Yup, jangan kaget kalau beberapa surat kabar akhir-akhir ini membahas isu kenaikan BI Rate. Per 12 November lalu, Bank Indonesia menaikkan BI Rate untuk kelima kalinya di tahun 2013. Jika ditotal, Bank Indonesia sudah menaikkan BI Rate sebanyak 175 basis poin dari 5.75% di awal tahun menjadi 7.5%.
Kenaikan BI Rate kali ini tidak diduga sebelumnya. Pertumbuhan Indonesia yang sedang melambat serta inflasi bulanan lebih rendah dari sebelumnya menjadi alasan untuk beranggapan bahwa Bank Indonesia tidak akan menaikkan kembali suku bunga acuannya. Tetapi yang terjadi tidak demikian. Lalu apa sebenarnya alasan Bank Indonesia melakukan hal itu? Dan apa dampaknya bagi perekonomian Indonesia?
Sebelum membahas mengenai kenaikannya, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa itu BI Rate.
BI Rate merupakan suku bunga acuan yang digunakan sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter dalam mengatur jumlah uang beredar. Naik turunnya BI Rate biasanya diikuti naik turunnya suku bunga perbankan beberapa waktu kemudian, baik suku bunga simpanan (tabungan, deposito, dan lainnya) maupun suku bunga kredit.
Ketika Bank Indonesia menilai jumlah uang beredar terlalu banyak, BI Rate akan dinaikkan dengan harapan suku bunga simpanan meningkat. Suku bunga simpanan yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk “menabung”, sehingga menyebabkan jumlah uang beredar berkurang.
Sebaliknya, ketika Bank Indonesia ingin menambah jumlah uang beredar yang ada di masyarakat, BI Rate akan diturunkan. Hal ini akan mendorong masyarakat untuk meminjam dana (baik untuk konsumsi ataupun modal usaha) karena suku bunga kredit yang rendah. Dengan demikian jumlah uang beredar akan bertambah.
Alasan Naiknya BI Rate
Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk menaikkan BI Rate tentu memiliki sejumlah alasan, diantaranya sebagai berikut:
Memperkecil defisit transaksi berjalan (current account) Indonesia
Pernahkah mendengar bahwa Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan? Itu merupakan kondisi dimana impor Indonesia melebihi angka ekspornya. Hal inilah yang dinyatakan oleh Bank Indonesia sebagai penyebab utama ditetapkannya kebijakan untuk menaikkan BI Rate.
Seperti yang disebutkan sebelumnya kenaikan BI Rate biasanya diikuti oleh kenaikan suku bunga perbankan dalam beberapa bulan kedepan, baik suku bunga simpanan maupun kredit. Naiknya suku bunga kredit akan menekan investasi usaha dan konsumsi di Indonesia, sehingga impor bahan baku, barang modal, dan Bahan Bakar Minyak (BBM) berkurang. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan defisit transaksi berjalan Indonesia akan sesuai dengan ekpektasi, yaitu sebesar 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Antisipasi rencana tapering off Amerika Serikat (AS)
Kondisi perekonomian AS yang belum stabil membuat AS menerima stimulus berupa kucuran dana dari bank sentral The Fed. Bantuan dana ini membuat jumlah uang beredar (likuiditas) meningkat sehingga mendorong para investor global untuk berinvestasi di beberapa negara berkembang, seperti Indonesia.
Namun belakangan ini, The Fed berencana untuk mengurangi bantuan dana karena perekonomian AS yang semakin baik. Keadaan ini bisa menjadi ancaman karena berkurangnya bantuan dana berarti berkurangnya likuiditas. Kondisi ini bisa mendorong investor asing untuk menarik dananya keluar dari Indonesia. Pasar modal Indonesia yang hampir didominasi oleh pihak asing tentu akan goyah jika situasi tersebut terjadi. Oleh karena itu, sebagai tindakan preventif, BI Rate dinaikkan agar suku bunga simpanan ikut naik untuk memberikan insentif agar investor asing tetap menahan dananya di Indonesia.
Lalu, bagaimana dampak dan reaksi masyarakat Indonesia atas kenaikan BI Rate ini?
Nantikan artikel mengenai BI Rate selanjutnya!
-Research Divison-
Artikel terkait:
1 Comment
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
[…] *artikel terkait dapat dibaca di sini […]