Sudahkah kamu ngobrol tentang uang dengan orang tua? Jangan sampai orang tua yang kita sayangi harus masuk dalam golongan yang gagal pensiun!
Pekerjaan saya membuat saya bertemu dengan banyak orang. Salah satu segmen yang paling menyentuh hati adalah saat bertemu bapak ibu pensiunan. Biasanya saya bertemu dengan klien pensiunan saat konsultasi atau bertemu mereka di program training persiapan pensiun di berbagai perusahaan besar.
Tipe bapak ibu pensiunan ini beragam. Ada yang sedang persiapan pensiun – tinggal 6 – 12 bulan lagi, ada yang sudah pensiun, ada juga yang tidak bisa pensiun. Dalam setiap pertemuan dengan mereka saya belajar bahwa ada 5 alasan gagal pensiun yang harus kita waspadai!
1. Boros
Orang tua boros? Rasanya sih gak ya. Tapi ada generasi orang tua kita yang sudah terbiasa hidup enak. Orang kaya jaman dulu – begitu istilahnya. Di masa jayanya, para orang tua ini menikmati penghasilan yang tinggi dan lifestyle yang tinggi pula. Gak masalah dong. Baru jadi masalah saat sudah sepuh, tidak lagi punya penghasilan, tapi pengeluarannya terus tinggi. Sekaya apa pun, penghasilan nol pengeluaran tinggi, uang akan habis juga lho.
Saya sendiri termasuk orang yang boros banget. Jadi saya berupaya, ‘mengakali diri’ agar tidak melihat uang nganggur nongkrong menggoda hati. Saya terbiasa membuat ‘sisa uang’ seadanya saja untuk kebutuhan bulanan. Sehingga saya sadar uang saya ya cuma segitu. Yang sebetulnya terjadi, uang tersebut tentu diinvestasikan, tidak terlihat di saldo tabungan!
Tautan penting:
http://qmfinancial.com/life-expectancy-perempuan-indonesia-72-tahun-dana-pensiun-sudah-siap/
http://qmfinancial.com/13-tips-hemat-melalui-masa-bokek-paska-lebaran/
2. Tidak Berinvestasi
Alasan yang kedua ini rada gawat. Generasi orang tua kita adalah generasi yang rajin menabung lho! Tapi ternyata, saat mereka produktif dan rajin menabung, uang tersebut tergerus nilainya oleh inflasi.
Just in case you have not realised it. Negara kita ini negara berkembang dengan jumlah penduduk muda sampai 50% dari populasi. Maka kita pun harus berhadapan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat yang diikuti pula dengan inflasi yang (di tahun-tahun tertentu) cukup tinggi.
Saat generasi orang tua kita yang rajin menabung saja keteteran, gimana nasib kita? Generasi saya termasuk yang… boro-boro nabung! Ini generasi boros. Hidup enak di masa orde baru, generasi yang membuka pintu reformasi lalu kecemplung hidup enak. Kemampuan menabung generasi saya rendah sekali, gimana mau investasi. Ini terbukti dengan rendahnya jumlah pemilik rekening investasi di bursa efek lho.
Generasi di bawah saya, geng milenial, seharusnya adalah generasi yang well informed. Kemampuan nalar sangat tinggi. Kemampuan menghasilkan uang juga tinggi lho. Apalagi ini generasi yang serba instan dan kreatif. Penghasilkan uang bukan masalah untuk mereka. Tinggal bagaimana uang tersebut selain habis untuk bersenang-senang, juga habis untuk investasi dengan terstruktur. Semoga saja begitu!
Tautan penting:
http://qmfinancial.com/membuat-dana-pensiun-sendiri/
http://qmfinancial.com/tentang-bpjs-ketenagakerjaan-yang-lagi-heboh-itu/
3. Bisnis Bangkrut
Please! Kalau ada di antara kamu yang kerja di departeman Human Resources, tolong perhatikan program persiapan pensiun di kantormu ya! Saya terlalu sering bertemu dengan bapak ibu pensiunan yang didorong-dorong untuk memulai berbisnis.
Tenang. Saya gak memandang remeh kemampuan bapak ibu ini untuk berbisnis. Ada kok yang berhasil. Tapi kenyataannya, saat berbisnis itu banyak banget yang gagal. Dan biasanya dalam berbisnis itu harus gagal berkali-kali dulu. Artinya ini membutuhkan mental dan energi apalagi jumlah modal yang banyak.
Apa gak kasihan lihat bapak ibu sudah umur 65 tahun patah hati karena bisnisnya bangkrut? Untuk orang tua, bangkrut berbisnis itu menyebabkan luka finansial yang susah untuk disembuhkan. Jadi perlu ekstra hati-hati.
