pikir reksadana itu salah satu produk invetasi yang pas banget buat orang-orang seusia saya dengan pendapatan fresh graduate dan memiliki tujuan keuangan finansial yang banyak. Ya…ya…ya…dengan kata lain bisa dibilang “maunya banyak tapi uangnya terbatas!”. Jadi yang harus saya pikirkan adalah bagaimana bisa mengoptimalkan income yang saya punya untuk bisa memenuhi kebutuhan saya dan bisa terus berinvestasi. Kalau istilah ekonominya“maximize utility with given budget constraint”. Nah, salah satu jawabannya adalah dengan reksadana.
Ada beberapa kelebihan lain yang dimiliki reksadana, diantaranya adalah:
- Murah. Dibandingkan dengan saham yang minimum pembeliannya adalah satu lot (500 lembar), obligasi atau sukuk ritel dengan minimum pembelian Rp5.000.000, reksadana jauh lebih murah. Beberapa produk reksadana bisa dibeli dengan minimum pembelian Rp500.000 atau bahkan jika menggunakan auto debet (pembelian regular reksadana secara otomatis) reksadana dapat dibeli dengan pembelian minimum Rp100.000 saja.
- Bisa disesuaikan dengan tujuan keuangan dan profil resiko Anda. Sebagai “anak” QM, ketika ditanya produk investasi yang bagus apa, pasti Anda akan ditanya balik “tujuan lo apa?”, karena memang produk investasi itu disesuaikan dengan tujuan keuangannya misalnya untuk apa? berapa biayanya? kapan pelaksanaannya? Selain itu juga mempertimbangkan profil resiko Anda, apakah Anda risk taker atau risk averse. Ada beragam jenis reksadana yang masing-masing memiliki karakter produk investasi berbeda yang bisa disesuaikan dengan tujuan keuangan dan profil resiko Anda. Untuk kebutuhan jangka pendek sekitar 1-3 tahun, Anda yang profilnya risk averse bisa menempatkan pada reksadana pasar uang. Jika Anda risk taker, bisa berinvestasi di reksadana pendapatan tetap.
- Diversifikasi produk dan dikelola oleh manajer investasi yang profesional. Pernah dengar istilah “Do not put all of your eggs in one basket” Istilah itu mengingatkan agar berinvestasi pada produk yang berbeda untuk memperkecil resiko. Orang yang berpendapatan besar bisa melakukan diversifikasi dengan membeli saham dan obligasi ritel secara langsung. Tapi akan berbeda dengan orang yang hanya mampu menyisihkan uang Rp500.000 per bulan untuk investasi. Salah satu usaha yang bisa dilakukan adalah investasi pada reksadana karena didalamnya sudah mencakup beberapa produk investasi lain, seperti saham dan obligasi yang proporsinya tergantung pada jenis reksadananya. Uang kita di reksadana akan dikelola oleh manajer investasi yang profesional. Hal ini akan lebih menguntungkan untuk orang-orang dengan ilmu keuangan dan waktu terbatas untuk investasi.
- Reguler investment secara otomatis. Kalau Anda seperti saya yang malas untuk membeli reksadana setiap bulan, Anda bisa membuat investasi bulanan Anda menjadi berkala secara otomatis. Nanti pembelian reksadana Anda bisa langsung terdebit dari rekening Anda pada tanggal yang Anda tentukan sendiri. Pembelian secara berkala ini bisa mengajarkan kita untuk disiplin dalam berinvestasi.
Selamat berinvestasi!
Meta|Research|@rahmamieta
Artikel terkait:
1 Comment
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
[…] *artikel terkait dapat dibaca di sini […]