Apa yang terlintas di pikiran Anda saat mendengar tentang perjanjian pranikah atau prenuptial agreement (prenup)?
Coba saya tebak, siap-siap cerai, tidak romantis, tidak percaya pasangan, kebarat-baratan, tidak sesuai syariah.
Saya juga pertama kali tahu tentang prenup, gara-gara sering baca gosip Hollywood. Tahu tidak, kalau salah satu pasal di prenup mereka menyebutkan kalau Jessica Biel akan mendapat USD500.000 jika ternyata Justin Timberlake terbukti selingkuh!
Tapi, prenup yang dibahas di sini bukan yang seperti itu ya….
Konsep prenup sebenarnya sederhana. Intinya adalah pemisahan harta milik suami dan istri. Apa saja? Penghasilan, harta, warisan, dan hibah yang diterima atau dimiliki baik sebelum atau setelah pernikahan.
Perjanjian pranikah bukan masalah setuju atau tidak setuju, tapi masalah apakah Anda sudah memahami konsekuensi jika tidak memilikinya. Apa sih yang menyebabkan perjanjian pranikah penting?
Apakah Anda tahu bahwa ada Undang-undang Perkawinan 1974 yang menegaskan bahwa:
- harta dan utang suami istri sebelum menikah adalah milik masing-masing
- harta dan utang suami istri setelah menikah adalah milik bersama kecuali ada perjanjian sebelumnya.
Kenyatannya, jika kita mau menelusuri secara syariah, seorang istri tidak wajib untuk bekerja dan tidak wajib untuk memberikan harta dan penghasilannya kepada keluarga. Begitu juga dengan “uang jajan” pemberian suami kepada istri. Mau digunakan untuk beli baju, ditabung, atau dikumpulkan dan dipakai untuk membeli aset, semuanya menjadi hak penuh istri. Jadi logikanya, pembagian harta suami istri secara syariah dimentahkan oleh Undang-undang Perkawinan 1974.
Allah berfirman:
“Dan jika kamu ingin mencerai istrimu dan menikahi wanita lainnya, sedang kamu telah memberikan kepada istrimu itu harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari istrimu itu sedikit pun dari harta yang sudah kamu berikan.” (QS. An Nisa: 20)
Masih mau bilang kalau prenup tidak sesuai syariah?
Setelah menikah, ini berlaku bukan hanya untuk harta, begitu juga dengan utang. Jika pasangan berutang, berarti Anda juga bertanggung jawab untuk melunasi utang tersebut. Kalau Anda sudah paham dan menerima konsekuensi tersebut sih, tidak apa-apa. Tapi kalau belum paham, bisa bahaya.
Memiliki prenup bukan berarti bersiap-siap cerai lho. Tidak ada orang yang dari awal pernikahan ingin bercerai. Tapi kematian itu pasti, dan salah satu dari pasangan pasti akan ada yang meninggal dunia terlebih dahulu yang diikuti oleh pembagian waris. Sering terjadi perselisihan keluarga mengenai harta yang berujung tuntut-menuntut di pengadilan. Padahal semuanya bisa dicegah kalau ada perjanjian dan pembagian yang jelas, hitam di atas putih sehingga tidak perlu ada kecurigaan dan pertengkaran antara anggota keluarga.
Terus, kalau suami membelikan rumah atau mobil atas nama istri, bagaimana? Eits, jangan senang dulu. Tanpa prenup, jika pada akhirnya bercerai atau saat pembagian waris, rumah atau mobil itu tetap merupakan harta bersama, walaupun diatasnamakan istri.
Jadi sebenarnya prenup itu perlu atau tidak? Semua kembali lagi kepada keputusan masing-masing, tidak ada yang benar atau salah. Coba diskusikan dengan calon pasangan. Yang penting sekarang Anda sudah mengerti tentang prenup dan bisa membuat informed decision.
Selamat berdiskusi dan selamat menempuh hidup baru ya!
Gebby Ayala | Deputy Financial Planner | @ayalagebby
*artikel terkait bisa dibaca di sini
Artikel terkait:
2 Comments
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Undang-undang Perkawinan 1974 yang menegaskan bahwa:
1. harta dan utang suami istri sebelum menikah adalah milik masing-masing
2. harta dan utang suami istri setelah menikah adalah milik bersama kecuali ada perjanjian sebelumnya.
Pernyataan Anda:
Jika pasangan berutang, berarti Anda juga bertanggung jawab untuk melunasi utang tersebut. Kalau Anda sudah paham dan menerima konsekuensi tersebut sih, tidak apa-apa. Tapi kalau belum paham, bisa bahaya.
Komentar:
Menurut saya hal tersebut tidak benar jika pasangan berhutang sebelum nikah misal cicilan rumah sebelum menikah. Seperti UU 1974 bahwa harta dan hutang sebelum menikah adalah milik masing-masing. Jika hutang dimulai saat setelah menikah, memang menjadi tanggungan bersana.
Salam,
Pradipta Gora
Terima kasih atas masukannya. Konteks artikel ini memang untuk harta dan hutang setelah menikah. Mohon ijin untuk memasukkan narasi dari Anda sebagai tambahan penjelasan ke dalam artikel tersebut, untuk lebih menjelaskan dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Salam, QM Financial.