#QMInterview Ria Miranda dan Pandu Rosadi
Halo QM readers, siapa yang ingin punya bisnis sendiri? Rasanya, hampir semua orang pasti ingin punya bisnis, walau mungkin banyak yang ragu untuk memulainya. Salah satu alasan orang belum memulai berbisnis mungkin adalah kendala mencari mitra bisnis yang tepat.
Nah, bagaimana kalau berbisnis dan bermitra dengan pasangan kamu sendiri? A dream comes true? Or a disaster in the making? Which one do you think it is? Lanjutkan baca hasil wawancara QM dengan pasangan muda berikut ini, dan temukan jawabannya!
Pasangan suami-istri ini memang keren: masih muda, menarik, santun, dan berbisnis bersama! Siapakah mereka?
Tentu kalian sudah tak asing lagi dengan RiaMiranda, salah satu muslim fashion brand yang terkenal dengan ciri khas warna-warni pastel yang lembut? Kali ini, QM berkesempatan mewawancarai Ria Miranda dan Pandu Rosadi, pasangan suami istri di balik kesuksesan brand RiaMiranda.
Awal Mula Bisnis
Perjalanan bisnis ini dimulai dari hobi Ria merancang busana sejak remaja. Namun, latar belakang keluarga yang mengutamakan pendidikan membuat impiannya mempelajari bisnis fashion pun tertunda. Ria harus menuntaskan pendidikan sarjana di Universitas Andalas sebelum memperoleh restu orang tuanya untuk mendalami mode di ESMOD Jakarta. Selepas pendidikan di ESMOD, Ria berkarir sebagai fashion stylist di majalah untuk menimba pengalaman, sebelum akhirnya resign dan memutuskan untuk membangun bisnisnya sendiri.
Di awal upaya membangun labelnya sendiri inilah, Ria dan beberapa rekan desainer busana muslim lainnya mendirikan Hijabers Community, yang menjadi salah satu milestone penting dalam perkembangan dunia busana muslim di Indonesia. Di tahun yang sama, seorang teman mengenalkannya dengan Pandu Rosadi.
“Ketemu Ria itu… dikenalin sama teman satu organisasi yang kebetulan temenan juga sama Ria. Awalnya kenal gitu aja sih. Saat itu Ria udah keluar dari majalah Noor dan udah mulai bikin… udah ngeluarin satu koleksi kalau nggak salah.”
Setelah dikenalkan dan ngobrol, Pandu –yang saat itu sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta– menawarkan untuk membantu Ria mengembangkan branding label yang saat itu baru dirintis. Tak lama setelahnya, mereka memutuskan menikah dan melangsungkan akad nikah dan resepsi di Padang pada tahun 2011. Di tahun itu pula, mereka membantu re-branding sebuah butik busana muslim yang kini dikenal dengan nama Moshaict.
Keputusan Resign dan Fokus Membangun Bisnis Bersama
Pada tahun 2012, pasangan ini dianugerahi putri cantik bernama Katya. Di saat inilah, dua hal penting untuk bisnis RiaMiranda terjadi: Ria mengikuti Indonesia Fashion Week 2012 dan Pandu memutuskan resign untuk fokus mengembangkan bisnis bersama.
“Sehabis menikah, setahun saya kerja sambil tetap mengembangkan bisnis. Jadi, saya makan siang 15 menit, setelahnya membalas email dari pihak-pihak yang ingin buka cabang dan lainnya,” demikian tutur Pandu.
Kelahiran Katya dan keinginan fokus pada keluarga menjadi salah satu alasan utama Pandu memilih resign. Ini sejalan pula dengan rencananya menjadi entrepreneur sebelum usia 30 tahun.
Pandu mengakui keputusannya disertai kekhawatiran yang tidak sedikit. Ketidakpastian pemasukan dari bisnis adalah salah satu kekhawatiran utamanya sebagai kepala keluarga. Selain itu, ia menyadari bahwa diperlukan self motivation yang sangat kuat untuk berbisnis sendiri.
