Hari ini setelah siaran pagi di Hard Rock FM, gue take VO untuk insert financial tips, terus nganggur. Akhirnya nongkrong di Starbucks Thamrin sambil nungguin meeting jam 11 yang ternyata gak jadi juga.
Ternyata Pandji lewat, dia juga punya jadwal ‘nganggur’ sampe jam 2. Jadi kita berdua akhirnya duduk-duduk, sibuk dengan laptop dan hp masing-masing. Lost and stranded lah judulnya.
Berhubung si bapak satu ini lagi ‘hamil’, jadi obrolan kita gak bisa jauh-jauh dari urusan anak. Ya… gue akhirnya menerima kenyataan, kalo dibandingkan Pandji & Steny, gue emang ibu-ibu banget ya hahhaha, walaupun tetep aja ‘in denial’.
Karena obrolan itu, sampe kantor setelah makan siang, gue jadi teringat betapa serunya waktu Azra lahir. Betapa hebohnya karena waktu itu kita betul-betul dalam kondisi financially stupid. Double income no kids, gak bisa saving? Kebangetan gak sih?
Jadinya for the last half an hour, gue cuma bisa berkaca-kaca bolak balik klik klik photo-photo waktu bayi-bayi ku baru lahir. How tiny and innocent they are. How as parents, we have the responsibility to provide.
And of course, it has to go back to my parents.
Mau nangis nih.
As I wrote this, I was thinking how blessed I am to have parents like my parents. Mungkin secara komunikasi anak sama orang tua kita biasa-biasa aja. They are not the kinds you can actually go to and talk to and discuss different things with. Galak banget lho hehehe…
But they definitely are the ones who shaped my financial attitude.
Gue gak akan pernah lupa, betapa susahnya dulu waktu jaman SD atau SMP untuk bisa beli mainan atau baju baru. Bukan karena mereka gak mampu, tapi karena orang tua gue punya disiplin keuangan yang perlu dicontoh generasi kita.
Tapi waktu umur 14, gue pengen les bahasa Inggris yang mahal banget (dulu lokasi tempat lesnya rumah tua yang sekarang jadi FO di pojokan Jl. Riau Bandung), Papa dengan enteng mengijinkan. Dengan bingung gue bertanya, kenapa, kan biasanya pelit gitu. Jawabannya, “I will pay for anything you want or need for education.” Dasar bandel gue bertanya lagi, “Why? Is it because it’s your obligation?“. Jawaban Papa yang berikut masih bikin gue nangis sampe hari ini, “No, it’s not my obligation. It’s because YOU are my responsibility.“
Lesson learnt from Mr. Irawan Poerwo aka My Dad, you just have to take up your responsibility. In this case, we need to teach our children and shape their financial attitude, because their financial literacy is our responsibility.
Coba deh perhatikan. Selama ini kita semua sedikit banyak merefleksikan apa yang dilakukan orang tua kita. Dalam soal uang, ini pun menjadi habit yang terus kita bawa dari kecil sampai sekarang. Kalau sekarang kita sudah melenceng terlalu jauh, terus generasi anak kita gimana dong?
For our children, financial education can only be done through continuous ‘training’ at home, at school and everyday activities. Ofcourse kita yang harus memberi contoh.
So here’s another segment for us to develop together, at earliest age as possible, on our children financial literacy. I hope as the visitors of our website, you will gain and can share as much as possible, so we can spread this fantastic ‘virus’.
Finance Should Be Practical!
Ligwina Hananto
~ * * * ~