Mau punya rumah dan langsung beli tunai? Memang punya uang berapa? Mau beli rumah yang harga berapa?
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang secara spontan akan terlontar jika bertemu seorang teman yang seumur dan mempunyai “mimpi” untuk membeli rumah secara tunai. Iya, tidak salah sama sekali namun bila memang “mimpi” itu bisa direalisasikan mungkin dia bener-bener kaya. Atau setidaknya dia anak orang yang kaya, bisa jadi juga cukup kaya tapi beli rumah yang sederhana.
Harga rumah yang setinggi langit akhir-akhir ini membuat kita harus melirik pada fasilitas KPR untuk merealisasikan mimpi untuk memiliki rumah. Terlebih jika rumah bukanlah hanya sekedar rumah tetapi “rumah idaman”. Rumah idaman maksudnya adalah rumah dengan gaya, desain dan lokasi yang ideal serta sesuai dengan keinginan kita. Keinginan ya, bukan kebutuhan. It’s strictly difference between “need” and “want”.
Nah, dengan indikator ekonomi makro Indonesia di tahun 2012 lalu yang keren abis, terutama SBI yang rendah, KPR menjadi terjangkau. Bahkan tahun 2012 lalu, ada kebijakan dari Bank Indonesia yang menetapkan minimum Uang Muka 30% atau bahasa kerennya loan to value-nya 70% dari harga rumah hanya sempat “mengerem” penjualan rumah beberapa bulan saja. KPR tetap menjadi produk perbankan yang menarik dan laku keras, termasuk untuk KPR Syariah.
Kebijakan Bank Indonesia untuk pembayaran Uang Muka minimal 30%, berarti bila ingin membeli rumah yang diinginkan maka Anda harus memiliki dana sebesar 30% dari nilai tunai rumah yang dimaksud.
Padahal selain uang muka, calon nasabah juga harus menyiapkan dana untuk administrasi bank, notaris, pajak dan lain sebagainya. Sehingga uang yang disiapkan tidak cukup hanya sebesar 30% namun bisa mencapai 40% dari harga rumah tetapi hutangnya tetap 70%. Mulanya kebijakan ini hanya berlaku bagi Kredit di Bank Konvensional. Tidak berlaku di Bank Syariah sehingga portofolio KPR Syariah meningkat dengan tajam. Orang berbondong-bondong ambil KPR di Bank Syariah demi untuk menyiapkan uang muka lebih kecil. Bahkan beberapa bank syariah berani memberikan pembiayaan hingga 90%. Artinya Nasabah hanya menyiapkan dana sebesar 10% untuk Uang mukanya. Namun, di awal tahun 2013, kebijakan itu juga berlaku bagi Bank Syariah maka nasabah harus tetap menyiapkan uang muka sebesar 30%.
Tapi hal ini ternyata tidak mengurangi minat masyarakat untuk mengambil KPR di Bank Syariah. Alasan utama yang banyak saya temui adalah adanya jaminan bahwa cicilannya diketahui sejak awal berapa besarnya setiap bulan sampai akhir periode. Misalkan tahun pertama sampai tahun kedua cicilannya Rp2,4juta rupiah dan tahun ketiga hingga tahun ke-10 cicilan perbulannya adalah sebesar Rp2,9juta. Dan tidak akan berubah-ubah meskipun kondisi ekonomi buruk sekalipun. Karena skema yang banyak digunakan di Bank Syariah adalah skema jual beli dengan margin sehingga harga tidak boleh berubah, alias harus fix. Tetapi jika Anda ingin cicilan yang floating, bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi pasar, Bank Syariah juga memiliki produknya. Hal ini dikarenakan perkembangan produk di Bank Syariah pesat .
Nah untuk yang cicilan floating ini tentunya tidak menggunakan skema jual beli. Tapi menggunakan skema sewa (ijarah). Namanya sewa, bisa naik dan bisa turun ditengah jalan. Seperti halnya Anda menyewakan barang, harga sewanya bisa naik bisa juga turun. Keunggulan KPR dengan skema ini, umumnya cicilan awalnya lebih murah dibanding yang skema fix di atas dan tetap menerapkan prinsip syariah.
Mau miliki rumah dengan cicilan tetap ataupun floating, KPR Syariah ada semua…
Mau KPR? ke Bank Syariah saja…
Mohammad B. Teguh, CFP®|Planner- Islamic Finance Specialist |@Mohammad_Teguh