Namun, keputusan ini ternyata tidak salah. Ria pun menyadari banyak perubahan signifikan yang terjadi setelah Pandu bergabung secara full-time di bisnisnya. Struktur organisasi, jalur komunikasi yang lebih jelas, serta budaya kerja yang target-oriented adalah beberapa hal yang berubah secara nyata. Selain itu, laporan keuangan dan business planning pun dilakukan dengan lebih sistematis. Budaya pengembangan setiap individu yang terlibat dalam usaha ini pun terus berusaha ditingkatkan.
Pembagian Peran dalam Bisnis
Untungnya bagi pasangan ini, pembagian peran dalam bisnis sudah sangat jelas karena sesuai minat dan bakat masing-masing. Ria fokus di sisi kreatif dan Pandu menangani pengembangan bisnis.
“Kalau aku sih, maunya merancang pakaian baru terus,” ungkap Ria, yang memang kreativitasnya tak perlu diragukan lagi.
Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi Pandu untuk menyeimbangkan dari sisi bisnisnya. Sebagai mitra bisnis sekaligus suami-istri, tentunya diperlukan sejumlah penyesuaian, sehingga tetap harmonis dalam rumah tangga, namun tetap profesional dalam urusan pekerjaan.
Dampak ke Keluarga
Setelah berbisnis bersama, Ria dan Pandu merasa senang, karena lebih banyak menghabiskan waktu bersama dan jadwal mereka pun lebih fleksibel, terlebih setelah kelahiran Kina, putri kedua mereka. Akan tetapi, ada hal yang tak diduga oleh mereka.
“Keluarga memang lebih tenang karena kita memiliki banyak waktu bersama dan tahu kegiatan masing-masing. Namun, kurang baik juga karena kita seringkali membahas pekerjaan di rumah dan tidak mudah membagi waktu. Sehingga, memang harus ada batasan: kapan waktu membahas pekerjaan, hal pribadi, dan keluarga.”
Ria dan Pandu banyak belajar dari ayah Ria yang juga entrepreneur sekaligus akademisi. Mereka mengingat nasihat penting dari sang ayah dalam menjalankan bisnis:
“Bisnis itu kan seperti belajar berenang, kita harus nyebur ke kolam renang untuk bisa berenang, nggak bisa hanya teori saja, tanpa beneran nyemplung ke kolam renang,”
Sebagai pasangan yang sudah cukup lama berbisnis bersama, adakah pesan Ria dan Pandu bagi QM readers yang juga ingin berbisnis bersama pasangannya?
“Saran dari kita yang juga masih dalam tahap belajar: lebih banyak toleransi, harus dibedakan antara profesionalisme kerja dan hubungan suami istri. Pekerjaan memiliki deadline yang jelas, sementara sebagai suami istri harus ada yang mengalah dan back up satu sama lain.
Biasanya, suami akan bertanggung-jawab ganda dalam bisnis, karena istri tentu akan lebih fokus pada keluarga, terlebih jika sudah mempunyai anak. Serunya adalah kita akan bisa mengatur waktu untuk keluarga dan memberikan perhatian yang cukup untuk anak, terutama di masa golden age.
“Uang bisa dicari, tapi momen bersama anak tidak akan terulang. Kita hidup sebagai generasi Y, di mana teknologi sangat membantu pekerjaan. Tantangannya adalah tetap berkarya, tapi perhatian untuk keluarga tetap diutamakan.”
Ternyata, berbisnis dengan pasangan suami/istri memang bisa jadi dream atau disaster, namun tentunya banyak hal yang bisa dilakukan supaya hal ini menjadi keputusan terbaik yang pernah kamu ambil.
Semoga wawancara dengan Ria dan Pandu ini bisa menginspirasi kamu, ya!
FDV Wulansari / QM Planner