Saya cenderung memilih-milih sebelum mengajak bapak ibu pensiunan berbisnis. Dagang kecil-kecilan gak pernah ada salahnya. Tapi saat berbisnis hitungannya jadi beda dan risikonya pun lebih besar. Tidak selalu pensiun itu artinya membuka bisnis. Pensiun itu juga bisa berarti punya aset aktif yang banyak. Dan bisnis bukanlah satu-satunya aset aktif yang bisa disiapkan. Masih ada properti dan surat berharga yang bisa dicoba!
Tautan penting:
http://qmfinancial.com/askqmplanner-invest-ori-013-yes-or-no/
4. Tidak Punya Fasilitas Kesehatan
Saat bekerja di perusahaan besar, ada fasilitas yang gak terasa padahal besar manfaatnya, yaitu fasilitas kesehatan. Yes. Saat masuk usia pensiun, urusan kesehatan ini jadi penting banget.
Bayangkan. Usia lebih sepuh, badan lebih rentan terhadap penyakit, eh sudah gak ada perusahaan yang akan membayarkan biaya berobat? Ok artinya harus siapkan sendiri.
Ada tiga cara menyiapkan fasilitas kesehatan ini:
- BPJS Kesehatan – dapat diikuti di usia berapapun, tanpa batas penyakit namun ada keterbatasan jasa.
- Asuransi Kesehatan – bisa memilih sesuai fasilitas yang diinginkan, tapi dengan biaya yang cenderung lebih mahal untuk usia lebih tua dan ada batasan periode perlindungan.
- Dana Kesehatan Pensiun – ini dana kas yang disiapkan sendiri agar dapat menambahkan di atas dua fasilitas sebelumnya.
Kalau kamu sebagai anak melihat ortu tidak punya fasilitas kesehatan, segera ngobrol dengan mereka ya. Bagaimana pun juga, saat ortu sakit kita sebagai anak harus turun tangan kan? Kalau perlu kamu yang menyiapkan Dana Kesehatan Orang Tua. Ini dana standby yang bisa dicairkan sewaktu-waktu. Simpan dalam produk yang likuid dan rendah risiko seperti deposito bank.
Tautan penting:
http://qmfinancial.com/phk-mengintai-7-langkah-yang-perlu-dilakukan-saat-terima-pesangon/
http://qmfinancial.com/finclic-20-februari-2015-umur-berapa-asuransinya-apa/
5. Anak Tidak Mandiri
Poin pertama tadi tentang boros. Pengeluaran yang bikin boros apa sih? Lifestyle? Iya. Ternyata yang lebih gawat adalah lifestyle dari si anak!
Budaya orang Indonesia adalah ngumpul! Jadi banyak juga orang tua yang menghindari anaknya keluar rumah, bahkan saat sudah menikah dan punya anak. Akhirnya uang yang mau dipakai pensiun, habis menopang hidup 2-3 keluarga dalam satu atap. Semua hanya karena gagal membuat anak hidup mandiri.
Coba deh, kapan kamu ‘ditendang’ keluar dari rumah?
Ayah saya ‘memerintahkan’ kedua anaknya keluar dari rumah setelah pada menikah. Sebelumnya saya dan adik memang hidup terpisah dari orang tua karena mereka bekerja di luar pulau Jawa. Tapi selama masih kuliah dan bekerja, ayah saya bersikukuh anak-anak tetap punya kamar di rumahnya. Begitu menikah, ia langsung bertanya mau tinggal di mana? Dan gak ada tawaran nebeng di rumahnya hahaha!
Pertanyaan yang lebih berat mungkin begini.
Apa yang sudah kamu siapkan untuk ‘menendang’ anakmu keluar rumah nanti?
Saya baru bicara dengan suami soal bagaiman menyiapkan anak-anak keluar dari rumah. Putra sulung kami segera masuk jenjang SMA. Kami sedang berencana, saat si Mas ini lulus kuliah nanti, kami ingin menawarkan rekening tabungan berisi uang yang sudah ia kumpulkan selama ini sebagai ‘modal’ untuk keluar dari rumah.
Untuk kamu yang memang tinggal bersama orang tua karena pilihan hidup, jangan patah hati. Gak ada jeleknya kok tinggal dengan orang tua. Di beberapa keluarga, saya perhatikan bahkan saat hidup bersama, orang tua dan anak menggabungkan kemampuan keuangannya agar hidup bersama dengan cermat.
Tautan penting:
http://qmfinancial.com/tinggal-sama-ortu-bukan-berarti-nebeng/
http://qmfinancial.com/bisa-punya-apa-dalam-10-tahun/
Semoga artikel ini membantu kita untuk bersiap. Alangkah baiknya jika orang tua siap pensiun, anak pun siap mandiri.
Ingat lho.
Mandiri itu bukan berarti putus, bebas, lepas dari hidup bersama orang lain.
Mandiri itu justru membuat kita tidak merepotkan orang lain, tidak menyusahkan orang lain.
Saat keuangan kita kuat, kita bisa kuat untuk orang lain, lebih lama, lebih banyak.
***
Ligwina Hananto / @mrshananto / Founder / CEO