Perdebatan naik-tidaknya harga BBM bersubsidi menjadi topik yang selalu hangat belakangan ini. Polemik ini ternyata tidak berakhir pasca sidang paripurna DPR 30 Maret 2012 lalu, meskipun para Wakil Rakyat itu menolak kenaikan BBM. Polemiknya malah makin memanas.
BBM bersubsidi memang tidak jadi naik. Tapi sekarang pemerintah berupaya membatasinya. Menurut saya, dampak pembatasan BBM bagi ekonomi negeri ini tambah buruk. Bagaimana pun juga semua sektor ekonomi, mulai dari yang kelas mikro sampai kelas multinasional, membutuhkan supply BBM yang memadai. Tak terbayang jika di saat pertumbuhan industri dan bisnis yang sedang pesat-pesatnya, BBM menjadi langka. Mobil-mobil antri di setiap SPBU hanya sekedar untuk mendapatkan bensin. BBM malah diselundupkan ke negara tetangga. Penjual BBM liar mematok harga eceran jauh lebih mahal. Premium eceran di luar SPBU di Bontang Kalimantan Timur sekarang saja sudah Rp15.000 per botol. 1 botol sekitar 1 liter.
Sedikit mengintip harga BBM bersubsidi di masa lalu, tampak jelas bahwa harga BBM itu pernah mencapai Rp6.000. Saat itu harga minyak dunia rata-rata di atas USD 100 per barel seperti halnya saat ini. Jadi sebenarnya rakyat pernah merasakan harga BBM setinggi itu dan tidak rebut-ribut amat seperti sekarang.
Tak dapat dipungkiri bahwa kini Indonesia sudah menjadi net importir. Artinya kebutuhan BBM dalam negeri tidak dapat dipenuhi dari produksi BBM dalam negeri. Harus impor dari negara lain. Sehingga di saat harga minyak dunia tinggi, dan harga jual dalam negeri tetap, maka dana subsidi yang dikeluarkan negara ini akan semakin besar.
Menarik diperhatikan, ternyata subsidi ini diberikan kepada kalangan mampu yang memiliki kendaraan pribadi. Konsumsi premium lebih kurang mencapai 90% untuk kendaraan pribadi dari total konsumsi nasional. Jadi, jika harga BBM bersubsidi tidak naik, maka pemerintah hanya mensubsidi masyarakat yang mampu dan memiliki kendaraan pribadi sendiri.
Coba sekarang Anda jawab, apa yang akan Anda lakukan jika BBM Subsidi naik? Dan apa yang Anda akan lakukan jika BBM Subsidi tidak naik?
Jika naik, sebagian besar jawaban menyatakan berusaha hemat dengan berbagai bahasanya. Ada yang akan beralih ke kendaraan umum. Atau kendaraan pribadi hanya dipakai sekali-kali saja. Malah ada juga yang ingin mengganti mobilnya dengan yang lebih hemat bahan bakar. Sebagian besar jawabannya adalah mengurangi konsumsi BBM.
Tapi untuk pertanyaan kedua, apa yang akan Anda lakukan jika BBM tidak jadi naik? Maka yang tadinya berencana beli mobil akan tetap pada rencananya. Tidak berubah. Pola konsumsi BBM juga akan sama bahkan mungkin meningkat. Lalu yang lebih bahaya lagi adalah orang-orang yang selama ini menggunakan BBM non-subsidi akan beralih ke BBM bersubsidi. Karena selisih antara harga subsidi dan non-subsidi begitu jauh. Saya juga melihat ada orang yang memiliki kendaraan “mahal” dengan standar BBM oktan tinggi dipaksa “minum” premium. Ada juga yang akhirnya beli mobil lagi agar bisa menggunakan BBM bersubsidi karena mobil lamanya harus menggunakan bensin non subsidi. Semua tindakan tersebut akan membuat kebutuhan akan BBM meningkat tajam. Lagi-lagi, pemerintah harus mensubsidinya.
Sungguh aneh jika pemerintah “dipaksa” untuk mensubsidi golongan mampu dengan tidak boleh menaikkan harga BBM bersubsidi. Sementara pada saat bersamaan, masih banyak sekolah-sekolah dasar yang bangunannya tidak layak pakai. Anggaran pendidikan yang besar tampaknya belum mampu mencapai golongan di bawah.
Jika harga BBM naik setidaknya pemerintah tidak salah dalam memberikan subsidi kepada para pemilik mobil pribadi. Suka-tidak suka, kini kita sudah menjadi net importir yang terpengaruh secara langsung oleh harga minyak dunia.
Jadi, BBM naik (mungkin) akan lebih baik. BBM Subsidi naik, why not?
*Wah, kayaknya saya bakalan ditimpukin rakyat se-Indonesia sih… eh tapi Rakyat yang mana yaa? Rakyat yang punya mobil pribadi? * kabooooorrr…
Mohammad B. Teguh